Anda di halaman 1dari 16

KEBERAGAMAN MASYARAKAT SECARA HORISONTAL DAN VERTIKAL

SEBAGAI INFORMASI AWAL UNTUK MENERAPKAN PENDIDIKAN


MULTIKULTURAL DI KABUPATEN JEMBER
Oleh:
Nasobi Niki Suma*
Abstrak:
Jember merupakan cerminan daerah yang memiliki keberagaman masyarakat cukup
tinggi diantara beberapa daerah lain di daerah tapal kuda. Keberagamannya terwujud
secara horisontal (mencangkup banyaknya etnis, bahasa, budaya, agama) dan secara
vertikal (perbedaan jenis pekerjaan dan perbedaan jenis pendidikan yang ditamatkan).
Keberagaman ini tercipta sejak lama dan terus menerus hingga membentuk interaksi
masyarakat yang khas perpaduan antara dua etnis dominan yaitu Madura dan Jawa
(pendhalungan). Corak interaksi masyarakat yang beragam dan mampu hidup
berdampingan ini semakin mengindikasikan kerukunan antar masyarakat terbangun
secara baik. Namun tidak menutup kemungkinan adanya keberagaman yang tinggi itu
pula dapat terwujud konflik yang dapat membara di tengah-tengah kehidupan
masyarakatnya. Kondisi ini menunjukkan perlunya pemahaman tentang kesederajatan
budaya atau paham multikulturalisme di masyarakat Jember. Salah satu wujud penerapan
paham multikultural dapat divisualisasikan dengan membuat gagasan berupa informasi
kultur subyektif lokal masyarakat Jember. Dengan adanya informasi keberagaman
masyarakat ini diharapkan pengetahuan kultur subyektif tiap daerah kecil (kecamatan
atau dusun) di dalam kabupaten dapat terbangun. Informasi keberagaman masyarakat
Jember ini juga dapat masuk ke ranah pendidikan lokal di sekolah-sekolah, sebagai
bentuk gagasan informasi keberagaman masyarakat sejak dini.
Kata Kunci: Kultur Subyektif Lokal, Pendidikan Multikultural, Kabupaten Jember

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan (Archipelagic State) yang memiliki 13.466
dan garis pantai terpanjang nomer dua di dunia 81.000 km. 1 Banyaknya pulau di wilayah
Indonesia menciptakan keberagaman yang terisolasi dan membentuk identitas setiap pulaupulau yang dijadikan tempat tinggal masyarakatnya. Sehingga terbentuklah budaya yang khas
pada masing-masing pulau-pulaunya, khususnya pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Beberapa pulau-pulau kecil membentuk interaksi dengan
pulau-pulau sekitarnya dan menciptakan harmoni keberagaman, misalnya Bali dan jajaran
pulau di Nusa Tenggara, serta beberapa kepulauan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
Wujud keberagaman yang ada di Indonesia dapat terlihat dari banyaknya suku, bahasa,
budaya, sistem kepercayaan dan agama. Jumlah suku yang mendiami di pulau-pulau besar
1

*Penulis adalah dosen di Prodi Tadris IPS-Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan-IAIN Jember
Dewan Kelautan Indonesia, United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS), 2010

maupun kecil sebanyak 358 suku dan 200 sub suku bangsa yang tersebar di seluruh
Indonesia.2 Apabila ditinjau dari keberagaman umat pemeluk enam agama yang telah
disetujui di Indonesia berdasarkan hasil sensus Tahun 2010 dengan jumlah penduduk total
sebanyak 237.641.326 jiwa, maka keberagamannya sebagai berikut: (a) Islam dengan
penganut sebanyak 207,2 juta jiwa (87,18%), (b) Kristen dengan penganut sebanyak 16,5 juta
jiwa (6,69%), (c) Katolik dengan penganut sebanyak 6,9 juta jiwa (2,91%), (d) Hindu dengan
penganut sebanyak 4 juta jiwa (1,69%), (e) Budha dengan penganut sebnayak 1,7 juta jiwa
(0,72%), dan (f) Konghucu dengan penganut sebanyak 0,11 juta jiwa (0,05%). 3 Beberapa data
tersebut menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya beragam dalam kewilayahannya saja,
namun juga beragam dalam kebudayaan masyarakat yang mendiami masing-masing
wilayahnya dari Sabang sampai Merauke.
Keberagaman penduduk yang tersebar pada beberapa wilayah-wilayah di Indonesia,
menjadi kekayaan sumber daya manusia tersendiri. Tentunya dengan catatan, masyarakat dan
pemerintahnya saling berinteraksi tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain dan lebih
menonjolkan bahwasanya perbedaan yang ada merupakan potensi yang wajib dilestarikan.
Dengan kata lain kesederajatan budaya wajib diterapkan, baru kemudian potensi
keberagaman yang dimiliki tersebut dapat tumbuh seiring dengan penghargaan atas
keberagaman tersebut. Pendidikan multikultural adalah pilihan pendekatan yang tepat untuk
membangun pondasi Indonesia kedepan. Dalam upaya membangun masa depan bangsa,
paham multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana, melainkan sebagai sebuah ideologi
yang harus diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi,
HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. 4 Paham ini harus dijalankan pada semua
bidang di semua wilayah, termasuk pendidikan sebagai pintu utama ilmu dan pemahaman
atas pentingnya multikultural dalam masyarakat di Indonesia.
Isu keberagaman ini kerap kali menjadi polemik bagi masyarakat Indonesia. Sehingga
keberagaman yang terbalut dalam tulisan Bhineka Tunggal Ika seringkali bagaikan abu
dalam sekam. Masyarakat yang mengatas namakan golongan atau suku tertentu mudah
terbakar emosinya ketika bersinggungan dengan kelompok atau suku lain yang ada di
Indonesia. Terjadinya konflik antar etnis merupakan salah satu dampak dari minimnya
pemahaman kelompok masing-masing etnis terhadap kultur subyektif masyarakat adat yang
2

Firdaus M. Yunus, Agama dan Pluralisme, (Jurnal Ilmiah Islam Futura Volume 13, Nomor 2, Februari
2014), hlm. 214
3
Badan Pusat Statistik (BPS), Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari
Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010, hlm. 42-43
4
Hidayat Nur Wahid, Membangun Masa Depan Bangsa di Atas Pondasi Multikulturalisme
(http://www.setneg.go.id), diakses pada tanggal 20/10/2016

berbeda-beda.5 Sehingga muncul anggapan yang mengisolasi kelompok masing-masing


kemudian muncul prasangka buruk dan iri hati pada kelompok lain. Tidak heran jika di
Indonesia sering terjadi konflik yang akar masalahnya bersumber dari keberagaman etnis dan
agama.
Jember merupakan suatu kabupaten yang terdapat di Provinsi Jawa Timur. Daerah ini
berdasarkan sejarah penduduknya berasal dari gelombang migrasi besar-besaran dari daerah
Madura dan Jawa. Gelombang migrasi besar-besaran tersebut terjadi karena pendirian
perkebunan-perkebunan swasta pada era kolonial Belanda. Sehingga infrastruktur jalan dan
pembangunan jalan, jembatan dan perlintasan rel kereta api dibangun menuju Jember pada
abad ke XIX.6 Masyarakat Jember mengalami akulturasi dan asimilasi budaya dari penduduk
yang berasal dari suku Madura dan Jawa. Sehingga masyarakat Jember pada umumnya
mengusai bahasa keduanya, baik bahasa madura dan bahasa jawa. Letak geografis Jember
yang dekat dengan Banyuwangi juga menjadikan di kabupaten Jember ada beberapa daerah
yang menggunakan dialek Osing7 dalam berbahasa sehari-hari ditengah masayarakat. Seiring
berkembangnya daerah ini, orang-orang Cina dan Arab datang ke Jember. Mereka membawa
identitas tersendiri dan menjadi satu dalam masyarakat Jember, meskipun jumlahnya sedikit
dan menjadi minoritas. Keberagaman etnis di Jember dapat menjadi miniatur Indonesia
dalam kaca mata multikultural. Perbedaan yang terjadi antara beberapa etnis tersebut bukan
merupakan sebuah penghalang memajukan daerah. Namun dengan adanya perbedaan tersebut
dapat mencetak keunikan tersendiri yang akhirnya dapat menjadi ciri khas daerah dan mampu
mengembangkan potensi daerah dengan bersama-sama tanpa memandang etnis dan agama.
Keberagaman masyarakat Jember tidak serta merta selalu menghasilkan hal yang
positif, tetapi juga pernah memicu terjadinya konflik. Beberapa contoh konflik yang pernah
muncul di Kabupaten Jember yaitu di kalangan etnik Madura di daerah Puger Kulon. Konflik
di Puger Kulon ini dilatar belakangi perbedaan ideologi sunni dan syiah, serta mencangkup
konflik pribadi antara keluarga Ustad Fauzi (Sunni) dan Habib Ali Umar Al Habsyi (Syiah). 8
Beberapa konflik yang bersumber dari permasalahan keberagaman masyarakat khususnya

Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 131-134
Edy Burhan Arifin, Pertumbuhan Kota Jember dan Munculnya Budaya Pendhalungan (Paper
dipresentasikan dalam konferensi Nasional Sejarah VII di Jakarta, 2006), hlm. 3
7
Dialek Bahasa Jawa yang dituturkan oleh Orang Osing (salah satu sub-Suku Jawa) di Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur.
8
Emy Kholifah and Menik Chumaidah, The Role Metamorphosis of RT/RW (Neighborhood
Association/Citizens Association) as Embodiment ICAs (ImperativelyCoordinated Association)in Digging the
Potency of Conflict Resolution at Madurese Society Environment In Puger Kulon Jember Indonesia (IOSR
Journal Of Humanities And Social Science, Volume 20, Issue 7, July 2015, page 22
6

masalah etnis dan agama dapat muncul kembali pada kedua kelompok yang berbeda ini, jika
mereka tidak merelatifkan klaim-klaim kebenaran masing-masing.
Solusi dan mediasi konflik yang muncul akibat keberagaman sangat dibutuhkan untuk
mempersatukan kembali potensi masyarakat dan mengembangkan daerahnya secara bersamasama. Salah satu solusi yang perlu ditanamkan yaitu penerapan pendidikan multikultural.
Dengan penerapan ini diharapkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat Jember tentang
keberagaman daerahnya dan isu-isu yang dapat membuat terjadinya konflik dapat
diminimalisir. Upaya untuk memperkenalkan paham multikulturalisme di Jember dapat
dijalankan dengan banyak cara, salah satunya yaitu dengan menyajikan informasi kultur
subyektif lokal (cara khas suatu golongan kebudayaan dalam memandang lingkungan
sosialnya). Dengan adanya informasi keberagaman ini diharapkan masyarakat Jember paham
secara seutuhnya dan mengenal serta memahami perbedaan-perbedaan yang ada di daerahnya
melalui visualisasi kultur subyektif masing-msing daerahnya. Informasi kultur subyektif
tersebut tidak bermaksud mengkotak-kotakkan perbedaan. Namun dapat dijadikan informasi
pengembangan potensi keberagaman Jember dan strategi memajukan daerah secara bersamasama.

PEMBAHASAN
A. Informasi Keberagaman di Kabupaten Jember
Informasi keberagaman (pluralisme) sangat diperlukan sebagai pengetahuan awal
masyarakat tentang perbedaan yang ada didaerahnya. Pluralisme atau kemajemukan suatu
masyarakat itu dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu secara horizontal dan secara
vertikal. Kemajemukan horizontal (ascribed factor) merupakan faktor-faktor yang dapat
diterima seseorang sebagai warisan yang dapat menyebabkan adanya perbedaan, sedangkan
kemajemukan vertikal (achievement-factor) lebih menitikberatkan pada perbedaan yang
disebabkan oleh usaha manusia sendiri diluar warisan yang didapat secara turun temurun. 9
Kemajemukan horizontal meliputi etnis, bahasa daerah, adat istiadat (perilaku), agama,
pakaian/makanan (budaya material). Sedangkan kemajemukan vertikal mencangkup
penghasilan,

pendidikan,

pekerjaan,

pemukiaman,

kedudukan

politis.

Banyaknya

keberagaman masyarakat secara horizantal ditambah keberagaman secara vertikal dapat


membuat suatu daerah potensial menjadi daerah rawan konflik. Namun hal ini dapat diatasi
apabila penghormatan terhadap keberagaman sangat dijunjung tinggi. Dalam hal ini
9

Usman Pelly, Pengukuran Intensitas Konflik Dalam Masyarakat Majemuk (Jurnal Antropologi Sosial
Budaya ETNOVISI, Vol. 1, No.2, 2005), hlm. 54

pemahaman kesederajatan budaya (multikulturalisme) perlu ditanamkan.

Adanya usaha

perbaikan kehidupan yang dilakukan kelompok masyarakat maupun pemerintah seperti


perbaikan pemukiman, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan lapangan kerja akan
sangat bermanfaat untuk membendung terjadinya konflik vertikal.10
Masyarakat Jember sangat beragam secara horisontal dan vertikal. Keberagaman ini
dapat terlihat dari segi budaya, etnis, bahasa, tingkat ekonomi, pendidikan dan banyak lagi.
Pembahasan keberagaman di Kabupaten Jember secara horisontal dan vertikal dapat
diperoleh dari data-data yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Jember dan
keterangan data sejarah masa lalu daerahnya.
1. Keberagaman Secara Horisontal di Kabupaten Jember
Masayarakat

kabupaten

Jember

majemuk

secara

horisontal.

Kemajemukan

masyarakatnya dapat terlihat dari beragamnya etnis, bahasa, budaya dan agama yang ada di
daerah ini.
a) Etnis di Jember
Masyarakat Jember didominasi oleh etnis Jawa dan Madura. Etnis Osing, Tionghoa
dan Arab melengkapi keberagaman etnis yang ada di Jember, meskipun jumlahnya minoritas.
Meskipun jumlahnya minoritas, mereka ikut berperan aktif dalam proses sosial yang terjadi
di Kabupaten Jember. Proses sosial yang berlangsung secara lama dan terus-menerus
menghasilkan interaksi masyarakat Jember yang khas dan berjalan damai. Beberapa etnis
tersebut saling berinteraksi, beradaptasi dan saling melengkapi berdasarkan peran masingmasing (lihat Tabel 1).
Tabel 1
Keberagaman Etnis dan Perannya Dalam Masyarakat di Kabupaten Jember
No
Keberagaman
Peran Dalam Masyarakat
Etnis
1
Jawa
Petani, pendidik (formal), dan aparat birokrasi
2
Madura
Pekerja kebun, petani, dan sebagian kecil berperan
dalam dunia pendidikan pesantren sebagai kyai dan
ustad
3
Osing
Petani, pendidik (formal), dan aparat birokrasi
4
Tionghoa
Pedagang
5
Arab
Pedagang
Sumber: Diadaptasi dari Christanto P. Raharjo (2006)
Tabel 1 menjelaskan bahwa Kabupaten Jember beragam secara etnis dan membentuk
peran serta yang berbeda-beda dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Masyarakat (1)
Jawa dan Osing sebagaian besar memiliki peran sebagai petani,
10

Ibid, hlm. 55

pendidik dan aparat

birokrasi, (2) etnis Madura berperan sebagai pekerja kebun, petani, dan ustad dalam
pendidikan pesantren, (3) masyarakat Tionghoa dan Arab sebagian besar berperan dalam
sektor perdagangan.11 Peran tersebut kondisinya saat ini sebagian besar masih berjalan,
namun juga ada yang berubah seiring berjalannya interaksi sosial dalam masyarakat.
Komposisi penduduk yang beragam ini dapat membentuk pola-pola pemukiman
penduduk di Jember. Beberapa penduduk etnis Jawa bermukim dan menciptakan pola
pemukiman penduduk di daerah Jember Selatan dan sebagian Jember Barat, sedangkan etnis
Madura sebagian besar ada di wilayah Jember Utara dan Jember Timur. Orang Tionghoa dan
Arab yang sebagian besar aktivitasnya berdagang membentuk pola pemukiman di pusat Kota
Jember. Orang-orang Cina di Jember umumnya membuka toko dan membentuk pola
pemukiman tersendiri yang disebut sebagai daerah pecinan, sedangkan orang Arab di Jember
jumlahnya tidak terlalu banyak mereka bermukim di daerah Kampung Arab yang berada di
belakang masjid jami.12 Komposisi penduduk di Jember pada tahun 1930 berjumlah 933.079
terdiri dari (1) masyarakat pribumi sejumlah 920.374 jiwa (98,63%), (2) masyarakat China
sejumlah 9.452 jiwa (1,01%), (3) masyarakat yang berasal dari Eropa sejumlah 2.548 jiwa
(0,27%), dan (4) masyarakat Arab sejumlah 705 jiwa (0,07%). 13 Kondisi pada tahun 1930
tersebut setidaknya sudah dapat memberikan gambaran bahwa daerah Jember sejak zaman
kolonial sudah plural. Seiring berjalannya waktu keberagaman ini menjadi sebuah interaksi
yang menarik, sehingga tercipta masyarakat Jember yang sekarang ini. Munculnya istilah
pribumi pada zaman kolonial sebenarnya harus dihapuskan dari segi kehidupan sehari-hari
masyarakat Jember. Istilah ini yang dapat mengkotak-kotakkan masyarakat Jember.
Seharusnya istilah pribumi ini tidak lagi dipakai, sehingga terbentuk masyarakat yang
multikultural tanpa membeda-bedakan pribumi ataupun non-pribumi.
b) Bahasa di Jember
Aspek bahasa menjadi ciri keberagaman secara horisontal di Jember. Bahasa yang
umum digunakan di Jember yaitu bahasa Madura dan Jawa. Bahasa dengan dialek Osing juga
tidak asing didengarkan bagi masyarakat Jember. Keberadaan bahasa osing ini seringkali
terdengar pada beberapa stasiun-stasiun radio di Jember, baik penutur penyiar radionya
ataupun lewat lagu-lagu osing. Disisi lain, banyaknya mahasiswa yang berasal dari
Banyuwangi semakin membuat dialek ini tidak asing bagi masyarakat Jember. Meskipun
11

Christanto P. Raharjo, Pendhalungan: Sebuah Periuk Besar Masyarakat Multikultural (Artikel di


unduh di http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/2014/06/11/pendhalungan-sebuah-periuk-besarmasyarakat-multikultural/, 2014), hlm. 4
12
Edy Burhan Arifin, Op. Cit., hlm. 5
13
Ibid

pengguna bahasa Osing sangat sedikit digunakan oleh masyarakat Jember, namun dialek ini
dapat memperkaya khasanah keberagaman bahasa di Jember. Penutur bahasa Madura banyak
digunakan di wilayah Jember Utara dan Jember Timur, sedangkan penutur Jawa banyak
digunakan di Jember Selatan dan Jember Barat, pada area tengah wilayah Kabupaten Jember
penutur bahasa yang sering digunakan lebih berimbang antara bahasa Madura dan bahasa
Jawa.14 Beberapa masyarakat juga menggunakan bahasa Indonesia sebagai penutur
komunikasi sehari-hari.
Keberagaman bahasa yang ada di Jember menjadi ciri khas tersendiri. Ditambah lagi
adanya mahasiswa luar daerah yang berdatangan untuk kuliah di Jember, semakin
memperkaya bahasa yang ada di Jember. Bahkan bagi mahasiswa dari luar Jember, mereka
lebih mudah menggunakan bahasa Indonesia sebagai penutur ketika berbincang dengan
teman kuliahnya. Mahasiswa yang berasal dari luar Jember harus beradaptasi budaya,
khususnya bahasa supaya mereka mampu berkomunikasi dengan orang lain. Masih adanya
kendala mahasiswa dalam menyikapi perubahan budaya yang berbeda tersebut seringkali
dikenal dengan istilah culture shock (gegar budaya). Tingkat penerimaan gegar budaya pada
setiap orang berbeda-beda, ada yang sulit karena mengalami perubahan yang sangat banyak
dan ada yang mudah tanpa mengalami gegar budaya.15
c) Budaya di Jember
Munculnya migrasi besar-besaran masyarakat Jawa dan Madura, menciptakan
masyarakat Jember didominasi oleh dua etnis tersebut. Kedua etnis ini membawa kebudayaan
masing-masing, sesuai dengan budaya dari tempat asal mereka. Migran Madura membawa
kebudayaan seni macopat, seni topeng Madura, tandhak, sronen, sandhur, serta banyak lagi
yang lainnya.16 masyarakat di Jember Utara dan Timur (Arjasa, Jelbuk, Sukowono, Kalisat.
Sumberjambe, Lodokombo, Mayang, dan Sebagian Pakusari) gemar melihat pertunjukan
Hadrah sebagai kesenian pesantren yang menjadi orientasi pendidikan etnis Madura.
Pengajian juga menjadi acara favorit karena di samping mendapatkan wejangan wejangan
tentang Islam, mereka juga bisa bertemu dengan para Lorah (sebutan untuk kyai) ataupun
Gus (anak kyai) yang dianggap bisa mendatangkan berkah dan keselamatan bagi kehidupan

14

Adenasry Avereus Rahman, Pengaruh Bahasa Madura dan Bahasa Jawa Terhadap Bahasa Masyarakat
Kabupaten Jember (Paper disampaikan pada konferensi Bahasa dan Sastra III, 2016), hlm. 555
15
Juariyah, Miskomunikasi Antarbudaya Mahasiswa Pendatang di Kabupaten Jember (Jurnal Ilmu
Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012), hlm. 253
16
Edy Burhan Arifin, Op. Cit., hlm. 10

warga.17 Kebudayaan ini sedikit banyak masih dapat dijumpai di wilayah Jember Timur dan
Jember Utara, meskipun keberadaaanya sudah mulai luntur tergerus oleh era modernisasi.
Migrasi dari Jawa juga membawa kebudayaan yang berasal dari daerah asalnya.
Para migran Jawa sebagian besar tinggal di wilayah Jember Selatan dan sebagian Jember
Barat (seperti Ambulu, Wuluhan, Balung, Puger, Gumukmas, Kencong, Jombang, Umbulsari,
dan Semboro). Mereka membawa dan mengembangkan budaya seni tradisional seperti reog,
jaranan, ketoprak, dan kesenian wayang kulit. Reog banyak dijumpai didaerah Wuluhan yang
banyak berasal dari daerah Ponorogo, seperti di Desa Kesilir dan Desa Wuluhan. Seni jaranan
banyak dibawa oleh migran Kediri sedangkan wayang kulit dari daerah migran Solo.18
Kebudayaan lain yang ada di Kabupaten Jember yaitu budya Pendhalungan.
Pendhalungan merupakan proses interaksi dan komunikasi antara beragam etnis yang berakar
dari peran sosial dan atraksi kultural masing-masing yang kemudian menghasilkan budaya
hibrid.19 Budaya Pendhalungan dapat terbentuk sebagai wujud akulturasi anatara budaya
Madura dan Jawa. Kedua budaya ini berakulturasi karena migran anatara penduduk Jawa dan
Madura khususnya di daerah Jember Tengah berimbang. Salh satu wujud contohnya yaitu
pertunjukan seni wayang topeng Madura yang semula menggunaka bahasa Madura, berubah
dengan adanya tari remo sebagai awal pementasan. Sehingga bahasa yang digunakan
menggunakan bahasa campuran Madura dan Jawa.20 Berkembangnya budaya Pendhalungan
ini memberikan warna tersendiri bagi budaya Jember.
d) Agama di Jember
Masyarakat Jember juga beragam dari segi penganut agama, meskipun agama Islam
menjadi agama mayoritas. Keberagaman penganut umat beragama di Jember dapat dilihat
dari data banyaknya penduduk menurut kecamatan dan agama Tahun 2014 yang tercantum
dalam data Jember Dalam Angka Tahun 2015. Data Jember Dalam Angka 2015 ini disusun
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember. Keberagaman umat beragama pada
masing-masing kecamatan di Kabupaten Jember tercantum dalam Tabel 2. Mayoritas
masyarakat Jember sebanyak 2.228.106 jiwa merupakan penganut Islam dengan presentase
97% dari total penduduknya (lihat Gambar 1). Umat Kristen Protestan sebanyak 28.926 jiwa
(1,23%), Katolik sebanyak 19.247 jiwa (0,82%), Hindu sebanyak 5.704 jiwa (0,24%), Budha
sebanyak 1.049 jiwa (0,04%), dan lain-lain sebanyak 15.813 (0,67%).21
17

M. G. Bagus Ani Putra, Peran Kearifan Lokal Dalam Resolusi Konflik Keyakinan Beragama di Jawa
Timur (Jurnal Unair: Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik, Vol. 26, No. 1, 2013), hlm. 11
18
Ibid
19
Christanto P. Raharjo, Op. Cit., hlm. 4
20
Edy Burhan Arifin, Op. Cit., hlm. 9-10
21
Badan Pusat Statistik (BPS) Jember, Kabupaten Jember Dalam Angka Tahun 2015, hlm. 169

Masyarakat Jember pada daerah pusat kota (meliputi Kecamatan Kaliwates, Patrang,
dan Sumbersari), semakin majemuk. Hal ini mencirikan perbedaan kehidupan di desa dan
kota. Masyarakat desa umumnya lebih homogen, sedangkan masyarakat kota lebih heterogen.
Pada daerah kota, terdapat penganut dari seluruh agama. Sedangkan pada daerah-daerah lain
ada yang tidak ada penganutnya, seperti di daerah Mumbulsari tidak terdapat penganut
Kristen dan Budha (lihat Tabel 2).
Tabel 2
Banyaknya Penduduk Menurut Penganut Agama dan Kecamatan tahun 2014

Sumber: Kementerian Agama Kab. Jember, dalam BPS 2015

Gambar 1. Diagram Keberagaman Penganut Agama di Kabupaten Jember (Sumber: BPS Jember) 22
Secara horisontal dilihat dari aspek agama di Kabupaten Jember sangat beragam. Umat Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu hidup saling berdampingan dan saling bertoleransi.
Tidak ada kendala yang signifikan untuk melaksanakan ibadah di tempat-tempat yang mereka
sucikan. Umat Hindu dapat menjalankan ibadah di Pura yang mereka dirikan. Sebagian besar Pura di
kabupaten Jember berada di Kecamatan Umbulsari sebanyak 6 Pura. 23 Ketika perayaan besar agama,
penjagaan personil keamananpun tetap dilakukan. Hal ini seperti yang dilakukan Barisan Anshor
Serbaguna (Banser) saat menerjunkan 2.000 anggotanya untuk menjaga malam perayaan natal di 78
gereja yang tersebar di beberapa daerah di Kabupaten Jember. 24 Wujud kerukunan umat beragama di
Jember sudah berjalan, itulah gambaran keberagaman beragama yang damai dan beriringan di Jember
yang patut dijaga dan dilestarikan.

2. Keberagaman Secara Vertikal di Kabupaten Jember


Keberagaman secara vertikal mencangkup keberagaman yang dibuat manusia dan
menciptakan kelas-kelas atau strata perbedaan didalamnya. Keberagaman secara vertikal

22

Ibid
Ibid, hlm. 170
24
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/123805/2000-banser-jember-amankan-gereja-saat-natal,
diakses Tanggal 17 Oktober 2016.
23

contohnya tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat sosial budaya
yang lainnya.
a. Keberagaman Jenis Pekerjaan di Kabupaten Jember
Keberagaman dalam hal jenis pekerjaan di Kabupaten Jember disajikan dalam
diagram pada Gambar 2.

Gambar 2. Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di
Kabupaten Jember 25
Berdasarkan diagram pada Gambar 2 dari hasil sensus penduduk tahun 2010 tersebut
diketahui bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Jember bekerja di bidang pertanian.
Posisi selanjutnya diikuti oleh sektor perdaganan, industri, bangunan, angkutan dan
komunikasi, keuangan, penggalian, serta jasa.

Gambar 3. Penduduk Umur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama
di Kabupaten Jember 26

25
26

Badan Pusat Statistik (BPS) Jember, Op. Cit, hlm. 69


Ibid

Meskipun sebagian besar penduduk Kabupaten Jember bekerja sebagai petani,


namun status pekerjaan mereka sebagaian besar hanya menjadi buruh (lihat Gambar 3).
Kurang dari 50% dari total jumlah penduduknya yang status pekerjaanya berusaha/bekerja
sejara mandiri (self employed). Sisanya jenis status pekerjaan mereka adalah bekerja dibantu
buruh tidak tetap (self employed assisted temporary employer), bekerja dibantu buruh tetap
(self employed assisted employer), dan ada pula pekerja yang tidak dibayar.
b. Keberagaman Pendidikan Masyarakat Kabupaten Jember
Pendidikan ikut berperan penting dalam membentuk keberagaman masyarakat di
Kabupaten Jember. Cerminan pelaksanaan pendidikan di suatu daerah dapat menggambarkan
interaksi sosial masyarakat yang terjadi. Terdapat hubungan timbal balik antara pendidikan
dengan kondisi sosial masyarakat. Majunya dunia pendidikan dapat dijadikan cermin
majunya masyarakat, dan dunia pendidikan yang amburadul juga dapat menjadi cermin
kondisi masyarakat yang penuh persoalan atau konflik. 27 Keberagaman dalam bidang
pendidikan ini dapat dilihat dari pendidikan tertinggi yang disandang oleh masyarkat suatu
daerah.
Data pendidikan tertinggi yang telah ditempuh oleh masyarakat Jember menunjukkan
adanya keberagaman secara vertikal berdasarkan strata jenjang sekolah. Semakin tinggi
jenjang sekolah, semakin rendah jumlah masyarakat yang mampu untuk menjangkau jenjang
pendidikan tersebut (lihat Tabel 3). Hal ini dapt disebabkan oleh banyak hal, alasan ekonomi
menjadi hal yang paling dominan.
Tabel 3
Penduduk Dengan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
No
1
2
3
4
5
6

Pendidikan Tertinggi
Jumlah
Tidak Tamat SD
826.874
Tamat SD
729.110
Tamat SMP
283.965
Tamat SMA
243.019
Tamat Diploma (Akademi)
18.203
Tamat Perguruan Tinggi
45.671
Jumlah
2.146.842
Sumber: BPS Kab. Jember (Hasil Sensus Penduduk Th. 2010)
Masyarakat Jember usia 5 tahun keatas dengan jumlah penduduk 2.146.842 jiwa,
jumlah terbanyak pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah tidak tamat SD yaitu sebanyak
27

Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2011), hlm. 13

826.874 jiwa (38,52%). Masyarakat tamat SD sebanyak 729.110 atau sebesar 33,96% dari
total keseluruah jumlah penduduknya. Sedangkan masyarakat dengan status tamat dari
perguruan tinggi (sarjana) hanya sebanyak 45.671 atau sebesar 2,13% dari jumlah
penduduknya.28 Proporsi keberagaman dalam bidang pendidikan ini dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4. Persentase Masyarakat Jember dengan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan


(Sumber: BPS Kab. Jember)

B. Upaya Penerapan Pendidikan Multikultural di Kabupaten Jember


Fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat di suatu daerah informasinya dapat
dipermudah dengan cara disajikan dalam bentuk data kultur subyektif seperti telah dibahas
sebelumnya. Informasi keberagaman masyarakat yang ada di Kabupaten Jember dapat
memberikan gambaran bahwa masyarakat Jember merupakan masyarakat yang plural secara
horisontal dan vertikal. Keberagaman ini nantinya menjadi informasi kultur subyektif dari
masing-masing kelompok masyarakat pada masing-masing kecamatan untuk saling berbuat
hal-hal yang positif.
Islam sangat menghargai multikultural karena Islam adalah agama yang dengan tegas
mengakui perbedaan setiap individu untuk hidup bersama dan saling menghormati satu
dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan yang ada pada manusia telah tertulis dalam AlQuran sebagaimana Allah SWT. telah berfirman :

28

Badan Pusat Statistik (BPS) Jember, Op. Cit., hlm. 155




Artinnya : Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.29
Kurangnya pemahaman dan penerapan secara praktis firman Allah SWT. dalam QS.
Al-Hujurat (49): 13 tersebut menyebabkan orang Islam terjebak dalam hal-hal yang
merugikan. Hal tersebut menjadi penyebab terjadinya konflik yang tidak pernah berhenti.
Maka konsep pedidikan multikultural perlu secara terus-menerus untuk disampaikan kepada
masyarakat melalui berbagai forum atau media. Hal tersebut bertujuan agar tumbuh dalam
diri setiap orang kesadaran hidup dalam sebuah bangsa yang mempunyai keragaman budaya,
pada akhirnya bisa saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan.
Selain cuplikan ayat multikultural tersebut, pemahaman akan kultur subyektif tiap
kecamatan atau dusun di kabupaten Jember perlu ditanamkan. Sehingga terbentuk rasa
mencintai perbedaan. Pendidikan multikultural dan Islam ternyata selaras dalam mengatur
tatanan kehidupan manusia di muka bumi. Nilai-nilai Islam yang diajarkan dalam
pembentukan paham multikulturalisme ini yaitu:
1. Karakteristik belajar hidup dalam perbedaan (QS. Al-Hujurat (49): 13)
2. Karakteristik membangun aspek mutual, yaitu saling percaya (mutual trust),
memahami saling pengertian (mutual understanding), dan menjunjung sikap saling
menghargai (mutual respect). Ayat-ayat al-Quran yang menekankan akan pentingnya
saling percaya, pengertian, dan menghargai orang lain, diantaranya yaitu Q.S. alHujurat (49): ayat 6 dan 12, dan QS. al-Baqarah (1): 256
3. Karakteristik terbuka dalam berfikir
4. Karakteristik apresiasi dan interdependensi
5. Karakteristik resolusi konflik dan rekonsiliasi tanpa kekerasan (Q.S. asy-Syuura (42):
40)
Kesadaran terhadap kehidupan yang multikultural pada akhirnya akan menjelma menjadi
suatu kesatuan yang harmonis yang memberi corak persamaan dalam spirit dan mental bagi
warga Jember. Untuk memperoleh keberhasilan tujuan mulia yaitu perdamaian dan
29

QS. Al-Hujurat (49): 13

persaudaraan abadi di antara orang-orang yang pada realitasnya memang memiliki agama dan
iman berbeda, perlulah kiranya adanya keberanian mengajak pihak-pihak yang berkompenten
melakukan perubahan-perubahan di bidang pendidikan terutama sekali melalui kurikulumnya
yang berbasis keanekaragaman. Supaya transfer pemahaman multikultural dapat diperluas
dalam ranah pendidikan sejak dini pada bangku-bangku sekolah di daerah Jember.

PENUTUP
Kesederajatan budaya (paham multikulturalisme) menjadi pondasi utama yang dapat
mengembangkan dan menstabilkan isu-isu atau konflik yang berkembang dalam masyarakat.
Jember menjadi cerminan daerah di Karisidenan Besuki atau di daerah tapal kuda yang
memiliki karakteristik masyarakat yang beragam. Keberagaman ini menjadi interaksi sosial
yang khas di daerah Jember. Tidak heran jika Jember memegang teguh serta menghargai
budaya yang gado-gado atau campuran (culture hybrid). Etnis Madura, Jawa, Osing,
Tionghoa, dan Arab menjadi satu kesatuan interaksi antar etnis di kehidupan masyarakat
Jember. Tidak bisa dipungkiri jika keberagaman masyarakat Jember yang begitu kaya
tersebut dapat menjadi potensi dan disisi lain juga dapat menjadi bumerang.
Keberagaman yang mengarahkan pada potensi dan pengembangan daerah ke arah
yang lebih baik, merupakan cita-cita utama yang ingin di capai masyarakat Jember. Oleh
karena itu adanya keberagaman baik secara horisontal maupun vertikal bukan menjadi
penghalang, melainkan dijadikan sebagai kekayaan khasanah daerah yang dapat
dikembangkan secara bersama-sama. Pemahaman kultur subyektif tiap daerah kecilnya
semisal kecamatan atau bahkan sampai dusun sangat diperlukan, supaya semua masyarakat
Jember paham atas perbedaan keberagaman tersebut. Dengan adanya informasi keberagaman
masyarakat di Jember diharapkan masyarakat dapat lebih tahu akan informasi daerahnya,
serta memiliki pemikiran maju untuk menjadikan perbedaan keberagaman tersebut menjadi
sebuah potensi daerah. Informasi keberagaman itu pula dapat diusulkan menjadi bahan atau
media pembelajaran kedaerahan sejak dini di bangku sekolah. Harapannya tidak hanya
masyarakat dewasa yang paham peta keberagaman daerahnya, tetapi juga hingga ke akar
penerus putra daerah pun tahu akan informasi spasial tersebut. Jurnal yang ditulis peneliti ini
hanya sebagai gagasan awal untuk mengembangkan potensi keberagaman Jember.
Diperlukan kesadaran masyarakat secara menyeluruh dan stakeholder untuk semakin
mengimplementasikan dalam wujud nyata dalam interaksi sosial kemasyarakatan di
Kabupaten Jember.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Edy Burhan. 2006. Pertumbuhan Kota Jember dan Munculnya Budaya
Pendhalungan (Paper dipresentasikan dalam konferensi Nasional Sejarah VII di Jakarta),
hlm. 3.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan
Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: BPS
Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jember. 2015. Kabupaten Jember Dalam Angka Tahun
2015. Jember: BPS Jember.
Dewan Kelautan Indonesia. 2010. United Nations Convention On The Law Of The
Sea (UNCLOS)
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/123805/2000-banser-jember-amankangereja-saat-natal, diakses Tanggal 17 Oktober 2016.
Juariyah. 2012. Miskomunikasi Antarbudaya Mahasiswa Pendatang di Kabupaten
Jember (Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3). hlm. 253.
Kholifah, Emy and Menik Chumaidah. 2015. The Role Metamorphosis of RT/RW
(Neighborhood Association/Citizens Association) as Embodiment ICAs
(ImperativelyCoordinated Association)in Digging the Potency of Conflict Resolution at
Madurese Society Environment In Puger Kulon Jember Indonesia (IOSR Journal Of
Humanities And Social Science, Volume 20, Issue 7). page 22.
Mahfud, Choirul. 2010. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Naim, Ngainun dan Achmad Sauqi. 2011. Pendidikan Multikultural Konsep dan
Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Pelly, Usman. 2005. Pengukuran Intensitas Konflik Dalam Masyarakat Majemuk
(Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI, Vol. 1, No.2). hlm. 54.
Putra, M. G. Bagus Ani. 2013. Peran Kearifan Lokal Dalam Resolusi Konflik
Keyakinan Beragama di Jawa Timur (Jurnal Unair: Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik,
Vol. 26, No. 1). hlm. 11.
QS. Al-Hujurat (49): 13
Raharjo, Christanto P. 2014. Pendhalungan: Sebuah Periuk Besar Masyarakat
Multikultural (Artikel di unduh di
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/2014/06/11/pendhalungan-sebuahperiuk-besar-masyarakat-multikultural/). hlm. 4.
Rahman, Adenasry Avereus. 2016. Pengaruh Bahasa Madura dan Bahasa Jawa
Terhadap Bahasa Masyarakat Kabupaten Jember (Paper disampaikan pada konferensi
Bahasa dan Sastra III). hlm. 555.
Wahid, Hidayat Nur. Membangun Masa Depan Bangsa di Atas Pondasi
Multikulturalisme (http://www.setneg.go.id), diakses pada tanggal 20/10/2016.
Yunus, Firdaus M. 2014. Agama dan Pluralisme, (Jurnal Ilmiah Islam Futura
Volume 13, Nomor 2, Februari). hlm. 214.

Anda mungkin juga menyukai