PENATALAKSANAAN TULI
KONGENITAL
Oleh :
ZHANA DAISYA TRIANI
NIM. 1508434482
Pembimbing:
dr. ASMAWATI ADNAN, Sp.THT-KL
I.
DEFINISI
Tuli kongenital adalah terjadinya ketulian sebelum seorang
1.
Klasifikasi
faktor
yang
menyebabkan
tuli
menggunakan
Penyebab
tuli
pada
alat
anak
pengeras
dibedakan
bunyi
(amplifikasi).
berdasarkan
waktu
keluarganya.
Tuli
kongenital
biasanya
ditemukan
perkembangan
fungsi
kognitif
dan
akademik.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tuli kongenital sejak dini dapat membantu memperbaiki
target pengobatan tuli kongenital baru yang lebih efektif dengan intervensi
minimal. Beberapa cara penatalaksanaan tuli kongenital yaitu intervensi dini,
ABD konvensional, Bone-Anchored Hearing Device (BAHD), Implantable
Middle-Ear Devices, implan koklea, Auditory Brainstem Implant (ABI) serta
rehabilitasi audiologi dan terapi wicara.3,6
A. Intervensi dini dan pendidikan khusus6
1. Usia 0-3 tahun
Tuli kongenital akan mempengaruhi kemampuan anak untuk berbicara,
berbahasa dan bersosialisasi. Semakin dini hal ini diketahui dan diterapi
maka kemungkinan untuk terjadinya perbaikan akan semakin besar.
Intervensi usia 0-3 tahun membantu anak-anak untuk mempelajari
kemampuan berbahasa dan kemampuan penting lainnya. Anak-anak yang
berusia kurang dari 3 tahun dengan gejala tuli kongenital atau beresiko
memiliki tuli kongenital boleh mendapatkan intevensi sejak dini sebagai
usaha pencegahan.
2. Usia 3-22 tahun
Pendidikan khusus dibuat untuk usaha pengajaran dan kebutuhan
perkembangan anak dengan tuli kongenital atau anak-anak dengan
keterlambatan pertumbuhan. Usaha ini diberikan melalui sekolah.
B. Alat Bantu Dengar konvensional
Anak-anak dan bayi yang berhasil diidentifikasi menderita tuli kongenital
biasanya akan mendapatkan alat amplifikasi pada usia 3-6 bulan atau dapat
diberikan lebih cepat. Indikasi pemberian ABD konvensional pada anak-anak
adalah gangguan pendengaran (tuli) sedang hingga berat yang menyebabkan
terjadinya keterlambatan proses pertumbuhan dan perkembangan seperti
keterlambatan bicara dan gangguan pengucapan. Terdapat perbedaan pendapat
mengenai tatalaksana tuli kongenital ringan dan unilateral pada anak-anak.
Beberapa penelitian contohnya Di Colorado, Amerika Serikat mengungkapkan
ABD dengan sistem FM lebih baik untuk menangani kasus ini. Sedangkan
menurut penelitian di Inggris penggunaan alat amplifikasi juga dapat diterapkan
pada anak-anak dengan tuli kongenital sedang dan tuli kongenital berat pada
kedua telinga (bilateral).7-9
Alat amplifikasi pada anak-anak dengan gangguan tuli kongenital ringan
harus diberikan secara hati-hati terutama pada anak-anak dengan keterbelakangan
mental dan/atau dengan sindroma tertentu (contoh: gangguan penglihatan,
defisiensi mental, dan lain-lain). Kefektifan ABD konvensional tergantung dari
derajat tuli kongenital. Tatalaksana yang diberikan adalah komponen intervensi
penting karena manfaat dari alat amplifikasi dapat dirasakan dengan penggunaan
ABD yang benar dan konsisten. ABD modern menggunakan sistem digital dimana
sinyal analog akan dikumpulkan oleh mikrofon yang kemudian dikonversikan ke
dalam bentuk digital sebelum diamplifikasi atau masuk ke dalam proses lain
untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Beberapa reciever membutuhkan proses
digital untuk mengkonversikan suara kembali ke dalam bentuk sinyal analog
sebelum mengirimkan suara ke telinga, sedangkan produk lain dapat langsung
mengubah suara digital menjadi sinyal analog.
Jenis ABD tergantung pada kebutuhan penderita. ABD Behind-The-Ear
(BTE) adalah yang paling sering digunakan dan direkomendasikan untuk bayi dan
anak-anak. Alat ini dapat dengan mudah disambungkan ke sistem FM. Anak-anak
memiliki telinga yang lebih kecil daripada orang dewasa sehingga memiliki
keterbatasan dalam memberikan respon sikap ataupun verbal terhadap stimulus.
Anak-anak biasanya sangat tergantung pada alat amplifikasi untuk membentuk
respon wicara dan kata serta untuk menggambarkan lingkungan sekitarnya.
Pengawasan terhadap kemampuan komunikasi anak memiliki peran penting untuk
menentukan pengubahan ABD menjadi implantasi koklea.3
E. Implan koklea
Implan koklea adalah sebuah alat elektronik pendengaran yang memiliki
kemampuan untuk menggantikan fungsi koklea dalam mendengar dan membantu
komunikasi. Implan koklea akan menggantikan fungsi rambut getar yang terdapat
di dalam rumah siput yang sebelumnya telah rusak. Melalui implan koklea
stimulasi suara tetap dapat diterima oleh saraf pendengaran untuk selanjutnya
diteruskan ke pusat pendengaran di otak. Implan koklea memiliki bagian dalam
yang harus diletakkan ke dalam rumah siput melalui tindakan operasi, dimana
implan akan diletakkan di antara tulang tengkorak dan kulit kepala sedangkan
serabut elektroda akan dimasukkan ke dalam rongga koklea. Implan koklea terdiri
dari dua komponen: pertama, bahan eksternal atau bagian pemroses suara, bagian
ini akan menjadi pengumpul dan pemroses suara yang ada di lingkungan dan
mengirimkannya kekomponen kedua yaitu bagian implan yang akan mengirimkan
stimulus langsung ke serabut saraf dalam bentuk sinyal elektrik melewati reseptor
koklea yang tidak lagi berfungsi.
Indikasi penggunaan implan koklea berubah dari waktu ke waktu yang
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta termasuk
didalamnya
pengalaman
tenaga
kesehatan.
Impan
koklea
unilateral
kelancaran dalam pengucapan bahasa. Beberapa jenis terapi wicara yang dapat
diberikan kepada penderita gangguan pendengaran antara lain:3,6
1. Latihan organ wicara
Termasuk didalamnya latihan untuk memperkuat otot-otot bibir,
penguatan otot rahang, dan penguatan otot lidah.
2. Latihan mendengar
Terdiri dari latihan untuk membantu penderita mengenali berbagai
macam jenis suara seperti suara binatang dan bagaimana
memberikan respon yang tepat terhadap rangsangan suara dan
mengidentifikasinya.
3. Latihan bahasa
Membantu penderita untuk meningkatkan kemampuannya untuk
memahami lisan seperti memahami kata perintah dan konsep letak.
4. Latihan pengucapan
Membantu penderita mengucapkan kata-kata yang berbeda dengan
huruf awal yang sama sehingga penderita dapat membedakan cara
pengucapan masing-masing kata.
III.
PENCEGAHAN
Berdasarkan data dari WHO Childhood Hearing Loss Strategies
Meningitis
dan
Measles
yang
dapat
utnuk
10
kanak-kanak
untuk
mengidentifikasi,
merujuk
dan
terapi
tingkat
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
manajemen kesehatan indera penglihatan dan pendengaran.
Kementerian Kesehatan: Jakarta. 2006. Hlm.6-7. Diakses pada 9
Juni
2016.
Dari:
http://www.dinkesjatengprov.go.id
/v2010/dokumen/2014/SDK/Mibangkes/perundangan/Bina%20Gizi%20dan
%20KIA/2006/KMK%20No.%20428%20ttg%20Manajemen%20Kesehatan
%20Indera%20Penglihatan%20dan%20Pendengaran.pdf
2. Ha K, Punagi AQ, Perkasa MF. Analisis pedigree gangguan pendengaran
dan ketulian pada penduduk Dusun Sepang, Desa Tenggelang, Kecamatan
Luyo Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat[Thesis]. Diakses pada 9
Juni
2016.
Dari:
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/6581b7b8d3b8d5b6c592731c
3bcb1418.pdf.
3. Paludetti G, Conti G, Nardo WD, Corso ED, Rolesi R, Picciotti PM et al.
Infant hearing loss: from diagnosis to therapy. ACTA otorhinolaryngologica
italica: 2012;32.p.347-70. Diakses pada 9 Juni 2016. Dari:
www.ncbi.nlm.nih .gov/.
4. Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan
pendengaran pada bayi dan anak. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi
Keenam. Buku Penerbit FKUI: Jakarta. 2007. Hlm.31-42.
12
13
16. Aventurine. Hearing trough their brains. Diakses pada 09 juni 2016. Dari:
http://www.aventurine.com/hearing-through-their-brains/
17. World Health Organization. Childhood hearing loss: Strategies for
prevention and care. World Health Organization: Geneva, Swiss. 2016.p.10-5.
Diakses pada 09 juni 2016. Dari: http://www.who.int/pbd/deafness/en/.
14