Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

TB PARU RELAPS

PEMBIMBING : dr. Adi Sumanta


DISUSUN OLEH :
HANNY FADHILA (060100011)

AFRIDA ARYANI NST (060100012)

MARCO JUDIKA H (060100060)

UMMI KALTSUM P (060100061)

RIZKI IRWANSYAH (060100064)

ERTY W.L.T (060100209)

RALPH LUKAS S. (0601000401)

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H ADAM MALIK
2010

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami hadiahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat

rahmat dan Karunia-Nya makalah laporan kasus yang berjudul MDR-TB ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Kami mengucapkan terima kasih kepada

supervisor dan kepada pembimbing kami dr. Saulina Sembiring yang membantu

dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berjudul TB Paru Relaps yang akan mendiskusikan kasus

dan penatalaksanaan pasien yang dirawat di ruang rawat inap penyakit dalam

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena

itu kami dengan besar hati menerima saran dan kritik yang membangun demi

kebaikan ilmu pengetahuan saat ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya. Kami ucapkan

terima kasih.

Hormat kami,

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh


Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB
baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB
dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India
dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
penanggulangan TB sejak tahun 1995. Penanggulangan tuberculosis dengan
strategi DOTS bertujuan menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,
memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR-TB.

1.2. Tujuan dan Manfaat


Makalah ini diselesaikan guna melengkapi tugas dalam menjalani Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Penyakit Dalam, selain itu untuk
memberikan pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai TB.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Defenisi
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular melalui udara yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB biasanya
mempengaruhi paru-paru tetapi juga dapat mempengaruhi organ lain dari tubuh.
Biasanya diobati dengan regimen obat yang diambil selama enam bulan sampai
dua tahun, tergantung pada jenis infeksi.

Etiologi: Mycobacterium tuberculosis

Bila seseorang menghirup droplet yang mengandung M.tuberculosis dari


orang yang terinfeksi, M.Tuberculosis aka masuk ke dalam tubuh bereaksi
dengan imunitas tubuh. Sebagian besar bakteri m.tuberculosis terjebak di jalur
nafas atas dan dikeluarkan oleh sel mukosa bersilia, hanya sedikit bakteri tb
sampai ke alveoli sehingga tidak ada aktivitas khusus oleh makrofag. Bila bakteri
sekresi C2a dari dindingnya + opsonisasi C3b dari bakteri untuk merusak
makrofag,barulah makrofag aktif.
Pada fase inisial (asimptomatik),basil M.Tb multiplikasi dan dengan cepat
membunuh makrofag yang memberi signal kemotaksis sehingga monosit non
aktif datang dari darah ke tempat tersebut untuk memfagosit basil yang dihasilkan
dari makrofag yang lisis. Setelah 2-4 minggu,tubuh memberi respon terhadap
perkembangan M.Tb dengan terjadinya: 1. Kerusakan jaringan akibat dari
hipersensitivitas lambat. 2. Aktivasi makrofag untuk membunuh dan mencerna
M.Tb yang akibatnya terbentuk pengkijuan sebagai lesi primer.

2.2. Patogenesis Tuberkulosis Paru

4
Tuberculosis Primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembapan. Bila partikel
infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau
jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian oleh
makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Dari sini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil
dan disebut sarang primer atau afek primer (focus) Ghon. Sarang primer ini dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru dan bisa juga menuju organ lain di luar paru.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local+ limfadenitis regional
membentuk kompleks primer (Ranke). Semua proses ini selanjutnya dapat
menjadi :
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic,
kalsifikasi di hilus, dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant
Berkomplikasi dan menyebar secara : perkontinuitatum, bronkogen,
limfogen, dan hematogen.

Tuberculosis Pasca Primer


Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa
(tuberculosis post primer/ TB sekunder). Tuberculosis sekunder terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS,

5
gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga terbentuk sarang pneumoni kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas
pasien, sarang ini dapat menjadi :
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
Sarang yang meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadi kavitas.
Di sini lesi sangat kecil, tetapi bakteri sangat banyak.kavitas dapat meluas
kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk ke
dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Lesi ini juga dapat
memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma, menjadi cair dan
kavitas lagi. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.

2.3. Penemuan Pasien TB


A. Gejala Klinis

Keluhan yang dapat dirasakan penderita antara lain:


1. Demam. Demam biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi
kadang-kadang panas badan mencapai 40-41C. Serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar , tetapi kemudian dapat timbul kembali.
2. Batuk/batuk darah. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang luar. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul

6
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak napas. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5. Malaise. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu
makan, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam,
dan lain-lain.

Menurut ISTC standar 1 menyatakan setiap individu dengan batuk


produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang tidak dapat dipastikan penyebabnya
harus dievaluasi untuk tuberkulosis.

B. Pemeriksaan Fisik Dan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan


terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik.
Penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang positif.
a. inspeksi: inspeksi keadaan umum pasien, mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, demam, badan kurus atau berat badan
menurun.
b. palpasi : Bila terdapat sulit menilai dari palpasi dinding dada
c. perkusi : tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian
apeks (puncak paru). bila dicurigai ada infiltrate yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan
suara hipersonor atau timfani. Bila tuberculosis mengenai pleura, tejadi efusi
pleura, pada perkusi terdengar suara beda.
d. auskultasi : TB paru yang menimbulkan infiltrat yang luas didapatkan
auskultasi suara napas bronchial, didapatkan juga suara napas tambahan berupa

7
ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi oleh penebalan
pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Pada efusi pleura akibat TB Paru
menimbulkan suara napas yang melemah sampai tidak terdengar sama sekali pada
auskultasi toraks.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Untuk pemeriksaan TB paru, semua pasien susupek TB diperiksa 3
spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu. Diagnosis TB
paru ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pemeriksaan dahak
mikroskopis juga digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan.
Sewaktu : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
Pagi : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua , segera setalah
bangun tidur.
Sewaktu : dahak dikumpulkandi UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
b. pemeriksaan biakan (kultur TB)
berfungsi untuk mengidentifikasi M.tuberkulosis ( gold standard), dan
untuk mengetahui apakah kuman BTA pada pasien tersebut masih peka/sensitive
terhadap OAT yang digunakan atau sudah persisten. Indikasi kultur TB dan uji
resistensi OAT :
Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak
Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda
c. Pemeriksaan Radiologis
Lokasi lesi tuberkulosis biasanya di apeks paru (segmen apikal lobus atau
segmen apikal lobus bawah), tetpai dapat juga, mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis
endobronkial).

8
Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti
awan dan dengan batas-batas yang tida tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan batas yang tegas. Lesi ini disebut
tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.
Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayang yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Indikasi pemeriksaan foto thoraks adalah :
Hanya ada 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus
ini foto thoraks diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif
Ketiga specimen dahak negative setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan
setelah pemberiaan antibiotic non OAT.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti : penumothoraks, pleuritis
eksudativa, efusi perikarditis, atau efusi pleura) dan hemoptisis berat,
untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma.

9
2.5. Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Pasien

10
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi
kasus yang meliputi 4 hal :
1. lokasi : organ tubuh yang sakit, TB Paru atau TB ekstraparu
2. bakteriologi : TB BTA positif atau TB BTA negative
3. tingkat keparahan penyakit : TB ringan atau TB berat
4. riwayat pengobatan TB sebelumnya : TB baru atau TB sudah pernah
diobati
Ada beberapa tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :
a. kasus baru : pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu)
b. kasus kambuh (relaps) : pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan
pengobatan lengkap/dinyatakan sembuh, didiagnosis kembali dengan BTA positif.
c. kasus putus berobat (default) : pasien yang telah berobat dan putus berobat
2 bulan atau lebih dengan BTA positif
d. kasus gagal (failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama
pengobatan.
e. pindahan (transfer in) : pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. lain-lain : semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.6. Penatalaksanaan TB Secara Umum

Pengobatan tuberculosis bertujuan untuk menyembuhan penderita,


mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

11
Pengobatan TB DepKes RI 2007

Tujuan pengobatan TB

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah


kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Dosis yang direkomendasikan (mg/kgBB)


Jenis OAT Sifat
Harian 3x seminggu
5 10
Isoniazid (H) Bakterisid
(4-6) (8-12)
10 10
Rifampicin (R) Bakterisid
(8-12) (8-12)
25 35
Pyrazinamide (Z) Bakterisid
(20-30) (30-40)
15 15
Streptomycin (S) Bakterisid
(12-18) (12-18)
15 30
Ethambutol (E) Bakteriostatik
(15-20) (20-35)

Prinsip Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

12
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis di Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara
ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,


dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan

13
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Paduan OAT dan peruntukannya.

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru

Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Tahap lanjutan 3 kali


Tahap Intensif tiap hari
seminggu selama 16
Berat Badan selama 56 hari
minggu
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150)
30 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Dosis per hari/kali Jumlah


Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kal
Pengobata Pengobata Isoniazi Rifampisi Pirazinami Etambut i
n n d @300 n @450 d @500 ol @250 menela
mgr mgr mgr mgr n obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

14
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Tahap Lanjutan 3
kali seminggu
Tahap Intensif tiap hari RHZE
Berat RH
Berat badan (150/75/400/275) + S
(150/150) +
E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu
2 tab 4KDT + 500
2 tab 2KDT + 2
30-37 kg mg Streptomisin 2 tab 4KDT
tab Etambutol
inj.
3 tab 4KDT + 750
3 tab 2KDT + 3
38-54 kg mg Streptomisin 3 tab 4KDT
tab Etambutol
inj.
4 tab 4KDT + 1000
4 tab 2KDT + 4
55-70 kg mg Streptomisin 4 tab 4KDT
tab Etambutol
inj.
5 tab 4KDT +
5 tab 2KDT + 5
71 kg 1000mg 5 tab 4KDT
tab Etambutol
Streptomisin inj.

Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Tablet Etambutol Jumlah


Kaplet Tablet
Tahap Lama Isonias Table Table hari/kal
Rifampis Pirazinam Streptomis
Pengobata Pengobata id @ t @ t @ i
in @ 450 id @ 500 in injeksi
n n 300 250 400 menela
mgr mgr
mgr mgr mgr n obat
Tahap 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56

15
Intensif
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)
Tahap
Lanjutan
4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
semggu)

Catatan:

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan


aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori
1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Dosis KDT untuk Sisipan

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE


Berat Badan
(150/75/400/275)
30 37 kg 2 tablet 4KDT
38 54 kg 3 tablet 4KDT
55 70 kg 4 tablet 4KDT
71 kg 5 tablet 4KDT

Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet Jumlah


Pengobata Pengobata Isoniasi Ripamfisi Pirazinam Etambut hari/ka

16
d @ li
n @ 450 id @ 500 ol @ 250
n n 300 menela
mgr mgr mgr
mgr n obat
Tahap
intensif
1 bulan 1 1 3 3 28
(dosis
harian)

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida


(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada
pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih
rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan
terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

Terapi Pembedahan
Indikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
2. Indikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Satu kaviti yang menetap

Tindakan Invasif (Selain pembedahan)


Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

2.7. Pemantauan Dan Hasil Pengobatan TB


Pemantauan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pengobatan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara

17
mikoskopis lebih baik dibandingkan dengan dengan pemeriksan radiologis dalam
pemantauan kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan
dilakukan pemeriksaan spesimen sebayak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil
pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah
satu spesimen atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tesebut
dinyatakan positif.

Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopik :

1. Pasien baru BTA positif, dengan pengobatan kategori 1(Pada minggu


terakhir bulan ke 2, ke 5 dan ke 6).

2. Pasien baru BTA negatif dan foto thoraks mendukung TB, dengan
pengobatan kategori 1(Pada minggu terakhir bulan ke 2, ke 5 dan ke 6).

3. Pasien BTA positif dengan pengobatan kategori 2 (Pada minggu terakhir


bulan ke 3, ke 7 dan ke 8).

18
19
Hasil pengobatan pasien TB BTA positif :

Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan


pemeriksaan ulang dahak (folow up) hasilnya negatif pada Akhir Pengobatan (AP)
dan minimal satu pemeriksaan follow-up sebelmnya negatif.

Pengobatan lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap
tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.

20
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit pengobatan lain (dengan
register kartu TB 03) dan hasil pengobatannya tidak di ketahui.
Default (Putus Berobat/lalai)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum
masa pengobatan selesai dengan BTA positif
Gagal
Pasien yang hasil pemerisaan dahaknya tetap positif pada bulan ke lima
atau lebih selama pengobatan

2.8. Komplikasi TB Paru

Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

Komplikasi dini :

Pleuritis
Efusi pleura
Empiema
Laryngitis
TB usus

Komplikasi lanjut :

Obstruksi jalan napas SOFT (sindrom obstruksi pasca tuberculosis)


Kerusakan parenkim berat
Fibrosis paru
Kor pulmonal
Amiloidosis
Karsinoma paru
Sindrom gagal napas dewasa

2.9. Multi Drug Resistant TB (MDR-TB)

21
MDR TB adalah bentuk TB yang resistan terhadap obat di mana bakteri
TBC tidak lagi dapat dibunuh oleh sekurang-kurangnya dua antibiotik terbaik,
isoniazid (INH) dan rifampisin (RIF), biasanya digunakan untuk menyembuhkan
TB. Akibatnya, bentuk ini penyakit ini lebih sulit untuk mengobati daripada TB
biasa dan membutuhkan sampai dua tahun multidrug pengobatan.

Faktor risiko:
Terapi TB yang tidak sukses
Terapi TB yang terputus
Regimen OAT sebagai terapi TB tidak tepat
Durasi terapi TB tidak tepat
Prevalensi TB yang tinggi
HIV + tidak sebagai faktor tunggal

Tanda-tanda MDR-TB

Suspek MDR-TB bila pewarnaan/kultur positif saat akhir fase inisial


(2bulan) atau fase lanjutan (bulan ke-5)
Gejala klinis tidak membaik walaupun kepatuhan pasien baik.

2.10. Penatalaksanaan MDR-TB

Salah satu masalah utama pengobatan TB adalah munculnya strain


M.tuberculosis yang bersifat resistensi ganda terhadap obat primer. Resistensi
ganda dapat berkembang dengan salah satu dari dua cara yaitu resistensi obat
primer dan resistensi obat sekunder. Resistensi obat primer berkembang pada
orang yang belum menerima pengobatan TB sebelumnya, yaitu mereka yang
terinfeksi strain resistan, sedangkan resistensi sekunder atau yang diperoleh
merujuk ke resistensi yang berkembang selama periode pengobatan.

Untuk terapi MDR, obat anti-TB dibagi berdasarkan efikasi, pengalaman


pengobatan, dan kelas obat. Semua obat lini pertama anti-TB masuk pada grup 1,
kecuali streptomisin yang diklasifikasikan dengan agen injeksi pada grup 2.
Semua obat pada grup 2-5 (kecuali streptomisin) adalah lini kedua atau obat
cadangan. Resistensi silang maksudnya adalah terjadinya mutasi resisten (pada

22
M.tuberculosis) kepada satu obat anti-TB yang dapat terjadi resistensi terhadap
beberapa atau semua jenis obat yang berada pada famili yang sama.

Kelompok obat-obatan dalam pengobatan MDR-TB

Kelompok Obat (singkatan)


Kelompok 1: agen oral lini pertama Pyrazinamide (Z)
Ethambutol (E)
Rifabutin (Rfb)
Kelompok 2: agen injeksi Kanamycin (Km)
Amikacin (Am)
Capreomycin (Cm)
Streptomycin (S)
Kelompok 3: flouroquinolones Levofloxacin (Lfx)
Moxifloxacin (Mfx)
Ofloxacin (Ofx)
Kelompok 4: agen lini kedua Para-aminosalicylic acid (PAS)
bakteriostatik oral Cycloserine (Cs)
Terizidone (Trd)
Ethionamide(Eto)
Protionamide (Pto)
Kelompok 5: agen yang mekanismenya Clofazimine (Cfz)
belum pasti dalam pengobatan MDR-TB Linezolid (Lzd)
Amoxicillin/clavilunate (Amx/Clv)
Thioacetazone (Thz)
Imipenem/cilastatin (Ipm/Cln)
Isoniazid dosis tinggi (high-dose H)
Clarithromycin (Clr)

Monitoring Pasien MDR-TB

Perlu dilakukan monitoring ketat pada pasien MDR-TB. Untuk


mengetahui respon terapi, lakukan smear sputum dan kultur setiap bulan sampai
hasilnya mengalami konversi. Konversi maksudnya adalah dua kali berturut-turut
hasilnya negatif pada smear dan kultur dalam waktu yang terpisah dalam 30 hari.
Monitoring terhadap perubahan berat badan tiap bulannya.

Durasi Pengobatan MDR TB

23
Pada terapi MDR-TB, fase intensif didefinisikan sebagai lamanya
pengobatan dengan menggunakan agen injeksi. Agen injeksi harus dilanjutkan
selama 6 bulan , dan sekurangnya 4 bulan setelah pasien pertama kali pemeriksaan
kultur dan smear negatif. Melihat kembali hasil kultur, smear, x-ray, dan status
klinis dapat membantu dalam memutuskan apakah terapi dilanjutkan atau tidak.

BAB III

KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)

CATATAN MEDIK PASIEN

No. Reg. RS : 42.39.78


Nama Lengkap : Arman Surya Pasaribu
Tanggal Lahir : 12 Mei 1972 Umur: 37 Tahun Jenis Kelamin :
laki-laki

Alamat : Jl. MA Selatan Gg. Cendrawasih 5 No. Telepon : -


Pekerjaan : - Status: belum menikah
Pendidikan : SLTP Jenis Suku : Indonesia Agama : Islam

Dokter Muda : Lishalini


Dokter : dr. Adi
Tanggal : 16 Maret 2010

ANAMNESIS

Automentesi Heternoment

24
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : batuk

Deskripsi :

Hal ini telah dialami OS dalam 1 bulan ini, batuk berdahak warna putih kental
(+), batuk darah (-), nyeri dada (+) saat OS batuk. Sesak nafas (+) dialami OS
dalam 1 bulan ini, sesak tidak berhubungan dengan aktivitas dan cuaca, keringat
malam (+) Mencret (+) dialami OS dalam 1 minggu ini, frekuensi 3x/ hari,
lendir (-), darah (-). BAK (+) normal.

Penurunan berat badan (+) dalam 1 bulan ini,

Riwayat penggunaan narkoba suntik (-), riwayat transfusi darah (-), riwayat free
sex disangkal OS.

RPT : TB Paru 4 tahun yang lalu bronkitis tahun 2004, asma (+)
RPO : OAT selama 2 tahun hingga tuntas, dinyatakan sembuh berdasarkan
klinis
Antibiotik (+)
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Tanggal Penyakit Tempat Perawatan Pengobatan dan


Operasi
TB Paru RS HAM
Asma
RIWAYAT KELUARGA

Laki-laki Perempuan

XMeninggal (sebutkan sebab meninggal dan umur saat meninggal

Kakek-Nenek

X as ASASasX Ayah-Ibu

Asm Pasien
a HTN

25

Anak
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat imunisasi
Riwayat alergi Tahun Jenis imunisasi
Tahun Bahan / obat Gejala - Tidak jelas
Debu+) Bersin &
batuk

Hobi : tidak ada yang khusus


Olah Raga :-
Kebiasaan Makanan : tidak ada yang khusus
Merokok :+
Minum Alkohol : (-)
Hubungan Seks : (-)

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum : sedang Abdomen :
Simetris, dalam batas normal
Kulit: Ginekologi: (-)
Dalam batas normal
Kepala dan leher: Alat kelamin : TDP
Simetris, dalam batas normal
Mata: Ginjal dan Saluran Kencing:
Dalam batas normal Dalam batas normal
Telinga: Hematologi:
Dalam batas normal Dalam batas normal
Hidung: Endokrin / Metabolik:
Dalam batas normal BB turun
Mulut dan Tenggorokan: Muskuloskeletal:
Dalam batas normal Dalam batas normal

26
Pernafasan : sesak nafas Sistem saraf:
Dalam batas normal
Payudara: dalam batas normal Emosi : terkontrol

Jantung: Vaskuler : Dalam batas normal


Dalam batas normal

DESKRIPSI UMUM
Ringan Sedang Berat
Kesan Sakit

Gizi:
Berat Badan : 43 Kg Tinggi Badan: 175 Cm
IMT : 14,05 kg/m3, Kesan : underweight
TANDA VITAL

Kesadaran Compos Mentis Deskripsi: Sadar akan keadaan


sekitar
Nadi Frekuensi : 80x/i Regular, T/V cukup
HR Frekuensi : 80x/i
Tekanan darah Berbaring: Duduk:
Lengan kanan:100/60 mmHg Lengan kanan : 100/70 mmHg
Lengan kiri : 1110 / 70 mmHg Lengan kiri : 90/60 mmHg
Temperatur Aksila: 36,1 C Rektal : TDP
Pernafasan Frekuensi : 20x/menit Deskripsi: Thorako abdominal

KULIT :
v
Dalam batas normal
KEPALA DAN LEHER: Simetris; Rambut: hitam

TVJ: R-2 cmH2O; Trakea: medial, Pembesaran KGB (-), Struma (-)

TELINGA

Meatus aurikula externus dalam batas normal, sekret (-)


HIDUNG

Dalam batas normal

27
RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN

Dalam batas normal

MATA

Conjunctiva palp. inf. pucat (-), eritema, scleraikterik (+),

RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, 3mm

TORAKS

Depan Belakang
Inspeksi Simetris fusiformis Simetris
Palpasi SF kanan = kiri, SF kanan = kiri
Perkusi Sonor memendek lapangan atas Sonor memendek lapangan atas
kedua paru kedua paru
Auskultasi SP: bronchial SP: bronchial
ST: ronchi basah lapangan atas ST: ronchi basah lapangan atas
kedua paru kedua paru

JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas: ICR III Sinistra
Kanan: LSD
Kiri: : 1 cm medial LMCS
Jantung : HR : 80x /i, reguler, M1>M2 ,A2>A1 ,P2>P1 ,A2>P2, desah(-)
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : soepel, H/L/R tidak teraba
Perkusi : timpani, pekak hati (-), pekak beralih (-)
Auskultasi : peristaltik (+), double sound (-)
PUNGGUNG
Simetris, tapping pain (-)
EKSTREMITAS:
Superior : oedem (-) / (-)
Inferior : oedem (-) / (-)
ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan

28
REKTUM:
Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Refleks Patologis (-)
BICARA:
Jelas
PEMERIKSAAN LAB :
Darah rutin : Hb 14,3 g/dl; Leukosit: 4.000 L /mm3; Ht: 44.7L%; Trombosit: 240
L/mm3, MCV 95.3 fL; MCH 30,5 pg ; MCHC 32, g/dl
RFT : Ureum 16 mg/dl, Creatinin 1.0 mg/dl
LFT : SGOT 18 IU/L, SGPT 1.4 IU/L
KGD Adrandom 103 mg/dl
Urinalisa ruangan
Warna urine kuning Protein (-) Reduksi (-) Bilirubin (-) Urobilinogen (-)

RESUME DATA DASAR

(Diisi dengan Temuan Positif)

Dokter Muda : Lishalini


Nama Pasien : Arman Surya No. RM : 42.39.78

1. KELUHAN UTAMA : batuk

29
2. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu,
Riwayat Pengobatan,
Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.)
Seorang pria usia 37 tahun datang ke RSUP HAM dengan keluhan batuk yang dialami oleh OS
selama 1 bulan ini, batuk berdahak warna ptutih kental, pasien merasa nyeri ketika batuk (+),
sesak nafas (+) dalam 1 bulan ini, keringat malam (+). Riwayat konsumsi antibiotik (+) dan
OAT (+) selama 2 tahun. Mencret (+) dalam 1 minggu ini 3x/hari. Penurunan BB (+) dalam 1
bulan ini. Pada pemeriksaan fisik thoraks dijumpai sonor memendek pada lapangan atas kedua
paru dan ronchi basah (+)

RENCANA AWAL
Nama Penderita : Arman Surya Pasaribu No. RM. : 4 2 3 9
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meli
penatalaksanaan dan edukasi)
Rencana
No. Masalah Rencana Diagnosa Rencana Terapi
Monitor
1. TB Paru Relaps - Rapid test
Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Kultur klinis
Cotrimaxazol 2 x 960 mg
- Tuberculin test
Ambroxal 3 x tab
- Foto thoraks PA
Paracetamol 3 x 500 mg
- BTA
Streptomisin 750 mg 1 amp/hari

30
Tanggal S O A P

Terapi

-
-
Sens : CM
-
TB Paru relaps + diare
TD : 100/60 -
akut
17-03-
Mencret Nadi : 86x/i dd : TB paru dengan
10 -
T : 36,7oC infeksi sekunder + colitis
TB
Pernafasan : 25x/i

18-03- Mencret Sens : CM TB Paru Relaps +diare


-
10 akut
TD : 100/60 mmHg -
Dd : TB Paru MDR
-

31
-

-
-

Nadi : 80x/i
-
T : 35,3oC

Pernafasan : 24x/i

19-03- Sesak nafas TB Paru Relaps


Sens: CM -
10 Dd : TB Paru MDR
TD: 100/60 mmHg -
-
Nadi: 92 x/i
-
T: 35,2 0C
-
RR: 24x/i

32
-
-
-

Sens: CM -

TD: 100/60 mmHg -


20- 03- TB Paru Relaps
Sesak nafas HR: 76x/i
10 Dd : TB Paru MDR -
RR: 20x/i

Temp: 35,00C -

Sens: CM
-
22-03- Batuk TD: 100/50 mmHg -
TB Paru Relaps
10 -
RR: 20x/i Dd : TB Paru MDR
-
HR: 80x/i
-
T: 35,10C

33
Sens: CM
TD: 100/50 mmHg
-
RR: 222x/i
-
HR: 80x/i TB Paru Relaps + fibrosis
-
T: 360C paru kanan
23-03- batuk -
Dd : TB Paru MDR
10 -

-
Sens: CM -
TD: 90-100/50 mmHg -
24s/d batuk RR: 24-28x/i -
25-03- HR: 64-80x/i TB Paru Relaps + fibrosis -
10 T: 35,2-36,00C paru kanan
Dd : TB Paru MDR -

34
-

-
Sens: CM
-
TD: 100-110/50-60 mmHg
TB Paru Relaps + fibrosis -
RR: 16-22x/i
paru kanan + efusi pleura -
HR: 76-80x/i
dekstra -
T: 36,1-370C
26&27- batuk Dd : TB Paru MDR
03-10 -

-
-

DAFTAR MASALAH
Nama Penderita : Arman Surya Pasaribu 4 2 3 9 7
No. RM
NO Tanggal Ditemukan Masalah Selesai/tanggal Terkontr
1. 17-03-2010 TB Paru Relaps + 19-03-201
diare akut

35
2. 22-03-2010 TB Paru Relaps
3. 23-03-2010 TB Paru Relaps +
fibrosis paru kanan
4. 26-03-2010 TB Paru Relaps
+fibrosis paru
kanan + efusi pleura

Kesimpulan :
Seorang laki-laki, 37 tahun dengan diagnose TB Paru Relaps
Prognosis :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad malam
DAFTAR PUSTAKA

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2007.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2007. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2.

Department Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis.

WHO. 2006. The Stop TB Strategy

WHO. 2008. Guidelines for The Programmatic Management of Drug

Resistant Tuberculosis. Switzerlad

WHO. 2010. Treatment of Tuberculosis Guidelines 4th Edition. Switzerland

36

Anda mungkin juga menyukai