Anda di halaman 1dari 24

METODE PENELITIAN SASTRA

Sebuah Pengantar
(Hand Out Kuliah Metodologi Penelitian Sastra 2016/2017)
Ali Imron Al-Maruf
PBI FKIP & MPB Sekolah Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Surakarta
1; Pengantar
Peneliti sastra idealnya adalah
seseorang yang sedang jatuh cinta kepada sastra.
Sastralah kekasih yang mendorongnya untuk senantiasa ingin berdekatan,
berdialog dan bercengkrama dengannya, agar dapat berbagi sabda dan rasa.
Semakin akrab dengan sastra,
kita semakin ingin menikmati keindahan ekspresinya (eksplisit) dan
merasakan gairahnya guna memahami kandungan maknanya (implisit).
Penelitian sastra merupakan kegiatan ilmiah dengan mengambil karya
sastra sebagai objek kajiannya. Meskipun berbeda dengan penelitian lapangan dan
penelitian sosial lainnya, sebenarnya hakikat penelitiannya sama. Dalam hal ini,
penelitian pasti diawali dengan adanya masalah sastra yang akan dianalisis.
Analisis masalah itu harus ditempuh melalui prosedur penelitian ilmiah secara
sistematis dan logis.
Seperti penelitian lainnya, penelitian sastra harus dilakukan secara berhatihati, cermat, dan bersifat objektif agar dapat membuahkan hasil penelitian yang
berbobot. Sesuai dengan hakikat sastra sebagai dunia dalam kata, maka
penelitian sastra dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian semacam itu
menitikeratkan pada segi ilmiah dan mendasarkan pada karakter yang terdapat
dalam data. Adapun hasil penelian sastra sangat dipengaruhi oleh kapasitas
akademik, horison berpikir dan wawasan pengetahuan, serta pengalaman peneliti.
Sebab, dalam penelitian kualitatif, penelitilah yang menjadi instrumen kunci (key
instrument).
Seperti halnya bahasa, sejarah, kesenian, filsafat, dan kebudayaan, sastra
merupakan bagian dari ilmu humaniora. Karena itu, pengkajian sastra juga berfungsi untuk memahami aspek-aspek kemanusiaan dan kebudayaan yang
terkandung di dalam karya sastra. Mengingat, kehadiran karya sastra tidak lepas
dari pengarang, pembaca, dan realitas sosial (Abrams, 1984:16) dan karya sastra
tidak lahir dalam kekosongan budaya. Oleh karena itu, penelitian sastra dapat
1

mengambil objek-objek kajian tersebut. Pemilihan objek kajian itu bergantung


pada tujuan penelitian dan teori sebagai pisau analisis mengikutinya.
Suatu pengkajian dikerjakan melalui beberapa tahap, yaitu: (1) tahap
perencanaan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap pelaporan (Ali,1985:23-26).
Tahap perencanaan terdiri atas perumusan masalah, studi pendahuluan, dan
penyusunan rancangan penelitian. Pada tahap pelaksanaan kegiatannya meliputi
pengumpulan data, klasifikasi data, dan analisis data. Adapun tahap pelaporan,
diisi dengan kegiatan penulisan dan penyajian hasil penelitian agar dapat dibaca,
diketahui dan dimanfaatkan oleh orang lain yang memerlukannya.
Tulisan ini akan menyajikan pembicaraan selintas mengenai kegiatan
meneliti sastra dari segi metode dan pemanfaatan teori sastra serta hal-hal di
seputarnya. Permasalahannya adalah bagaimana metode yang dipakai dalam
pengkajian sastra itu. Bagaimana langkah-langkah penelitian sastra, dan bagaimana pula kita memanfaatkan teori sastra dalam pengkajian sastra.
2; Metode Pengkajian Sastra
Penelitian/pengkajian sastra dilakukan dengan metode tertentu dan dengan
langkah-langkah kerja seperti dalam penelitian ilmiah lainnya. Memilih metode
dan langkah-langkah tepat, sesuai dengan karakteristik objek kajiannya harus
dilakukan. Hal yang khusus dalam metode pengkajian sastra adalah adanya
dialektika antara karya sastra, pengarang, realitas kehidupan, dan pembaca yang
populer dengan empat pendekatan pengkajian sastra (Abrams, 1984:6-16), yakni
pendekatan objektif (menyoroti karya sastra sebagai karya otonom); pendekatan
ekspresif (menyoroti pengarangnya); mimetik (melihat keterkaitan karya sastra
dengan kesemestaan); dan pragmatik (menyoroti resepsi pembaca).
Penerapan metode ilmiah perlu mempertimbangkan sifat sastra yang
memperlihatkan gejala yang universal tetapi sekaligus khusus atau unik
(idiosyncrasy dan unique). Gejala universal pada sastra membuat sastra memiliki
sifat-sifat yang umum, sehingga terdapat kaidah-kaidah umum. Bahwa karya
sastra adalah wujud kreativitas manusia yang memiliki konvensi-konvensi yang
berlaku bagi wujud ciptaannya dapat menjadi kaidah. Namun, keunikan
karakteristik sastra, membuat sastra memiliki sifat-sifat yang khusus. Karenanya,
generalisasi seperti yang dianjurkan oleh metode pengkajian (positivistik) tentu
saja tidak dapat dilakukan dalam pengkajian sastra.
Karya sastra merupakan dunia dalam kata dan dunia dalam imajinasi
yang membentuk kesatuan dan keutuhan. Tugas pembacalah dalam hal ini
2

pengkaji-- untuk mengetahui segala kekaburan elemen-elemen yang berfungsi


membentuk kesatuan itu. Jadi tugas pembaca adalah menghubungkan berbagai
unsur sastra yang beraneka ragam itu dengan realitas dalam dunia nyata. Karya
sastra adalah karya imajinatif yang banyak penafsiran (polyinterpretable). Dalam
proses interpretasi karya sastra guna memberikan makna sastra itulah sejumlah
perangkat diperlukan, di antaranya hasil pengkajian sastra terdahulu, berbagai
teori, dan pandangan-pandangan pakar yang pernah ada.
2.1 Metode Deskriptif Kualitatif
Pengkajian sastra umumnya menggunakan strategi penelitian deskriptif
kualitatif. Pengkajian jenis ini bertujuan

untuk mengungkapkan berbagai

informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk
menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok),
keadaan, fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi
analisis dan interpretasi data tersebut (Sutopo, 1996:8-10).
Pengkajian deskriptif menyarankan, bahwa pengkajian yang dilakukan
semata-mata hanya berdasarkan pada fakta atau fenomena yang memang secara
empiris hidup pada penuturnya dalam hal ini sastrawan--. Artinya, yang dicatat
dan dianalisis adalah unsur-unsur dalam karya sastra seperti apa adanya. Karena
itu, tugas pengkaji dalam analisis sastra adalah menginterpretasikan data yang
telah dikumpulkan dan diklasifikasi berdasarkan metode dan prinsip ilmiah.
Pada hakikatnya penelitian kualitatif mendasarkan diri pada tafsir
hermeneutik yang bersifat antifundasional (Smith & Heshuseus dalam Sutopo,
2002:5) yang berarti tidak menggunakan tolok ukur yang berlaku umum. Artinya,
penelitian kualitatif terlebih dalam kajian sastra-- cenderung bersifat kontekstual,
yang hasilnya tidak mudah digeneralisasikan (baca: pemaksaan) terhadap
sesuatu yang khusus. Karena itu, penelitian kualitatif deskriptif memakai teori
hermeneutik yang mengarah pada penafsiran ekspresi yang penuh makna dan
dilakukan dengan sengaja oleh pengarang. Jadi, peneliti melakukan interpretasi
atas interpretasi yang telah dilakukan pengarang terhadap situasinya sendiri
(Smith dalam Sutopo, 2002:26).
Menurut pandangan hermeneutik, setiap karya termasuk sastra, memiliki
makna dari interpretasi pengarangnya. Karya sastra yang merupakan interpretasi
atas sesuatu tersebut selanjutnya menghadapi pembaca, dan ditangkap dengan
interpretasi pula. Dalam konteks ini, Gadamer (1976) menjelaskan bahwa setiap
karya sastra akan selalu diciptakan kembali oleh pembaca. Dengan kata lain,
karya sastra mendapatkan makna baru yang diciptakan oleh pembacanya tersebut
(dalam Sutopo, 2002:26).
3

Makna ekspresi manusia yang berupa karya sastraselalu terikat dan


tidak mungkin dapat dipisahkan dari konteksnya. Smith & Heshuseus dalam
Sutopo, 1995:5), menyatakan, bahwa masalah sosial budaya yang kompleks tidak
dimungkinkan untuk membuat hukum-hukum seperti halnya dalam ilmu alamiah.
Realitas sosial budaya selalu terikat oleh interaksi dialektis subjek dan objeknya.
Dengan demikian untuk memahami karya sastra yang merupakan dokumen
budaya, kita harus memahami konteksnya, dan untuk memahami konteksnya, kita
harus memahami ekspresi-ekspresi individual. Hermeneutik mempersyaratkan
suatu aktivitas konstan dari interpretasi antara bagian dengan keseluruhannya,
yang merupakan proses yang tanpa awal dan juga tanpa akhir (Sutopo, 2002:27).
Pada saat melakukan kegiatan pengkajian, pengkaji sebagai instrumen
kunci orang yang paling tahu tentang masalah apa yang akan diteliti, data mana
yang dibutuhkan, dan dengan teknik apa data harus dianalis-- berusaha
menggunakan kemampuannya sendiri untuk menginterpretasikan data dan
menemukan makna dari apa yang diteliti. Validitas keputusan mengenai sesuatu
dapat diwujudkan dari deskripsi yang tegas, bersama-sama dengan pengalaman
orang lain dalam suatu konteks intersubjektif, termasuk di dalamnya juga
melibatkan interpretasi pengkajinya.
Implikasinya, penelitian kualitatif bersifat multiaspek untuk mendapatkan
simpulan makna mengenai sesuatu yang bersifat intersubjektif. Hubungan antara
peneliti dengan yang diteliti tidak linear melainkan terjadi secara dialektik
interaktif. Tidak ada tafsir tunggal yang dapat menyatakan pandangan
keseluruhan. Karena itu, sejauh yang dapat didukung oleh fenomenanya, adalah
sangat mungkin keragaman tafsir (polyinterpretable) yang terjadi dapat
digabungkan ke dalam penafsiran makna yang lebih kaya.
Dengan strategi berpikir hermeneutik yang bersifat lentur dan terbuka,
penelitian ini menekankan analisisnya secara induktif dengan meletakkan data
penelitian bukan sebagai alat pembuktian melainkan sebagai modal dasar untuk
memahami fakta-fakta (Sutopo, 1996:47). Fakta-fakta yang dideskripsikan
tersebut adalah unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra. Jadi, pengkajian ini
ditujukan untuk memperoleh deskripsi objektif dan akurat dari karya sastra,
kemudian menginterpretasikannya melalui metode kualitatif guna mengungkapkan makna sastra yang menjadi tujuan final penelitian sastra.

2.2 Pemanfaatan Teori


Pengkajian sastra sebagai kegiatan ilmiah memerlukan landasan kerja
yang berupa teori. Teori sebagai hasil perenungan yang mendalam, tersistem, dan
terstruktur terhadap gejala-gejala alam berfungsi sebagai pengarah dalam kegiatan
pengkajian. Teori memperlihatkan hubungan antarfakta yang tampaknya berbeda
dan terpisah ke dalam suatu persoalan dan menginformasikan proses pertalian
yang terjadi di dalam kesatuan tersebut. Selanjutnya, hasil pengkajian dalam arah
balik akan memberikan sumbangan bagi teori (Chamamah-Soeratno, 1994:29).
Jadi, antara teori dan pengkajian pun terdapat hubungan saling mengembangkan.
Sesuai dengan aneka ragam ilmu, maka teori pun juga beraneka ragam.
Dalam pengkajian sastra, pemilihan macam teori diarahkan oleh masalah yang
akan dijawab. Masalah yang menyangkut persoalan penyajian suatu ajaran
misalnya, akan memanfaatkan teori seperti teori pragmatis, teori resepsi, dan
sebagainya. Pengkajian yang memasalahkan construct suatu wacana akan
memanfaatkan

teori

stuktural.

Pengkajian

yang

memfokuskan

pada

pendeskripsian makna karya sastra, dapat memanfaatkan teori Sosiologi Sastra,


Piskologi Sastra, Semiotika, Dekonstruksi, dan Feminisme, misalnya.
Dalam pengkajian, perlu dipilih metode yang tepat. Sesuai dengan sasaran
kerja pengkajian sastra, dapatlah diketahui bahwa melakukan pengkajian karya
sastra merupakan kegiatan penting dalam perkembangan ilmu sastra. Ilmu sastra
sebagai suatu disiplin akan berkembang berkat penajaman konsep-konsep, teoriteori, dan metodologi yang dihasilkan melalui pengkajian sastra. Sebaliknya,
pengkajian sastra akan berbobot jika memanfaatkan teori-teori sastra sebagai
landasan kerjanya. Jadi, ilmu sastra memerlukan pengkajian sastra untuk dapat
berkembang demi kesempurnaannya, sementara pengkajian sastra membutuhkan
teori sastra agar pengkajiannya berbobot.
2.3;

Nilai Keilmiahan dan Pemilihan Metode


Pengkaji memanfaatkan nalarnya di dalam bekerja, mendasarkan kerjanya

atas sifat ideal ilmu, yaitu interrelasi yang sistematis dan terorganisasi antara
fakta-fakta. Dengan demikian, metodenya pun bersifat ilmiah. Metode ilmiah
5

bertolak dari kesangsian yang sistematis. Suatu kerja yang didasarkan pada
metode ilmiah memiliki empat nilai dasar: universalisme, komunikasi,
ketanpapamrihan, dan skeptisisme yang sistematis dan terorganisasi (bdk. Merton
dalam Bruce J. A.Chadwick dkk. Terjemahan Sulistia dkk., 1991).
Pengkajian ilmiah, memerlukan landasan kerja yang ilmiah pula, yang
dapat dirumuskan dalam tiga hal, yakni:
1

Landasan teori, yaitu landasan berupa hasil perenungan terdahulu yang


berhubungan dengan masalah pengkajian untuk mencari jawaban
secara ilmiah.

Landasan metodologi, yaitu landasan berupa tata kerja dalam pengkajian untuk membuktikan jawaban yang dihasilkan oleh landasan teori.

Landasan

kecendekiaan,

yaitu

bekal

kemampuan

membaca,

menganalisis, menginterpretasikan, dan menyimpulkan. Landasan


kerja ini untuk mempertajam kegiatan pengkajian yang selanjutnya
akan meningkatkan kekuatan hasil pengkajian (lihat ChamamahSoeratno dalam Jabrohim (Ed.), 1994:22).
Dalam pengkajian sastra, dituntut langkah-langkah sistematis berikut.
1; Menetapkan topik penelitian
2; Merumuskan dan mendefinisikan masalah
3; Mengadakan studi kepustakaan (untuk landasan teori)
4; Merumuskan hipotesis (jika ada)
5; Mengumpulkan data
6; Mengklasifikasi dan mereduksi data
7; Menganalisis dan memberi interprestasi
8; Membuat generalisasi sesuai dengan karakteristik kesusastraan
9; Verifikasi dan menarik kesimpulan
10; Mengemukakan implikasi-implikasi penelitian
11; Menyusun dan menyajikan laporan penelitian.
Sejalan dengan eksistensi karya sastra sebagai produk budaya, perlu
diperhatikan persoalan yang muncul ketika melakukan interpretasi. Karya-karya
yang tercipta pada masa kini dari latar penciptaan sosial budaya dan world view
6

yang berbeda-beda melahirkan persoalan pembacaan dari pengkaji yang berlainan


latar belakangnya. Produk yang tercipta dari proses tranformasi karya asing
menimbulkan

persoalan

latar

pembacaan

yang

berbeda

dengan

latar

penciptaannya; juga persoalan bentuk-bentuk resepsi dalam mentransformasinya.


Karya yang tercipta dari latar waktu yang berlainan akan menimbulkan persoalan
yang berhubungan dengan pergeseran makna, selain persoalan yang berkaitan
dengan medium, naskah sastra klasik, misalnya.
Dalam konteks itulah, pemilihan teori dan metode yang memadai
menempati peran penting untuk menghasilkan pengkajian yang memiliki validitas
dan reliabilitas yang tinggi.
3. Aplikasi Metode Pengkajian Sastra
3.1; Masalah dalam Pengkajian Sastra
Pengkajian baru dapat dikerjakan jika terdapat masalah, artinya ada
sesuatu yang perlu dipecahkan. Masalah untuk pengkajian sastra dapat ditemukan
dalam karya sastra, pengarang, pembaca, dan realitas sosial yang berkaitan dengan
karya sastra (lihat Abrams, 1984:6-16). Untuk menemukan masalah seorang
pengkaji harus jeli dan terlatih kepekaannya. Kepekaan seorang pengkaji sastra
terhadap masalah yang akan diteliti dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :
1; Apresiasi sastra: menyebabkan seseorang menjadi peka terhadap
masalah sastra. Karena,

yang bersangkutan banyak menggeluti,

berdialog, dan menggumuli sastra sebagai kekasih yang dicintainya.


2; Kapasitas akademik bidang sastra: membuat seseorang memiliki
pengetahuan teori kesastraan dan daya nalar relatif tinggi, sehingga dia
mampu melakukan dialog interaktif dengan sastra dan lingkungan serta
menginterpretasikan makna sastra dengan kajian diakronis.
3; Bahan bacaan (kepustakaan): membuat orang kaya informasi tentang
dunia sastra sehingga wawasannya luas, sehingga memungkinkan orang
berpikir kritis terhadap sastra.

4; Perhatian terhadap fenomena sosial/ realitas dunia nyata: akan membuat


orang peka terhadap masalah yang muncul di dalam dunia sastra yang
imajinatif (bdk. Jabrohim (Ed.), 1994:35-36).
5; Pelatihan. Seseorang tidak secara langsung sampai ke tingkat kepekaan
tinggi terhadap masalah sastra. Dia perlu berlatih dalam pengkajian
sastra agar kepekaannya terhadap masalah sastra makin berkembang.
3.2 Lingkup Penelitian
Pengkajian sastra dengan memakai metode penelitian kualitatif deskriptif
dapat mencakup karya sastra yang luas, tetapi dapat pula hanya mencakup sebuah
atau beberapa karya sastra yang sempit sifatnya. Pengkajian sastra dapat
memfokuskan hanya pada karya sastra tertentu dari sekian banyak karya sastra
yang terbit dari masa sebelum periode Balai Pustaka (1920-an) (sastra klasik)
hingga angkatan 2000 (Reformasi?).
3.3 Populasi, Sample, dan Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian kualitatif kesusastraan lazim tidak digunakan istilah
sampel. Arah pemberian eksplanasi yang diberikan terhadap hasil deskripsi adalah
untuk memberikan evidensi rasional-objektif terhadap teori yang diajukan, bukan
untuk menghasilkan perampatan terhadap hasil analisis data dan populasinya
(lihat Aminuddin, 1994:120). Itulah sebabnya telaah puitik yang dilakukan Roman
Jakobson hanya bertolak dari satu judul puisi yakni Charles Baudelire: Les
Chats (Culler, 1975:55), Rolands Barthes hanya dari satu fiksi berjudul
Sarrasine oleh Honore Balzac (Barthes, 1974). Pengkajian dengan paradigma
strukturalisme-semiotik, misalnya yang dilakukan oleh Sternes hanya bertumpu
pada satu novel, yakni Tristam Shandy (Posner dalam Aminuddin, 1994:120).
Mengacu pemikiran di atas, dalam pengkajian sastra harus dijelaskan akan
menelaah karya sastra mana. Yang pertama, penelitian difokuskan hanya pada satu
karya dan kedua penelitian terhadap kumpulan karya sastra atau karya-karya
sastra pada periode/angkatan tertentu. Dalam pengkajian sastra yang kedua
digunakan teknik penarikan sampel (sampling) dengan populasi kumpulan puisi
kumpulan cerpen, atau beragai karya sastra angkatan 1966-an, 1990-an, atau
angkatan 2000, misalnya.
8

Adapun teknik pengambian sampel menggunakan pusposive sampling


(sampel bertujuan), yakni pengambilan sampel sesuai dengan tujuan penelitian.
Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik penarikan sampel yang
bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoretis
yang dipakai, keingintahuan peneliti, dan karakteristik empiris karya sastra.
Tegasnya, penentuan sampel berdasarkan kriteria dan/atau pertimbanganpertimbangan tertentu (criterion-based selection) (Goetz & Le Compte dalam Edy
Subroto, 1992:54) sesuai dengan hakikat dan karakteristik sastra serta masalah
dan tujuan penelitian/pengkajian.
3.4 Data dan Sumber Data Penelitian
Data penelitian pada dasarnya merupakan bahan jadi penelitian, bukannya
bahan mentah penelitian. Data adalah semua informasi atau bahan yang
disediakan alam (dalam arti luas) yang harus dicari dan dikumpulkan oleh
pengkaji sesuai dengan masalah pengkajian. Jadi, data merupakan bahan yang
sesuai untuk memberi jawaban terhadap masalah yang dikaji (Subroto, 1992:50).
Sesuai dengan pendekatan dan metode penelitian sastra yakni metode
kuaklitatif, maka data penelitian sastra juga data kualitatif. Data kualitatif bukan
berupa angka-angka atau data keras (hard data) seperti halnya dalam penelitian
kuantitatif melainkan berupa informasi sesuai dengan objek kajiannya. Data
pengkajian sastra adalah unsur-unsur sastra yang terdapat dalam teks sastra, yang
berkaitan langsung dengan masalah pengkajian. Data pengkajian demikian
substansinya dipandang berkualifikasi valid (shahih) dan realiable (terandal) (bdk.
Sudaryanto, 2001:5-6). Data pengkajian sastra berupa data lunak (soft data) yang
berwujud kata, ungkapan, kalimat, dan wacana dalam teks sastra yang merupakan
bahasa tataran kedua (dalam teori Semiotik Riffaterre), bukan bahasa dalam
tataran pertama (linguistik biasa) seperti dalam teks lain.
3.4.1 Sumber Data Primer
Data-data pengkajian digali dari karya sastra yang menjadi sasaran
pengkajian. Data primer diharapkan dapat mewakili objek pengkajian sastra
sesuai dengan masalah yang dikaji. Data primer dalam pengkajian sastra adalah
9

data lunak berwujud kata, ungkapan, kalimat atau bentuk ekspresi lain dalam teks
sastra (bahkan konteks situasi) yang di dalamnya terdapat aspek atau unsur sastra.
Dalam pengkajian yang menggunakan sampel pengkajian, karya sastra
terpilih diambil dengan teknik penarikan sampel bertujuan (purposive sample)
berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu (criterion based selection).
Sampel yang diambil merupakan sampel yang terpilih dan dipandang mewakili
karya-karya sastra yang lain, baik dari segi karya maupun pengarangnya.
Dengan demikian, penentuan karya sastra sebagai sampel pengkajian
tersebut tidak didasarkan pada kualifikasi tertentu yang memang tidak mudah
dilakukan mengingat hakikat karya sastra merupakan dunia dalam kata dan
bersifat multyinterpretable--, melainkan dengan menggunakan kriteria tertentu.
Adapun dasar pertimbangan yang menjadi kriteria dalam penentuan karya
sastra sebagai sampel pengkajian dapat dibagi menjadi dua, yakni alasan teoretis
dan alasan praktis. Alasan teoretis, yakni alasan berdasarkan landasan keilmuan
berkaitan dengan karya sastra yang merupakan karya yang memiliki karakteristik
tertentu. Adapun alasan praktis adalah alasan yang berkaitan dengan hal-hal
pragmatis, yang berhubungan dengan kehidupan sastra pada umumnya. Misalnya:
karya sastrawan yang memiliki kewibawaan di kalangan sastrawan sezamannya;
memiliki bobot literer sehingga sering menjadi bahan kajian para kritikus sastra;
digemari dan banyak dinikmati masyarakat pembaca sastra; dan sebagainya.
3.4.2 Sumber Data Sekunder
Guna mempertajam analisis, dalam pengkajian sastra lazim digunakan data
sekunder untuk melengkapi data primer. Data sekunder adalah:
1; Komentar kritis dari kritikus/penelaah sastra tentang masalah yang
sama terhadap karya sastra sasaran pengkajian, yang terdapat dalam
makalah, buku, dan artikel di majalah/surat kabar tertentu.
2; Hasil wawancara dengan pengarang karya sastra tersebut (yang masih
hidup). Wawancara berkisar pada masalah yang menjadi sasaran
pengkajian sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian.
3; Rekaman atau catatan berbagai hasil dikusi/ seminar tentang karya
sastra sasaran pengkajian yang berkaitan dengan masalah pengkajian.
10

4; Laporan penelitian sastra baik berupa skripsi, tesis, disetasi atau


laporan penelitian sastra pada Lembaga Penelitian.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan atau penyediaan data dilakukan dengan teknik pustaka,
simak dan catat, (lihat Subroto, 1992:41-42; lihat Ratna, 2007; Sangidu, 2007),
wawancara, observasi, dan Focus Group Discussin (FGD).
1; Teknik pustaka yakni mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk
memperoleh data dan konteks kesastraan dengan dunia nyata secara
mimetik yang mendukung untuk dianalisis. Sumber-sumber tertulis yang
digunakan dipilih sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian sastra.
Konteks kesastraan dapat dilengkapi dengan penjelasan dari sastrawan,
kritikus, pembaca sastra, latar peristiwa dan situasi.
2;

Teknik simak dan catat berarti peneliti sebagai instrumen kunci


melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber
data primer yakni karya sastra sasaran penelitian-- dalam rangka
memperoleh data yang diinginkan. Hasil penyimakan itu lalu dicatat
sebagai sumber data. Dalam data yang dicatat itu disertakan pula kode
sumber datanya untuk pengecekan ulang terhadap sumber data ketika
diperlukan dalam rangka analisis data.
3; Wawancara dalam pengkajian ini dilakukan dengan teknik wawancara
mendalam (in-depth interviewing), yakni dengan mengajukan pertanyaan
kepada informan yang bersifat open-ended dan mengarah pada kedalaman
informasi serta dilakukan dengan tidak formal terstruktur guna menggali
informasi yang lebih jauh dan mendalam (Sutopo, 2002: 59-60).
Wawancara dilakukan dengan para pengarang novel tersebut berkisar
pada masalah yang menjadi sasaran pengkajian, terutama berkaitan
dengan interpretasi makna sastra. Dapat pula wawancara dilakukan
dengan para kritikus dan pengamat sastra untuk mengetahui lebih jauh
tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah pengkajian.
4; Observasi (pengamatan). Teknik observasi dilakukan dengan mengemati
peristiwa atau tempat kejadian sesuai dengan objek penelitian. Misalnya,
untuk mengumpulkan data mengenai folklore (cerita rakyat), tenik
observasi kiranya tepat untuk dimanfaatkan di samping wawancara
mendalam dan pustaka.
11

5;

Focus Group Discussion (FGD) juga merupakan salah satu teknik dalam
pengumpulan data kualitatif. Pada dasarnya FGD merupakan teknik
wawanacara hanya saja dalam FGD wawancara dilakukan dengan
sekelompok narasumber/ pakar yang menguasai objek penelitian.

3.6 Pemeriksaan Keabsahan Data


Agar data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat menjadi
landasan dalam penarikan kesimpulan, maka sebelum informasi dijadikan data
pengkajian, perlu dicermati keshahihan dan keabsahannya. Untuk menjamin
keabsahan data digunakan teknik triangulasi, yang lazim digunakan dalam
pengkajian kualitatif. Teknik triangulasi yakni teknik validitas data dengan
memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan melakukan pengecekan atau
pembanding terhadap data itu (Moleong, 1995:178). Teknik triangulansi meliputi
empat macam yakni: (1) triangulasi data (data triangulation), (2) triangulasi
pengkaji (investigator triangulation), (3) triangulasi metode (methodological
triangulation), dan (4) triangulasi teori (theoretical triangulation) (Patton, dalam
Sutopo, 2002:78; Subroto, 1992:35).
Dari empat teknik triangulasi tersebut, penelitian satra dapat menggunakan
dua teknik triangulasi yakni teknik triangulasi data dan triangulasi metode. Dalam
triangulasi data, peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk
mengumpulkan data yang sama. Data yang diperoleh dicek ulang pada sumber
data lain. Dalam triangulasi metode, peneliti membandingkan data yang diperoleh
dengan suatu metode/ teknik pengumpulan data tertentu dengan data serupa yang
diperoleh dengan metode/ teknik pengumpulan data lainnya.
Selain itu, validasi data juga dapat dilakukan dengan review informan/
narasumber (informant review), yakni mengkonfirmasikan hasil pengumpulan
data dan analisis data dengan pakar atau narasumber yang bersangkutan. Jika
ternyata hasil pengumpulan data dan analisis data sudah disetujui oleh pakar/
narasumber berarti validitas data dapat dipertanggungjawabkan.
3.7 Teknik Analisis Data
Ada beberapa model yang dapat dimanfaatkan.
1; Secara umum, teknik analisis data dilaksanakan dengan metode
pembacaan model semiotik, yang terdiri atas pembacaan heuristik dan
pembacaan hermeneutik (retroaktif) (Riffaterre, 1978: 181).
Pembacaan heuristik adalah pembacaan menurut konvensi bahasa yang
disebut sebagai pembacaan semiotik tingkat pertama. Adapun
pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang dengan memberikan
12

Penarikan
Pengumpulan
Reduksi
Sajian
Kesimpulan/Verifikasi
data

interpretasi yang disebut sebagai sistem pembacaan semiotik tingkat


kedua yakni berdasarkan konvensi sastra. Jadi, karya sastra dapat
dipahami tidak saja dari arti kebahasaannya melainkan juga maknanya.
Tegasnya, penelitian sastra tidak hanya berhenti pada persoalan
keindahan ekspresi semata yang tercermin dalam struktur sastra seperti
alur, latar, penokohan, gaya bahasa, dan tema, melainkan juga bahkan
yang terpenting-- muatan maknanya, yang merupakan esensi sastra.
2; Pada penelitian sastra dengan pendekatan teori Sosiologi Sastra, teknik
analisis data yang lazim dipakai dalam analisis data sastra adalah
metode dialektik dari Lucien Goldmann (1981). Inti metode dialektik
ini adalah dalam analisis sastra, peneliti harus melakukan kajian bolakbalik antara teks sastra dengan realitas di luar karya sastra secara
berulang-ulang untuk menemukan hubungan antara unsure-unsur
dalam sastra dengan realitas di luar karya sastra. Prinsip dasar metode
dialektik ini adalah bahwa gagasan atau unsur-unsur dalam karya
sastra itu tidak terlepas dari realitas kehidupan sosial yang ada.
3; Selanjutnya, secara umum proses analisis data kualitatif menggunakan
model interaktif, yakni dengan menggunakan langkah-langkah: (1)
reduksi data, (2) sajian data, dan (3) penarikan kesimpulan atau
verifikasi data (Sutopo, 2002: 95-96). Lihat bagan berikut.

Model Analisis Interaktif


(Miles, M.B, dan Huberman, A.M, 1984:21)
13

Bagan di atas menggambarkan, bahwa proses analisis data dalam pengkajian


dimulai dengan pengumpulan data, lalu reduksi data, selanjutnya penyajian data,
dan penarikan kesimpulan (verifikasi). Dari bagan tersebut, proses analisis data
dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut.
a; Pengumpulan data dan kualifikasi data
Data lebih dulu dikumpulkan, lalu diklasifikasikan terlebih dulu.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik yang telah disebutkan di atas (teknik
pustaka, simak dan catat, serta wawancara). Klasifikasi data itu dilakukan untuk
mempermudah analisis. Klasifikasi data mencakup unsur-unsur sastra yang
terekspresikan sebagai kata, ungkapan, kalimat dan bentuk ekspresi lainnya dalam
teks sastra. Semua data yang berkaitan dengan masing-masing aspek itu
dikumpulkan menjadi satu kemudian dikaji secara kritis dan mendalam.
b; Reduksi data
Reduksi data merupakan proses seleksi data, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data kasar dalam rangka penarikan simpulan. Dalam reduksi
data, data yang telah dikumpulkan lalu diklasifikasi dan diseleksi guna memilih
data yang berlimpah untuk dipilah dan menemukan fokus pengkajian. Data
tersebut dikaji untuk memperoleh pemahaman tentang aspek yang paling khas dan
menonjol sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian serta mengaitkan dengan
konteks permasalahan yang melingkupi penciptaan sastra seperti latar ideologi,
politik, sosial, dan budaya (unsur ekstrinsik).
Sejak pengumpulan data, pengkaji sudah mulai mencatat adanya
karakteristik data, dan hal-hal yang dianggap bernilai dalam penarikan simpulan.
Jadi, data itu pada satu segi harus ditunjukkan sebagai data pembuktian (data
display), dan di sisi lain data semakin dapat direduksi (data reduction). Reduksi
data dilakukan untuk menangkap makna dan fungsi yang menonjol dari segi
tertentu yang dianalisis (Sutopo, 2002: 96-97).
c; Sajian data
Sajian data merupakan proses merakit atau mengorganisasikan informasi
yang ditemukan yang memungkinkan penarikan simpulan. Mengorganisasikan
14

informasi pengkajian yang ditemukan merupakan proses intelektual yang penting


dalam penelitian kualitatif. Jika perlu, pengorganisasian informasi ini dapat
diwujudkan dalam bentuk matrik, penataan kolom dalam suatu bagan atau tabel.
d; Penarikan simpulan
Penarikan simpulan atau verifikasi adalah langkah yang esensial dalam
proses pengkajian. Penarikan kesimpulan didasarkan atas pengorganisasian
informasi yang diperoleh dalam analisis data, selanjutnya dilakukan penafsiran
intelektual terhadap simpulan-simpulan yang diperoleh.

Jika simpulan dirasa

kurang mantap, maka pengkaji dapat kembali mengumpulkan data secara khusus,
menggali informasi untuk memperkuat simpulan yang dibuat.
4; Dalam aplikasinya, analisis data kualitatif karya sastra menggunakan
cara berpikir induktif. Artinya, analisis dilakukan dengan mengkaji
hal-hal yang bersifat khusus baru ditarik simpulan yang bersifat umum.
Dalam perannya sebagai instrumen kunci, besar kecilnya perhatian dan
luas sempitnya pengetahuan, dan wawasan peneliti terhadap kesastraan dan
fenomena kehidupan sosiokultural akan menentukan sejauh mana keberhasilan
pengkajian sastra. Hal ini berdasarkan alasan bahwa karya sastra merupakan
dokumen budaya.
3.8 Sistematika Laporan Penelitian Skripsi
Pada akhir proposal (atau bab I Pendahuluan dalam Laporan
Penelitian/Skripsi) dikemukakan pula sistematika laporan penelitian yang berisi
semacam urut-urutan secara sistematis bab demi bab beserta subbabnya yang
ditulis dalam bentuk paragraf, bukan dalam bentuk daftar isi.
Sebagai ilustrasi, perhatikan paparan berikut ini.
Laporan penelitian disusun dalam sistematika sebagai berikut. Bab I berisi
pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
dan manfaat penelitian terdiri atas manfaat teoretis dan manfaat praktis, dan
sistematika laporan penelitian. Pada bab II Sastrawan dan Latar Belakang
Kehidupannya, akan diuraikan latar belakang sastrawan terdiri atas biografi

15

sastrawan, karya-karyanya, latar belakang kehidupannya, dan cirri khas


kesusastraannya.
Bab III Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, dan Kerangka Berpikir, akan
dipaparkan tinjauan pustaka berupa penelitian terdahulu yang relevan, kajian
teoretik/landasan teori, dan kerangka berpikir yang berisi alur penelitian dalam
bentuk bagan/skema. Pada bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, akan
dideskripsikan hasil analisis dan pembahasan temuan penelitian. Adapun bab V
Penutup akan diutarakan simpulan, saran (jika ada), dan rekomendasi.
4; Proposal dan Laporan Penelitian Sastra
4.1 Proposal Penelitian Sastra
Judul
A; Latar Belakang Masalah
B; Pembatasan Masalah
C; Rumusan Masalah
D; Tujuan Penelitian
E; Manfaat Penelitian
F; Sistematika Laporan Penelitian
G; Penelitian Terdahulu yang Relevan
H; Kajian Teoretis/Landasan Teori
I; Kerangka Pemikiran
J; Metode Penelitian
1; Pendekatan dan Strategi Penelitian
2; Objek Penelitian
3; Tempat dan Waktu Penelitian (Setting Penelitian) jika ada
4; Populasi, Sampel, dan Teknik Cuplikan (Sampling) jika ada
5; Data dan Sumber Data
6; Teknik Pengumpulan Data
7; Teknik Validasi (Keabsahan) Data
8; Teknik Analisis Data
Daftar Pustaka
16

4.2 Laporan Penelitian Sastra


Judul
BAB I. PENDAHULUAN
A; Latar Belakang Masalah
B; Pembatasan Masalah
C; Rumusan Masalah
D; Tujuan Penelitian
E; Manfaat Penelitian
F; Penelitian Terdahulu yang Relevan (Kajian Pustaka)
G; Kajian Teoretis/Landasan Teori
H; Kerangka Pemikiran
I; Metode Penelitian
1; Pendekatan dan Strategi Penelitian
2; Objek Penelitian
3; Tempat dan Waktu Penelitian (Setting Penelitian) jika ada
4; Populasi, Sampel, dan Teknik Cuplikan (Sampling) jika ada
5; Data dan Sumber Data
6; Teknik Pengumpulan Data
7; Teknik Validasi (Keabsahan) Data
8; Teknik Analisis Data
9; Sistematika Laporan Penelitian
BAB II. RIWAYAT HIDUP DAN LATAR BELAKANG KEHIDUPAN
PENGARANG
A; Riwayat Hidup Pengarang
B; Karya-Karyanya
C; Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang
D; Ciri Khas Kesastraannya
BAB III. STRUKTUR KARYA SASTRA (NOVEL, PUISI, DRAMA,
LEGENDA)
BAB IV. DIMENSI ... DALAM NOVEL .. KARYA :
17

DENGAN TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN


IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI
A; Dimensi dalam Novel ..
B; Implementasi Dimensi pada Novel dalam Pembelajaran
Sastra di
BAB V. PENUTUP
A; Simpulan
B; Implementasi
C; Saran-Saran
Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran (jika ada)
5; Penutup
Pengkajian sastra merupakan kegiatan yang diperlukan untuk
menghidupkan, mengembangkan, dan mempertajam suatu ilmu. Kegiatan yang
berkaitan dengan pengembangan ilmu memerlukan metode yang ilmiah. Jadi,
keilmiahan pengkajian sastra ditentukan oleh metode yang dipakai, langkah
pengajian yang dilakukan, dan karakteristik kesusastraan.
Produk sastra Indonesia, menjangkau karya-karya yang tercipta dari
berbagai latar penciptaan, tempat pencitraan, dan waktu penciptaan. Pengkajian
yang dilakukan terhadap produk sastra Indonesia tersebut menuntut pemakaian
metode yang memadai, baik dari segi perangkat yang diperlukan, seperti teori dan
berbagai pandangan, maupun dari segi sikap ilmiah.
Dalam pengkajian sastra yang perlu diperhatikan adalah peran pengkaji
sebagai insrtrumen kunci. Pengkajian sastra dari sisi keberadaannya sebagai
wujud stuktur, sebagai penanda, sebagai sarana komunikasi, dan sebagai hasil dari
proses penciptaan perlu memperhatikan konteks situasi kesastraannya.

Daftar Pustaka
18

Abrams, M.H. 1979. The Mirror and the Lamp: Romantic Theory and Critical
Tradition. New York: Oxford University Press.
Barthes, Rolands. 1974. S/Z. (Translated by Richard Miller). New York: Hill and
Wang.
Botha, Rudolph P. 1980. The Golduct of Linguistic Inquiry A Systematic
Introduction to the Methodology of Generative Grammar. Paris: The
Hague Mouton.
Chamamah-Soeratno, Siti. 1989. Hakikat Penelitian Sastra dalam Gatra Edisi
Nomor 10/11/12. Yogyakarta: IKIP Sanata Dharma.
____________________. 1994. Penelitian Sastra: Tinjauan tentang Teori dan
Metode Sebuah Pengantar dalam Jabrohim (Ed.). Teori Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Masyarakat Peotika Indonesia.
Culler, Jonathan. 1975. Structuralist Poetics, Structuralism, Linguistics and the
Study of Literature. Ithaca: Cornell Unicersity Press.
_____________. 1981. The Persuit of Sign, Semiotic, Literature, Deconstruction.
Ithaca: Cornell University Press.
Foster, E.M. 1980. Aspects of the Novel. New York: Harcourt Brace & World Inc.
Iser, Wolfgang. 1978. The Act of Reading: A Theory of Aesthetic Respons.
Baltimore: John Hopkins University Press.
Jabrohim (Ed.). 1994. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: MPI & UAD.
Jauss, Hans Robert. 1982. Toward an Aesthetic of Reception. Mineapolis:
University of Minnesota Press.
Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Moleong, Lexy J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif.. Bandung: Remaja
Karya.
Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
19

Riffaterre, Michael. 1979. Semiotic of Poetry. Bloomington: Indiana University


Press.
Sangidu. 2007. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Gadjah Mada.
Stanton, Robert. 1965. An Introduction to Fiction. New York: Holt, Rinehart &
Winston Inc.
Sudaryanto. 1997. Metode Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University
Press.
Sutopo, H.B. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Aplikasinya dalam
Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
_______. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Aplikasinya dalam
Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
________. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
ooOoo

20

METODE PENELITIAN SASTRA


(Handout Kuliah 2011/2012)

21

Pengampu
Dr. Ali Imron Al-Maruf, M.Hum.
PBSID FKIP & Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Surakarta

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


2011

SISTEMATIKA LAPORAN PENELITIAN FOLKLORE


BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Ruang Lingkup Penelitian
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian (manfaat teoretis dan manfaat praktis)
F. Sistematika Laporan Penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA
PEMIKIRAN
A; Tinjauan Pustaka
B; Landasan Teori
C; Kerangka Pemikiran (disertai bagan alur penelitian)
BAB III. METODE PENELITIAN
A; Lokasi dan Waktu Penelitian
B; Jenis dan Strategi Penelitian
C; Objek dan Subjek Penelitian
D; Data dan Sumber Data
E; Teknik Pengumpulan Data
F; Teknik Validasi Data
G; Teknik Analisis Data
BAB IV. SAJIAN DATA DAN HASIL ANALISIS
A; Awal Mula/Sejarah Timbulnya Folklore/Legenda
B; Mitos di Sekitar Folklore
C; Resepsi/Tanggapan Masyarakat Sekitar terhadap Folklore
D; Dimensi yang Timbul dengan Adanya Folklore
1; Dimensi Kepercayaan/Keagamaan

22

2;
3;
4;
5;
6;

Dimensi Budaya
Dimensi Sosial
Dimensi Moral
Dimensi Pendidikan
Dimensi Ekonomi
BAB V. PENUTUP
A; Simpulan
B; Saran
C; Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
1; Sinopsis Folklore
2; Denah/Peta Lokasi/Foto Lokasi Penelitian
3; Daftar Narasumber (Informant): Nama, Profesi, Usia, Pendidikan
4; Instrumen Penelitian/Daftar Pertanyaan untuk Wawancara Mendalam (In-depth
Interviewing) (Terbuka/Tidak Terstruktur)
Catatan:
Laporan Penelitian Folklore merupakan (pengganti/ekivalensi) Ujian Akhir Semester
Gasal 2011/2012. Laporan penelitian dikumpulkan pada tanggal jadwal UAS mata kuliah
Metode Penelitian Sastra dan Pengajarannya.

23

24

Anda mungkin juga menyukai