Anda di halaman 1dari 8

TRAUMA PANKREAS

ABSTRAK
Luka trauma pada pankreas biasanya sangat jarang terjadi dan sulit untuk dilakukan
penegakan diagnosa. Sebaliknya, luka trauma pada hati, limpa dan ginjal paling sering
ditemukan dan mudah didiagnosa dengan adanya modalitas pencitraan. Cedera pankreas
biasanya halus atau sulit terlihat diidentifikasi dengan pemeriksaan berbagai modalitas
pencitraan, dan cedera ini sering diabaikan dalam kasus-kasus dengan trauma multiorgan
yang luas. Temuan paling jelas dari cedera pankreas yaitu pankreatitis pasca trauma dengan
darah, edema, dan infiltrasi soft tissue pada ruang pararenal anterior. Perubahan pada
pankreatitis pasca-trauma mungkin tidak terlihat dalam beberapa jam setelah trauma karena
hal tersebut tergantung pada waktu. Diagnosis cedera pankreas yang tertunda berhubungan
dengan angka morbiditas dan kematian yang tinggi. Pencitraan memainkan peran penting
dalam diagnosis cedera pankreas karena pengenalan awal adanya gangguan saluran pankreas
utama merupakan hal yang penting.

PENDAHULUAN
Pankreas adalah organ yang relatif jarang terluka akibat trauma, dengan angka
kejadian kurang dari 2% pada kasus trauma tumpul. dan cedera ini dikaitkan dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi dalam kasus diagnosis yang tertunda, salah diagnosa
dan pengobatan yang terlambat. Angka kematian untuk cedera pankreas berkisar 9% - 34%,
Namun, hanya 5% dari cedera pankreas yang berakibat fatal. Pemeriksaan fisik biasanya sulit
diandalkan dalam mendiagnosa trauma akut pankreas. Diagnosis dini dan akurat dapat
menurunkan angka morbiditas dan kematian, dan berbagai modalitas pencitraan berperan
sebagai kunci dalam diagnosa cedera pankreas.
Pengetahuan tentang mekanisme cedera pankreas, adanya cedera lama, waktu untuk
diagnosis, ada atau tidak adanya cedera pada duktus utama, dan peran dari berbagai modalitas
pencitraan sangat penting untuk penegakkan diagnosis. Deteksi dini gangguan saluran
pankreas utama adalah sangat penting karena gangguan tersebut adalah penyebab utama
terjadinya komplikasi seperti kista pseudopankreatik. Bagian pankreas yang paling sering
mengalami cedera yaitu pada persimpangan badan dan ekor. Cedera pankreas yang signifikan
mungkin terjadi tanpa adanya kelainan pada berbagai modalitas pencitraan.
Trauma pankreas umumnya berhubungan dengan berbagai macam cedera setelah
terjadi kecelakaan terutama kendaraan bermotor pada orang dewasa dan sepeda pada anakanak. Manajemen konservatif terutama dianjurkan untuk trauma pankreas tanpa cedera
duktus. Computed tomography (CT) rutin digunakan sebagai lini pertama modalitas
pencitraan pada kasus trauma akut abdomen dan sangat membantu dalam mengenali luka
pada pankreas dan organ lain dan terkait komplikasi. Ultrasonografi (US) sangat berguna
untuk kasus-kasus ascites pankreas dan pembentukan pseudokista, yang lebih mungkin

terjadi pada kasus-kasus dengan trauma pankreatitis. Magnetic resonance


cholangiopancreatography (MRCP) memungkinkan pencitraan langsung pada saluran
pankreas dan gangguannya. Tujuan dari makalah ini adalah untuk meninjau temuan dari
trauma pankreas pada berbagai modalitas pencitraan.

ANATOMI
Pankreas adalah berbentuk huruf J panjang, lunak, dan merupakan organ
retroperitoneal. Organ ini melintang pada dinding perut posterior, di belakang epigastrium
dan pada regio hipokondrium kiri pada lumbal (L1-2). Pada orang dewasa, panjang pankreas
sekitar 15-20 cm, tebal 1,0-1,5 cm dan berat sekitar 90-100 g. Saluran pankreas utama
Wirsung melintasi seluruh panjang kelenjar. Arteri pankreatikoduodenalis superior dari arteri
gastroduodenal dan arteri pankreatikoduodenalis inferior dari arteri mesenterik superior
berjalan dalam kontur cekung pada duodenum untuk memasok kepala pankreas. Cabangcabang pankreas arteri limpa memasok leher, badan dan ekor pankreas. Tubuh dan leher dari
pankreas mengalir ke vena limpa, sedangkan kepala ke mesenterika superior dan vena porta.
Saluran limfatik dari pankreas adalah melwati limpa, celiac dan kelenjar getah bening
mesenterika superior. Jarak yang dekat antara banyak pembuluh yang besar seperti vena cava
inferior (IVC), vena portal dan aorta abdominal membuat luka pada pankreas sulit untuk
dikelola karena risiko perdarahan, yang sering menjadi penyebab kematian pada pasien
dengan cedera pankreas. Arteri limpa dan vena limpa berjalan pada superior dan posterior
tubuh pankreas dan ekor pankreas serta relatif mudah untuk mengekspos dan mengontrol
dibandingkan dengan vena cava inferiori (IV) dan vena portal. Anatomi vaskular
menyebabkan masalah dalam menangani luka pada kepala pankreas sedangkan luka pada
tubuh dan ekor lebih mudah untuk ditangani.

PATOFISIOLOGI
Cedera pankreas akibat trauma tembus yang apling umum yaitu disebabkan oleh
tembakan atau luka tusuk dan terjadi sekitar 20% -30% dari semua pasien dengan penetrasi
trauma. Trauma tembus yang disebabkan oleh senjata api merupakan penyebab tersering dari
adanya cedera pankreas. Lokasi pankreas di retroperitoneal relatif melindungi pankreas dari
sebagian trauma tumpul abdomen. Trauma tumpul pankreas dalam kebanyakan kasus
merupakan trauma yang disebabkan oleh kekuatan lokal mendadak ke perut bagian atas yang
menekan pankreas (misalnya, cedera terkena setir akibat kecelakaan motor pada orang
dewasa dan dari cedera terkena stang sepeda atau pukulan langsung dari tendangan pada
anak-anak). Cedera tumpul pankreas lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
karena mereka hanya memiliki selaput tipis atau lemak pelindung, yang mengelilingi
pankreas pada dewasa tua. Cedera pankreas jarang merupakan cedera soliter, sebagian besar
kasus setidaknya ada satu cedera lama yang telah ada; 60% adalah lesi duodenopancreatic,
sedangkan 90% melibatkan setidaknya satu organ perut lainnya. Oleh karena itu, beberapa

luka organ merupakan bendera merah yang menunjukkan kemungkinan adanya cedera
pankreas yang telah ada sebelumnya.

MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan trauma pankreas biasanya dengan berdampingan dengan pankreatitis
akut. Trias klinis khas trauma pankreas adalah nyeri perut bagian atas, leukositosis, dan
peningkatan kadar serum amilase, yang mungkin bisa tidak ada pada orang dewasa selama 24
jam pertama dan bahkan untuk beberapa hari. Trauma pankreas sulit untuk dikenali karena
bersamaan dengan cedera intra-abdominal lainnya dan karena lokasi pankreas di
retroperitoneal, yang membuat tanda dan gejala kurang dapat dikenali, sehingga trauma dapat
berakhir dengan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. Gejala dari cedera organ intraabdominal lainnya umum mirip, baik pada awal dan akhir trauma. Oleh karena itu, tingkat
kecurigaan yang tinggi diperlukan agar trauma pankreas tidak terabaikan.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Peningkatan serum amilase atau diagnostik peritoneal lavage fluid (DPL) berguna
dalam penegakan diagnosis, tetapi ada hubungan yang kurang baik antara peningkatan
amilase dan trauma pankreas karena amilase dapat meningkat pada cedera kelenjar ludah,
trauma duodenum, trauma hati, dan luka ke kepala dan wajah, dan pada pasien mabuk.
Peningkatan amilase setelah trauma tumpul pankreas tergantung dari waktu, dan peningkatan
yang terus-menerus dari amilase merupakan indikator yang lebih unggul dari adanya trauma
pankreas, tetapi hal tersebut tidak dapat menunjukkan tingkat keparahan trauma. Amilase
yang terdeteksi dalam cairan DPL merupakan indikator yang lebih sensitif dan spesifik
terhadap trauma pankreas daripada darah. Aktivitas lipase serum juga tidak spesifik untuk
trauma pankreas.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Diagnostik dengan modalitas pencitraan memainkan peran penting dalam penegakan,
evaluasi, dan tindak lanjut dari trauma pankreas. Temuan dari modalitas pencitraan pada
pasien dengan trauma pankreas tidak spesifik dan sering tidak bisa dibedakan dari inflamasi
pada pankreatitis.
1) Radiografi Konvensional
Sebuah foto polos perut pada pasien dengan trauma pankreas tidak spesifik dan
kelainan radiologis pada film polos tidak dapat dapat digunakan untuk diagnostik. Radiografi
konvensional memiliki nilai dalam mendeteksi trauma penetrasi dengan visualisasi dan
melokalisasi benda asing seperti pecahan peluru.

2) US
Meskipun US mudah untuk dilakukan, mudah dibawa dan murah, tetapi cedera
pankreas sulit untuk didiagnosa meskipun sonogram secara teknis yang memadai. Namun,
handal dalam tindak lanjut dari komplikasi seperti pseudocysts. US efektif dalam pencitraan
darurat, tetapi perannya tidak harus dianggap sebagai pengganti CT.
US mungkin menunjukkan pembesaran trauma lokal pankreas atau edema difus dari
inlfamasi pankreatitis. Pada pasien trauma, cairan peripancreatic mungkin menjadi tanda
memar pankreas. Sebuah traumatik pseudokista dari pankreas dapat dideteksi oleh US dan
dipantau pada pemeriksaan serial. Sejak komplikasi trauma yang paling mungkin terjadi yaitu
pecahnya atau stenosis dari saluran pankreas utama, penting untuk menggambarkan struktur
ini dalam semua kasus trauma pankreas. Transeksi seluruh parenkim pankreas adalah
pertanda cedera duktus.
3) CT
CT adalah modalitas pencitraan diagnostik yang paling sederhana dan paling invasif
saat ini, tersedia untuk mengevaluasi curiga trauma pankreas dan komplikasinya, karena
kehalusan temuan US. Namun, penelitian ini kurang berguna dalam cedera penetrasi akut.
Computed tomography (CT) adalah pemeriksaan radiografi pilihan untuk pasien dengan
hemodinamik stabil dengan trauma abdomen karena merupakan sarana paling aman dan
paling komprehensif untuk diagnosis trauma pankreas.
Pankreas mungkin tampak normal pada 20% -40% dari pasien ketika CT dilakukan
dalam waktu 12 jam pertama setelah trauma, karena trauma pankreas dapat menghasilkan
sedikit perubahan dalam kepadatan yang mungkin tidak terdeteksi pada CT scan. Selain itu,
mungkin ada pemisahan minimal fragmen pankreas yang terkoyak (Gambar 3A). Saat ini,
multidetector-baris CT scanner digunakan untuk evaluasi kasus trauma abdomen karena lebih
cepat untuk memindai, mengurangi adanya artefak usus dan dapat menyelesaikan masalah
teknis sebelumnya. Laserasi cenderung terjadi di persimpangan tubuh dan ekor pankreas
karena luka geser dengan kompresi terhadap tulang belakang (Gambar 3A).
Tanda-tanda langsung dari cedera pankreas termasuk laserasi, transeksi, fokus
pembesaran pankreas dan peningkatan inhomogen. Adanya cairan seperti pada kasus
hematoma dan pseudokista biasanya terlihat berhubungan dengan pankreas di lokasi laserasi
atau transeksi (Gambar 3B). Tanda-tanda sekunder meliputi lemak peripancreatic,
terkumpulnya cairan peripancreatic, cairan antara vena limpa dan pankreas, perdarahan,
penebalan anterior kiri fasia pararenal dan cedera terkait dengan organ yang
berdekatan(Gambar 3C, Tabel 1). Memar muncul sebagai focal atau difus daerah yang rendah
dan laserasi dipandang sebagai garis hipodens linier yang tegak lurus terhadap sumbu
panjang pankreas. Fraktur pankreas pada CT didiagnosis jika ada pemisahan yang jelas
fragmen di sumbu panjang pankreas. Hematom Intrapancreatic adalah tanda yang sangat
spesifik cedera pankreas(Gambar 3D). Cairan antara vena limpa dan pankreas adalah tanda
yang sangat non-spesifik tetapi mungkin menjadi pertanda adanya cedera pankreas jika
dikaitkan dengan adanya riwayat trauma tumpul abdomen. Pseudocysts lebih mungkin terjadi

pada pasien dengan traumatik pankreatitis. Risiko abses atau terbentuknya fistula pada pasien
dengan gangguan saluran pankreas mendekati masing-masing 25% dan 50%, dibandingkan
dengan 10% kasus tanpa adanya cedera duktus. Jadi, penting bahwa pencitraan difokuskan
pada integritas saluran atau temuan yang menunjukkan kerusakan pada saluran pankreas.
Ketepatan deteksi cedera duktus mayor dengan CT telah dilaporkan sebesar 43%.
CT mungkin tidak selalu langsung menunjukkan adanya gangguan duktus; cedera
duktus dapat disarankan berdasarkan tingkat cedera parenkim dan hanya dapat disimpulkan
sebagai melalui gambaran berikut dan melalui laserasi pankreas (Gambar 3E). Sebuah skema
tingkatan CT telah dirancang (Tabel 2), yang hampir sama dengan klasifikasi bedah Moore.
Grade A merupakan cedera dengan laserasi melibatkan <50% pankreas biasanya terlihat
saluran pankreas yang utuh oleh grading bedah, sedangkan kelas trauma B dan C berkorelasi
dengan adanya gangguan saluran, terutama ketika CT menunjukkan laserasi dalam atau
transeksi pankreas. Estimasi yang berlebihan pada CT dapat terjadi di kelas tC dan C
jika hanya laserasi dalam atau transkesi "single scan" teridentifikasi pada kepala pankreas.
Namun, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) mungkin cukup berharga
pada pasien dengan klinis yang kuat dari cedera pankreas dan hasil CT scan yang samarsamar, untuk menetapkan diagnosis akhir. Seorang pasien dengan pseudokista pasca trauma
harus dianggap memiliki kebocoran duktus sampai terbukti sebaliknya (Gambar 3F).

4) MRCP
Karena hasil akhir adanya trauma pankreas sangat bergantung pada integritas saluran
pankreas, evaluasi duktus sangatlah penting. Dulu, ERCP adalah satu-satunya metode yang
tersedia untuk mengevaluasi integritas saluran pankreas. Baru-baru ini, MRCP telah muncul
sebagai alternatif alat diagnostik non-invasif untuk pencitraan langsung dari saluran pankreas
dan saat ini lebih sering digunakan untuk menilai cedera pada komponen duktal. Dynamic
secretin-stimulated (DSS) MRCP adalah standar variasi MRCP dan mungkin bersaing dengan
ERCP dalam hal menentukan ketepatan diagnosa. Seperti ERCP, DSS MRCP memberikan
informasi yang dinamis, apakah ada kebocoran yang terus menerus dari saluran pankreas
utama yang terluka. Keuntungan dari DSS MRCP yaitu lebih noninvasif, lebih cepat dan
lebih mudah tersedia daripada ERCP, dan dapat menggambarkan seluruh parenkim pankreas
dan anatomi duktus, serta kumpulan cairan patologis dan gangguan duktus. Main pancreatic
duct (MPD) dapat diidentifikasi dengan MRCP pada kasus yang terjadi dikepala pankreas
sampai dengan 97% dan dalam ekor pankreas sampai dengan 83%. Selain itu, MRCP dapat
menunjukkan kelainan yang tidak terlihat di ERCP, seperti penumpukan cairan pada bagian
transeksi duktus (Gambar 4A), dan membantu dalam menilai adanya cedera parenkim.
5) ERCP
ERCP semakin banyak digunakan untuk membantu diagnosis cedera duktus pankreas yang
tertunda pada pasien dengan bukti klinis yang kuat dari cedera pankreas dan hasil CT scan
yang samar-samar. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) memiliki
penilaian yang paling akurat untuk mendiagnosis adanya dan luasnya cedera duktus dengan

menunjukkan ekstravasasi, terutama pada pasien dengan klinis tertunda. Pemeriksaan ini
dapat dilakukan pre operasi, saat operasi atau pasca operasi pada pasien dengan trauma
pankreas. Meskipun ERCP adalah prosedur yang paling berguna untuk diagnosis trauma
duktus pankreas pada pasien stabil, operasi harus dipertimbangkan pada pasien dengan
hemodinamik yang tidak stabil (Tabel 3). Meskipun MRCP (Gambar 4B) telah menjadi
metode pencitraan noninvasif pilihan ketika mengevaluasi cedera saluran pankreas, ERCP
tetap penting karena potensinya untuk menentukan terapi (Gambar 5). Endoskopi retrograde
cholangiopancreatography pada pasien tertentu memungkinkan pengobatan nonoperative
dengan kondisi tanpa cedera duktus dan pengobatan operatif awal atau terapi utama
pemasangan stent pada trauma duktal. ERCP juga membantu dalam pengobatan adanya
komplikasi akhir dari trauma saluran pankreas seperti pseudokista dan fistula pankreas.
Kedua transpapillari endoskopi dan drainase transmural merupkan pilihan yang efektif untuk
menangani komplikasi lokal yang tertunda dari trauma pankreas.

KOMPLIKASI TRAUMA PANKREAS


Diagnosis dan pengobatan dini pada pasien trauma pankreas memiliki hasil yang lebih baik
secara keseluruhan. Kematian terkait dengan cedera pankreas terjadi sekitar 20% dan karena
perdarahan disebabkan oleh cedera organ intra-abdominal lainnya dan sepsis. Terdapat
peningkatan komplikasi berupa infeksi pada pasien yang memiliki luka pankreas yang terkait
dengan cedera usus kecil dan besar. Trauma tumpul pankreas tanpa kebocoran pada duktus
biasanya diatasi dengan manajemen konservatif. Di sisi lain, kerusakan pada sistem duktal,
jika tidak ditangani, dapat mengakibatkan morbiditas berkepanjangan. Komplikasi trauma
pankreas bermacam-macam, dari pankreatitis ringan sampai kematian. Pembentukan fistula
adalah komplikasi yang paling sering diamati. Trauma pankreatitis, pembentukan
pseudokista, abses dan penyempitan saluran adalah komplikasi umum. Komplikasi lainnya
termasuk peritonitis, obstruksi usus, perdarahan gastrointestinal, insufisiensi endokrin atau
eksokrin, pembentukan pseudoaneurisma pada arteri limpa dan trombosis vena lien.

KLASIFIKASI DAN PENILAIAN TRAUMA PANKREAS


Trauma pankreas diklasifikasikan dan dinilai sesuai dengan kerusakan pada parenkim
pankreas dan sistem duktus. Grading trauma pankreas dapat mendeskripsi luka dengan tepat
dari cedera, untuk menentukan manajemen, dan memungkinkan perbandingan hasil dan
untuk perawatan yang efektif. Ada beberapa sistem klasifikasi trauma pankreas (Tabel 2 dan
3) tetapi pancreatic organ injury scale (OIS) yang diusulkan oleh American Association for
the Surgery of Trauma (AAST) yang saat ini meupakan klasifikasi yang digunakan secara
universal. Terdapat lima grade dalam skala OIS ini, yang diakui lebih signifikan untuk trauma
kompleks untuk pankreas, dan terutama pada saluran dan kepala pankreas (Tabel 4). Skema
ini juga dapat dikorelasikan dengan skala trauma organ lainnya, serta diintegrasikan ke dalam
sistem penilaian yang lebih kompleks, seperti derajat keparahan trauma atau derajat
keparahan trauma untuk kemungkinan kelangsungan hidup penderita.

MANAJEMEN CEDERA PANKREAS


Banyak pasien dengan cedera pankreas memiliki beberapa luka-luka terkait termasuk
pembuluh darah dan organ intraabdominal cedera lainnya; prioritas harus diberikan untuk
menstabilkan pasien sebelum manajemen definitif cedera pankreas. Prioritas awal termasuk
kontrol perdarahan dan tumpahan isi usus. Keputusan mengenai pendekatan terapi cedera
pankreas trauma, baik dengan pendekatan konservatif atau pendekatan bedah, tergantung
pada integritas MPD, tingkat kerusakan pankreas parenkim, lokasi anatomi dari cedera,
stabilitas pasien dan tingkat organ terkait kerusakan (Gambar 6) [44]. Pada pasien dengan
memar pankreas terisolasi atau laserasi dangkal tanpa gangguan duktal, manajemen
konservatif dapat dibenarkan. Pengobatan pankreatitis traumatis terdiri dari sisa usus, hisap
nasogastrik, dan dukungan nutrisi [29]. penempatan stent ERCP-dipandu untuk cedera MPD
telah diindikasikan pada kasus [45]. Endoskopi drainase transpapillary telah berhasil
digunakan untuk menyembuhkan gangguan saluran pada fase awal dari trauma pankreas dan
pada fase tertunda untuk mengobati komplikasi dari cedera saluran pankreas. Namun, pada
pasien dengan cedera utama duktal dalam kasus-kasus trauma pankreas tumpul, morbiditas
dan mortalitas sangat meningkatkan kecuali operasi dilakukan dalam 24 jam pertama.
Dengan menggunakan sistem OIS gradasi pankreas dari Aast untuk membantu untuk
memandu manajemen bedah yang tepat, morbiditas dan mortalitas pada cedera pankreas
tumpul menurun [46]. Kelas dan diperlakukan dengan teknik manajemen non-operatif
atau drainase sederhana, sedangkan kelas atau cedera yang lebih tinggi sering
membutuhkan reseksi dengan rekonstruksi mungkin dan / atau prosedur drainase [47]. Ada
sejumlah prosedur alternatif yang dapat digunakan untuk pengelolaan bermutu tinggi cedera
pankreas tumpul, seperti pengalihan duodenum, pengecualian pilorus, prosedur Whipple atau
drainase sederhana, dengan pilihan tergantung pada status hemodinamik pasien dan kehadiran
atau tidak adanya cedera duodenum terkait [48,49]. Kadang-kadang, keputusan untuk
melakukan pankreatikoduodenektomi tidak dapat dihindari di pilih kasus. Jika pasien
hemodinamik tidak stabil, pankreatikoduodenektomi harus dilakukan sebagai prosedur dua
langkah. Setelah operasi pengendalian kerusakan awal, anastomosis selesai pada operasi
kedua ketika pasien stabil [50].
Standar perawatan di luka tembus adalah pendekatan bedah tergantung pada lokasi cedera
dan cedera perut yang terkait. operasi pengendalian kerusakan pada pasien yang tidak stabil
hemodinamik dengan cedera besar-besaran untuk pankreas dan terkait organ intra-abdominal
mengurangi morbiditas dan mortalitas.

KESIMPULAN

Trauma pankreas jarang terjadi dan biasanya sulit untuk didiagnosa. Karena temuan
ultrasound yang kurang terlihat, Computed Tomography (CT) adalah metode yang paling
sering digunakan untuk mengevaluasi yang diduga mengalami trauma pankreas. Namun,
trauma saluran pankreas sulit terdeteksi pada CT. Pada situasi tertentu, termasuk luka ringan,
pendekatan konservatif mungkin bisa berhasil. Dengan modalitas pencitraan yang lebih
modern dan keahlian dalam Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP),
trauma saluran pankreas yang sulit terdeteksi dapat diatasi. Pendekatan manajemen
pembedahan sesuai dengan trauma pankreas mayor yang memerlukan intervensi pembedahan
segera.

Anda mungkin juga menyukai