Jurnal APOTEMA 4 PDF
Jurnal APOTEMA 4 PDF
DEWAN REDAKSI
Pimpinan Umum
Abdur Rosyid
Penanggungjawab
Sunardjo
Mitra Bestari
Siti M. Amin, Suhudi, Tatag Yuli Eko Siswono, Hartanto
Sunardi
Pimpinan Redaksi
Dwi Ivayana Sari
Bendahara
R.A Rica Wijayanti
Sekretaris
Nur Aini S
Redaktur Pelaksana
Buaddin Hasan, Enny Listiawati, Zaiful Ulum
Produksi dan Pemasaran
Zainudin
Layout dan Desain
Moh. Affaf
Dewan Redaksi|i
DAFTAR ISI
Halaman
DEWAN REDAKSI I
DAFTAR ISI Ii
KATA PENGANTAR REDAKSI Iii
PEDOMAN PENULISAN Iv
STANDAR MUTU ARTIKEL Vii
uji syukur kepada Allah S.W.T., Jurnal APOTEMA (disingkat JA) edisi
P ketempat akhirnya bisa terbit pada Juli 2016. Edisi ini menyajikan berbagai
macam isu: peningkatan aktivitas siswa, hasil belajar siswa model temuan
terbimbing, metode kerja kelompok, kooperatif jigsaw, pemahaman pada
masalah kalimat matematika, penerapan model TGT, penerapan model
investigasi, perbandingan TTS dengan jigsaw dan efektifitas model cooperative
problem solving, namun dari semua isu kajian edisi ini tetap memberi gambaran
tentang perkembangan pendidikan matematika di bumi nusantara tercinta.
JA memiliki mitra bestari kalangan akademisi yang kompeten dalam bidang
kajian pendidikan, terutama pendidikan matematika. Mitra bestari tersebut adalah:
(1) Prof. Dr. Siti M. Amin, M.Pd (Guru Besar Pendidikan Matematika Unesa), (2)
Dr. Suhudi, M.Pd (Dekan FKIP Undar), (3) Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd
(Dekan FMIPA Unesa), dan (4) Prof.Drs. Hartanto Sunardi, ST. S.Si, M.Pd (Guru
Besar Pendidikan Matematika UNIPA). Kepada mitra bestari, kami dewan redaksi
JA mengucapkan terima kasih atas perkenan dan kesediaannya terlibat dalam
penerbitan jurnal ini.
Terakhir, dewan redaksi berharap semoga jurnal ini dapat menjadi media
publikasi bagi penstudi pendidikan matematika dan memberikan sumbangan
pengetahuan ilmiah kepada praktisi pendidikan matematika dan kalangan lain
sehingga pendidikan matematika semakin berkembang dan maju di tanah air
tercinta.
Selamat membaca JA edisi ini!
Bangkalan, 18 Juli 2016
Pimpinan redaksi,
Daftar Isi|iv
PEDOMAN PENULISAN
edoman Penulisan ini merupakan panduan penulisan artikel di JA. Tata cara
Pedoman Penulisan | v
Pedoman Penulisan|vi
Abdur Rachman
Dari data ini maka dapat SMA agar benar-benar memahami dan
dikatakan bahwa pengajaran dengan melaksanakan strategi mengajar yang
sistem group investigasi memang bervariasi, sehingga siswa akan lebih
positif meningkatkan keaktifan siswa bergairah untuk belajar dan selanjutnya
dalam pembelajaran. memungkinkan siswa mencapai hasil
belajar yang maksimal.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di DAFTAR PUSTAKA
atas maka dapat disimpulkan bahwa Cowell Nick dan Gardner Roy
penggunaan metode group investigasi (Penerjemah : Sjah Setiani D),
dapat meningkatkan aktifitas 1995, Teknik Mengembangkan
pembelajaran siswa, terutama kelas X- Guru dan Siswa, Grasindo,
MIA.6 khususnya pelajaran Jakarta
Matematika. Penggunaan metode group Kock Heinz, 1991, Saya Guru Yang
investigasi dalam pembelajaran Baik, Kanisius, Yogyakarta
matematika dapat mengurangi Sanjaya Wina, 2007, Strategi
kejenuhan siswa, karena siswa aktif Pembelajaran Berorientasi
untuk bertanya, menjawab pertanyaan, Standar Proses Pendidikan,
mencatat, berdiskusi, bekerja Jakarta
kelompok. Siswa merasa dirinya Suwandi, 2006, Prosedur Penelitian
mendapat perhatian dan kesempatan Tindakan Kelas, Kediri, Jawa
untuk menyampaikan pendapat, Timur
gagasan, ide dan pertanyaan. Wiryawan Sri Anitah dan Th Noorhadi,
1999, Strategi Belajar Mengajar,
Saran UT
Akhirnya peneliti menyarankan Yamin Martinis, 2007, Kiat
kepada para guru yang mengajar di Membelajarkan Siswa, Jakarta
Agus Subaidi
Wardatul Maufiroh
Arlina
Tabel 2 Hasil Analisis Tes Formatif dengan lain jenis dalam kelompok
Siklus I tersebut.
Berdasarkan hasil analisis
Aspek Perolehan Hasil evaluasi belajar pada tindakan siklus I,
diperoleh nilai rata-rata persentase daya
Skor tertinggi serap siswa adalah 69,26% dan
86,67 ketuntasan belajar secara klasikal
Skor terendah mencapai 55,56% dari 18 orang siswa.
53,33 Hal ini menunjukkan bahwa belum
dapat memberikan hasil yang optimal
Nilai rata-rata siswa
69,26 sesuai taraf keberhasilan yang telah
direncanakan, yaitu 80% dari jumlah
Banyaknya siswa yang siswa mendapat nilai rata-rata 65,0.
tuntas 10 Oleh karena itu, peneliti bersama-sama
dengan guru (mitra) menyepakati untuk
Banyaknya siswa yang merefleksi kembali kekurangan-
tidak tuntas 8
kekurangan yang terjadi pada tindakan
siklus I dan melanjutkan pada tindakan
Persentase ketuntasan siklus selanjutnya.
55,56%
secara klasikal Siklus 2
Hasil analisis data observasi
Sesuai hasil analisis data dari aktivitas siswa dan guru selama
soal evaluasi I diperoleh skor rata-rata kegiatan pembelajaran berlangsung,
69,25 dengan skor minimal yang seperti terlihat pada Tabel 3 di bawah
dicapai siswa adalah 53,33 dan skor ini:
tertinggi 86,67. Dari hasil analisis data Tabel 3 Hasil Analisis
pada Tabel 2 di atas menunjukkan Observasi Aktivitas Guru dan Siswa
persentase ketuntasan belajar secara Siklus II
klasikal, yaitu 55,56% dari 18 siswa. Obse Skor Jum Perse Krite
Refleksi Siklus 1 rvasi Maks lah ntase ria
Setelah memperhatikan hasil imal skor
analisis data pada tindakan siklus I, Aktivi
Sanga
mulai dari hasil analisis pengamat tas 100 99 99%
t Baik
terhadap aktivitas peneliti sebagai guru, Guru
aktivitas siswa dalam pembelajaran, Aktivi
98,18 Sanga
telah menunjukkan tarap keberhasilan tas 110 108
% t baik
berturut-turut dalam kategori sangat Siswa
baik dan baik. Hal ini berarti
pembelajaran melalui metode kerja Berdasarkan analisis data
kelompok sangat baik, Meskipun masih observasi pengamat terhadap aktivitas
terdapat kekurangan-kekurangan dalam guru pada Tabel 3 di atas, jumlah skor
pembelajaran, yaitu: siswa yang yang diperoleh adalah 99 dari skor
berkemampuan tinggi masih maksimal 100. Dengan demikian,
mendominasi kagiatan diskusi, siswa persentase skor rata-rata adalah 99%.
yang berkemampuan rendah merasa Berarti taraf keberhasilan kegiatan
rendah diri, serta kesetaraan peneliti pada tindakan siklus II
antargender dan etnis belum berdasarkan observasi pengamat
menampakkan kerjasama yang baik termasuk dalam kategori sangat baik.
Analisis data hasil observasi pengamat siswa dan belum tuntas sebanyak 2
terhadap aktivitas siswa pada Tabel 3, orang siswa, dan ketuntasan belajar
jumlah skor yang diperoleh adalah 108 secara klasikal mencapai target
dan skor maksimal 110. Dengan persentase 88,89% dari seluruh siswa.
demikian, Persentase nilai rata-rata Refleksi Siklus 2
adalah 98,18%. Berarti taraf Setelah memperhatikan hasil
keberhasilan aktivitas siswa analisis data pada tindakan siklus I,
berdasarkan observasi pengamat mulai dari hasil analisis pengamat
termasuk dalam kategori sangat baik. terhadap aktivitas peneliti sebagai guru,
aktivitas siswa dalam pembelajaran,
Hasil evaluasi belajar siswa
telah menunjukkan taraf keberhasilan
pada tindakan siklus II yang diberikan
sangat baik. Hal ini berarti
kepada siswa sebanyak 4 butir soal
pembelajaran melalui metode kerja
dengan bentuk soal uraian. Tes yang
kelompok amat baik.
diberikan pada materi operasi
Berdasarkan hasil analisis
penjumlahan dan pengurangan
evaluasi belajar pada tindakan siklus II,
pecahan. Analisis data hasil evaluasi
diperoleh nilai rata-rata persentase daya
tindakan siklus II selengkapnya dapat
serap siswa adalah 80,74% dan
disajikan pada Tabel 4.
ketuntasan belajar secara klasikal
Tabel 4 Hasil Analisis Soal mencapai target persentase 88,89% dari
Evaluasi II 18 siswa. Hal ini telah menunjukkan
Aspek Perolehan Hasil hasil yang optimal sesuai taraf
Skor tertinggi 100 keberhasilan yang telah direncanakan,
yaitu 80% dari jumlah siswa mendapat
Skor terendah 60 skor rata-rata 65. Meskipun masih
Persentase Daya serap 80,74 ada 2 (dua) orang siswa yang belum
tuntas, tetapi karena kriteria telah
Nilai rata-rata siswa tercapai, maka peneliti bersama-sama
80,74
dengan pengamat guru (mitra)
Banyaknya siswa yang menyimpulkan bahwa pembelajaran
tuntas 16 operasi penjumlahan dan pengurangan
pecahan melalui metode kerja
Banyaknya siswa yang
2 kelompok telah dapat meningkatkan
tidak tuntas
hasil dan proses pembelajaran yang
Persentase ketuntasan bernuansa pada peningkatan kualitas
88,89%
secara klasikal pendidikan.
dan pengetahuan. Kegiatan siswa yang yang dikemukakan oleh Vygotsky, yaitu
seperti ini dapat dilihat ketika siswa untuk mencapai pemahaman dan
diberikan kertas dan siswa diminta pengetahuan belajarnya, siswa tidak hanya
menyelesaikan soal operasi penjumlahan mengandalkan kemampuan individual
dan pengurangan pecahan dengan yang dimilikinya, melainkan memerlukan
menggunakan alat peraga berupa kertas bantuan orang lain (guru). Dalam
yang dilipat atau digambar. Siswa pelaksanaannya, guru memberikan bantuan
menemukan jawaban melalui kerjasama (bimbingan) sebagai perancah
antar anggota kelompok, kemudian (scaffolding) yang akan mengarahkan
selanjutnya disusun kembali menjadi siswa pada aktivitas belajar yang optimal.
sebuah laporan kelompok. Sehingga menurut pandangan Vygotsky
Dalam pembelajaran ini siswa peran guru sebagai pembimbing sangat
berpendapat bahwa cara guru mengajar di penting diperhatikan dan dilaksanakan.
kelas mudah dimengerti dan Selanjutnya, pada siklus I proses
menyenangkan. Siswa merasa bahwa pembelajaran yang dilaksanakan kurang
langkah-langkah yang dilakukan guru optimal, hal ini disebabkan karena ada
dalam mengajar dapat memotivasi untuk beberapa siswa yang diam atau berbicara
cepat mengerti. Siswa juga merasa tidak tentang hal lain ketika diskusi berlangsung.
terbebani dalam mempelajari materi Kondisi seperti ini mungkin disebabkan
tersebut, karena merasa kebebasan siswa belum terbiasa melaksanakan
berpikirnya dihargai. pembelajaran dengan suasana dan
Berdasarkan temuan penelitian lingkungan belajar secara kelompok,
dalam pelaksanaan kegiatan belajar sehingga butuh waktu untuk
mengajar menunjukkan bahwa guru dan menyesuaikan. Selain itu, perilaku individu
siswa aktif melakukan pembelajaran ternyata sangat menentukan dalam
melalui kerjasama antar kelompok. aktivitas belajar kelompok. Anggota-
Maksudnya guru kadang-kadang duduk anggota kelompok yang mempunyai sifat
dengan siswa dalam suatu diskusi pendiam akan menjadikan diskusi
kelompok sebagai fasilitator atau kelompok berjalan tidak sesuai dengan
motivator. Hal ini dapat dilihat dari yang diharapkan. Dalam belajar kelompok,
kegiatan curah pendapat (brainstorming) anggota-anggota kelompok harus saling
ketika siswa menyelesaikan tugas memberi bantuan penjelasan dan
kelompok yang berkaitan materi penguasaan materi, tetapi ini tidak
penjumlahan dan pengurangan pecahan. mungkin terjadi bila anggota-anggota
Kegiatan ini merupakan suatu langkah dalam kelompok tidak mampu atau tidak
untuk memotivasi siswa mengemukaakan mau mengemukakan bantuan penjelasan
ide-idenya. Laporan kerja hasil kelompok apa yang diperlukan (pendiam).
dipersentasikan di papan tulis sehingga Selain itu kurangnya keberanian
jelas dapat diketahui apa yang diminati siswa dalam mengemukakan pendapat atau
siswa untuk dipelajari. gagasan menyebabkan kurang optimalnya
Kerjasama antarguru dengan siswa pembelajaran secara kelompok. Dengan
ini sangat perlu dibina, sehingga kegiatan menggunakan metode kerja kelompok,
belajar mengajar terjalin kerjasama antar siswa yang berkemampuan rendah akan
anggota kelompok Dengan memberikan termotivasi untuk mengemukakan
kesempatan kepada siswa untuk saling pendapat atau gagasan. Dalam proses
bekerja sama antarsiswa dalam berusaha pembelajaran tersebut, keaktifan siswa
untuk mencari, menemukan, dan sangat diharapkan sehingga kesiapan siswa
menyusun pengetahuannya sesuai dengan dalam pembelajaran ini merupakan faktor
tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, yang penting. Guru harus memberikan
guru tetap memberikan bimbingan dan perhatian yang lebih kepada siswa yang
arahan seperlunya kepada siswa. Kegiatan berkemampuan rendah agar siswa menjadi
memberi bimbingan kepada siswa dalam termotivasi untuk aktif dalam proses
hal ini sesuai dengan teori pembelajaran pembelajaran. Selanjutnya, berkaitan
dengan tujuan kelompok dalam belajar dan telah diperoleh dalam diskusi dengan
tanggung jawab masing-masing anggota kelompoknya.
kelompok, yang terjadi pada penelitian ini Pada awal pertemuan kegiatan
yaitu pada pertemuan pertama siswa yang sharing ini umumnya didominasi oleh
aktif berdiskusi dalam menyelesaikan siswa yang berkemampuan tinggi dan
tugas adalah siswa berkemampuan tinggi presentasi yang dilakukan masih sangat
tanpa melibatkan siswa yang sederhana. Siswa hanya membaca apa
berkemampuan rendah. Ini berarti bahwa yang ditulis dari hasil diskusi dari
anggota kelompok belum menunjukkan kelompoknya. Hal ini menunjukkan bahwa
tanggung jawab yang maksimal. Anggota siswa yag pasif kurang bersemangat dalam
kelompok hanya berusaha memenuhi pembelajaran dan kurang memahami apa
kewajiban kelompok tanpa yang telah didiskusikan. Mungkin ini
memperdulikan apakah semua anggota disebabkan siswa belum terbiasa
kelompok memahami dengan baik apa melakukan presentasi di depan kelas. Oleh
yang mereka kerjakan. Dari keadaan ini karena itu, pada pertemuan-pertemuan
aktivitas diskusi kelompok tidak berjalan berikutnya kegiatan presentasi siswa tidak
secara maksimal dan siswa yang dibolehkan membawa catatan hasil diskusi.
berkemampuan rendah tidak mendapat Ini akan mendorong siswa untuk berusaha
masukan dari siswa yang berkemampuan aktif dalam diskusi, sehingga mereka
tinggi. menjadi paham apa yang telah
Untuk mengatasi kondisi seperti didiskusikan bersama anggota
ini, usaha yang dilakukan adalah terlebih kelompoknya. Pada pertemuan akhir pada
dahulu (1) menjelaskan kepada kelompok tindakan siklus II siswa dapat melakukan
belajar tentang hakikat belajar kelompok presentasi dengan baik.
sebelum pembelajaran dimulai, (2) Kegiatan presentasi pada
penempatan anggota kelompok tidak hanya pertemuan pertama tindakan siklus II
berdasar kemampuan akademik, namun tampak bahwa siswa senang dan
perilaku masing-masing individu harus bersemangat melakukan presentasi. Hal ini
diperhatikan juga, seperti pendiam atau terlihat dari banyaknya siswa yang
tidak. mengacungkan tangan agar diberi
Kegiatan mempresentasikan hasil kesempatan untuk melakukan presentasi
diskusi di depan kelas dilakukan oleh salah atau ada beberapa siswa bertepuk tangan
satu siswa yang mewakili kelompoknya. (aplaus) setelah temannya selesai
Setelah mempresentasikan hasil diskusi mempresentasikan.
dilanjutkan dengan kegiatan sharing. Jika Dari kegiatan presentasi tersebut,
ada pekerjaan atau hasil diskusi kelompok membuat siswa yang lain dalam kelas
berbeda dengan kelompok yang lain, ada dapat dengan mudah memahami apa yang
hal-hal yang kurang jelas, maka siswa dipelajarinya. Siswa yang lain dapat
yang lain dapat mengajukan pertanyaan memberikan tanggapan jika apa yang
atau memberikan tanggapan. dipresentasikan berbeda dengan yang
Setiap kelompok harus diperolehnya (melakukan sharing). Mereka
menyiapkan presentasi atau peragaan dapat saling mengadu argumennya,
untuk mengkonsumsikan hasil diskusi sehingga siswa benar-benar membentuk
kepada seluruh kelas. Namun apabila hasil pemahamannya sendiri melalui interaksi
temuannya sama dengan apa yang telah sosial.
dipresentasikan oleh suatu kelompok maka Berdasarkan hasil evaluasi yang
kelompok yang mempunyai temuan yang didukung oleh metode partisipatif (metode
sama tersebut tidak perlu presentasi. kerja kelompok) pada pelaksanaan
Melalui presentasi ini siswa termotivasi pembelajaran ditemukan bahwa pada
untuk aktif dalam kelompok, karena siswa dasarnya metode kerja kelompok memiliki
yang melakukan presentasi diberikan potensi yang cukup baik untuk
kebebasan oleh guru. Hal ini diharapkan meningkatkan kemampuan siswa terhadap
agar semua siswa memahami apa yang operasi penjumlahan dan pengurangan
pecahan. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata VI SDN 1 Tatura dalam melakukan
hasil tes akhir tindakan setiap siklus operasi hitung pecahan. Hal ini dapat
mengalami peningkatan yang berarti. ditunjukkan dengan, hasil analisis skor
Pada tindakan siklus I, hasil rata-rata daya serap siswa pada
analisis hasil evaluasi diperoleh nilai rata- tindakan siklus I adalah 69,26%,
rata 69,26, dengan ketuntasan belajar meningkat menjadi 80,74% pada siklus
secara klasikal mencapai 55,56% yang II. Demikian pula dengan persentase
mendapat nilai 65. Meskipun pada ketuntasan belajar secara klasikal
tindakan siklus I belum mencapai hasil 55,56% dari 18 siswa pada siklus I
sesuai kriteria yang telah ditetapkan, tetapi meningkat menjadi 88,89% pada siklus
jika dibandingkan perolehan nilai rata-rata II.
pada tindakan siklus II adalah 80,74 2. Metode kerja kelompok mampu
dengan ketuntasan belajar secara klasikal meningkatkan partisipasi siswa secara
88,89%. Ini berarti pada tindakan siklus I aktif baik antar guru dengan siswa
dan tindakan siklus II mengalami maupun antara siswa dengan siswa,
peningkatan belajar siswa secara optimal. berdasarkan hasil analisis pengamatan
Selain itu, hasil analisis pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa pada
aktivitas guru dan siswa dalam tindakan siklus I dan tindakan siklus II
pembelajaran pada tindakan siklus I dan dalam pembelajaran berada dalam
tindakan siklus II berada dalam kategori kategori sangat baik
sangat baik. 3. Melalui penerapan metode kerja
Berdasarkan rata-rata skor yang kelompok, siswa yang berkemampuan
dicapai siswa pada setiap akhir tindakan tinggi akan merasa lebih terlatih untuk
dan hasil pengamatan aktivitas guru dan menjadi seorang pemimpin bagi teman-
aktivitas siswa dalam pembelajaran , mulai temannya dan akan termotivasi untuk
dari tindakan siklus I sampai dengan selalu belajar sehingga mampu
tindakan siklus II mengalami peningkatan menyalurkan pengetahuannya kepada
yang baik. Dengan demikian dapat anggota kelompoknya.
diinterpretasikan bahwa siswa sudah
mengalami peningkatan pemahaman dalam DAFTAR PUSTAKA
mengoperasikan penjumlahan dan
pengurangan pecahan. Akina, 2002. Penerapan Investigasi
Berdasarkan evaluasi yang Matematika untuk Kesulitan Siswa
dilaksanakan, proses pembelajaran pada Memahami Konsep Luas Jajaran
tindakan siklus II sudah berjalan secara Genjang pada Kelas VI Sekolah
optimal. Banyak siswa yang dapat Dasar. Tesis, tidak diterbitkan,
mencapai kriteria belajar tuntas Dari Malang Universitas Negeri Malang.
kenyataan tersebut, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa pembelajaran Alipandie I. 1984. Didaktik Metodik
matematika melalui metode kerja Pendidikan Umum. Usaha Nasional.
kelompok telah tercapai secara substantif Surabaya.
dan dampak pengiringnya juga tercapai
yaitu siswa diberi kesempatan yang seluas- Asari. A. R. 2000. Sekilas Tentang
luasnya untuk belajar matematika (doing Pembelajaran Kooperatif
math) secara komprehensif dan holistik. (Cooperative Learning), Makalah
Seminar Jurusan Matematika
KESIMPULAN FPMIPA Malang. Tanggal 15 Maret.
Abstrak : Matematika sebagai ilmu dasar, dewasa ini berkembang dengan amat
pesat, baik materi maupun kegunaannya. Namun sampai saat ini
masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika adalah
mata pelajaran yang sulit dipahami dan ditakuti siswa. Akibatnya
nilai-nilai yang diperoleh siswa kurang dari 60%. Guru merasa
prihatin dan ingin memperbaiki keadaan tersebut dengan mencobakan
suatu model pembelajaran yang belum pernah dicobakan khususnya di
SMAN 2 Bangkalan, yaitu Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw.
Penelitian dilakukan dalam 3 siklus. Alat pengumpul data yang
digunakan adalah: (1). Lembar Tes,(2).Lembar observasi yang
diperoleh, dianalisis dengan cara mendeskripsikan setiap siklus,
kemudian melakukan hasil perhitungan rata-rata hasil tes siklus I ke
siklus II naik sebesar 38%, dari siklus I ke siklus III naik 53% dan dari
siklus II ke siklus III naik 11%, selain itu didapat juga rata-rata
peningkatan skor secara kelompok sebesar 123.89. Dari hasil
penelitian ini disarankan bagi para guru untuk tetap dapat merancang
pembelajaran di kelas yang bukan hanya sekedar mencapai target
materi tetapi juga dapat mengembangkan ketrampilan atau
kemampuan siswa.
Enny Listiawati
Staf Pengajar Prodi Pendidikan Matematika
STKIP PGRI BANGKALAN
Email: ennylistiawati83@gmail.com
Abstrak: Fokus masalah dalam penelitian ini adalah pemahaman siswa SMP pada
masalah kalimat matematika karena hal ini sangat penting dan
mempengaruhi kemampuan siswa dalam memecahkan masalah kalimat
matematika. Adapun tujuan penelitan ini adalah untuk mendeskripsikan
pemahaman siswa SMP pada masalah kalimat matematika. Subjek
penelitian ini adalah dua orang siswa SMP kelas VIII yang terdiri dari
satu siswa perempuan dan satu siswa laki-laki yang mempunyai
kemampuan matematika setara. Instrumen penelitian ini adalah peneliti
sendiri dengan instrumen pendukung yaitu soal tes kemampuan
matematika, soal tes pemahaman pada kalimat matematika dan
pedoman wawancara. Hasil penelitian yang diperoleh ada perbedaan
pemahaman subjek laki-laki dan perempuan. Subjek laki-laki dan
menginterpretasikan masalah kalimat matematika dengan kalimat
sendiri dengan singkat sedangkan subjek perempuan
menginterpretasikan dengan kalimat sendiri secara lengkap dan
terperinci. Subjek laki-laki menyelesaikan masalah kalimat matematika
secara langsung tanpa menuliskan cara penyelesaian. Sedangkan subjek
perempuan menyelesaikan masalah matematika lengkap dengan
menggunakan cara penyelesaian yaitu perkalian.
di atas dapat diartikan bahwa ada Hal ini diperkuat oleh penelitian
keterkaitan antara membaca, Langeness (2011) di Minnesota,
kemampuan matematika dan Amerika Serikat mengatakan bahwa
pemahaman kalimat matematika. Siswa siswa yang menuliskan permasalahan
tidak mungkin dapat menyelesaikan dengan kalimat mereka sendiri dapat
masalah matematika jika siswa tersebut meningkatkan kemampuan dalam
tidak mampu memahami kalimat memahami dan memecahkan masalah
matematika yang terkandung dalam kalimat matematika. Dari uraian
masalah tersebut. Ada dua alasan beberapa hasil penelitian tersebut maka
mengapa pemahaman kalimat pemahaman siswa pada masalah
matematika sangatlah penting, yang kalimat matematika sangat diperlukan
pertama karena kalimat matematika agar siswa tidak mengalami kesulitan
adalah hal yang paling umum dalam memecahkan masalah kalimat
ditemukan pada sebagian besar soal matematika.
matematika. Kedua,kemampuan untuk Penulis menduga adanya
memecahkan masalah kalimat perbedaan pemahaman siswa dalam
matematika adalah kemampuan dasar memecahkan masalah kalimat
dan keterampilan kunci untuk matematika berdasarkan gender. Hal
memecahkan masalah matematika. ini sesuai dengan penelitian yang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maccoby dan Jacklin
dilakukan oleh Gooding (2009) di dalam Hadiyan (2007) bahwa ada
Inggris menyatakan bahwa kesulitan perbedaan antara anak laki-laki dan
yang paling banyak dialami siswa perempuan dalam kemampuan
dalam masalah matematika adalah berpikir. Anak lakilaki pada
membaca dan memahami bahasa yang umumnya memiliki kemampuan lebih
digunakan dalam suatu masalah serta unggul dalam kemampuan visual
siswa tidak mampu memahami konteks spasial dan penalaran logis. Sedangkan
permasalahan yang ada. Strategi yang anak perempuan lebih unggul dalam
paling banyak digunakan oleh guru kemampuan verbal. Dengan demikian
adalah mendorong siswa untuk ada kecenderungan perbedaan
membaca permasalahan secara pemahamanan siswa laki-laki dan
menyeluruh, serta guru membantu perempuan pada masalah kalimat
siswa memberikan informasi dalam matematika. Hal ini diperkuat dengan
masalah matematika. Sedangkan Seifi penelitian yang dilakukan oleh Zheng
& et all (2012) melakukan penelitian di Zu (2007) di Adelaide, Australia
Irak menyebutkan bahwa mayoritas Selatan bahwa ada perbedaan antara
siswa mengalami kesulitan dalam laki laki dan perempuan dalam
memecahkan masalah kalimat memecahkan masalah matematika. Hal
matematika karena siswa kesulitan ini dipengaruhi oleh kemampuan,
dalam merepresentasikan dan psikologis, pengalaman dan pendidikan
memahami masalah. Strategi yang siswa.
paling sering digunakan guru untuk Menurut Gallagher (2000)
membantu kesulitan siswa adalah perbedaan gender memiliki peran
mengidentifikasi kata kunci pada teks dalam pola-pola kesuksesan dan
dengan cara melingkari, penggunaan strategi dalam pemecahan
menggarisbawahi atau mewarnai masalah konvensional dan non
informasi pada teks. konvensional atau modern. Secara
spesifik Gallagher (2000) menyatakan
...
Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 | 29
kedalam skema yang dimiliki orang kategori konsep atau prinsip. (4)
tersebut sebelumnya sehingga Summarizing (meringkas) artinya
terbentuk skema baru. memberikan pernyataan tunggal yang
Pemahaman menurut Kilpatrick mewakili informasi yang disajikan atau
dan Findell (2001) adalah pemahaman abstrak dari sebuah tema umum. (5)
yang terintegrasi dan fungsional dari Inferring (menyimpulkan) yaitu
ide-ide matematika. Seseorang yang menarik kesimpulan logis dari
memiliki pemahaman konsep telah informasi yang disajikan. (6)
mengorganisir pengetahuan mereka Comparing (membandingkan) adalah
kedalam satu kesatuan yang utuh yang mendeteksi kesamaan dan perbedaan
memungkinkan untuk belajar ide-ide antara dua atau lebih objek, kejadian,
baru dengan menghubungkan ide-ide ide, masalah, situasi. (7) Explaining
yang telah ada sebelumnya. (menjelaskan) adalah
Pemahaman konsep akan membuat mengkonstruksikan dan menggunakan
bertahan lama karena fakta dan metode sebab dan akibat model sebuah sistem.
belajar dengan pemahaman yag Dalam penelitian ini yang
terhubung, maka akan memudahkan dimaksud pemahaman adalah
untuk mengingat dan menggunakan pengintegrasian skema yang ada pada
kembali serta dapat direkontruksi siswa dengan informasi yang
ketika sudah lupa. Siswa yang diterimanya pada masalah kalimat
mempunyai pemahaman konsep akan matematika berdasarkan proses
dapat menjelaskan kembali konsep kognitif pemahamanan menurut
dengan bahasa sendiri. Adapun Krathwoll.
indikator pemahaman konsep menurut
Kilpatrick dan Findell (2001) adalah Masalah Kalimat Matematika
mampu merepresentasikan konsep
matematika dengan cara yang berbeda Cummins (Seifi & et all, 2012)
dan mengetahui cara mengatakan bahwa masalah kalimat
merepresentasikannya dengan tujuan matematika didefinisikan sebagai
yang berbeda deskripsi verbal dari situasi masalah
Sedangkan menurut dimana terdapat satu atau lebih
Krathwohl,dkk (2001) ada tujuh pertanyaan yang diangkat serta
proses kognitif pemahaman yang jawabannya dapat diperoleh dengan
meliputi: (1) Interpreting penerapan operasi matematika untuk
(menginterpretasikan atau menafsirkan) data numerik yang tersedia dalam
artinya mengubah informasi dari suatu pernyataan masalah. Masalah kalimat
representasi ke representasi yang lain matematika sebagian besar mengaitkan
misalnya menafsirkan sesuatu dengan situasi dunia nyata untuk konsep-
kata-kata sendiri, menafsirkan gambar konsep matematika. Bahkan, masalah
dengan kata-kata atau sebaliknya, tersebut membantu siswa untuk
menafsirkan bilangan-bilangan dengan menggunakan pengetahuan matematika
kata-kata dan sebaliknya. (2) mereka dalam memecahkan masalah
Exemplifying (memberikan contoh) sehari-hari. Menurut De Coete dkk
artinya memberikan contoh spesifik (Seifi & et all, 2012)masalah kalimat
dari suatu konsep atau prinsip. (3) matematika dikenal sebagai instrumen
Classifying (mengklasifikasikan) yang mengembangkan kemampuan
artinya mengklasifikasikan sesuatu atau siswa dan bakat dalam memecahkan
contoh-contoh yang merupakan masalah matematika.
...
Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 | 31
...
Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 | 33
...
Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 | 35
Hamsinah
Abstrak: Masalah yang dikaji dalam PTK ini adalah Apakah hasil belajar (prestasi
belajar) siswa kelas II SDN 1 Tatura pada pembelajaran penjumlahan
dan pengurangan bilangan bulat dapat ditingkatkan melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)?
Tujuan penelitian Untuk mengetahui dan menjelaskan peningkatan
prestasi belajar siswa kelas II SDN 1 Tatura dalam pembelajaran
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT). Untuk
menjawab permasalahan di atas, maka dilakukan pengumpulan data dengan
mengikuti alur PTK yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan
hasil belajar (prestasi belajar) siswa baik ditinjau dari segi nilai rata-rata
persiklus maupun persentase ketuntasan klasikal. Nilai rata-rata pada siklus I
74,18, pada siklus II berhasil ditingkatkan menjadi 84,07. Mengenai
ketuntasan klasikal yang berhasil diperoleh pada siklus I mencapai 64,10%,
pada siklus II berhasil dinaikkan menjadi 87,18%. Selain hasil belajar siswa,
aktivitas siswa meningkat bila digunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Teams Games Tournament (TGT). Dapat disimpulkan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) pada
pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN 1 Tatura.
Kata Kunci : Teams Games Tournament (TGT), Prestasi Belajar, Bilangan Bulat.
Keberhasilan pembelajaran
Pendahuluan tidak terlepas dari persiapan guru
Pendidikan merupakan usaha dalam mengajar dan siswa dalam
untuk mengembangkan dan menerima menerima pelajaran. Menurut Jaeng
potensi sumber daya manusia melalui (2006:4) bahwa pembelajaran lebih
berbagai kegiatan belajar mengajar menekankan pada bagaimana upaya
yang diselenggarakan pada semua pembelajar (guru) mendorong,
jenjang pendidikan tingkat dasar, membimbing, mendampingi, dan
menengah, sampai perguruan tinggi. memfasilitasi pebelajar (siswa)
Pendidikan sekolah mempunyai tujuan belajar. Dari pernyataan tersebut
untuk membentuk perubahan prilaku terlihat bahwa guru merupakan unsur
hasil belajar sepertit memiliki utama dalam pembelajaran karena guru
pengetahuan, keterampilan dan sikap memiliki tugas dan tanggung jawab
belajar (Doni Eko Sulisyanto, 2010). terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
...
Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 | 37
...
Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 | 39
...
Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 | 41
...
Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 | 43
...
Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 | 45
MASNIA
maupun secara klasikal. Dalam sistem Ada beberapa hal yang dapat
proses belajar mengajar sangat melatar belakangi penelitian ini antara
dibutuhkan keterampilan guru, yakni lain sebagai berikut:
strategi pembelajaran yang tepat sesuai 1. Kondisi keberhasilan siswa dalam
materi pelajaran yang disampaikan mengikuti pembelajaran tidak
kepada siswa. pernah tuntas, sebagaimana
Dengan demikian guru sangat ketuntasan belajar yang diharapkan
diperlukan untuk dapat mengelola yaitu minimal 65 - 80. Namun setiap
pembelajaran di kelas dengan disajikan materi pelajaran selalu
penyajian materi pembelajaran yang gagal, artinya siswa masih
dapat membangkitkan semangat belajar mengalami kesulitan belajar,
siswa untuk mengikuti proses belajar sehingga hasil yang dicapai siswa
mengajar. Dan guru juga dituntut untuk adalah 50-62,55.
dapat memiliki keterampilan memilih 2. Sekolah ini belum memiliki
metode dan pendekatan pembelajaran kurikulum KTSP dan BSNP
yang dapat meningkatkan hasil belajar 3. Guru belum dapat menyusun
siswa disetiap menyajikan materi Silabus/RPP
pelajaran sesuai dengan indikator dan 4. Kepala sekolah masih ragu
tujuan pembelajaran yang ingin mengambil suatu tindakan
dicapai. Begitu pula guru pada saat penelitian pembelajaran
penyusun rencana pelaksanaan 5. Dukungan orang tua siswa
pembelajaran (RPP). masih terbatas, masalahnya
Dari beberapa hal yang telah orang tua siswa rata-rata tidak
dijelaskan di atas, peneliti perna sekalah atau tidak tamat
mengupayakan suatu pembelajaran belajar.
yang akan dapat meningkatkan hasil Inilah yang menarik perhatian
belajar siswa kelas IV SDN 1 Tatura peneliti untuk memilih Model
terhadap materi pembelajaran sifat-sifat Pembelajaran Investigasi untuk
kubus, dengan menerapkan Model diterapkan di Kelas IV SDN 1 Tatura.
Pembelajaran Investigasi. Model Karena Model Pembelajaran
pembelajaran ini adalah model Investigasi adalah dapat mendekatkan
pendekatan pengamatan, pengumpulan pemahaman siswa dalam mengikuti
data, penyelidikan suatu acuan, proses pembelajaran. Secara
menduga, memeriksa benar tidaknya pengalaman belajar siswa dalam model
keberhasilan proses belajar mengajar. investigasi ini, siswa dapat
Contoh, seorang guru kelas IV di menunjukkan benda-benda yang
sekolah ini melakukan proses berbentuk kubus. Dan dapat
pembelajaran yang tidak jelas bentuk menyebutkan sifa-sifat kubus. Dan
model dan metode pembelajaran yang dapat menjelaskan sifat-sifat kubus
disajikan dihadapan siswa. Guru dalam kehidupan sehari-hari.
tersebut tidak mendapat hasil belajar Berdasarkan uraian latar
siswa yang memuaskan sesuai belakang di atas, maka rumusan
indikator dan tujuan pembelajaran. masalah ini adalah Apakah Penerapan
Sehingga guru tersebut bersama denga Model Pembelajaran Investigasi dapat
siswanya mengalami berbagai macam Meningkatkan Hasil Belajar siswa
kesulitan dalam pelaksanaan proses kelas IV SDN 1 Tatura terhadap Materi
pembelajaran. Pembelajaran Sifat-sifat Kubus?.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
Munifah
66 69 3 67,5 -5 25 -15 75
70 73 0 71,5 -4 16 0 0
g. Menghitung frekuensi harapan dan
74 77 2 75,5 -3 9 -6 18
78 81 5 79,5 -2 4 -10 20
pengamatan
82 85 5 83,5 -1 1 -5 5
0,168 3,696 2
0,1476 -3,2472 7
0,396
f. Menghitung simpangan baku 89,5 1,268
2
(s)
n f i c i 2 f i c i 2 Tabel 4.4 daftar frekuensi harapan
s =p
2 2
n n 1 dan pengamatan kelas VII A
(Data Nilai Posttest)
22.118 36 2
s 2 = 4 2
Menghitung
2
2222 1
h. hitung
k
Oi E i 2 = 1 + 3,3 x 1,342
2
=
i 1 Ei
= 1 + 4,42
= 5,42
=
3 0,7304 2
+
0 1,9778 2 + = 5 ( pembulatan
0,7304 1,9778 ke bawah)
2 3,696 2 + 5 2,4508 2 +
Panjang kelas =
3,696 2,4508 =
5 (3,553) 2
+
7 (3,2472) 2
= 7,2
3,553 3,2472 = 7 (pembulatan ke bawah)
= 7,052 + 1,977 + 0,778 + 2,651 + (-
Tabel 4.5 daftar distribusi frekuensi
20,589) + (-32,337)
kelas VII-B (Data Nilai Posttest)
= - 40,468
Skor fi x0 ci ci2 fi fi .
i. Menentukan 2 1 k 1 tes . ci2
2
= 2 0,95 4 = 9,49 ci
10, 05 51
j. Menarik kesimpulan 60 2 63 -2 4 - 8
66 5 70 -1 1 4 5
Karena -40,468 < 9,49 berarti
2
hitung
67 - 73 7 77 0 0 - 0
2
74 - 80 1 84 +1 1 5 1
1 k 1
81 4 91 +2 4 0 16
Jadi H 0 diterima, berarti sampel berasal
87 3 98 +3 9 1 27
dari populasi berdistribusi normal. 88 8
2. Data nilai posttest kelas kontrol 94 9
a. Menentukan hipotesis 95
H0 : Sampel berasal dari populasi 101
berdistribusi normal Jumlah 22 - - - 9 57
H1 : Sampel berasal dari populasi
tidak berdistribusi normal e. Menghitung rata-rata ( x )
x = x0 P i i
b. Taraf signifikasi yang fc
digunakan adalah = 0,05 f
c. Menentukan kriteria pengujian i
2 1173
s = 49 =
2 1,749 2 + 5 3,6938 2 +
462 1,749 3,6938
7 4,466 1 5,1172
2 2 2
s = 124,40
s = = 11,15 + +
4,466 5,1172
g. Menghitung tabel frekuensi harapan
dan pengamatan 4 3,4012 2 + 3 1,5268 2
3,4012 1,5268
Tabel 4.6 daftar frekuensi harapan = 0,036 + 0,461 + 1,437 + 3,312 +
dan pengamatan kelas VII-B 0,105 + 1,421 = 5,351
(Data Nilai Posttest) i. Menentukan 2 1 k 1
Frekue
2
= 2 0,95 4 9,49
10, 05 51
nsi
Batas Z untuk
Luas Frekuensi
Penga
j. Menarik kesimpulan
Luas kelas
Fuad
6,286 4 75 -6 36
Heriyanto
Karena berarti Fhitung < Izzatul
5 85 4 16
F ( ) Amalia
AdzlikaNaura 93
= ( ) ( )
2 13 169
Nabila
Imrotul Hidiyah 60
8 -20 400
Sari = 0,352
9
Juni Ria 75
-5 25
5) Mencari nilai t 1 dari daftar
Rahmawati
Moh.Taufiq 96
distribusi t dengan dk = ( )
10 16 256
Hidayat t 1 = t(1 0,05) = t(0,95)
11 Moh.Rohman 75 -5 25
dk = ( ) = ( 22 + 22 - 2 ) =
Muhammad 75
12 -5 25 42
Yahya
13 Naylul Farohah 72 -8 64
sehingga diperoleh ttabel = 1,684
14 Nissa Muthasinah 72 -8 64
6) Menarik kesimpulan.
15 Nurhayati 78 -2 4 Karena t < t 1 , maka dapat diperoleh
16 Oktaviana Putri 93 13 169
0,352 1,684. Jadi H0 diterima.
17 Putri Nabila 78 -2 4
Berarti dapat disimpulkan bahwa
18 Roudatul Ihsania 87 7 49
prestasi belajar siswa dengan
19 Rifqi Fanani 69 -11 121
B. BAHASAN UTAMA
Dari tabel diatas, didapat hasil sebagai Berdasarkan hasil perhitungan di
berikut atas maka didapatkan hasil analisis
sebagai berikut:
1. Uji normalitas
- Untuk data sampel kelas VII-A,
karena 2hitung= -40,468 < 2 tabel =
9,49 maka sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal.
- Untuk data sampel kelas VII-B,
karena 2 hitung= 5,351 < 2 tabel =
9,49
maka sampel berasal dari populasi
Dari data tersebut, dapat diperoleh nilai yang berdistribusi normal.
t sebagai berikut : 2. Uji Homogenitas Varians
Karena F hitung= 1,66 < F tabel =
6,286 maka dapat disimpulkan bahwa
abstrak. Suatu bilangan asli dikatakan bilangan sempurna jika dan hanya jika
jumlah semua pembagi positif dari selain adalah Pada Jamannya,
Euler menemukan ciri untuk suatu bilangan genap merupakan bilangan
sempurna, yaitu bilangan itu harus mengandung bilangan prima
mersenne. Oleh karenanya, dalam pembahasan bilangan sempurna
genap diperlukan juga suatu prosedur untuk menyatakan suatu bilangan
mersenne prima atau bukan. Untuk mencapai hal tersebut, maka dalam
penelitian ini juga dihadirkan suatu prosedur untuk menyatakan suatu
bilangan mersenne prima atau bukan. Tes ini dikenal dengan nama Tes
Lucas-Lehmer.
Bukti : ( )
dituliskan . Jelas bahwa
Jelas bahwa dan prima
relatif sehingga menurut teorema 3.1 dan prima relatif. Misal
berlaku ( ( ) ) , maka
( ( )) ( ) dan
( ) ( ) ( ) .
Dengan menerapkan Lemma 3.1 Sekarang, andai , maka ( )
diperoleh karena . Hal
( ( )) ini kontadiksi dengan yang diperoleh,
( ) yaitu ( ) . Maka haruslah
( )( . Jadi, dan
( ) , sehingga
)
adalah prima. Dengan menuliskan
( )
( maka bukti selesai .
( ))
Jadi ( ) merupakan bilangan Dari teorema 3.3 jelas bahwa kunci
sempurna . agar suatu bilangan genap untuk
Contoh 3.3. sempurna adalah bilangan berbentuk
adalah prima, maka 6 haruslah prima. Jadi, penting
bilangan sempurna karena untuk mempelajari keprimaan bilangan
( ). dalam mempelajari bilangan
sempurna genap.
Pada teorema 3.2 Jelas bahwa
bilangan yang dimaksud adalah Definisi 3.3 (Bilangan Mersenne).
bilangan genap. Kemudian, pertanyaan Untuk suatu bilangan bulat positif k ,
yang muncul adalah apakah setiap bilangan berbentuk dikatakan
bilangan genap yang sempurna akan bilangan Mersenne ke-k dan dituliskan
berbentuk ( ) dengan sebagai .
prima? Pertanyaan ini dijawab Contoh 3.4.
positif oleh Matematikiawan asal Untuk k = 1 , dan k = 5 ,
Swiss, Leonard Euler dalam
Teorema 3.3 (Teorema Euler). Teorema 3.4. Jika prima, maka k
Setiap bilangan genap yang sempurna juga prima .
Bukti :
akan berbentuk ( ) dengan
Andai k komposit dan prima. Misal
adalah prima.
. Maka ( ).
Bukti :
Misal m adalah bilangan genap Kemudian, diperoleh
sempurna yang dimaksud, tanpa ( )
mengurangi keumuman, dituliskan m ( ). Berdasarkan definisi
sebagai dengan dan kekongruenan, maka .
adalah bilangan ganjil. Maka diperoleh Karena dan
( ) ( ) ( ) ( ) , ini artinya adalah faktor dari
( ) ( ) selain 1 dan . Hal ini
Tetapi m sempurna, yaitu kontradiksi dengan prima. Jadi
( ) ( ) ( ) bilangan prima.
Dari 2 hasil di atas, diperoleh ( Teorema 3.4 membatasi keprimaan
) ( ) , atau bisa pula bilangan Mersenne dari segi indeknya.
Jadi, jika indek bilangan Mersenne
((
) )
( ), maka . / dan
. / menurut Teorema 2.4.5 dan
(( )( )) Teorema 2.4.3. Kemudian, berdasarkan
Kriteria Euler, diperoleh
( )
( ) dan
(( ) ) ( ) ( ). Berdasarkan Teorema
(
)
2.3.6 diperoleh . /
menurut Teorema2.3.6. Kemudian
(( ) ) ( )
(( ) ) ( )
Contoh 3.6.
( ) Untuk . Kemudian,
( )
( ). Jadi
prima menurut Tes Lucas.
( ) Teorema 3.4 dan 3.5 sudah cukup
( ) baik dalam mengkarakterisasi
keprimaan bilangan Mersenne.
Kekurangan Teorema 3.4 adalah tak
berlaku dua arah dan Teorema 3.5 dan
di . Sehingga Teorema 3.6 hanya mengkarakterisasi
bilangan prima yang kongruen 3
modulo 4 saja. Untuk mengakhiri
( ) ( ) ( )
pembahasan pada skripsi ini, penulis
akan menyajikan teorema terakhir yang
( ) ( )( ) penulis anggap lebih baik dalam
mengkarakterisasi keprimaan bilangan
Mersenne. Penulis menempatkannya
( )
dalam teorema berikut yang sekaligus
merupakan teorema terakhir dalam bab
di . Dengan mengalikan kedua ruas pada
pembahasan ini.
persamaan terkhir dengan . / , diperoleh
Teorema 3.7 (Tes Lucas-Lahmer).
Diberikan barisan bilangan
( ) ( ) ( ) dengan dan
untuk . Jika p bilangan prima
ganjil, merupakan bilangan prima
( ) ( ) ( )
jika dan hanya jika
( ) ( ).
Bukti:
Pertama, klaim bahwa barisan bilangan
( ) (( )( ))
dengan sifat di atas
( ) ekivalen dengan ( )
( ) untuk .
( ) ( ) ( ) 1. Untuk , jelas.
2. Andai benar untuk , yaitu
( ) ( )
( )
( ) ( ) ( ) benar, akan
ditunjukkan juga benar
( ) ( )
( ) ( )
di . Dengan kata kain, ( )
(( ) ) (( ) )
(( ) ( ) )
Lemma 2.1.1 bagian (iii) diperoleh
hasil . Tetapi
( ) ( , oleh karena itu
) . Hal ini kontradiksi dengan
(( ) ( ) ) . Jadi, jika
( )
( ) maka prima.
( ) ( )
( ) ( )
Jadi ( )
( ) ( )
( ) benar untuk semua ( )
bilangan asli n menurut prinsip ( )
Induksi Matematika.
( ) Andai prima sehingga dan
( ) Terlebih dahulu, akan diklaim
( ). Maka menurut Teorema ( ) dan
2.1.2. Karena ( ), maka diperoleh ( ).
( ) ( ) untuk suatu
. Dengan mengalikan kedua ruas dengan (i) Klaim untuk ( )
( ) , diperoleh
1. Untuk , jelas bahwa
( ) (( ) ( ) ) ( )
( ) 2. Andai pernyataan benar
untuk , yaitu
(( ) ) .( )( )/ ( ) benar,
( ) akan ditunjukkan
( ) juga benar
(( ) ) ( ) ( ) Jadi ( ) benar
untuk bilangan asli
(( ) ) ( )
menurut prinsip Induksi
(( ) ) ( )
Matematika. Atau dengan kata
lain, ( ) benar
Sekarang, perhatikan grup untuk bilangan prima ganjil p.
* + . Jelas ( * +) (ii) Klaim untuk
. Karena ( ) * +, ( )
mudah dipahami bahwa ( Akan dibuktikan
) di * +. Dengan ( ) benar
mengkuadratkan kedua ruas diperoleh untuk semua bilangan asli
n.
(( ) ) ( ) ( )
1. Untuk , jelas bahwa
( )
( )
2. Andai pernyataan benar untuk
, yaitu
( )
( ) benar,
di * +, jadi order dari ( akan ditunjukkan ( )
( ) juga benar
) adalah . Berdasarkan Teorema ( )
( ) ( )
2.5.1 maka ( )
( * +) , dan menurut
( ) Jadi ( ) . Dengan
( memerhatikan ( )
( )
, maka
)
( )
( )
( ) ( )
( )
( )
( ) ( )
( )
( )
( )
( )
( )
( ) ( ) ( )
( )
( )
Jadi ( )
benar untuk semua bilangan asli ( )( )
( )
n menurut prinsip Induksi ( )
Matematika. Atau boleh
dikatakan, ( ) ( )( )
( )
benar untuk bilangan prima ganjil
( ) ( )
p.
( )( )
Karena ( ) dan ( )
( ) ( )
( ), maka . /
( )
dan . / menurut teorema
2.4.3 dan teorema 2.4.4 berturut- ( )
turut. Berdasarkan Kriteria Euler,
di . Dengan mengalikan kedua ruas pada
diperoleh ( )
persamaan terakhir dengan ( ) ,
dan ( ). diperoleh
( )
( ) ( )
( ) .( )( )/
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
penerapan model pembelajaran CPS CPS yang dapat dilihat dari 4 aspek
yang dilengkapi dengan diskusi kelas yaitu kemampuan guru mengelola
pada siklus ke II. diskusi kelas pembelajaran, aktivitas siswa dalam
membuat siswa lebih memahami materi pembelajaran CPS, respon siswa
yang dibahas dan mengetahui terhadap pembelajaran CPS, dan
pemecahan masalah yang paling tepat. ketuntasan belajar siswa secara klasikal
setelah diterapkan model pembelajaran
Menurut Sumanah (2014: 568) CPS.
menyatakan bahwa model
pembelajaran CPS lebih baik daripada Rumusan masalah dalam
rerata prestasi belajar siswa kelas penelitian ini adalah Bagaimana
akselerasi pada materi turunan dengan kemampuan guru mengelola
model pembelajaran konvensional. Hal pembelajaran, Aktivitas siswa, Respon
ini sejalan dengan penelitian Dewi siswa, dan ketuntasan belajar siswa
(2007) yang menyatakan bahwa CPS dengan menggunakan model
dapat meningkatkan kreativitas dan pembelajaran creative problem solving
hasil belajar siswa dan penelitian pada materi lingkaran di kelas VIII
sutrisno (2009) yang menyatakan MTs Nurul Huda? Dengan tujuan
bahwa pembelajaran dengan CPS dapat untuk mendiskripsikan kemampuan
mengantar siswa mencapai KKM. guru, Aktivitas siswa, Respon siswa,
Perbedaan penelitian ini dengan dan ketuntasan belajar siswa dalam
penelitian sebelumnya terletak pada menggunakan model pembelajaran
materi, karakter siswa sebagai obyek, creative problem solving pada materi
dan pendekatan pembelajaran. lingkaran di kelas VIII MTs Nurul
Huda.
Menurut Siswadi (2014 )
penelitian ini sejalan dengan penelitian 1. Pembelajaran Matematika
yang dilakukan Wirasani (2011) yang Matematika adalah cabang ilmu
menyatakan ditunjukan adanya mengenai angka dan perhitungan yang
peningkatan hasil belajar siswa dari menuntut siswa menggunakan logika
siklus I ke siklus II setelah dalam menyelesaikan suatu
diterapkannya model pembelajaran permasalahan.
CPS pada pembelajaran matematika. Selanjutnya dapat disimpulkan
Pada siklus I rata-rata hasil belajar bahwa pembelajaran matematika
siswa sebesar 68 daya serap sebesar adalah suatu upaya seorang guru dalam
68% dan ketuntasan belajar sebesar belajar matematika (yang menuntut
51%. Sedangkan pada siklus II rata-rata siswa berlogika) agar suasana belajar
sebesar 78, daya serap 78% dan kondusif dan tujuan pembelajaran
ketuntasan belajar sebesar 83% dicapai secara optimal.
sehingga telah melebihi target yang
ditetapkan. Terjadi peningkatan 2. Model Creative Problem Solving
ketuntasan belajar siswa pada siklus II (CPS)
dari 51% menjadi 83% desebabkan Menurut Suyatno (2009)
siswa sangat antusian dan tertarik menyatakan bahwa CPS merupakan
mengikuti pembelajaran. variasi dari pembelajaran pemecahan
masalah melalui gagasan creative
Berdasarkan uaraian di atas, dalam menyelesaikan masalah.
maka perlu untuk menyelidiki Dalam penelitian ini creative
keefektifan penerapan pembelajaran problem solving (CPS) adalah model
BIOGRAFI PENULIS