Anda di halaman 1dari 15

APLIKASI PENYESUAIAN DOSIS PADA PASIEN

GANGGUAN GINJAL
A. PENGUKURAN FUNGSI GINJAL
Bersihan kreatinin telah dijadikan tetapan dalam menentukan fungsi eksresi
ginjal serta dapat digunakan untuk menentukan kecepatan aliran darah ke ginjal
sebagai fungsi dasar ginjal: filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubular dan sekresi tubular
(Guyton & Hall, 2006).
Tujuan utama penentuan indeks fungsi ginjal adalah mengukur GFR
(Glomerulus Filtration Rate) atau laju filtrasi glomerulus. Bermacammacam
metode yang digunakan untuk mengukur dan memperkirakan fungsi ginjal pada
perawatan akut dan rawat jalan. Memperkirakan GFR sangat penting sebagai awal
diagnosis dan monitoring pasien dengan gagal ginjal kronik. Perkiraan nilai bersihan
kreatinin sangat penting sebagai petunjuk penyesuaian dosis pada penurunan fungsi
ginjal (Dowling, 2008).
Cara yang paling umum digunakan dalam mengukur laju filtrasi glomerulus
adalah dengan mengukur bersihan kreatinin (Bauer, 2006). Kreatinin merupakan
hasil metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir
konstan dan dieksresikan dalam urin dengan kecepatan yang sama. Oleh karena itu,
kadarnya dalam serum hampir konstan dan berkisar 0,7 sampai 1,5 mg per 100 mL
(nilai ini pada lakilaki lebih tinggi dari pada perempuan karena massa otot lakilaki
lebih besar).
Laju bersihan kreatinin dapat diukur dengan mengumpulkan urin spesimen
dalam suatu periode waktu dan mengumpulkan sampel darah untuk menentukan
kreatinin serum pada waktu pertengahan waktu pengumpulan urin.
Laju bersihan kreatinin dapat dihitung dengan persamaan :
CrCl(in mL/min) =

UCr x Vurin
SCr x T

dimana UCr adalah konsentrasi kreatinin urin dalam mg/dL, Vurin adalah volume urin
yang dikumpulkan dalam mL, SCr adalah kreatinin serum yang dikumpulkan pada

pertengahan waktu pengumpulan urin dalam mg/dL dan T adalah waktu dalam menit
pengumpulan urin.
Karena kebiasaan urinasi yang sangat bervariasi, sebagian nefrolog
menggunakan 24 jam sebagai waktu pengumpulan urin. Pengukuran dengan cara ini
mengalami cukup banyak kesulitan, antara lain :

Pengumpulan urin yang sulit dan tidak lengkap


Pengukuran kreatinin serum yang waktunya tidak tepat
Waktu pengumpulan urin yang salah
Sehingga dihasilkan nilai bersihan kreatinin yang tidak sebenarnya. Pengukuran

yang cepat dapat dilakukan dengan menggunakan kreatinin serum. Sebagian besar
penghitungan pada pasien dengan usia lebih dari 18 tahun menggunakan rumus Cockcroft &
Gault :

CrClest =

(140-umur) BW

untuk laki-laki

72 x SCr
CrClest =

0.85 (140-umur) BW

untuk perempuan

72 x SCr
dimana CrClest adalah penafsiran bersihan kreatinin dalam mL/min, umur dalam
tahun, BW adalah berat badan dalam kg, S Cr adalah kreatinin serum. Nilai 0,85
adalah faktor koreksi untuk perempuan karena perempuan memiliki massa otot yang
lebih kecil dari pada laki-laki.
Metode dengan menggunakan rumus Cockcroft & Gault ini hanya dapat
digunakan pada pasien dengan umur lebih dari 18 tahun, pada pasien yang tidak
memiliki kelebihan berat badan dari 30 % berat badan idealnya dan pasien yang
memiliki konsentrasi kreatinin serum yang stabil.
Pada pasien dengan nilai kreatinin serum yang tidak stabil, persamaan
Cockcroft & Gault tidak dapat digunakan. Pada situasi ini, digunakan metode
alternatif yaitu rumus Jellife & Jellife. Rumus ini dapat digunakan untuk pasien yang
memiliki konsentrasi kreatinin serum yang tidak stabil. Langkah pertama dilakukan
dengan menghitung penafsiran produksi kreatinin. Rumus ini di tuliskan dalam
persamaan sebagai berikut :
Essmale = IBW[29,3-(0,203 x umur)]

atau

Essfemale = IBW[25,1-(0,175 x umur]


dimana Ess adalah nilai eksresi kreatinin, IBW adalah berat badan ideal dalam kg
dan umur dalam tahun.
Setelah didapatkan nilai penafsiran eksresi kreatinin, maka tahap selanjutnya
dilakukan perhitungan terhadap nilai koreksi produksi kreatinin dengan rumus :
Esscorrected = Ess[1,035 (0,0337 x Scrave)]
E = Esscorrected

4IBW (Scr2 Scr1)


t

CrCl (in mL/min/1.73m2) = E/(14,4 x Scrave)


dimana Scrave nilai rata-rata dua kreatinin serum yang ditentukan dalam mg/dL, Scr1
adalah kreatinin serum pertama dan Scr2 adalah kreatinin serum kedua, keduanya
dalam mg/dL, dan t selisih waktu antara pengukuran Scr1 dan Scr2 dalam menit.
Pasien yang memiliki kelebihan berat badan lebih dari 30% dari berat badan
idealnya, menggunakan pengukuran bersihan kreatinin dengan metode yang lain
yaitu dapat diukur dengan menggunakan persamaan Salazar & Corcoran sebagai
berikut :

(139 umur) [(0,285 x Wt) + (12,1 x Ht2)]

CrClest(males) =

CrClest(females) =

51 x SCr
(146 umur) [(0,287 x Wt) + (9,47 x Ht2)]
60 x SCr

dengan umur dalam tahun, wt adalah berat badan dalam kg, Ht tinggi dalam meter,
dan SCr adalah kreatinin serum dalam mg/dL.
Metode yang dapat digunakan untuk pasien anakanak dan remaja dapat
dihitung dengan persamaan berikut (Bauer, 2006):
CrClest = (ml/min/1,73 m2) = (0,45 x Ht)/ SCr

umur 0-1 tahun

CrClest = (ml/min/1,73 m2) = (0,55 x Ht)/ SCr

umur 1-20 tahun.

A. PENYESUAIAN DOSIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL.


Pasien dengan fungsi ginjal yang telah menurun dan penderita gagal ginjal
stadium akhir memiliki peningkatan risiko terhadap efek obat yang tidak diinginkan
karena obat yang diterima pasien akan memiliki masalah dalam proses eksresis obat.

Pendekatan pada literatur menyatakan konsep perubahan disposisi obat pada


pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Hal ini dideskripsikan dalam pendekatan
butuhnya penyesuaian dosis individual untuk mengoptimalkan terapi dengan efek
toksisitas yang sangat minimal yang diberikan sesuai dengan tingkat kerusakan
ginjal (Matzke, 2002).
Regimen dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dirancang
berdasarkan perubahan farmakokinetik yang terjadi pada pasien dengan fungsi ginjal
yang menurun. Secara umum, obat pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
memiliki perpanjangan waktu paruh eliminasi obat dan perubahan pada volume
distribusi obat. Beberapa pendekatan klinik melakukan penghitungan bersihan obat
berdasarkan monitoring fungsi ginjal. Dua pendekatan umum farmakokinetik untuk
penyesuaian dosis didasarkan pada bersihan obat dan waktu paruh eliminasi obat.
Penyesuaian dosis pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal
harus dibuat berdasarkan perubahan farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat
pada tiap individu pasien. Metabolit aktif obat mungkin terbentuk dan harus
memperhatikan efek farmakologi yang muncul ketika dilakukan penyesuaian dosis.
Metode berikut digunakan untuk menafsirkan regimen dosis pertama dan dosis
pemeliharaan (Shargel, et al, 2005).
1. Metode Nomogram
Nomogram ini dibuat berdasarkan konsentrasi kreatinin serum, data pasien
(tinggi, berat, umur dan jenis kelamin), dan farmakokinetik obat. Setiap nomogram
memiliki kelemahan asumsi dan database obat.
Kebanyakan metode untuk penyesuaian dosis pada penyakit ginjal
diasumsikan bahwa pada eliminasi nonrenal obat tidak berpengaruh terhadap
penurunan fungsi ginjal dan jumlah konstanta kecepatan eksresi ginjal pada pasien
uremia adalah sebanding dengan konstanta produk dan bersihan kreatinin.

Dimana

adalah konstanta kecepatan eliminasi obat nonrenal dan

adalah suatu

konstanta. Gambar 4 menunjukkan nomogram yang memprentasikan persamaan


diatas, dengan empat jenis obat, setiap obat memiliki konstanta kecepatan eksresi
ginjal yang berbeda beda.

Nomogram hubungan antara bersihan kreatinin dengan konstanta laju eliminasi obat
(Shargel et al, 2005).

Metode nomogram menetapkan dan memperkirakan rasio konstanta laju


eliminasi pada pasien uremia (k u) terhadap konstanta laju eliminasi normal (k N)
berdasarkan bersihan kreatinin. Pada metode ini, ditetapkan sederetan obat yang
dikelompokkan berdasarkan jumlah obat yang dieksresikan dalam bentuk utuh
melalui urin (fe). Berdasarkan Berdasarkan rasio k u/k
dengan persamaan.

N,

dosis uremia dapat dihitung

Konstanta laju eliminasi beberapa jenis obat (Shargel, et al , 2005)


Nomogram ini mendeskripsikan persentase perubahan konstanta laju
eliminasi normal (ordinat kiri) dan sebagai akibatnya terjadi peningkatan waktu
paruh eliminasi (ordinat kanan) sebagai fungsi dari bersihan kreatinin. Obat obat
dengan kemiringan individual, diberikan disini.
Konstanta Laju Eliminasi Berbagai Jenis Obat (Shargel, et al , 2005).

Group
A

B
C

Drug
Minocycline
Rifampicin
Lidocaine
Digitoxin
Doxycycline
Chlortetracycline
Clindamycin
Chloramphenicol
Propranolol

k N (hr 1)
0.04
0.25
0.39
0.114
0.037
0.12
0.16
0.26
0.22

k nr (hr 1)
0.04
0.25
0.36
0.10
0.031
0.095
0.12
0.19
0.16

k nr/k N%
100.0
100.0
92.3
87.7
83.8
79.2
75.0
73.1
72.8

Erythromycin
0.39
0.28
71.8
Trimethoprim
0.054
0.031
57.4
Isoniazid (fast)
0.53
0.30
56.6
Isoniazid (slow)
0.23
0.13
56.5
E
Dicloxacillin
1.20
0.60
50.0
Sulfadiazine
0.069
0.032
46.4
Sulfamethoxazole
0.084
0.037
44.0
F
Nafcillin
1.26
0.54
42.8
Chlorpropamide
0.020
0.008
40.0
Lincomycin
0.15
0.06
40.0
G
Colistimethate
0.154
0.054
35.1
Oxacillin
1.73
0.58
33.6
Digoxin
0.021
0.007
33.3
H
Tetracycline
0.120
0.033
27.5
Cloxacillin
1.21
0.31
25.6
Oxytetracycline
0.075
0.014
18.7
I
Amoxicillin
0.70
0.10
14.3
Methicillin
1.40
0.19
13.6
J
Ticarcillin
0.58
0.066
11.4
Penicillin G
1.24
0.13
10.5
Ampicillin
0.53
0.05
9.4
Carbenicillin
0.55
0.05
9.1
K
Cefazolin
0.32
0.02
6.2
Cephaloridine
0.51
0.03
5.9
Cephalothin
1.20
0.06
5.0
Gentamicin
0.30
0.015
5.0
L
Flucytosine
0.18
0.007
3.9
Kanamycin
0.28
0.01
3.6
Vancomycin
0.12
0.004
3.3
Tobramycin
0.32
0.010
3.1
Cephalexin
1.54
0.032
2.1
k N untuk pasien dengan fungsi ginjal normal, k nr untuk pasien dengan gangguan
D

fungsi ginjal k nr/k N% = persen eliminasi romal pada gangguan fungsi ginjal.
Penghitungan penyesuaian dosis menggunakan nomogram ini dilakukan

dengan membaca nilai persentase

dari nomogram sesuai dengan grafik

kelompok obat yang digunakan. Selanjutnya, setelah nilai

diketahui nilai

dapat diketahui dengan mengalikan nilai

dengan nilai

yang didapat dari

tabel berdasarkan nama obat. Selanjutnya penyesuaian dosis dapat dihitung dengan
persamaan;

Apabila interval dosis () tetap konstan, dosis pada pasien uremia selalu lebih
kecil dibandingkan dosis normal. Sebagai pengganti pengurangan dosis pada pasien
uremia, biasanya dosis tetap konstan dan interval dosis () diperpanjang berdasarkan
persamaan

Dimana u adalah interval dosis pada dosis pasien uremia dan N adalah interval dosis
untuk dosisi pada pasien dengan fungsi ginjal normal (Shargel, et al , 2005).

2. Metode fraksi eksresi obat dalam bentuk tidak berubah.


Pada kebanyakan obat, fraksi obat yang dieksresikan dalam bentuk tidak
berubah ( )telah ada dalam literatur. Tabel IV menunjukkan daftar obat dengan nilai
dan waktu paruh eliminasi. Metode

dalam menghitung penyesuaian regimen

dosis pada pasien uremia secara umum telah digunakan pada banyak obat yang telah
diketahui nilai

nya.

Fraksi Eksresi Obat Dalam Bentuk Tidak Berubah (Shargel, et al , 2005).


Obat

fe

t 1/2 normal (hr)a

Acebutolol
Asetaminofen
Acetohexamide
Allopurinol
Alprenolol
Amantadine
Amikacin
Amiloride
Amoxicillin
Amphetamine
Amphotericin B
Ampicillin
Atenolol
Azlocillin
Bacampicillin
Baclofen
Bleomycin
Bretylium
Bumetanide
Carbenicillin
Cefalothin
Cefamandole
Cefazolin
Cefoperazone
Cefotaxime
Cefoxitin
Cefuroxime
Ceftriaxone
Chloramphenicol
Chlorphentermine
Chlorpropamide
Chlorthalidone
Cimetidine
Clindamycin
Clofibrate
Clonidine
Colistin
Cytarabine
Cyclophosphamide
Dapsone
Dicloxacillin
Digitoxin
Digoxin
Disopyramide
Doxycycline
Erythromycin

0.44 0.11
0.03 0.01
0.4
0.1
0.005
0.85
0.98
0.5
0.52 0.15
0.40.45
0.03
0.90 0.08
0.85
0.6
0.88
0.75
0.55
0.8 0.1
0.33
0.82 0.09
0.52
0.96 0.03
0.80 0.13
0.20.3
0.50.6
0.88 0.08
0.92
0.65
0.05
0.2
0.2
0.65 0.09
0.77 0.06
0.09-0.14
0.110.32
0.62 0.11
0.9
0.1
0.3
0.1
0.60 0.07
0.33 0.15
0.72 0.09
0.55 0.06
0.40 0.04
0.15

2.7 0.4
2.0 0.4
1.3
28
3.1 1.2
10
2.3 0.4
82
1.0 0.1
12
360
1.3 0.2
6.3 1.8
1.0
0.9
34
1.58.9
417
3.5
1.1 0.2
0.6 0.3
0.77
1.8 0.4
2.0
11.5
0.7 0.13
1.1
0.9 0.18
2.7 0.8
120
36
44 10
2.1 1.1
2.7 0.4
13 3
8.5 2.0
3
2
5
20
0.7 0.07
166 65
42 19
7.8 1.6
20 4
1.13.5

Ethambutol
Ethosuximide
Flucytosine
Flunitrazepam
Furosemide
Gentamicin
Griseofulvin
Hydralazine
Hydrochlorothiazide
Indomethacin
Isoniazid
Rapid acetylators
Slow acetylators
Isosorbide dinitrate
Kanamycin
Lidocaine
Lincomycin
Lithium
Lorazepam
Meperidine
Methadone
Methicillin
Methotrexate
Methyldopa
Metronidazole
Mexiletine
Mezlocillin
Minocycline
Minoxidil
Moxalactam
Nadolol
Nafcillin
Nalidixic acid
Netilmicin
Neostigmine
Nitrazepam
Nitrofuraniton
Nomifensine
Oxacillin
Oxprenolol
Pancuronium
Pentazocine
Phenobarbital
Pindolol
Pivampicillin
Polymyxin B

0.79 0.03
0.19
0.630.84
0.01
0.74 0.07
0.98
0
0.120.14
0.95
0.15 0.08

3.1 0.4
33 6
5.3 0.7
15 5
0.85 0.17
23
15
2.22.6
2.5 0.2
2.611.2

0.07 0.02
0.29 0.05
0.05
0.9
0.02 0.01
0.6
0.95 0.15
0.01
0.040.22
0.2
0.88 0.17
0.94
0.63 0.10
0.25
0.1
0.75
0.1 0.02
0.1
0.820.96
0.73 0.04
0.27 0.05
0.2
0.98
0.67
0.01
0.5
0.150.22
0.75
0.05
0.5
0.2
0.2 0.05
0.41
0.9
0.88

1.1 0.2
3.0 0.8
0.5
2.1 0.2
1.8 0.4
5
22 8
14 5
3.2 0.8
22
0.85 0.23
8.4
1.8 0.2
8.2
12
0.8
18 4
4
2.53.0
16 2
0.91.0
1.0
2.2
1.3 0.8
29 7
0.3
3.0 1.0
0.5
1.5
3.0
2.5
86 7
3.4 0.2
0.9
4.5

10

Prazosin
Primidone
Procainamide
Propranolol
Quinidine
Rifampin
Salicylic acid
Sisomicin
Sotalol
Streptomycin
Sulfisoxazole
Sulfinpyrazone
Tetracycline
Thiamphenicol
Thiazinamium
Theophylline
Ticarcillin
Timolol
Tobramycin
Tocainide
Tolbutamide
Triamterene
Trimethoprim
Tubocurarine
Valproic acid
Vancomycin

0.01
0.42 0.15
0.67 0.08
0.005
0.18 0.05
0.16 0.04
0.2
0.98
0.6
0.96
0.53 0.09
0.45
0.48
0.9
0.41
0.08
0.86
0.2
0.98
0.20-0.70 (0.40 mean)
0
0.04 0.01
0.53 0.02
0.43 0.08
0.02 0.02
0.97

2.9 0.8
8.0 4.8
2.9 0.6
3.9 0.4
6.2 1.8
2.1 0.3
3
2.8
6.513
2.8
5.9 0.9
2.3
9.9 1.5
3
9 2.1
1.2
35
2.2 0.1
1.63
5.9 1.4
2.8 0.9
11 1.4
2 1.1
16 3
56

Metode Giusti-Hayton (1973) mengasumsikan bahwa efek dari penurunan


fungsi ginjal pada porsi konstanta laju eliminasi ginjal dapat diperkirakan dari
perbandingan bersihan kreatinin pasien uremia,
normal,

Dimana

terhadap bersihan kreatinin

adalah konstanta laju eksresi obat pada pasien uremia dan

eksresi ginjal normal.

11

adalah laju

Karena keseluruhan konstanta eliminasi pasien uremia,

adalah jumlah eliminasi

melalui ginjal dan bukan ginjal,

Bila fe = k N r/k N = fraksi obat yang dieksresika dalam bentuk bebas melalui urin dan
1 fe = k u nr/k N = fraksi obat yang dieksresikan bukan melalui ginjal. Disubtitusikan
kedalam persamaan diatas sehingga diperoleh persamaan Giusti Hayton. Dimana G
adalah faktor Giusti Hayton yang dapat dihitung dari fe dan rasio pada pasien
uremia terhadap bersihan normal.

atau

sehingga penyesuaian dosis dapat dihitung dengan persamaan

dimana, Du adalah dosis pada pasien uremia dan DN adalah dosis untuk fungsi ginjal
normal. Peneyesuaian dosis juga dapat dilakukan dengan mengubah interval
pemberian obat dengan persamaan :

dengan u adalah interval untuk psien uremia dan N adalah interval pada fungsi
ginjal normal (Shargel, et al , 2005)
B. Contoh Kasus
Pasien (R) berumur 75 tahun dengan berat badan 50 kg, dan tinggi sekitar
165 cm, mengalami gagal ginjal kronik dengan komplikasi diabetes mellitus dan

12

pielonefritis kronis, dirawat di RSAM Bukittinggi pada pertengahan oktober 2011


selama 15 hari. Obat yang menjadi permasalahan di sini adalah penggunaan
ceftriaxone 2x1g / hari yang diberikan oleh dokter jaga (dokter umum). Karena
merasa adanya kejanggalan, kemudian dokter konsulen penyakit dalam meminta
bantuan apoteker untuk menghitung penyesuaian dosis obat tersebut.
Data labor:

Kreatinin pasien: 12,9 (Cr. Normal <1,5 mg/dL)

Data literatur:

Fraksi dalam bentuk tidak berubah (fe) = 65%


Dosis lazim 1-2 g/ hari maksimal 4 g/hari

Penjelasan Kasus:
Pasien di atas memiliki berat badan yang hampir ideal, sehingga penghitungan
creatinin klirens menggunakan rumus Cocroft anda Gault.

(140-umur) BW

CrClest (pasien) =

72 x SCr
=

(140-75) 50
72 x 12,9

3,49 mL/menit
(140-umur) BW

CrClest (normal) =
=

72 x SCr
(140-75) 50
72 x 1,5

30,09 mL/menit

13

Untuk dosis harian 1 g/hari, penyesuaiannya adalah:

Untuk dosis harian 2 g/hari, penyesuaiannya adalah:

Untuk dosis maksimal 4 g/hari, penyesuaian dosisnya adalah:

14

Kesimpulannya: Dosis harian setelah disesuaikan menjadi 0,31 0,62 g/hari,


maksimal 1,24 g/hari.

15

Anda mungkin juga menyukai