Sindrom Koronari 3
Sindrom Koronari 3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2.5.
Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial
infarction)?
1.2.6.
Bagaimana penatalaksanaan untuk NSTEMI (Non ST Elevation Myocardial
infarction)?
1.2.7.
Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan NSTEMI (Non ST Elevation
Myocardial infarction)?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
1.3.2
Tujuan Khusus
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina
pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI),
dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST
elevation myocardial infarction/STEMI) (Gambar 1). APTS dan NSTEMI mempunyai
patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui
penanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka
diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila penanda biokimia ini tidak meninggi, maka
diagnosis adalah APTS.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak
total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan
vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit
dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap
dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik,
beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA
yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak
aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. Angina tidak stabil (UA) dan
infark miokard non-ST elevasi (NSTEMI) adalah bagian dari sindrom koroner akut
kontinum, di mana plak pecah dan terbentuk trombosis koroner aliran darah ke daerah
miokardium. UA dan NSTEMI juga disebut sindrom koroner akut non-ST elevasi, untuk
membedakan mereka dari akut infark miokard ST elevasi (STEMI). Dalam UA dan NSTEMI,
tidak ditemukan ST elevasi dan gelombang Q patologis pada EKG. Pada pasien dengan MI
akut, alasan mengapa gelombang Q atau menjadi oklusi koroner, berhubungan dengan durasi
oklusi, sejauh mana daerah infark menjaga kelangsungan hidup selama oklusi, serta letak
pembuluh darah yang menentukan ukuran infark. Arteriografi koroner dilakukan pada 6085% kasus, dalam periode akut NSTEMI menunjukkan bahwa infark arteri yang terkait tidak
tersumbat.2-5 Hal ini merupakan alasan terhadap kurangnya kemanjuran fibrinolisis dalam
gangguan ini.
2.2. Patogenesis
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner (PJK),
salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok iskemik serta peripheral arterial
disease (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat
kompleks dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan
trombosis. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat
akumulasi beberapa bahan seperti makrofag yang mengandung foam cells, lipid ekstraselular
masif dan plak fibrosa yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini
menjelaskan aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi atau infeksi, dimana awalnya
ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty
streaks, pembentukan fibrous cups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak
aterosklerotik yang tidak stabil. Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi
memegang peranan penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung
koroner, inflamasi dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan
plak yang akhirnya mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA.
Perjalanan proses aterosklerosis (inisiasi, progresi, dan komplikasi pada plak aterosklerotik),
secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak usia anak-anak
sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam
pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis
(plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan atau
penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan
subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu
pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau
infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau
progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang
bersifat tidak stabil atau progresif yang dikenal juga dengan SKA.
sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien atau labil dan
menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 1020 menit. Bila oklusi
menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau lisis trombus yang
cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI (tidak merusak
seluruh lapisan miokard).
Trombus yang terjadi dapat lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila
oklusi menetap dan tidak dikompensasi oleh kolateral maka keseluruhan lapisan miokard
mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang
terbentuk bersifat stabil dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara
tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.4
Trombosis pada pembuluh koroner terutama disebabkan oleh pecahnya plak aterosklerotik
yang rentan akibat fibrous caps yang tadinya bersifat protektif menjadi tipis, retak dan pecah.
Fibrous caps bukan merupakan lapisan yang statik, tetapi selalu mengalami remodeling
akibat aktivitas-aktivitas metabolik, disfungsi endotel, peran sel-sel inflamasi, gangguan
matriks ekstraselular akibat aktivitas matrix metalloproteinases (MMPs) yang menghambat
pembentukan kolagen dan aktivitas sitokin inflamasi.
Perkembangan terkini menjelaskan dan menetapkan bahwa proses inflamasi memegang peran
yang sangat menentukan dalam proses patogenesis SKA, dimana kerentanan plak sangat
ditentukan oleh proses inflamasi. Inflamasi dapat bersifat lokal (pada plak itu sendiri) dan
dapat bersifat sistemik. Inflamasi juga dapat mengganggu keseimbangan homeostatik. Pada
keadaan inflamasi terdapat peningkatan konsentrasi fibrinogen dan inhibitor aktivator
plasminogen di dalam sirkulasi. Inflamasi juga dapat menyebabkan vasospasme pada
pembuluh darah karena terganggunya aliran darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah koroner juga ikut berperan pada patogenesis SKA.
Vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekat lesi atau
sebagai respon terhadap disrupsi plak dari lesi itu sendiri. Endotel berfungsi mengatur tonus
vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai
Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), prostasiklin, serta faktor kontraksi seperti
endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih
dominan dari pada faktor relaksasi. Pada plak yang mengalami disrupsi terjadi platelet
dependent vasoconstriction yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, serta
thrombin dependent vasoconstriction yang diduga akibat interaksi langsung antara zat
tersebut dengan sel otot polos pembuluh darah.
sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok
yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
2.4 Pemeriksaan Diagnostik
a)
Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in
Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupkan
prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang
buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST maupun
perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien
dengan NSTEMI.
b)
Pemeriksaan Laboratorium
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada
CK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam
dan dapat menetap sampai 2 minggu.
Stratifikasi Resiko
Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan penilaian
risiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi awal
yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgrup yang
berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya
terkait pada faktor resikonya,
Skor Resiko
Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia berat rekuren) pada
14 hari berkisar antara 5% dengan risiko 0-1, sampai 41% dengan skor risiko 6-7. Skor resiko
ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI IIB dan telah divalidasi pada
empat penelitian tambahan dan satu registry, terdapat banyak bukti yang menunjukkan
disfungsi ginjal berhubungan dengan peningkatan resiko keluaran yang buruk. Beberapa
penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition Ischemic Syndrome Management in Patien
Limited by Unstable Sign and Symptom (PRISM-PLUS). Treat Angina with Aggrastat and
Determine Cost of Therapy with invasive or Conservative Strategy (TACTICS)-TIMI 18,
DAN Global Use Strategies to Open Ocluded Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS,
kesemunya menunjukkan pasien-pasien dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah
memiliki gambaran resiko yang lebih besar dan keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi
invasive banyak bermanfaat pada pasien disfungsi ginjal, namaun memiliki resiko perdarahan
lebih banyak. Karena molekul kecil inhibitor GP IIb/IIIa dan LMWH diekskresikan lewat
ginjal. (Sudoyo Aru W, 2006)
Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan mioglobin, creatinin
kinase MB dan Troponin I memberikan stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika
menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Sabatin et al. Mempertimbangkan 3
faktor patofisiologi yang terjadi pada UA /NSTEMI yaitu :
Inflamasi vaskuler
mikroembolisasi
Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap petandapetanda seperti cardiac-spesific troponin. C-reactive protein dan brain natriuretic peptide,
berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI 18, dimana resiko relative, mortalitas 30 hari
pasien dengan bio marker 0, 1, 2, dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1,2. 1,5. 7, dan 13,0
berturut-turut. Pendekatan petanda laboratorium sebaiknya tidak digunakan sendiri-sendiri
tapi seharusnya dapat memperjelas penemuan klinis.
2.5. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali
dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi
faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi
ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak
dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Selsel ini akan mengeluarkan sel , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akansitokin proinflamasi seperti
TNF merangsang pengeluaran hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006)
2.6. Penatalaksanaan
1.
2.
I.
Harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan
segmen ST dan irama jantung.
II.
Terapi
Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI
yaitu :
Terapi antiiskemia
Terapi anti platelet/antikoagulan
Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),
Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.
1.
a.
o Nitrat ( ISDN )
Terapi Antiiskemia
o Penyekat Beta
Obat
Selektivitas
Aktivitas Agonis
Parsial
Propranolol
Tidak
Tidak
Metoprolol
Beta 1
Tidak
Atenolol
Beta 1
Tidak
50-200mg/hari
Nadolol
Tidak
Tidak
40-80mg/hari
Timolol
Tidak
Tidak
Asebutolol
Beta 1
Ya
Betaksolol
Beta 1
Tidak
10-20mg/hari
Bisoprolol
Beta 1
Tidak
10mg/hari
Esmolol (intravena)
Beta 1
Tidak
50-300mcg/kg/menit
Labetalol
Tidak
Ya
Pindolol
Tidak
Ya
1.
b.
Terapi Antitrombotik
c.
Terapi Antiplatelet
d.
Terapi Antikoagulan
e.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi invasif dini (arteriografi
koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi sebagaimana diindikasikan oleh temuan
arteriografi) dengan strategi konservatif dini (kateterisasi dan jika diindikasikan
revaskulaisasi, hanya pada yang mengalami kegagalan terhadap terapi oral/obat-obatan).
1.
III.
a.
2.
b.
Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya menjalani
arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomis, revaskularisasi dapat
dilakukan
3.
c.
Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif tapi
tanpa temuan risiko tinggi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa keperawatan : nyeri akut b.d iskemia jaringan sejunder terhadap sumbatan
arteri koroner
Tujuan
Kreteria hasil
NO INTERVENSI
RASIONAL
1.
Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas
dan beri aktivitas perlahan
dan regangan jantung serta keterbatasan
kemampuan koping dan keputusan terhadap
situasi saat ini.
2.
Bantu melakukan teknik relaksasi misalnya Membantu dalam menurunkan respon nyeri.
napas dalam/perlahan, distraksi,
visuallisasi, bimbingan imajinasi
3.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula Menigkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
nasal atau masker sesuai indikasi
pemakaian miokardia dan juga mengurangi
ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia
jaringan
4.
Kriteria hasil
No
Intervensi
1.
Anjurkan pasien menghindari peningkatan Aktivitas yang memerlukan menahan nafas dan
tekanan abdomen misalnya mengejan saat menunduk(maneuver valsava) dapat
defekasi
mengakibatkan braddikardi juga menurunkan
cuurah jantung dan takikardi dengan peningkatan
tekanan darah.
2.
3.
Rasional