Anda di halaman 1dari 17

RESPONSI

PENGGUNAAN TEKNIK OSADA (TRIPLE-FLAP METHOD) PADA


ADENOMIOSIS

Oleh :
Alindina Izzani

G99161003

Ade Puspasari

G99161008

Putu Putri Andiyani Dewi

G99161013

Anthony Johan

G99161018

Elsa Candra Rafsyanjani

G99161023

Ilham Ramadhan

G99161048

Pembimbing :
Muhammad Adrianes B, dr., Sp.OG (K)FM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016
Penggunaan Teknik Osada (Triple-Flap Method) pada Adenomiosis
A. Latar Belakang

Adenomiosis berat mengakibatkan infertilitas, dismenorrhea berat dan


hipermenorrhea. Sejak Hyama (1952) melaporkan penggunaan pembedahan
konservatif untuk kondisi ini, banyak teknik bedah yang sudah diajukan.
Semuanya termasuk wedge resection dari adenomiosis yang dilanjutkan dengan
rekontruksi dari dinding uterus.
Namun, pendekatan ini dikaitkan dengan kejadian adenomiosis rekuren
yang sering dan ruptur uteri spontan pada kehamilan. Terapi yang efektif
memerlukan pengambilan jaringan yang lebih radikal pada jaringan yang
terkena. Namun hal ini akan menghasilkan defek yang besar pada dinding
uterus,

membuat

uterus

yang

direkonstruksi

nanti

tidak

mampu

mempertahankan kehamilan yang normal, sehingga pengobatan yang biasanya


dilakukan untuk wanita dengan adenomiosis berat adalah histerektomi.
Tetapi banyak dari wanita tersebut yang tidak menginginkan histerektomi
dan bahkan ada yang berkeinginan untuk memiliki anak. Alternatif lain yang
kadang dianjurkan adalah penggunaan agonis Gonadotropin-releasing hormon
untuk 3-6 bulan diikuti dengan IVF (In Vitro Fertilization). Alternatif ini
memiliki banyak efek samping dan hasil yang buruk pada kasus adenomiosis
yang berat. Wanita lain, seperti pada populasi wanita jepang, biasanya tidak
ingin berpisah dengan uterus mereka dengan alasan emosional maupun
kebudayaan, tetapi menginginkan perbaikan gejala. Untuk mengatasi masalah
ini dan membuat uterus siap menghadapi kehamilan, sebuah metode
pengambilan jaringan adenomiosis radikal menggunakan metode triple-flap
untuk merekonstruksi dinding uterus telah ditemukan oleh Dr. Hisao Osada
yang dinamakan juga sebagai Teknik Osada.

B. Adenomiosis
Definisi

Adenomiosis terdiri dari kata adeno (kelenjar), mio (otot), dan osis (suatu
kondisi). Adenomiosis

merupakan

suatu

keadaan

di

mana

jaringan

endometrium yang berupa kelenjar yang masih berfungsi menginvasi ke dalam


lapisan miometrium (Prawirohardjo, 2011; Mehasseb dan Marwan, 2009).
Kejadian adenomiosis dijumpai pada 8-40% pemeriksaan dari semua spesimen
histerektomi.

Gambar 1. Gambaran adenomiosis pada uterus (Prawirohardjo, 2011)

Patofisiologi
Pertumbuhan

endometrium

menembus

membrana

basalis.

Pada

pemeriksaan histologis sebagian menunjukkan pertumbuhan endometrium


menyambung ke dalam fokus adenomiosis, sebagian ada di dalam miometrium,
dan sebagian yang lain tidak tampak adanya hubungan antara permukaan
endometrium dengan fokus adenomiosis. Seiring dengan perkembangan
adenomiosis, uterus membesar secara difus dan terjadi hipertrofi otot polos
uterus. Terkadang elemen kelenjar berada dalam lingkup tumor otot polos yang
menyerupa mioma. Fundus uteri merupakan tempat yang paling umum dari
adenomiosis (Prawirohardjo, 2011).

Etiologi
Sekalipun belum ada patogenesis pasti dari adenomiosis, para peneliti
berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh lemahnya lapisan otot pembatas
pada wanita yang menderita adenomiosis dan juga dipicu oleh meningkatnya
tekanan intrauterin antara kedua sisi. Meskipun penyebabnya belum diketahui
secara pasti, kemungkinan adenomiosis disebabkan adanya erupsi dari
membrana basalis dan disebabkan juga oleh trauma berulang, persalinan
berulang, operasi sesar ataupun kuretase (Prawirohardjo, 2011).
Diagnosis/ Gejala Klinik
Seiring dengan bertambah beratnya adenomiosis, gejala yang timbul antara
lain:
a. Sebanyak 40- 50% mengalami menoragia. Kemungkinan hal ini disebabkan
oleh

gangguan

kontraksi

miometrium

akibat

adanya

fokus-fokus

adenomiosis ataupun makin bertambahnya vaskularisasi di dalam rahim.


b. Sebanyak 10- 30% mengeluh dismenorea. Hal ini kemungkinan akibat
gangguan kontraksi miometrium yang disebabkan oleh pembengkakan
prahaid da perdarahan haid di dalam kelenjar endometrium.
c. Sebanyak 10-12% mengalami metroragia.
d. Subfertilitas. Dengan makin beratnya adenomiosis biasanya pasien semakin
sulit untuk mendapatkan keturunan.
e. Pada pemeriksaan dalam djumpai rahim yang mengalami pembesaran
secara merata. Rahim biasanya nyeri tekan dan sedikit lunak bila dilakukan
pemeriksaan bimanual sebelum prahaid (tanda Halban) (Prawirohardjo,
2011; Mehasseb dan Marwan, 2009)

Pemeriksaan
a. USG

: dengan melakukan USG kita dapat melihat adanya uterus yang

membesar secara difus dan gambaran penebalan dinding rahim terutama

pada bagian posterior dengan fokus-fokus ekogenik, rongga endometriosis


eksentrik, adanya penyebaran dengan gambaran hiperekoik, kantungkantung kistik 5-7 mm yang menyebar menyerupai gambaran sarang lebah.
b. MRI : terlihat adanya penebalan dinding miometrium yang difus
c. Patologi Anatomi
: diagnosis pasti adenomiosis adalah pemeriksaan
patologi dari bahan spesimen histerektomi. Ditemukan adanya pulau-pulau
endometrium yang tersebar dalam miometrium. Konsistensi uterus keras
dan tidak beraturan pada potongan permukaan terlihat cembung dan
mengeluarkan serum, jaringan berpola trabekula atau gambaran kumparan
dengan isi cairan kuning kecoklatan atau darah.
(Prawirohardjo, 2011)
Tatalaksana
a. Pengobatan hormonal GnRH Agonis, diberikan selama 6 bulan, bersifat
sementara yang dalam beberapa waktu kemudian akan kambuh kembali.
b. Pengobatan dengan suntikan progesteron, dapat membantu mengurangi
gejala nyeri dan perdarahan.
c. Penggunaan IUD yang mengandung hormon progesteron. Hal ini dapat
mengurangi gejala dismenorea dan menoragia.
d. Aromatase inhibitor. Berfungsi menghambat enzim aromatase yang
menghasilkan estrogen.
e. Histerektomi. Dilakukan pada perempuan yang tidak membutuhkan fungsi
reproduksi.
(Prawirohardjo, 2011)

Prognosis
Adenomiosis merupakan suatu penyakit yang progresif selama masa
reproduksi dan akan mengalami regresi bila memasuki masa menopause. Tidak
mempunyai kecenderungan menjadi ganas (Prawirohardjo, 2011).

C. Teknik Osada (triple-flap method)

Teknik pembedahan ini terdiri atas eksisi radikal adenoiosis (meninggalkan


tepi jaringan sebanyak 1 cm diatas endometrium dan tepi jaringan sebesar 1 cm

dibawah permukaan lapisan serosal), diikuti dengan rekonstruksi uterus secara


triple-flap (Osada, 2011).

Gambar 2. Teknik Osada pada Adenomiosis

Sebuah insisi kecil melintang dibuat untuk mengakses cavitas peritoneal.


Panjang insisi tergantung pada ukuran uterus, karena uterus akan dikeluarkan
dari abdomen untuk eksisi adenomiosis dan rekonstruksi dinding uterus. Ketika
uterus telah berada di luar peritoneal, pipa karet dengan lebar kira-kira 6 mm
diletakan melebar disekitar serviks proksimal, sehingga melilit pembuluh darah
uterus seperti torniquet untuk mencegah perdarahan selama pembedahan.
Pemasangan torniquet pada prosedur ini sangat penting untuk keberhasilan
tindakan. Setelah rekonstruksi secara triple-flap, torniquet dapat dilepas karena
bagian yang tumpang tindih akan mencegah perdarahan yang lebih lanjut
(Osada, 2011).
Setelah torniquet berada pada tempatnya, teknik pembedahan dilanjutkan.
Uterus yang membesar dibelah menjadi 2 bagian dengan menggunakan skalpel
dari permukaan serosal fundus, di garis tengah dan pada bidang sagital,
diteruskan ke bawah melewati adenomiosis sampai mencapai cavum uteri
(gambar 2A). Dengan cara ini keseluruhan dari adenomiosis dapat dilihat
dengan jelas, dengan bagian-bagian penting dari endometrium dan permukaan

serosal selalu terlihat jelas. Cavitas endometrial dibuka sampai cukup untuk
memasukan jari telunjuk untuk melindungi dan membantu menuntun selama
eksisi jaringan adenomiosis dilakukan. Jaringan adenomiosis digenggam
menggunakan

forcep

Martin

dan

dipotong

dari

miometrium

yang

mengelilinginya, hingga menyisakan miometrium dengan ketebalan, dari


lapisan serosa diatasnya dan lapisan endometrium dibawahnya, sebesar 1 cm.
Tindakan ini dilakukan secara hati-hati untuk menghindari kerusakan dari tuba
Fallopi (Osada, 2011).
Penyingkiran dari jaringan adenomiosis akan menghasilkan dinding luar
uterus yang tersusun atas serosa dan juga lapisan miometrium sebesar 1 cm dan
sebuah dinding dalam uteri dengan ketebalan yang sama dengan miometrium
dan garis endometrial yang normal (Gambar 2B dan C). Tentu saja, akan selalu
ada sedikit sisa dari jaringan adenomiosis, karena tidak ada kapsul atau latar
jaringan seperti pada mioma. Tetapi lapisan sisa jaringan adenomiosis ini lunak
dan tidak menimbulkan permasalahan jika bagian besar jaringan yang terkena
sudah diangkat. Garis endometrial selanjutnya didekatkan dengan jahitan
terputus menggunakan 3-0 Vicryl (gambar 2D). Kemudian, defek miometrial
harus ditutup dengan menggunakan metode triple-flap, dengan perhatian untuk
menghindari garis jahit yang tumpang-tindih (Osada, 2011).
Uterus direkonstruksi dalam urutan berikut. Pada satu sisi dari uterus yang
dibelah, lapisan miometrium dan serosa didekatkan

pada bidang antero-

posterior dengan banyak jahitan terputus menggunakan 2-0 Vicryl (gambar


2E). Selanjutnya sisi kontralateral dari dinding uterus (yang juga dibentuk oleh
lapisan serosa dan miometrium) dibawa melewati sisi pertama yang
direkonstruksi dengan cara sedemikian rupa untuk menutupi garis jahit
seromuskular (gambar 3F). Garis jahit tidak boleh saling tumpang tindih; hanya
jaringan miometrium yang tumpang tindih. Untuk mencapai hasil ini,
permukaan serosal dari lapisan miometrium yang telah disatukan harus
disingkirkan bagian serosanya. Ketika rekonstruksi uteri telah selesai, tabung
karet yang tadi diletakan di sekitar serviks proksimal yang berfungsi sebagai

torniquet dapat dilepaskan. Dapat dicatat, tidak ada perdarahan signifikan oleh
karena tekanan pada jaringan yang terjadi akibat dari rekonstruksi. Kehilangan
darah selama operasi dihitung dengan menambahkan jumlah darah yang
dihisap dengan menggunakan penghisap darah dan jumlah yang diserap kassa.
Selanjutnya insisi abdominal ditutup per lapisan (Osada, 2011).

D. Perbandingan Teknik Osada dengan


Pada Adenomiosis

Laparotomy

dan

Laparoskopi

Secara tradisional, laparotomi digunakan sebagai tatalaksana operasi pada


pasien dengan adenomiosis karena dapat mempertahankan uterus tetap tebal
setelah eksisi. Salah satu keuntungan laparotomi yaitu operator dapat
mempalpasi dan mengetahui lesi dari adenomiosis selama operasi. Meskipun
begitu, ketika adenomiosis dapat dilihat dengan MRI, prosedur laparoskopi
dapat dilakukan, baik digunakan untuk ablasi fokus adenomiotik atau untuk
eksisisi dari adenomioma. Jahitan laparoskopik tidak lebih sulit dibandingkan
jahitan setelah miomektomi (Grimbizis et al, 2013).
Tidak ada bukti kuat untuk mengindikasikan teknik yang lebih baik untuk
kelangsungan reproduksi dan perbaikan klinis. Para peneliti mendeskripsikan
kelebihan teknik masing-masing, namun pada prakteknya, tidak ada perbedaan
yang signifikan secara statistik. Utamanya, modifikasi dari teknik operasi
bertujuan untuk mengeksisi jaringan pada adenomiosis secara maksimal dan
untuk menguatkan integritas dinding uterus sehingga kehamilan setelah operasi
tidak menyebabkan ruptur uterus (Grimbizis et al, 2013).
Operasi laparoskopi memiliki manfaat yaitu lebih sedikit komplikasi, lebih
tidak nyeri setelah operasi, waktu operasi lebih pendek, dan lama menginap di
rumah sakit lebih singkat. Namun, untuk mereseksi jaringan adenomiotik
secara radikal menggunakan hanya laparoskopi masih sulit dilakukan. Operasi
dengan laparoskopi pada adenomiosis membutuhkan operator yang handal.
Laparoskopi bisa menjadi pilihan jika adenomiosis kecil dan terlokalisasi
(Grimbizis et al, 2013).
Pada penelitian Osada tahun 2011, Penggunaan laparoskopi dari pada minilaparotomi hanya digunakan untuk melepaskan perlekatan sebelum minilaparotomi sehingga insisi laparotomi bisa lebih kecil. (Osada, 2011).
Modifikasi teknik Osada juga telah banyak dilakukan. Pada tahun 2014
dilakukan modifikasi pada teknik osada oleh Kim et al (2014) dengan metode
double flap secara laparoskopi. Pada tahun 2015, dilakukan laparoskopi teknik
osada metode triple flap. Laparoskopi dengan teknik triple flap closure juga

dilakukan oleh Mc Kenna, et al (2015) di Sydney Australia pada pasien P0A3,


dengan adenomiosis 10.8 x 9,7 cm.

E. Pregnancy Rate pada Pasien Adenomiosis yang Menggunakan Teknik


Osada

Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi apabila penderita adenomiosis


ingin menjaga fungsi reproduksinya. Pertama, idealnya patensi tuba harus
dipertahankan untuk memungkinkan kehamilan alami. Kedua, cavum uteri
harus dipertahankan utuh untuk menjamin implantasi. Ketiga dinding rahim
harus direkonstruksi dengan benar untuk mempertahankan pertumbuhan janin
berikut konsepsi. Dengan kata lain, kita harus merekonstruksi dinding rahim
yang dapat bertahan dari penipisan terkait dengan perluasan rongga rahim yang
dihasilkan dari pengembangan kehamilan. Adenomiosis rekuren juga menjadi

10

kemungkinan yang perlu dipertimbangkan. Ibu yang ingin menjaga fungsi


reproduksinya, penanganan bedah pada kasus adenomiosis berat sangat sulit
karena harus dilakukan eksisi difus pada jaringan yang terkena adenomiosis
untuk mencegah kejadian ruptur uteri pada kehamilan selanjutnya.
Pada teknik Osada pada penelitian Osada et al (2011) Dua puluh enam
wanita (25,0%) berharap untuk hamil setelah operasi pengangkatan
adenomiosis tersebut. usia mereka (Mean SD) adalah 36,9 4,7 tahun. Enam
belas dari mereka (61,5%, 16/26) kemudian hamil. Dari jumlah tersebut, empat
wanita hamil secara spontan dan 12 wanita dikandung oleh IVF / ET. Dua
wanita yang memiliki IVF / ET mengalami abortus (pada 5 minggu dan 16
minggu); 14 mengalami persalinan dan semua lahir melalui operasi caesar
elektif. Tidak ada kasus komplikasi rahim ke kehamilan.

F. Cara Persalinan pada Pasien Adenomiosis yang Menggunakan Teknik


Osada

Hasil dari penelitian Osada pada tahun 2011, dua puluh enam wanita
(25,0%) berharap untuk hamil setelah operasi pengangkatan adenomiosis
dengan mini laparotomy. Usia mereka rata rata adalah 36,9 4,7 tahun. Enam
belas dari mereka (61,5%) kemudian mengandung. Dari jumlah tersebut, empat
wanita hamil secara spontan dan 12 wanita mengandung dengan cara IVF/ET.
Dua wanita yang memiliki IVF / ET mengalami abortus spontan pada usia
kehamilan 5 minggu dan 16 minggu; 14 orang hamil hingga aterm dan semua
melahirkan melalui operasi caesar elektif. Tidak ada kasus komplikasi rahim ke

11

kehamilan. Persalinan melalui operasi caesar disarankan untuk mencegah


adanya ruptur uteri (Osada, 2011).
Kejadian ruptur uteri spontan selama kehamilan yang dipersulit oleh
adenomiosis telah dicatat dalam beberapa laporan penelitian. Selanjutnya,
diakui adanya risiko ruptur uterus selama kehamilan atau persalinan setelah
operasi konservatif untuk adenomiosis. Namun, risiko ruptur menyertai semua
jenis operasi pada rahim: kejadian ruptur uterus gejala selama persalinan
pervaginam setelah melahirkan secara sesar (VBAC) atau laparoskopi
miomektomi dilaporkan masing-masing 0,27% dan 1,0%. Pada pasien yang
menjalani adenomiomektomi diperkirakan bekas operasi yang tidak bersih
dapat menyembunyikan fokus sisa padat adenomiotik, dan sebagai akibatnya
kekuatan tarikan pada rahim bisa mengarah ke kemungkinan rupturnya uterus
pada ibu yang sedang hamil. Wang et al. menyatakan bahwa satu dari delapan
perempuan mengalami ruptur uteri pada kehamilan / persalinan setelah
menjalani operasi untuk adenomiosis (Grimbizis et al, 2013).
Meskipun sebagian besar persalinan yang dilaporkan dilakukan secara
Caesar, ada beberapa laporan tentang persalinan pervaginam. Beberapa laporan
penelitian di berbagai tempat telah menyatakan adanya peningkatan risiko
perdarahan yang disebabkan oleh atonia uterus berat setelah melahirkan pada
wanita dengan adenomiosis, yang dapat memerlukan histerektomi peripartum.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa operasi caesar elektif setelah
adenomiomektomi tampaknya lebih baik untuk keselamatan pasien (Grimbizis
et al, 2013).

12

G. Kesimpulan
Adenomiosis merupakan suatu keadaan di mana jaringan endometrium
yang berupa kelenjar yang masih berfungsi menginvasi ke dalam lapisan
miometrium. Adenomiosis berat mengakibatkan infertilitas, dismenorrhea berat
dan hipermenorrhea. Terapi yang efektif memerlukan pengambilan jaringan
yang radikal pada jaringan yang terkena. Namun hal ini akan menghasilkan
defek yang besar pada dinding uterus, membuat uterus yang direkonstruksi
nanti tidak mampu mempertahankan kehamilan yang normal, sehingga
pengobatan yang biasanya dilakukan untuk wanita dengan adenomiosis berat
adalah histerektomi.
Wanita lain, seperti pada populasi wanita jepang, biasanya tidak ingin
berpisah dengan uterus mereka dengan alasan emosional maupun kebudayaan,

13

tetapi menginginkan perbaikan gejala. Untuk mengatasi masalah ini dan


membuat uterus siap menghadapi kehamilan, sebuah metode pengambilan
jaringan

adenomiosis

radikal

menggunakan

metode

triple-flap

untuk

merekonstruksi dinding uterus telah ditemukan oleh Dr. Hisao Osada yang
dinamakan juga sebagai Teknik Osada.
Dengan menggunakan teknik ini jaringan adenomiosis dapat disingkirkan
sebanyak mungkin namun dengan tetap mempertahankan fungsi uterus yang
normal. Operasi dapat dilakukan dengan teknik laparoskopi maupun
laparotomi. Saat ini masih belum ada data yang menyajikan perbandingan hasil
operasi dengan metode triple-flap secara laparoskopi maupun laparotomi.
Namun Dr. Hisao Osada, sebagai penemu teknik ini menganjurkan penggunaan
mini-laparotomi dibandingkan dengan laparoskopi karena lebih mempermudah
operator saat operasi. Peneliti lain menyatakan bahwa laparoskopi untuk teknik
ini mungkin dilakukan, namun membutuhkan keahlian yang sangat handal, dan
sebaiknya dilakukan pada adenomiosis kecil dan terlokalisasi. Beberapa
peneliti juga telah membuat beberapa modifikasi dari Teknik Osada.
Sebagian wanita yang ingin mempertahankan rahimnya adalah untuk alasan
reproduksi. Pada penelitian Osada sebanyak 16 orang (61,5%) pasien dari
semua pasien yang menginginkan kehamilan (26 orang) berhasil hamil, baik
dengan IVF maupun secara spontan. Dan tidak ada komplikasi yang
disebabkan oleh karena adenomiektomi. Dari semua pasien tersebut 2
mengalami aborsi dan 14 melahirkan secara sesar, dengan hasil yang baik. Hal
ini menunjukan adanya harapan bagi wanita dengan adenomiosis berat yang
ingin memiliki anak. Penelitian dan modifikasi lebih lanjut akan teknik ini
diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan memiliki keturunan bagi wanita
dengan adenomiosis berat.

14

DAFTAR PUSTAKA
Grimbizis GF, Mikos T, Tarlatzis B (2013). Uterus-sparing operative treatment for
adenomyosis. American Society for Reproductive Medicine. Greece :
Elsevier.
Huang, X., Huang, Q., Chen, S., Zhang, J., Lin, K. and Zhang, X. (2015). Efficacy
of laparoscopic adenomyomectomy using double-flap method for diffuse
uterine adenomyosis. BMC Women's Health, 15(1).
Kim JK, Shin CS, Ko YB, Nam SY, Yim HS, Lee KH (2014). Laparoscopic
assisted adenomyomectomy using double flap method. Obstet Gynecol Sci
57(2):128-135

15

Mehasseb, MK dan Marwan AH (2009). Review Adenomyosis uteri: an update.


Royal College of Obstetricians and Gynecologists; 11: 41-47
Osada H, Silber S, Kakinuma T, Nagaishi M, Kato K, Kato O (2011) Surgical
procedure to conserve the uterus for future pregnancy in patients suffering
from massive adenomyosis. Reproductive biomedicine online: 22, 94-99
Prawirohardjo, Sarwono. (2011). Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. hlm. 240

16

Anda mungkin juga menyukai