Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENGAWASAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN


Penerapan Sistem GMP (Good Manufacturing Practises) pada
Proses Pembuatan Keripik Tempe

Disusun Oleh:
1. Waelmy Artiana P.
2. Dyah Mastika Fatmalia
3. Maya Rajindra Hafifah S.

NIM. 13.14.035
NIM. 13.14.044
NIM. 13.14.045

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK KIMIA
2016

KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami
masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyusun Makalah Pengawasan Mutu dan
Keamanan Pangan: Penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) Pada Proses Pembuatan
Keripik Tempe. Makalah ini dibuat untuk memahami materi tersebut, sehingga kita dapat
mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pada kesempatan yang berbahagia ini kami menyampaikan terima kasih kepada Ibu
Dra. Siswi Astuti, MPd. selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Pengawasan Mutu dan
Keamanan Pangan, dan semua pihak yang telah meluangkan waktunya serta turut berperan
dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga jasa yang demikian besar ini, mendapat balasan
yang seimbang dari Allah yang Maha Esa.
Makalah yang kami buat ini masih banyak kesalahan dan kekurangan karena kami
masih dalam tahap pembelajaran, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran bagi
pembaca demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Malang, 06 April 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam pembangunan dan era globalisasi, masyarakat dituntut untuk ikut berperan
secara aktif didalamnya, agar dapat mewujudkan program-program pemerintah. Salah
satu dari sekian banyak program pemerintah antara lain, mencukupi kebutuhan pangan
rakyat. Salah satu makanan oleh-oleh khas kota Malang yaitu keripik tempe. Dalam
proses pembuatan keripik tempe memiliki banyak kemungkinan bahaya biologis,
seperti cemaran mikroba yang menempel pada tempe tersebut, bahaya fisik adanya
debu-debu halus atau pasir yang ada pada karung, saat material handling yang kurang
baik, ataupun bahaya kimia akibat peragian, atau proses produksi selama pembuatan
keripik tempe berlangsung. Semua hal tersebut dapat terjadi, namun juga dapat
dikendalikan.
Untuk memproduksi produk pangan yang aman dikonsumsi, perlu menggunakan
standar-standar keamanan pangan (Badan Standarisasi Nasional, 1998). Salah satu
standar keamanan pangan yang diakui adalah Hazard Analysis and Critical Control
Point (HACCP). HACCP merupakan suatu piranti (sistem) yang digunakan untuk
menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada
pencegahan. Program persyaratan dasar merupakan cara produksi makanan yang baik
(Good Manufacturing Practice, GMP) atau praktik higiene yang baik (Good Hygiene
Practice, GHP) yang akan dipatuhi oleh semua pelaku bisnis makanan, yang memiliki
reputasi baik untuk memastikan bahwa makanan yang diberikan pada konsumen adalah
makanan yang sehat dan aman (Prasetyo, 2000).
Kota Malang memiliki salah satu sentra industri UKM keripik tempe yang
menghasilkan oleh-oleh khas daerah Malang. Untuk menjaga kualitas dan keamanan
pangan dibutuhkan suatu analisa untuk mengidentifikasi bahaya yang terkait selama
proses pembuatan kripik tempe serta memberikan rekomendasi untuk mengembangkan
sistem GMP sehingga menghasilkan produk yang baik untuk dikonsumsi.
1.2. Tujuan
- Mengetahui pengawasan mutu bahan baku pangan.
- Mengetahui pengawasan mutuh tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan
dan pendistribusian keripik tempe.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. GMP (Good Manufacturing Practice)
Penerapan GMP harus dipatuhi oleh semua pihak yang terkait dengan proses
pengolahan makanan baik oleh pihak manajemen, karyawan, pemasok bahan termasuk
tamu yang melakukan kunjungan. Informasi mengenai proses penerapan GMP yang
berlaku dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang diantara berbagai produk yang
diolah (Crammer, 2006). Penerapan GMP secara keseluruhan di Indonesia disahkan
menurut

keputusan

menteri

kesehatan

RI

Keputusan

Menteri

Kesehatan

No.1098-/Menkes/Sk/VII/2003 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk


Makanan.
Prinsip

penerapan

GMP

yaitu

teknik

atau

cara

dalam

menjalankan,

mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan proses produksi mulai dari penerimaan


bahan baku sampai dengan konsumen akhir dengan tujuan untuk memberikan jaminan
kepada konsumen dan produsen bahwa produk yang dihasilkan aman dan bermutu
(layak dikonsumsi). Aman berarti produk yang dikonsumsi tidak mengandung bahan
berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit, keracunan atau kecelakaan yang
merugikan konsumen akibat bahan kimia, mikrobiologi atau fisik. Layak berarti kondisi
produk menjamin makanan yang diproduksi adalah layak untuk dikonsumsi manusia
yaitu tidak mengalami kerusakan, berbau busuk,menjijikkan, kotor, tercemar atau
terurai (Thaheer, 2005).
Mutu dan keamanan pangan pada produk UKM belakangan ini telah mendapat
perhatian yang cukup luas baik pemerintah, industri, pedagang maupun seluruh
komponen masyarakat sebagai konsumen. Mutu produk yang dihasilkan dapat dijaga
jika produsen mempunyai suatu sistem yang dapat menjaga agar produk tersebut
memenuhi standar yang telah ditetapkan, sesuai dengan Pasal 43 Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan mengamanatkan
bahwa pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga wajib memiliki
Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yang diterbitkan oleh
Bupati/Walikota dan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
menetapkan pedoman pemberian SPP-IRT. (BPOM, 2012) SPP-IRT diperlukan oleh
3

pelaku UKM agar dapat memperluas pasar penjualan. Supermarket, minimarket


ataupun toko-toko besar lainnya mensyaratkan sertifikasi industri rumah tangga pangan
bagi produk-produk makanan kemasan untuk dapat memasarkan produknya. Untuk
mendapatkan SPPIRT terdapat beberapa aspek yang dinilai, antara lain lokasi dan
lingkungan produksi, bangunan, fasilitas, peralatan, sanitasi, karyawan yang bekerja
sesuai dengan peraturan Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga
(CPBB-IRT) yang diatur oleh BPOM.
Terlihat dari hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat faktor yang
mempengaruhi kebersihan dari produk keripik tempe. Beberapa faktor tersebut adalah
tata letak proses produksi, kebersihan lokasi, saranaprasarana, sanitasi dsb. Gambar
pada Lampiran I. Dokumentasi, menunjukan beberapa usaha pemeliharaan kebersihan
yang belum memadai dengan tidak ada fasilitas sanitasi serta baju produksi seperti alas
kaki, masker, dan sarung tangan untuk pekerja saat memproduksi. Sedangkan
kebersihan lingkungan ditinjau dari pembuangan limbah dari sisa produksi, peletakan
lokasi.
Kuesioner Implementasi GMP
Berikut ini merupakan deskripsi singkat produk keripik tempe hasil olahan
UMKM Bu Nurdjanah, seperti pada table 1. Adapun kondisi pada UMKM yang dinilai
berdasarkan Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) ditunjukkan pada table
2.
Tabel 1. Deskripsi produksi keripik tempe
Spesifikasi
Nama Perusahaan
Nama produk
Bahan baku

Pengolahan
Jenis kemasan
Karakteristik produk

Keterangan
UMKM Keripik Tempe Bu Nurdjanah
Keripik Tempe Aneka Rasa Bu Nurdjanah
Tempe, telur, garam, ketumbar, bawang putih, daun
jeruk, gula, tepung, bahan tambahan pangan:
penyedap
Proses penggorengan
Plastik
Fisik : Padat dan beraroma bumbu, berat 50gr
Kimia : Biologi: -

Umur simpan
Penggunaan produk
Konsumen

3 bulan dengan kondisi tertutup


Konsumsi langsung
Anak-anak hingga orang dewasa
4

Tabel 2. Identifikasi kondisi UMKM Bu Nurdjanah terhadap pelaksanaan SSOP


No
.
1.

Aspek SSOP

Penyimpangan

Keamanan air

2.

Kondisi kebersihan permukaan


peralatan yang kontak dengan
makanan

3.

Pencegahan kontaminasi

4.

Kebersihan pekerja

5.

Pencegahan dan perlindungan dari


pencampuran

6.

Pelabelan dan penyimpanan yang


tepat

7.

Pengendalian kesehatan karyawan

8.

Pemberantasan hama

Perlunya pemilihan alternatif sumber air yang


lainnya untuk dipergunakan sebagai campuran
bumbu
Penggunaan kertas Koran sebagi pelapis
tempat penyimpanan sementara saat produk
keluar dari penggorengan untuk ditiriskan
beberapa saat hingga dingin/kering
Produk berpotensi terkontaminasi dari pekerja,
peralatan produksi, lokasi produksi,bangunan
dan fasilitas produksi, fasilitas hygiene dan
sanitasi, dll.
Kurangnya fasilitas hygiene dan sanitasi di
dekat ruang produksi, kurangnya kesadaran
penggunaan alat-alat pendukung sanitasi
produk seperti celemek, sarung tanga, dll.
Penempatan tata letak ruangan yang kurang
rapi dan tidak sesuai urutan produksi,
penerangan yang minim
Pelabelan tidak mencantumkan keterangan
yang detail mengenai tanggal produksi, tanggal
kadaluarsa dan berat produk
Tidak ada pengawasan terhadap kesehatan
karyawan
Tidak ada penghalang dalam mencegah
serangga/hewan pengerat masuk ke dalam
ruangan produksi dan pengemasan

Pengamatan selanjutnya dilakukan terhadap proses produksi, untuk menilai


praktek

pembuatan

yang

telah

dilakukan

berdasarkan

pada

standar

Good

Manufacturing Practice (GMP). Kondisi UMKM Bu Nurdjannah dilihat berdasar


standar GMP ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Identifikasi penyimpangan aspek GMP pada produksi keripiik tempe
berdasarkan data primer (formulir observasi penerapan GMP)
No
.
1.

Aspek GMP
Lokasi/Lingkungan
Produksi

Penyimpangan

Kategori

Tempat produksi berdekatan dengan


tumpukan sampah dalam kresek yang tidak

2.

Bangunan dan fasilitas

3.

Peralatan produksi

4.

Suplai air

5.

Fasilitas dan hygiene dan


sanitasi

6.

Pengendalian hama

7.

Kesehatan dan hygiene


karyawan

8.

Pengendalian Proses

ditutup rapat, dengan dengan pencemaran


seperti debu dan hama khususnya serangga
dan hewan pengerat
- Luas ruangan tidak sesuai dengan jumlah
pekerja, tidak rapid an kurang terpelihara
kebersihannya
- Lantai dengan dinding tidak membentuk
conus sehingga sulit untuk dibersihkan
dan licin
- Kebersihan dinding yang kurang terjaga dan
kondisi mudah terkena debu, lender serta
kotoran lainnya
- Langit-langit tidak bebas dari debu, sarang
laba-lab dan kotoran lainnya sehingga
dapat mencemari ruangan produksi
- Pintu, jendela dan ventilasi berwarna kurang
terang, tidak dilengkapi kasa atau
tirai,sulit dibersihkan, ventilasi yang
kurang memadai
- Penerangan sedikit gelap, tidak ada wastafel
pencuci tangan dan perlengkapan P3K
- Ruang penyimpanan gas elpiji dengan
produk pangan tidak terpisah
Peralatan produksi mudah berkarat seperti
serok kawat dengan pegangan dari kayu,
permukaannya yang kurang halus, tata letak
peralatan tidak sesuai urutan proses
produksi, dan kebersihan/kerapian kurang
terjaga
Kurangnya suplai air yang sesuai untuk
pencampur bumbu
- Kurang tersedianya fasilitas hygiene
karyawan
- Kegiatan hygiene yang kurang terkontrol
Lubang/saluran pembuangan tempat mencuci
peralatan tidak selalu tertutup
- Tidak ada pengawasan terhadap kesehatan
karyawan
- Karyawan tidak menggunakan masker,
celemek dan sarung tangan dalam
melakukan proses produksi
- Tidak terdapat pengontrolan perlakuan
terhadap bahan dalam proses produksi dan
tidak ada pengawasan proses secara

B
C

C
C

9.

Penyimpanan

10.

Pelatihan karyawan

berkala oleh pemilik usaha terhadap


karyawan
- Tidak ada pencatatan ketentuan-ketentuan
yang berkaitan dengan proses produksi
- Tidak tertulis keterangan jelas pada label
produksi
Masih cukup baik akan tetapi penyimpanan
bahan non-pangan seperti gas elpiji dan
kardus-kardus tidak terpisah dengan produk
setelah penggorengan
Karyawan belum memiliki pelatihan
terkonsentrasi terhadap GMP

Keterangan:
B

: Baik

: Cukup baik

: Kurang baik
Dari tabel 3, masih ada beberapa

aspek

GMP

yang

dinilai

memiliki penyimpangan serius yang

dapat

menyebabkan

resiko

terhadap kualitas keamanan produk


bangunan
aspek

dan

fasilitas

tersebut
Setelah

produksi.

perlu
itu,

pangan. Aspek tersebut yaitu


Perbaikan terhadap kondisi

segera

pengamatan

pemenuhan standar keamanan pangan,

ditindaklanjuti.
dilakukan
dengan

pada

Hazard

pelaksanaan

Analysis

and

Critical Control Process (HACCP). HACCP dilakukan pada sistem produksi UMKM
Bu Nurdjanah, dengan hasil analisis sebagai berikut:
1. Identifikasi rencana penggunaan
Konsumen produk keripik tempe UMKM Bu Nurdjanah adalah dari kalangan anakanak hingga orang tua. Produk ini tidak cocok untuk bayi. Keripik tempe ini
merupakan jenis produk siap makan atau tanpa ada pengolahan lebih lanjut.
2. Penyusunan bagan alir (flow chart)
Bagan alir yang dibuat berdasarkan pengamatan terhadap proses produksi keripik
tempe dapat dilihat pada peta proses operasi atau Operation Process Chart (OPC)
dari keripik tempe yang disajikan pada gambar 1 dan tabel 4 untuk jumlah operasi
kerja pada keripik tempe.
Gambar 1. Diagram alir kripik tempe
8

Tabel 4. Jumlah operasi kerja pada produksi keripik tempe


Simbol

Kegiatan
Operasi
Inspeksi
Penyimpanan

Jumlah
6
2
1

3. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan


Konfirmasi bagan alir merupakan pengecekan ulang antara diagram alir yang sudah
dibuat dengan proses produksi yang terjadi sesungguhnya.
4. Identifikasi Bahaya
Tahap identifikasi bahaya digunakan untuk memberi gambaran mengenai potensi
bahaya yang mungkin dapat terjadi dari keseluruhan sistem produksi. Potensi bahaya
berasal dari hasil wawancara, data UMKM Bu Nurdjanah dan beberapa literatur,
diringkas pada tabel 5.

Tabel 5. Identifikasi bahaya pada proses pembuatan keripik tempe


N
o.
1.

2.

Tahapan
Proses
Pengirisan
tempe

Potensi Bahaya

Biologis:
- Kontaminasi
tangan
pekerja,
mengandung
bakteri Staphylococcus aureus
- Kontaminasi
kayu
sebagai alas pemotongan
Fisik:
- Debu, serangga, asap
kendaraan bermotor dari
lingkungan luar
Kimia: Tidak ada
Pemindahan - Biologis: kontaminasi tangan
tempe menuju
pekerja mengandung bakteri
- Fisik: serangga
dapur
- Kimia: tidak ada

3.

Pelapisan
tempe dengan
adonan
tepung

4.
5.

Penggorenga
n
Penirisan

6.

Pengemasan

Biologis:
- Kontaminasi
tangan
pekerja,
mengandung
bakteri Staphylococcus
aureus
- Adonan
tepung
terkontaminasi dengan bakteri pathogen
Fisik: tidak ada
Kimia: Tidak ada
Biologis, fisik dan kimia: tidak
ada
Biologis, fisik dan kimia: tidak ada

Biologis:
kontaminasi tangan pekerja
Fisik: debu, serangga,
asap
Kimia: tidak ada
-

Keterangan
Tempat
pengirisan
tempe
bersebelahan langsung dengan
jalan umum.
Karyawan tidak menggunakan
sarung tangan dan masker
sesuai dengan tempat produksi
pada saat proses pemotongan
Alas pemotongan menggunakan
kayu yang belum terjamin
kebersihannya

Karyawan tidak menggunakan


penutup kepala, sarung tangan
dan masker sesuai dengan
tempat produksi pada saat
proses pemindahan
Karyawan tidak menggunakan
penutup kepala, sarung tangan
dan masker sesuai dengan
tempat produksi pada saat
proses pencelupan tempe ke
adonan
Air yang digunakan pada
adonan tepung berasal dari
sumur

Alas yang digunakan sebagai


tempat penirisan adalah Koran
bekas yang diletakkan dalam
bak plastik
Karyawan tidak menggunakan
penutup kepala, sarung tangan
dan masker sesuai dengan
tempat produksi pada saat
proses pengemasan
Proses
pengemasan
masih
sederhana yaitu menggunakan
10

isolasi
sehingga
proses
penataannya
menggunakan
tangan
7.

Penyimpanan - Biologis, fisik dan kimia: tidak ada

Penyimpanan dilakukan dalam


ruang biasa dengan
menggunakan plastic, kresek
dan kardus.

Identifikasi penentuan titik kendali kritis atau critical control point pada proses
produksi keripik tempe UMKM Bu Nurdjanah dilakukan mulai dari pengirisan tempe
hingga penyimpanan. CCP dapat ditentukan dengan menggunakan pohon keputusan.
Berdasarkan identifikasi CCP, didapatkan tiga proses yang memiliki CCP yaitu
proses pengirisan tempe, pencelupan tempe ke adonan tepung dan penirisan. Berikut ini
penjelasannya:
a. Proses pengirisan tempe. Proses ini memiliki potensi bahaya yang besar, terutama
disebabkan oleh letaknya yang bersebelahan langsung dengan jalan umum, sehingga
menyebabkan banyak debu dan asap kendaraan bermotor yang berterbangan. Selain itu,
kontaminasi pekerja juga terjadi, karena kurang lengkapnya atribut seragam produksi.
Hal ini memunculkan sejumlah bakteri yang berbahaya. Kemudian alas yang digunakan
untuk mengiris tempe pun juga belum terjamin kebersihannya. Pada proses ini perlu
dilakukan pendisiplinan pekerja, pergantian alat yang tepat (sesuai fungsi awalnya) dan
perancangan ulang tata letak fasilitas.
b. Pencelupan tempe ke adonan tepung. Proses ini terjadi 2 kesalahan yang berawal dari
ketidakdisiplinan pekerja. Pertama, pekerja tidak memakai atribut lengkap yang
seharusnya dipakai pada saat proses produksi suatu makanan seperti masker dan sarung
tangan. Akibatnya makanan yang dibuat nantinya akan terkontaminasi dengan pekerja.
Kedua, pemilik memutuskan untuk memakai air sumur sebagai air untuk mencampur
adonan. Seharusnya pemilik sudah sadar akan bahaya yang dimiliki oleh air sumur
meskipun air tersebut dimasak terlebih dahulu, bahkan sesungguhnya air sumur pun
juga tak layak konsumsi. Mungkin dengan alasan untuk meminimalkan ongkos
produksi maka sang pemilik memutuskan untuk menggunakan air sumur. Pada proses
ini perlu dilakukan pendisiplinan pekerja dan sosialisasi akan bahaya air sumur ataupun
hal-hal lain yang bisa membahayakan suatu makanan apabila dikonsumsi.

11

c. Penirisan. Proses ini pekerja tidak memakai atribut lengkap yang seharusnya dipakai
pada saat proses produksi makanan. Selain itu terdapat pula potensi bahaya besar yang
mengancam yaitu penggunaan media kertas koran sebagai alas untuk meniriskan
keripik tempe dari minyak. Kertas koran yang digunakan sebagai alas atau bungkus
makanan berpotensi akan menyebarkan timbal yang dikandungnya sehingga makanan
tersebut akan sangat berbahaya bila dikonsumsi. Kedisiplinan pekerja lagi-lagi adalah
hal yang paling harus ditingkatkan di UMKM Bu Nurdjanah ini, disamping itu kegiatan
sosialisasi tentang keamanan dalam industri makanan juga harus dilakukan.
Proses yang merupakan CCP harus dilakukan dengan benar sesuai SSOP, agar
menghilangkan bahaya yang terjadi. Kelalaian pada saat melakukan beberapa proses
dapat menimbulkan bahaya pada sistem produksi. Proses yang merupakan CP juga tetap
memerlukan kontrol untuk pencegahan potensi bahaya.
Berdasarkan identifikasi bahaya dan titik kendali kritis pada produksi keripik
tempe, maka batas kritis untuk mencegah bahaya biologis, fisik dan kimiawi pada
proses pengolahan pangan dapat dilihat pada tabel 6.
Produksi keripik tempe masih terdapat beberapa proses pengerjaan yang dapat
menimbulkan terjadinya risiko terhadap olahan pangan. Risiko yang dapat terjadi antara
lain, yaitu tercemarnya olahan pangan dikarenakan karyawan yang tidak higienis,
penggunaan alat yang kurang mendukung, dan tata letak ruang produksi yang kurang
baik.
Tabel 6. Batas kritis yang ditetapkan pada CCP
Jenis Bahaya
Bahaya fisik berupa asap
debu dan serangga yang
dapat menyebarkan bakteri
Bahaya biologis berupa
tercemarnya olahan pangan
oleh bakteri Staphylococcus
aureus dan bakteri pathogen
lainnya.
Bahaya kimiawi berupa
tercemarnya olahan pangan
oleh senyawa timbal pada
kertas koran

CCP
Batas Kritis
Pada tahap pengirisan tempe, - Penggunaan kasa atau tirai
pemindahan tempe menuju
pelindung
dapur, dan pengemasan
Pada tahap pelapisan tempe - Menggunakan
pelindung
dengan adonan tepung
heigene karyawan seperti
penutup kepala, sarung
tangan, dan masker
Pada tahap penirisan keripik - Mengeringkan
minyak
tempe
dengan mesin pemutar

12

Berikut merupakan rekomendasi perbaikan yang dapat diberikan terhadap kondisi kerja
yang ada di UMKM Bu Nurdjanah, yaitu:
a. Rekomendasi terkait hygiene karyawan.
Karyawan sebaiknya menggunakan penutup kepala sebagai pelindung olahan
pangan dari rambut, masker dan sarung tangan untuk melindungi olahan pangan
dari pencemaran bakteri yang tidak diinginkan.
b. Rekomendasi terkait peralatan penunjang.
Untuk menghindari terjadinya reaksi kimia yang tidak diinginkan antara miyak
dengan senyawa timbal pada koran, maka sebaiknya keripik tempe ditiriskan
dengan menggunakan mesin pemutar minyak sebelum dikemas.
c. Rekomendasi lainnya:
-

Penataan barang yang berguna agar mudah dicari, dan aman, serta diberi
indikasi atau penjelasan tentang tempat, nama barang, dan jumlah barang
tersebut, agar pada saat akan digunakan barang tersebut mudah dan cepat
diakses. Untuk UMKM Bu Nurdjanah dengan menempatkan semua peralatan
masak-memasak kedalam suatu lemari tertentu. Harapannya ketika dibutuhkan
peralatan tersebut dapat dicari, ditemukan dan diambil dengan mudah sehingga

produktivitas dapat meningkat.


Pembersihan barang yang telah ditata dengan rapi agar tidak kotor, termasuk
tempat kerja dan lingkungan serta mesin. Untuk UMKM Bu Nurdjanah dengan
menata kembali barang-barang yang telah diberi label sepeti kain-kain tak
terpakai dikumpulkan ke sesama peralatan kebersihan seperti serokan, sapu ijuk,
sapu lidi dan lain-lain. Untuk kebersihan lantai produksi juga harus diperhatikan
dengan cara menyapu sisa keripik tempe yang tercecer atau kotoran lainnya di

lantai.
Penyadaran diri akan etika kerja seperti disiplin terhadap standar, malu
melakukan pelanggaran dan senang melakukan perbaikan. Untuk UMKM Bu
Nurdjanah perlu audit rutin tiap bulan atau tiap minggu, sehingga dapat menjaga
lingkungan kerja tetap bersih, kondusif, dan nyaman bagi pekerja dan dapat

menjaga ke higienisan produk yang diproses.


Untuk kondisi penggunaan ruang yang multifungsi, sebaiknya memisahkan
antara ruang produksi dengan ruang lainnya untuk keamanaan olahan pangan.
Perubahan yang perlu dilakukan berupa pemindahan fasilitas, yaitu menjauhkan
13

tiap fasilitas dengan kamar mandi. Pemindahan fungsi ruang dilakukan agar
meminimalisasi terjadinya kontaminasi dengan produk makanan.

14

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
- Selama tahap proses pembuatan keripik tempe mulai dari pengirisan tempe,
pemindahan tempe menuju dapur, pelapisan tempe dengan adonan tepung,
penggorengan, penirisan, pengemasan, sampai penyimpanan terdapat 3 jenis
potensi bahaya yang ditinjau dari segi biologis, fisik, dan kimia.

- Berdasarkan identifikasi CCP, didapatkan tiga proses yang memiliki CCP yaitu
-

proses pengirisan tempe, pencelupan tempe ke adonan tepung dan penirisan.


Rekomendasi untuk pengembangan sistem GMP sehingga menghasilkan
produk yang baik untuk dikonsumsi meliputi rekomendasi terkait kehigienisan
karyawan, rekomendasi terkait peralatan penunjang, dan rekomendasi lainnya.

15

DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-33642-2509100002chapter-pdf.pdf (diakses tanggal 4 April 2016)
https://www.scribd.com/doc/301446098/Form-Penilaian-Gmp-bpom.pdf
(diakses pada tanggal 28 Maret 2016)
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1998. Sistem Analisa Bahaya dan
Pengendalian

Titik

Kritis

(HACCP)

Serta

Pedoman

Penerapannya. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-4852-1998.


(diakses tanggal 4 April 2016)
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Points). Jakarta: PT. Bumi Aksara. (diakses tanggal
4 April 2016)
Yuniarti, Rahmi. , Wifqi Azlia , Dan Ratih Ardia. 2015. Penerapan Sistem
Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) Pada Proses
Pembuatan Keripik Tempe. Malang. (diakses tanggal 4 April 2016)

16

Lampiran 1. Dokumentasi
Persiapan Bahan Baku
Pengirisan tempe

Pensortiran

Pensortiran 2

Penepungan

Penirisan

Pengemasan

Pencampuran Bumbu

Pemisahan Produk

Pengemasan

Pengemasan

Setelah
Pengemasan

17

Penyimpanan di gudang
sementara

Penyimpanan Akhir

Produk Akhir Siap Jual

Tempat sampah

Kondisi depan pintu dapur

Tempat Mencuci Peralatan

Toilet selalu terbuka

Tempat peletakan Bahan


dan Pencampuran bumbu

Peralatan Produksi

18

Tempat Stok Elpiji

Kondisi Langit-langit
Dapur

Penyimpanan Kemasan

Bahan baku yang


dibiarkan terbuka

Peletakan dekat Sabun

19

Lampiran 2. Tabel kuisioner

20

21

Anda mungkin juga menyukai