Anda di halaman 1dari 15

Referat

PENATALAKSANAAN TULI
KONGENITAL

Oleh :
ZHANA DAISYA TRIANI
NIM. 1508434482

Pembimbing:
dr. ASMAWATI ADNAN, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2016
PENATALAKSANAAN TULI KONGENITAL

I.

DEFINISI
Tuli kongenital adalah terjadinya ketulian sebelum seorang

anak dapat berbicara dan berbahasa (pralingual) biasanya terjadi


pada saat anak baru lahir akibat faktor-faktor yang terjadi
selama proses kehamilan ataupun pada saat persalinan. Tuli
congenital bersifat genetik maupun non genetik dan sebagaian
besar merupakan jenis tuli saraf. Berdasarkan penelitian pada
bayi yang tuli sejak lahir berikut pada Tabel 1 dipaparkan
beberapa faktor penyebab tuli konduktif dan tuli sensorineural
kongenital. 1-3
Tabel

1.

Klasifikasi

faktor

yang

menyebabkan

tuli

konduktif dan sensorineural kongenital.3

Tuli dibedakan menjadi 2 jenis yaitu tuli sebagian (hearing


impaired) ialah berkurangnya fungsi organ pendengaran namun
penderita masih dapat diajak untuk berkomunikasi dua arah
dengan atau tanpa alat bantu dengar. Jenis tuli lainnya yaitu tuli
total (deaf) ialah terganggunya fungsi organ pendengaran secara
keseluruhan sehingga pasien tidak dapat diajak berkomunikasi
meskipun

menggunakan

Penyebab

tuli

pada

alat

anak

pengeras
dibedakan

bunyi

(amplifikasi).

berdasarkan

waktu

terjadinya gangguan pendengaran yaitu masa prenatal, perinatal


dan postnatal. Dalam keadaan normal seorang anak dapat diajak
berkomunikasi secara efektif sejak usia 18 bulan, keterlambatan
setelahnya dapat digunakan sebagai dasar untuk mendeteksi
adanya gangguan pendengaran.2,3
Fungsi organ pendengaran pada bayi sangat kompleks dan
bervariasi terutama pada awal masa perkembangan yang akan
mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. Tuli kongenital
akan menjadi gangguan seumur hidup untuk anak itu sendiri
maupun

keluarganya.

Tuli

kongenital

biasanya

ditemukan

bersamaan dengan gangguan berbicara, gangguan bahasa,


gangguan

perkembangan

fungsi

kognitif

dan

akademik.

Pemeriksaan organ pendengaran untuk mengetahui adanya tuli kongenital pada


anak lebih sulit daripada pemeriksaan biasa pada orang dewasa. Proses
pendengaran pada anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut aspek
tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi dan
audiologi. Pemeriksa diharapkan dapat mendeteksi gangguan pada kelompok usia
ini sedini mungkin. Orang tua biasanya baru menyadari adanya gangguan
pendengaran pada anak setelah anaknya tidak merespon ketika dipanggil dengan
suara keras atau mengalami keterlambatan berbicara, kebanyakan dari orang tua
pada awalnya mengira anak mereka menderita autis atau hiperaktif karena sangat
sulit untuk diatur.3-5
II.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tuli kongenital sejak dini dapat membantu memperbaiki

gangguan bahasa dan berbicara pada penderita. Penatalaksanaan tuli sensorineural


pada anak-anak dan bayi menjadi suatu tantangan baru bagi tenaga medis. Hasil
penelitian saat ini masih menyarankan penggunaan Alat Bantu Dengar (ABD) dan
impalan koklea sebagai penatalaksanaan tuli kongenital. Perkembangan ilmu
mengenai genomik manusia dan biologi molekuler saat ini memberikan
kesempatan bagi peneliti untuk menemukan mekanisme dan gen penyebab tuli
kongenital. Hal ini membuka kesempatan bagi para peneliti untuk menemukan
2

target pengobatan tuli kongenital baru yang lebih efektif dengan intervensi
minimal. Beberapa cara penatalaksanaan tuli kongenital yaitu intervensi dini,
ABD konvensional, Bone-Anchored Hearing Device (BAHD), Implantable
Middle-Ear Devices, implan koklea, Auditory Brainstem Implant (ABI) serta
rehabilitasi audiologi dan terapi wicara.3,6
A. Intervensi dini dan pendidikan khusus6
1. Usia 0-3 tahun
Tuli kongenital akan mempengaruhi kemampuan anak untuk berbicara,
berbahasa dan bersosialisasi. Semakin dini hal ini diketahui dan diterapi
maka kemungkinan untuk terjadinya perbaikan akan semakin besar.
Intervensi usia 0-3 tahun membantu anak-anak untuk mempelajari
kemampuan berbahasa dan kemampuan penting lainnya. Anak-anak yang
berusia kurang dari 3 tahun dengan gejala tuli kongenital atau beresiko
memiliki tuli kongenital boleh mendapatkan intevensi sejak dini sebagai
usaha pencegahan.
2. Usia 3-22 tahun
Pendidikan khusus dibuat untuk usaha pengajaran dan kebutuhan
perkembangan anak dengan tuli kongenital atau anak-anak dengan
keterlambatan pertumbuhan. Usaha ini diberikan melalui sekolah.
B. Alat Bantu Dengar konvensional
Anak-anak dan bayi yang berhasil diidentifikasi menderita tuli kongenital
biasanya akan mendapatkan alat amplifikasi pada usia 3-6 bulan atau dapat
diberikan lebih cepat. Indikasi pemberian ABD konvensional pada anak-anak
adalah gangguan pendengaran (tuli) sedang hingga berat yang menyebabkan
terjadinya keterlambatan proses pertumbuhan dan perkembangan seperti
keterlambatan bicara dan gangguan pengucapan. Terdapat perbedaan pendapat
mengenai tatalaksana tuli kongenital ringan dan unilateral pada anak-anak.
Beberapa penelitian contohnya Di Colorado, Amerika Serikat mengungkapkan
ABD dengan sistem FM lebih baik untuk menangani kasus ini. Sedangkan
menurut penelitian di Inggris penggunaan alat amplifikasi juga dapat diterapkan

pada anak-anak dengan tuli kongenital sedang dan tuli kongenital berat pada
kedua telinga (bilateral).7-9
Alat amplifikasi pada anak-anak dengan gangguan tuli kongenital ringan
harus diberikan secara hati-hati terutama pada anak-anak dengan keterbelakangan
mental dan/atau dengan sindroma tertentu (contoh: gangguan penglihatan,
defisiensi mental, dan lain-lain). Kefektifan ABD konvensional tergantung dari
derajat tuli kongenital. Tatalaksana yang diberikan adalah komponen intervensi
penting karena manfaat dari alat amplifikasi dapat dirasakan dengan penggunaan
ABD yang benar dan konsisten. ABD modern menggunakan sistem digital dimana
sinyal analog akan dikumpulkan oleh mikrofon yang kemudian dikonversikan ke
dalam bentuk digital sebelum diamplifikasi atau masuk ke dalam proses lain
untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Beberapa reciever membutuhkan proses
digital untuk mengkonversikan suara kembali ke dalam bentuk sinyal analog
sebelum mengirimkan suara ke telinga, sedangkan produk lain dapat langsung
mengubah suara digital menjadi sinyal analog.
Jenis ABD tergantung pada kebutuhan penderita. ABD Behind-The-Ear
(BTE) adalah yang paling sering digunakan dan direkomendasikan untuk bayi dan
anak-anak. Alat ini dapat dengan mudah disambungkan ke sistem FM. Anak-anak
memiliki telinga yang lebih kecil daripada orang dewasa sehingga memiliki
keterbatasan dalam memberikan respon sikap ataupun verbal terhadap stimulus.
Anak-anak biasanya sangat tergantung pada alat amplifikasi untuk membentuk
respon wicara dan kata serta untuk menggambarkan lingkungan sekitarnya.
Pengawasan terhadap kemampuan komunikasi anak memiliki peran penting untuk
menentukan pengubahan ABD menjadi implantasi koklea.3

Gambar 1. Berbagai bentuk ABD10


C. Bone-Anchored Hearing Device (BAHD)
Prinsip Bone-Anchored Hearing Aid (BAHA) adalah adanya konduksi
suara yang akan melewati tulang-tulang pendengaran melalui percutaneous
osseointegrated implant. Indikasi BAHA termasuk atresia aural kongenital dan
mikrotia serta tuli berat pada telinga unilateral dan campuran. BAHA dapat juga
digunakan pada anak-anak dengan OMSK, OME dan traumatic ossicular chain
disruption yang gagal dengan terapi konvensional. Salah satu jenis BAHA
menggunakan protesis dari titanium yang ditanamkan ke dalam tulang tengkorak
dengan sedikit bagian terpapar di luar kulit. Sebuah prosesor suara akan
diletakkan pada bagian yang terpapar tersebut dan akan mentransmisikan getaran
suara ke prostetik titanium di dalam tulang tengkorak. Komplikasi tersering dari
BAHA adalah terjadinya reaksi inflamasi pada jaringan lunak. BAHA
diindikasikan pada anak-anak dengan usia minimal 3 tahun saat penanaman alat
dengan atau tanpa penipisan tulang kortikal 3 mm yang dilihat melalui CT
SCAN.9,15

Gambar 2. Bone-Anchored Hearing Device (BAHD)12


D. Implantable middle-ear devices
Alat ini akan menstimulasi osikel dan memberikan kenyamanan pada
pengguna dengan memberikan kesempatan kanalis auditorius untuk tetap terbuka
sehingga tidak mudah terjadi oklusi. Implantasi middle-ear devices diindikasikan
pada pasien yang berusia 18 tahun atau lebih sebagai salah satu alternatif
pengganti ABD konvensional untuk individu yang tidak dapat menggunakan ABD
konvensional atau menolak penggunaanya. Implantasi middle-ear devices dibuat
untuk pasien dengan tuli sensorineural ringan hingga berat.3

Gambar 3. Implantable middle-ear devices13

E. Implan koklea
Implan koklea adalah sebuah alat elektronik pendengaran yang memiliki
kemampuan untuk menggantikan fungsi koklea dalam mendengar dan membantu
komunikasi. Implan koklea akan menggantikan fungsi rambut getar yang terdapat
di dalam rumah siput yang sebelumnya telah rusak. Melalui implan koklea
stimulasi suara tetap dapat diterima oleh saraf pendengaran untuk selanjutnya
diteruskan ke pusat pendengaran di otak. Implan koklea memiliki bagian dalam
yang harus diletakkan ke dalam rumah siput melalui tindakan operasi, dimana
implan akan diletakkan di antara tulang tengkorak dan kulit kepala sedangkan
serabut elektroda akan dimasukkan ke dalam rongga koklea. Implan koklea terdiri
dari dua komponen: pertama, bahan eksternal atau bagian pemroses suara, bagian
ini akan menjadi pengumpul dan pemroses suara yang ada di lingkungan dan
mengirimkannya kekomponen kedua yaitu bagian implan yang akan mengirimkan
stimulus langsung ke serabut saraf dalam bentuk sinyal elektrik melewati reseptor
koklea yang tidak lagi berfungsi.
Indikasi penggunaan implan koklea berubah dari waktu ke waktu yang
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta termasuk
didalamnya

pengalaman

tenaga

kesehatan.

Impan

koklea

unilateral

direkomenasikan untuk anak-anak dengan tuli kongenital berat hingga sangat


berat yang didefinisikan sebagai peningkatan ambang batas dengar yang lebih dari
90 dB pada frekuensi 2-4 kHz tanpa menggunakan ABD atau dengan
menggunakan ABD, tetapi efeknya tidak ada. Tidak adanya efek penggunaan
ABD dilihat dari ketidakmampuan anak untuk berbicara, berbahasa dan tidak
memiliki kemampuan mendengarkan yang baik sesuai dengan usia, tingkatan
pertumbuhan dan kemampuan kognitifnya. Usia penderita antara 12 bulan hingga
17 tahun, tidak ditemukan kontraindikasi medis Ketentuan tambahan lainnya
adalah, anak yang akan diberikan implan koklea setidaknya telah mencoba ABD
konvensional selama minimal selama 3 bulan. Kontraindikasi impalan koklea
adalah tuli akibat kelainan pada jalur saraf pusat , proses penulangan pada koklea
dan tidak berkembangnya koklea.3

Gambar 4. Implan koklea14


F. Auditory Brainstem Implant (ABI)
ABI memiliki bentuk dan fungsi yang hamper mirip dengan implan
koklea, perbedaan keduanya yaitu pada ABI elektroda tidak diletakkan pada
rambut getar rumah siput melainkan diletakkan pada nukleus koklear di batang
otak. ABI dibuat untuk individu yang mengalami tuli akibat tidak berfungsinya
nervus auditorius misalnya akibat aplasia nervus VIII, fraktur tulang temporal,
schwanoma vestibular bilateral (neurofibromatosis tipe 2) atau osifikasi berat ari
koklea dan modiolus. Keterbatasan kerja ABI dipengaruhi oleh selektivitas
stimulasi yang rendah hal ini bergantung pada posisi elektoda pada permukaan
batang otak yang akan memungkinkan terjadinya interaksi antar elektroda pada
lapangan elektrik yang luas. Tonotopiksitas akan hilang dari batang otak dan
korteks. FDA mengeluarkan ijin penggunaan alat ini untuk individu yang berusia
minimal 12 tahun atau lebih dengan Neurofibromatosis tipe 2 positif. Penelitian
dan pelaporan mengenai angka keberhasilan terapi ABI untuk terapi tuli
kongenital masih lebih rendah bila dibandingkan dengan implan koklea, dimana
terdapat juga penelitian yang melaporkan tidak semua pasien ABI mengalami
perkembangan wicara.15

Gambar 5. Cara kerja Auditory Brainstem Implant (ABI)16


G. Rehabilitasi audiologi dan terapi wicara
Rehabilitasi adalah salah satu tatalaksana penting pada penderita tuli
kongenital. Rehabilitasi audiologi adalah proses pelatihan dan penatalaksanaan
untuk memperbaiki kelainan pendengaran pada anak. Dimana proses rehabilitasi
ini terfokus pada pengembalian kemampuan yang hilang pada anak, meskipun
pada anak-anak kemampuan wicara tidak diletakkan pada fokus pertama.
Rehabilitasi bergantung pada kebutuhan setiap anak dan berdasarkan faktor-faktor
lain seperti usia anak, derajat gangguan pendengaran, usia ketika tuli pertama kali
muncul dan teridentifikasi, jenis tuli kongenital dan alat bantu yang digunakan.
Rehabilitasi audiologi termasuk beberapa kemampuan yang berbeda pada anak
yaitu pembentukan bahasa, pelatihan mendengar dan penggunaan ABD yang
benar sehingga anak dapat berinteraksi dengan wajar terhadap lingkungan
sekitarnya.3
Terapi wicara bergantung pada metoda komunikasi yang digunakan dalam
keluarga terhadap anak. Terapi wicara diberikan kepada anak atau orang dewasa
yang mengalami gangguan bicara, kelainan kemampuan bahasa, irama dan

kelancaran dalam pengucapan bahasa. Beberapa jenis terapi wicara yang dapat
diberikan kepada penderita gangguan pendengaran antara lain:3,6
1. Latihan organ wicara
Termasuk didalamnya latihan untuk memperkuat otot-otot bibir,
penguatan otot rahang, dan penguatan otot lidah.
2. Latihan mendengar
Terdiri dari latihan untuk membantu penderita mengenali berbagai
macam jenis suara seperti suara binatang dan bagaimana
memberikan respon yang tepat terhadap rangsangan suara dan
mengidentifikasinya.
3. Latihan bahasa
Membantu penderita untuk meningkatkan kemampuannya untuk
memahami lisan seperti memahami kata perintah dan konsep letak.

4. Latihan pengucapan
Membantu penderita mengucapkan kata-kata yang berbeda dengan
huruf awal yang sama sehingga penderita dapat membedakan cara
pengucapan masing-masing kata.
III.

PENCEGAHAN
Berdasarkan data dari WHO Childhood Hearing Loss Strategies

For Prevention and Care 2016 gangguan pendengaran dapat dicegah


dengan melakukan pencegahan primer, antara lain:17
a. Meningkatkan program imunisasi untuk mencegah
virus penyebab infeksi seperti Rubella kongenital,
Mumps,

Meningitis

dan

Measles

yang

dapat

menyebabkan terjadinya tuli kongenital.


b. Meningkatkan program kesehatan ibu dan anak

utnuk

pencegahan berat badan lahir rendah, prematuritas, asfiksia,


infeksi CMV kongenital dan jaundice pada neonates.
c. Membentuk organisasi penderita tuli dengan dukungan dari orang
tua dan keluarga penderita.

10

d. Melakukan skrining fungsi pendengaran pada anak dan bayi baru


lahir dan memulai intervensi dini untuk mengidentifikasi dan
memberikan tatalaksana yang tepat pada penderita tuli kongenital.
e. Membentuk skrining pendengaran berbasis sekolah dasar dan
taman

kanak-kanak

untuk

mengidentifikasi,

merujuk

dan

melakukan tatalaksana terhadap gangguan telinga yang umum


terjadi dan tuli kongenital.
f. Melatih tenaga kesehatan primer mengenai gangguan telinga,
diagnose awal tuli dan pilihan terapi.
g. Melatih dokter THT, audiolog dan tenaga kesehatan professional
lain (seperti perawat), terapis dan guru untuk memberikan
perawatan dan penatalaksanaan yang dibutuhkan.
h. Membuka
akses
untuk
mendapatkan

terapi

pendidikan, komunikasi dan alat bantu dengar.


i. Memperketat peraturan dan pengawasan terhadap
obat-obatan yang bersifat ototoksik.
j. Membuat peraturan dan mengawasi

tingkat

kebisingan terutama pada area publik dan tempat


rekreasi.
k. Meningkatkan kepedulian masyarakat dan tenaga
kesehatan mengenai bahaya tuli kongenital.

11

DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
manajemen kesehatan indera penglihatan dan pendengaran.
Kementerian Kesehatan: Jakarta. 2006. Hlm.6-7. Diakses pada 9
Juni
2016.
Dari:
http://www.dinkesjatengprov.go.id
/v2010/dokumen/2014/SDK/Mibangkes/perundangan/Bina%20Gizi%20dan
%20KIA/2006/KMK%20No.%20428%20ttg%20Manajemen%20Kesehatan
%20Indera%20Penglihatan%20dan%20Pendengaran.pdf
2. Ha K, Punagi AQ, Perkasa MF. Analisis pedigree gangguan pendengaran
dan ketulian pada penduduk Dusun Sepang, Desa Tenggelang, Kecamatan
Luyo Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat[Thesis]. Diakses pada 9
Juni
2016.
Dari:
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/6581b7b8d3b8d5b6c592731c
3bcb1418.pdf.
3. Paludetti G, Conti G, Nardo WD, Corso ED, Rolesi R, Picciotti PM et al.
Infant hearing loss: from diagnosis to therapy. ACTA otorhinolaryngologica
italica: 2012;32.p.347-70. Diakses pada 9 Juni 2016. Dari:
www.ncbi.nlm.nih .gov/.
4. Suwento R, Zizlavsky S, Hendarmin H. Gangguan
pendengaran pada bayi dan anak. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi
Keenam. Buku Penerbit FKUI: Jakarta. 2007. Hlm.31-42.

12

5. Azwar. Deteksi dini gangguan pendengaran pada anak. Jurnal Kedokteran


Syiah Kuala: 1 April 2013; Vol.13(1). Hlm.59-64. Diakses pada 9 Juni 2016.
Dari: www.ncbi.nlm.nih.gov/.
6. Centers for Disease Control and Prevention. Hearing loss in
children. In: Treatment and intervention services. Diakses
pada
9
Juni
2016.
Dari:
http://www.cdc.gov/ncbddd/hearingloss/language.html.
7. Joint Committee on Infant Hearing (JCIH). JCIH Year 2007 position
statement: Principles and guidelines for early hearing detection and
intervention programs. Pediatics: October 2007;Vol.120(4).p.898-921. Diakses
pada 9 Juni 2016. Dari: www.ncbi.nlm.nih.gov/.
8. Fitzpatrick EM, Durieux-Smith A, Whittingham J. Clinical practice for
children with mild bilateral and unilateral hearing loss. Ear Hear: June
2010;Vol.31(3).p.392-400.
Diakses
pada
9
Juni
2016.
Dari:
www.ncbi.nlm.nih.gov/.
9. Doshi J, Sheehan P, McDermott AL. Bone anchored hearing aids in children:
an update. J Pediatr Otorhinolaryngol: May 2012;Vol.76(5).p.618-22. Diakses
pada 9 Juni 2016. Dari: www.ncbi.nlm.nih.gov/.
10. Medicalopedia. The Future Is Here: 7 Hearing Aids Your Grandfather Couldnt
Have
Imagined.
Diakses
pada
09
Juni
2016.
Dari
http://medicalopedia.org/4720/the-future-is-here-7-hearing-aids-yourgrandfather-couldnt-have-imagined/
11. Marsella P, Scorpecci A, Pacifico C, Presuttari F, Bottero S. Pediatric
BAHA in Italy: The Bambino Ges Childrens Hospitals experience. Eur
Arch Otorhinolaryngol: February 2012;Vol.269(2):467-74. Diakses pada 9
Juni 2016. Dari: www.ncbi.nlm.nih.gov/.
12. Medcity News. Medical devices. Diakses pada 09 Juni 2016. Dari
http://medcitynews.com/2012/09/sophono-raises-7m-series-b-rolls-out-newfeatures-of-bone-conduction-hearing-device/
13. Hearing Institute of Chicago. Hearing implans. Diakses
pada 09 Juni 2016. Dari: http://www.chicagoear.com/Hearing
%20Implants/vibrant_soundbridge. html
14. Matahari Bunda. Apa itu implant koklea?. Diakses pada 09 Juni 2016.
Dari: http://terapianak.com/apa-itu-implan-koklea/
15. Shannon RV . Advances in auditory prostheses. Curr Opin Neurol.
February 2012; Vol.25(1).p.6166. Diakses pada 9 Juni 2016. Dari:
www.ncbi.nlm.nih.gov/.

13

16. Aventurine. Hearing trough their brains. Diakses pada 09 juni 2016. Dari:
http://www.aventurine.com/hearing-through-their-brains/
17. World Health Organization. Childhood hearing loss: Strategies for
prevention and care. World Health Organization: Geneva, Swiss. 2016.p.10-5.
Diakses pada 09 juni 2016. Dari: http://www.who.int/pbd/deafness/en/.

14

Anda mungkin juga menyukai