Sering pula digunakan gabungan hasil kadar ureum darah dan kadar kreatinin darah
berupa rasio kadar ureum darah/kadar kreatinin darah untuk membantu penafsiran
hasil. Rasio 20 -35 dianggap normal bila diet biasa (tiada perubahan asupan protein)
dan tiada penurunan GFR, rasio < 20 ditafsirkan sebagai penurunan kadar ureum
disebabkan penurunan katabolisme protein atau penurunan redifusi tubular,
sedangkan rasio > 35 dianggap peningkatan kadar ureum darah disebabkan oleh
peningkatan katabolisme protein, atau penurunan perfusi tubular sehingga
meningkatkan redifusi ureum. (Thomas L, 1999) Rasio tersebut dapat dipakai
sebagai pedoman kasar untuk mengenali penyebab kelainan. Namun banyak pula
dokter klinik yang menentang penggunaan rasio tersebut dengan alasan rasio
didasarkan pada banyak faktor yang mempengaruhinya sehingga informasi tersebut
dapat menyesatkan. (Mathew TH, 2001, Oh MS, 2007)
Pada tabel 2 dan 3 dapat dilihat berbagai kelainan yang menyebabkan kenaikan dan
penurunan kadar ureum.
Tabel 2. Penyebab kenaikan kadar ureum (azotemia) (Pagana KD, 2006)
Bersihan inulin
Zat pilihan yang terbaik untuk uji bersihan adalah zat yang memenuhi syarat antara
lain bersifat eksogen (tidak ada dalam tubuh), hanya mengalami filtrasi di glomeruli
tanpa direabsorpsi maupun disekresi di tubuli, dan tentunya tidak berbahaya bagi
tubuh. Salah satu zat pilihan tersebut adalah inulin. Nilai bersihan Inulin dianggap
sesuai dengan GFR.
Rumusnya:
Bersihan Inulin = (kadar Inulin urin/kadar Inulin plasma) x (Volum urin/menit) x
(1,73/ LPT).
Namun sayangnya pemeriksaannya tidak mudah sehingga tidak dilakukan secara
rutin.
Sebaliknya ureum, kreatinin merupakan zat endogen (sudah ada dalam tubuh) dan
tidak menggambarkan nilai GFR dengan tepat. Ureum mengalami filtrasi, kemudian
sebagian direabsorpsi sehingga nilai bersihan ureum kurang dari nilai GFR
sedangkan kreatinin difiltrasi dan juga disekresi di tubuli sehingga nilai bersihan
kreatinin lebih besar daripada nilai GFR. (lihat Gambar 4) Ekskresi kreatinin dalam
urin sehari untuk laki-laki diperkirakan 19 26 mg per kg berat badan dan untuk
perempuan diperkirakan 14 21 mg per kg berat badan. (Cohen EP, 1991)
Pada keadaan yang meragukan dimana nilai bersihan kratinin dikhawatirkan tinggi
palsu maka nilai uji bersihan kreatinin dan uji bersihan ureum dapat diambil
reratanya untuk mendapatkan GFR yang (mendekati) benar. (Thomas L, 1999;
Matthew TH, 2001; Lamb E, 2006; Oh MS, 2007; Fauci AS, 2008)
Gambar 4. Empat jenis zat yang mengalami filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi di ginjal.
A. Hanya filtrasi, B. Filtrasi dan reaborpsi sebagian, C. Filtrasi dan reabsorpsi
lengkap, dan D. Filtrasi dan sekresi. (Guyton AC, 2006)
Gambar 5. Hubungan kadar kreatinin darah dengan GFR (Guyton AC, 2006)
Gangguan fungsi ginjal dapat terjadi secara akut atau kronis. Gangguan ginjal akut
dikenal sebagai gagal ginjal akut (acute renal failure = ARF) yang sekarang disebut
sebagai jejas ginjal akut (acute kidney injury = AKI). Gangguan ini biasanya lebih
nyata secara klinis. Penyakit ginjal kronis (PGK)(chronic kidney disease = CKD)
yang terjadi secara lebih lambat, didefinisikan dengan penurunan GFR sampai
kurang dari 60 ml/menit selama 3 bulan atau lebih, biasanya kurang nyata secara
klinis. Perkembangan PGK ini digambarkan dalam 6 tingkat, dari tingkat 0 sampai
dengan 6. Lihat tabel 5 .
Tabel 5. Klasifikasi Penyakit ginjal kronis
(Dimodifikasi dari National Kidney Foundation, 2002)
Klasifikasi di atas dapat dijelaskan lagi sebagai berikut, yaitu tingkat 2 gangguan
ringan, tingkat 3 gangguan sedang, tingkat 4 gangguan berat, dan tingkat 5 gagal
ginjal. Tingkat 5 dibedakan lagi, bila GFR < 5 ml/m maka disebut gagal ginjal fase
lanjut (end stage renal disease = ESRD).
Adapula yang mengunakan perbaikan nilai CCT hitung dengan luas permukaan
badan (LPT). Rumus yang diajukan oleh K/DOQI berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Modification of Diet in Renal Disease Study Group (MDRD) adalah:
Karena kadar kreatinin darah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dan rumus
dibuat berdasarkan kondisi tertentu (rumus CG didapatkan dari populasi kebanyakan
laki-laki, etnis Kaukasia), maka pada keadaan tertentu rumus tersebut tidak tepat
misalnya bila proporsi badan yang tidak normal seperti amat kurus, amat berat,
anak, orang tua, kehamilan, asites, dan lain sebagainya. Pada keadaan-keadaan
tersebut maka CCT ukur tetap diperlukan. Pada tabel 7 diperlihatkan perkiraan
rerata eGFR berdasarkan usia.
Karena kelemahan eGFR berdasarkan rumus CG atau turunannya, ada upaya untuk
mendapatkan eGF dari kadar cystatinC. Seperti juga untuk eGFR berdasarkan kadar
kreatinin maka untuk eGFR berdasarkan kadar cystatinC darah ada banyak rumus,
diantaranya sebagai berikut:
Hock pada dewasa:
GFR = -4,32 + (80,35 x 1/cystC) (a)
Catatan: kadar cystatinC dalam mg/L, (a)GFR dalam mL/menit per 1,73 m2, (b) GFR
dalam mL/menit.
Dianjurkan untuk memberikan nilai eGFR pada pelaporan kadar kreatinin atau
cystatinC agar dokter klinis, dokter keluarga, dan pasien dapat mengetahui adanya
peringatan mengenai kemungkinan sudah menurunnya fungsi ginjal yang dalam hal
ini diwakili oleh hasil eGFR. Dengan deteksi dini dan pemberian pengobatan secara
tepat maka diharapkan, dan telah terbukti berdasarkan penelitian, bahwa dicapai
penundaan timbulnya gagal ginjal pada orang dengan risiko meningkat,
memperlambat memberatnya PGK, dan menurunkan timbulnya penyakit
kardiovaskular pada pasien dengan PGK. Kebanyakan pasien dengan PGK
meninggal bukan karena gagal ginjal tetapi karena penyakit jantung. Data di Amerika
Serikat, penyakit jantung merupakan penyebab pada 40-50% pasien dengan PGK,
terjadi mulai pada tingkat 3. (NKF)
Tabel 8. Faktor risiko Penyakit Ginjal Kronis
RINGKASAN
Telah dibahas pemeriksaan uji fungsi ginjal terutama berdasarkan uji fungsi
glomeruli dengan kadar ureum, kreatinin dan cystatinC, juga rasio ureum/kreatinin,
serta fraksi ekskresi, lalu uji bersihan ureum, kreatinin dan perkiraan GFR dengan
kadar kreatinin berdasarkan rumus Cockcroft-Gault, MDRD dan juga berdasarkan
kadar cystatinC. Dengan pemeriksaan yang baik dan sistem pelaporan yang
informatif diharapkan dapat dilakukan deteksi kelainan ginjal secara dini sehingga
mencegah timbulnya penyakit di kemudian hari.
Sumber :