Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh
dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas
hidupnya, dan juga memberikan support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut
didapatkan bahwasannya salah satu tujuan dasar dari palliative care adalah
mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya adalah menghilangkan
nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium lanjut tidak
mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu pada akhirnya
berakar pada konsep terapi yang eksklusif dalam menyembuhkan penyakit daripada
meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali
keputusan untuk mengambil tindakan paliatif baru dilakukan setelah segala usaha
penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif. Padahal seharusnya, palliative care
dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif dan rehabilitasi baik pada fase dini
maupun lanjut.
Salah satu kajian yang akan dibahas pada keperawatan paliatif disini adalah
mengenai kanker dari alat perkemihan yaitu Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga
kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga
lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat
diagnosa.

II. Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud demgan keperawatan paliatif?
2. Apa saja prinsip-prinsip dari keperawatan paliatif?
3. Bagaimana anatomi fisiologi pada kandung kemih?
4. Apakah pengertian dari kanker buli?
5. Apa saja etiologi dari kanker buli?
6. Bagaimana pathofisiologi dari kanker buli?
7. Apa saja manifestasi klinis yang terjadi pada kanker buli?
8. Bagaimana bentuk kanker dari kanker buli?
9. Apa saja klasifikasi dari kanker buli?
10. Apa saja komplikasi yang terjadi pada kanker buli?
11. Bagaimana pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada kanker buli?
12. Bagaimana pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kanker buli?

1
13. Bagaimana penatalaksanaan medis yang dilakukan pada kanker buli?

III. Tujuan

IV. Manfaat

BAB II

ISI

I. Pengertian Keperawatan Paliatif


Keperawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif
dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya untuk

2
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas
hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien
meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
Jadi, tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit.
Dan yang ditangani bukan hanya penderita, tetapi juga keluarganya.

II. Prinsip Keperawaratan Paliatif


Menurut dr. Maria A. Witjaksono, dokter Palliative Care Rumah Sakit Kanker
Dharmais, Jakarta, prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
1. Menghargai setiap kehidupan.
2. Menganggap kematian sebagai proses yang normal.
3. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
4. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.
5. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan
pasien dan keluarga.
7. Menghindari tindakan medis yang sia-sia.
8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan
kondisinya sampai akhir hayat.
9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.

III. Anatomi Fisiologi Kandung Kemih


Buli-buli adalah organ berongga yang dindingnya terdiri dari otot-otot halus
yang disebut muskulus detrusol. Otot ini terdiri dari yang arah seratnya sedemikian
rupa sehingga bila berkontraksi menyebabkan buli-buli mengkerutdan volumenya
mengecil. Di bagian distal yaitu dekat dasar panggul (Diafgrama Urogenital) otot
detrusor membentuk tabung dan melapisi uretra posterior.
Lapisan sebelah dalam dari buli-buli adalah mukosa yang terdiri dari epitel sel
transisi. Disebelah luar dilapisi oleh serosa dan bagian fundus (kubah) ditutup oleh
peritonium. Bila buli-buli penuh peritonium terdesak kekranial. Buli terletak
dirongga perut bagian bawah, tepatnya didalam rongga pelvis dan extra peritonial.
Berada tepat dibelakang simfis pubis. Pada pria dibagian belakang berdekatan dengan
rektum dan pada wanita berdekatan dengan uterus dan vagina. Berbeda dengan
traktus urinarius bagian atas (ginjal dan ureter), maka untuk traktus urinarius bagian
bawah, buli ke distal, persyaratan amat penting peranannya untuk menjalankan fungsi
organ tersebut. Persyarafan buli dan uretra dilaksanakan oleh system syaraf otonom
yang terdiri dari parasimpatis dan simpatis. Persyarafan ini berpusat di medula

3
spinalis segmen torakolumbal. (Th XII LIII) dan segmen sakral II-IV
( parasimpatis) (R. Syamsu Hidayat, 1997)
Terdapat tiga fungsi penting dari buli yaitu reservoir, ekspulsi urin, dan anti
reflek. Sebagai reservoir, buli-buli manusia mempunyai kapasitas antara 200 sampai
dengan 400 ML. Setelah miksi buli-buli diisi lagi dengan urin yang datang dari ginjal.
Selama pengisian ini sampai kapasitasnya terpenuhi, tekanan dalam buli-buli tetap
rendah, kurang dari 20 cm H20. bila buli-buli penuh dindingnya teregang dan
menyebabkan rangsangan pada reseptor di dinding buli- buli, akibatnya tekanan
dalam buli-buli meningkat dan dirasakan sebagai perasaan ingin kencing. Pada
keadaan demikian uretra posterior otomatis membuka. Urin belum keluar karena
masih ditahan oleh sfingter eksterna yang terdiri dari otot bergaris dengan
persyasarafan sema omotoris yang bekerja secara disadari ( volunter ). Sfingter ini
akan membuka bila di perintahkan oleh yang bersangkutan. Pada waktu ekspulasi
tekanan dalam buli- buli meningkat antara 70 100 cm H20. Urin yang ada dalam
buli-buli tidak akan mengalir ke arah ginjal. Arah ureter bagian distal yang serong.
Panjangnya ureter intravesikal serta lokasinya yang submukos menyebabkan
terjadinya mekanisme klep yang mencegah urin ke arah ginjal ( refluk ) ( R> Syamsu
Hidayat, 1997 ).

IV. Pengertian Kanker Buli-buli


Salah satu penyakit yang termasuk masalah kesehatan masyarakat adalah
kanker system urogenitalia. Tumor buli-buli paling sering menyerang 3 kali lebih
sering dari tumor urogenital lain. Sebagian besar (atau 90%) tumor buli-buli adalah
karsinoma sel transisional. Kanker (karsinoma) kandung kemih (buli-buli / vesika
urinaria) adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan abnormal sel
kanker atau tumor pada kandung kemih.
Kanker buli-buli adalah kanker yang mengenai organ buli-buli (kandung
kemih).Buli-buli adalah organ yang berfungsi untuk menampung air kemih yang
berasal dari ginjal. Jika buli-buli telah penuh maka air kemih akan dikeluarkan.
Carcinoma buli adalah tumor yang didapatkan pada buli-buli atau kandung
kemih yang akan terjadi gross hematuria tanpa rasa sakit yaitu keluar air kencing
warna merah terus.

V. Etiologi dan Faktor Predisposisi


1. Pekerjaan
Pekerja-pekerja di pabrik kimia (terutama pabrik cat), laboratorium, pabrik
korek api, tekstil, pabrik kulit, dan pekerja pada salon/pencukur rambut sering

4
terpapar oleh bahan karsinogen berupa senyawa amin aromatik (2-
naftilamin, bensidin, dan 4-aminobifamil).
2. Perokok
Resiko untuk mendapatkan karsinoma buli-buli pada perokok adalah 2-6 kali
lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok. Rokok mengandung bahan
karsinogen berupa amin aromatik dan nitrosamin. Dari beberapa penelitian
berhasil menemukan adanya hubungan antara merokok dengan terjadinya
tumor dan kanker buli-buli. Hubungan tersebut terjadi secara dose respons
yang berarti bertambahnya jumlah rokok yang diisap akan meningkatkan
resiko terjadinya kanker buli-buli 2-5 kali lebih besar dibandingkan dengan
bukan perokok. Pada perokok ditemukan adanya peningkatan metabolit
metabolit triptopan yang berada dalam urinnya yang bersifat karsinogenik.
Selain itu iritasi jangka panjang pada selaput lendir kandung kencing seperti
yang terjadi pada infeksi kronis, pemakaian kateter yang menetap dan adanya
batu pada buli-buli, juga diduga sebagai faktor penyebab.
3. Infeksi saluran kemih
Telah diketahui bahwa kuman-kuman E.coli dan Proteus spp menghasilkan
nitrosamin yang merupakan zat karsinogen.
4. Kopi, pemanis buatan, dan obat-obatan
Kebiasaan mengkonsumsi kopi, pemanis buatan yang mengandung sakarin
dan siklamat.
5. Riwayat keluarga
Orang-orang yang keluarganya ada yang menderita kanker kandung kemih
memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker ini. Peneliti sedang
mempelajari adanya perubahan gen tertentu yang mungkin meningkatkan
resiko terjadinya kanker ini.

VI. Pathofisiologi

5
VII. Manifestasi Klinis

6
Perlu diwaspadai jika seorang pasien datang dengan mengeluh hematuria yang
bersifat: (1) tanpa disertai rasa nyeri (painless), (2) kekambuhan (intermittent), dan
(3) terjadi pada seluruh proses miksi (hematuria total). Meskipun seringkali
karsinoma buli-buli tanpa disertai gejala disuria, tetapi pada karsinoma in situ atau
karsinoma yang sudah mengadakan infiltrasi luas tidak jarang menunjukkan gejala
iritasi buli-buli.Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah sehingga pasien
datang meminta pertolongan karena lidak dapat miksi. Keluhan akibat penyakit yang
telah lanjut berupa gejala obstruksi saluran kemih bagian atas atau edema tungkai.
Edema tungkai ini disebabkan karena adanya penekanan aliran limfe oleh massa
tumor atau oleh kelenjar limfe yang membesar di daerah pelvis. Secara umum,
manifestasi klinis tumor buli buli adalah sebagai berikut :
1. Kencing campur darah yang intermitten
2. Merasa panas waktu kencing
3. Merasa ingin kencing
4. Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sulit kencing
5. Nyeri suprapubik yang konstan
6. Panas badan dan merasa lemah
7. Nyeri pinggang karena tekanan saraf
8. Nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis.

VIII. Bentuk Kanker


Tumor buli-buli dapat berbentuk papiler, tumor non invasif (insitu), noduler
(infiltratif) atau campuran antara bentuk papiler dan infiltratif.

Bentuk tumor buli-buli

Sebagian besar (90%) tumor buli-buli adalah karsinoma sel transisional.


Tumor ini bersifat multifokal yaitu dapat terjadi di saluran kemih yang epitelnya
terdiri atas sel transisional yaitu di pielum, ureter, atau uretra posterior; sedangkan
jenis yang lainnya adalah karsinoma sel skuamosa (10%) dan adenokarsinoma
(2%)
1. Adenokarsinoma
Terdapat 3 grup adenokarsinoma pada buli-buli, di antaranya adalah:
(1) Primer terdapat di buli-buli, dan biasanya terdapat di dasar dan di
fundus buli-buli. Pada beberapa kasus sistitis glandularis kronis dan
ekstrofia vesika pada perjalannya lebih lanjut dapat mengalami

7
degenerasi menjadi adenokarsinoma buli-buli; (2) Urakhus
persisten (yaitu merupakan sisa duktus urakhus) yang mengalami
degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma; (3) Tumor sekunder
yang berasal dari fokus metastasis dari organ lain, diantaranya adalah:
prostat, rektum, ovarium, lambung, mamma, dan endometrium.
Prognosis adenokarsinoma bulu-buli ini sangat jelek.
2. Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa terjadi karena rangsangan kronis pada buli-
buli sehingga sel epitelnya mengalami metaplasia berubah menjadi
ganas. Rangsangan kronis itu dapat terjadi karena infeksi saluran
kemih kronis, batu buli-buli, kateter menetap yang dipasang dalam
jangka waktu lama, infestasi cacing Schistosomiasis pada buli-buli,
dan pemakaian obat-obatan sikiofosfamid secara intravesika.

IX. Klasifikasi Kanker


1. Staging dan klasifikasi
Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-
MARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi :
a. T = pembesaran lokal tumor primer
Ditentukan melalui : Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy,
pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau
transurethral reseksi.

No KODE KET
1 Tis Carcinoma insitu (pre invasive Ca)
2 Tx Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran
tumor, tak dapat dilakukan
3 To Tanda-tanda tumor primer tidak ada
4 T1 Pada pemeriksaan bimanual didapatkan masa
yang bergerak
5 T2 Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada
dinding buli-buli.
6 T3 Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau masa
nodular yang bergerak bebeas dapat diraba di
buli-buli.
7 T3a Invasi otot yang lebih dalam
8 T3b Perluasan lewat dinding buli-buli
9 T4 Tumor sudah melewati struktur sebelahnya

8
10 T4a Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate,
uterus vagina
11 T4b Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau
infiltrasi ke dalam abdomen

b. N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe


pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative

No KODE KET
1 Nx Minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional
tidak dapat ditemukan
2 No Tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjar lymfe
regional
3 N1 Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang
homolateral
4 N2 Pembesaran kontralateral atau bilateral atau
kelenjar lymfe regional yang multiple
5 N3 Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan
rongga yang bebeas antaranya dan tumor
6 N4 Pemebesaran kelenjar lymfe juxta regional

c. M = metastase jauh termasuk pemebesaran kelenjar limfe yang jauh.


Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia

No KODE KET
1 Mx Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk
menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat
dilaksanakan
2 M1 Adanya metastase jauh
3 M1a Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test
biokimia
4 M1b Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
5 M1c Metastase multiple dalam satu terdapat organ
yang multiple
6 M1d Metastase dalam organ yang multiple

2. Type dan lokasi

9
Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi.

1 Efidermoid Ca Kira-kira 5% neoplasma buli-buli squamosa


cell, anaplastik, invasi yang dalam dan cepat
metastasenya
2 Adeno Ca Sangat jarang dan sering muncul pada bekas
urachus
3 Rhabdomyo sarcoma Sering terjadi pada anak-anak laki-laki
(adolescent), infiltasi, metastase cepat dan
biasanya fatal
4 Primary Malignant Neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat
lymphoma menimbulkan serangan hipertensi selama
kencing
5 Ca dari pada kulit, Mungkin mengadakan metastase ke buli-buli,
melanoma, lambung, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat
paru dan mammae terjadi

X. Komplikasi
1. Hematuria yang terus menerus akan menyebabkan terjadinya anemia pada
pasien
2. Apabila terjadi penyumbatan atau obstruksi,maka akan menyebabkan
terjadinya refluks vesiko-ureter, hidronefrosis.
3. Jika terjadi infeksi, akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada ginjal, yang
lama kelamaan mengakibatkan gagal ginjal.

XI. Pemeriksaan diagnostik


1. Hematuria yang terus menerus akan menyebabkan terjadinya anemia pada
pasien
2. Apabila terjadi penyumbatan atau obstruksi,maka akan menyebabkan
terjadinya refluks vesiko-ureter, hidronefrosis.
3. Jika terjadi infeksi, akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada ginjal, yang
lama kelamaan mengakibatkan gagal ginjal.

XII. Pemeriksaan Penunjang


1. Radiologi
a. excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat menunjukkan
tumornya.
b. Fractionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli-buli

10
c. Angography untuk mengetahui adanya metastase lewat pembuluh
lymphe
2. Cystocopy dan biopsy
Cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor. Biopsi dari pada lesi selalu
dikerjakan secara rutin.
3. Cystologi
Pengecatan pada sedimen urine terdapat transionil cel daripada tumor
4. Ultrasonografi
Untuk mendeteksi metastasis di luar kandung kemih, membedakan tumor dari
kista.
5. Arteriografi Pelvik
Pemeriksaan untuk memastikan invasi tumor ke dalam dinding kandung kemih
6. Urografi Ekskretori
Untuk mengenali tumor stadium dini yang besar atau tumor yang sedang
berinfiltrasi.
7. Sistografi Retrograd
Untuk mengetahui perubahan pada struktur kandung kemih dan keutuhan
dindingnya. Magnetic resonance imaging (MRI) Magnetic resonance imaging
(MRI) merupakan suatu pemeriksaan imaging yang cukup akurat dan non-
invasif dalam mendiagnosis tumor buli, terutama dalam mengevaluasi
perluasan tumor. MRI dapat mendeteksi tumor dengan ukuran 1,5 cm.
Walaupun dikatakan bahwa MRI konvensional kurang akurat dalam
mendeteksi suatu karsinoma insitu dan membedakan antara invasi mukosa,
submukosa clan muskularis superfisial. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian
kontras (gadolinium-enhanceddynamic MRI).

XIII. Penatalaksanaan Medis


1. Diversi Urine
Prosedur diversi urin dilakukan untuk mengalihkan aliran urin dari kandung
kemih ke tempat keluar yang baru, biasanya melalui lubang yang dibuat lewat
pembedahan pada kulit (stoma). Terdapat dua kategori diversi urin yaitu :
a. Diversi Ureteroenterokutaneus (bagian dari intestinum digunakan
untuk membuat tempat penampungan urin yang baru)
Saluran Konvensional
Ureter dicangkok pada suatu bagian ileum terminalis yang
diisolir (ileal conduit) dan kemudian salah satu ujung lintasan
dihubungkan dengan dinding abdomen. Ureter juga dapat
dicangkok pada kolon sigmoid yang melintang (colon conduit),
atau pada jejenum pars proksimal (jejunal conduit).

11
Continent Ileal Urinary Reservoir (Kock Pouch)
Ureter dicangkokkan pada suatu segmen ileum yang sudah
diisolir (katong ; pouch) dengan katup satu arah yang
bentuknya menyerupai puting sus, urin dialirkan keluar melalui
kateter.
Ureterosigmoidostomi
Merupakan implantasi ureter ke dalam kolon sigmoid, dimana
ureter dimasukkan ke dalam sigmoid dan dengan demikian urin
dapat mengalir lewat kolon serta keluar dari rektum.
b. Diversi Kutaneus (urin dialirkan lewat sebuah lubang yang dibuat pada
dinding abdomen serta kulit)
Ureterostomi Kutaneus
Ureter yang dipotong didekatkan pada dinding abdomen dan
dihubungkan dengan lubang pada kulit
Vesikostomi
Tindakan ini dengan cara kandung kemih dijahit pada dinding
abdomen dan dibuat lubang (stoma) lewat dinding abdomen
serta kandung kemih untuk pengaliran ke luar (drainase) urin.
Nefrostomi
Kateter disisipkan ke dalam pelvis renis lewat luka insisi pada
pinggang atau dengan pemasangan kateter perkutan ke dalam
ginjal.
c. Diversi urine Orthotopic
Teknik membuat neobladder dan segmen usus yang kemudian
dilakukan anastomosis dengan uretra. Teknik ini dirasa lebih fisiologis
untuk pasien, karena berkemih melalui uretra dan tidak memakai
stoma yang dipasang di abdomen. Teknik ini pertama kali
diperkenalkan oleh Camey dengan berbagai kekurangannya dan
kemudian disempurnakan oleh Studer dan Hautmann.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas
Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah buli-
buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria
dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering,
kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali
dibuat diagnosa.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang
intermitten, merasa panas waktu kening. Merasa ingin kencing, sering
kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar kencing,
nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan merasa lemah, nyeri
pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi karena
hydronephrosis.
c. Pola fungsional
Aktivitas dan Istirahat
Gejala : merasa lemah dan lelah
Tanda : perubahan kesadaran
Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal
Tanda : tekanan darah meningkat, bradikardia atau takikardia
Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku
Tanda : cemas, mudah tersinggung
Eliminasi
Gejala : Perubahan saat BAK
Tanda : Nyeri saat BAK, hematuria

Makanan dan Cairan


Gejala : Mual, muntah
Tanda : mual
Nyeri/keamanan
Gejala : Sakit pada area abdomen
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik diri dari stimulus
nyeri
Interaksi sosial
Gejala :Perubahan interaksi dengan orang lain

13
Tanda :Rasa tak berdaya, menolak anak ini
Keamanan
Gejala : Trauma baru
Tanda : Terjadi kekambuhan baru

II. Pemeriksaan Fisik


Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pembesaran suprapubic bila
tumor sudah besar. Palpasi, teraba tumor masa suprapubic, pemeriksaan bimanual
teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau
RT.
Lakukan inspeksi abdomen bagian bawah, kandung kemih adalah organ
berongga yang mampu membesar u/ mengumpulkan dan mengeluarkan urin yang
dibuat ginjal, selanjutnya perkusi dengan cara pasien dalam posisi terlentang, perkusi
dilakukan dari arah depan, lakukan pengetukan pada daerah kandung kemih, daerah
suprapubik. Kemudian lakukan palpasi kandung kemih pada daerah suprapubis
dimana normalnya kandung kemih terletak di bawah simfibis pubis tetapi setelah
membesar meregang ini dapat terlihat distensi pada area suprapubis. Bila kandung
kemih penuh akan terdengar dullness atau redup. Pada kondisi yang berarti urin dapat
dikeluarkan secara lengkap pada kandung kemih. Kandung kemih tidak teraba. Bila
ada obstruksi urin normal maka urin tidak dapat dikeluarkan dari kandung kemih
maka akan terkumpul. Hal ini mengakibatkan distensi kandung kemih yang bias di
palpasi di daerah suprapubis

14
III. Rencana Asuhan Keperawatan
IV. Pre Operatif
V. VII. IX. Perencanaan
VI. VIII. Diagnosa Keperawatan XII. Tujuan dan XIII. Intervensi XIV. Aktivitas (NIC)
No Kriteria Hasil (NIC)
(NOC)
XV. XXXIV. Jangka Panjang : 1. Electrolit and acid 1. Fluid management
XXXII. Kelebihan volume cairan XXXV. Kelebihan Volume a. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
1. base balance :
b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
XVI. berhubungan dengan cairan tidak terjadi
Fluid c. Pasang urin kateter jika diperlukan
XVII. XXXVI.
terganggunya mekanisme d. Monitor hasillAb yang sesuai dengan retensi
XVIII. XXXVII. Jangka Pendek : Management
XIX. XXXVIII.
regulasi di renal ditandai Setelah dilakukan 2. Fluid Monitoring cairan (BUN ,Hmt , osmolalitas urin )
XX. XL. e. Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
dengan : tindakan
XXI.
XXXIII. DO : MAP, PAP, dan PCWP
XXII. keperawatan 4 x 24
f. Monitor vital sign
XXIII. a. Berat badan meningkat pada
jam, keseimbangan g. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
XXIV.
waktu yang singkat
XXV. cairan dapat (cracles, CVP ,edema, distensi vena leher, asites)
b. Asupan berlebihan dibanding
XXVI. h. Kaji lokasi dan luas edema
tercapai dengan
XXVII. output i. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
XXVIII. c. Tekanan darah berubah, kriteria hasil :
intake kalori harian
XXIX.
tekanan arteri pulmonalis 1. Terbebas dari edema, j. Monitor status nutrisi
XXX.
k. Berikan diuretik sesuai interuksi
XXXI. berubah, peningkatan CVP efusi, anaskara
l. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi
d. Distensi vena jugularis 2. Bunyi nafas bersih,
e. Perubahan pada pola nafas, dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
tidak ada
m. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
dyspnoe/sesak nafas,
dyspneu/ortopneu
muncul memburuk.
orthopnoe, suara nafas 3. Terbebas dari distensi
XLI.
abnormal (Rales atau crakles), vena jugularis, reflek 2. Fluid Monitoring

15
kongestikemacetan paru, hepatojugular (+) a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
4. Memelihara tekanan
pleural effusion eliminaSi
f. Hb dan hematokrit menurun, vena sentral, tekanan b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
perubahan elektrolit, kapiler paru, output seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
khususnya perubahan berat jantung dan vital sign kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
jenis dalam batas normal hati, dll )
g. Suara jantung SIII 5. Terbebas dari c. Monitor berat badan
h. Reflek hepatojugular positif d. Monitor serum dan elektrolit urine
kelelahan, kecemasan
i. Oliguria, azotemia e. Monitor serum dan osmilalitas urine
j. Perubahan status mental, atau kebingungan f. Monitor BP, HR, dan RR
XXXIX. g. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
kegelisahan, kecemasan
irama jantung
h. Monitor parameter hemodinamik infasif
i. Catat secara akurat intake dan output
j. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
k. Monitor tanda dan gejala dari edema

16
XLII. LXIII. Jangka Panjang : 1. Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
XLIII. Nyeri (akut) berhubunganLXIV. Nyeri teratasi 2. Pain control
2. termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
LXV. 3. Comfort level
dengan proses penyakit,
LXVI. Jangka Pendek LXIX. kualitas dan faktor presipitasi
LXVII.
penekanan atau kerusakan Setelah dilakukan 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
jaringan syaraf, infiltrasi tindakan
mengetahui pengalaman nyeri pasien
sistem suplai syaraf, keperawatan 2x24
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
obstruksi jalur syaraf, jam, nyeri dapat 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
inflamasi ditandai dengan : teratasi dengan
XLIV. DO : tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
kriteria hasil :
XLV. Laporan secara verbal atau 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
1. Mampu mengontrol
non verbal menemukan dukungan
XLVI. Fakta dari observasi nyeri (tahu penyebab 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
XLVII. Gerakan melindungi
nyeri, mampu nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
XLVIII. Tingkah laku berhati-hati
XLIX. Muka topeng menggunakan tehnik kebisingan
L. Gangguan tidur (mata 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nonfarmakologi untuk
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
sayu, tampak capek, sulit
mengurangi nyeri,
non farmakologi dan inter personal)
atau gerakan kacau,
mencari bantuan) 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
menyeringai). 2. Melaporkan bahwa
intervensi
LI. Terfokus pada diri sendiri .
nyeri berkurang 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
LII. Fokus menyempit
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
dengan menggunakan
(penurunan persepsi 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
manajemen nyeri 15. Tingkatkan istirahat
waktu, kerusakan proses
3. Mampu mengenali 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
berpikir, penurunan
nyeri (skala, intensitas, tindakan nyeri tidak berhasil
interaksi dengan orang dan 17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
frekuensi dan tanda

17
lingkungan). nyeri) nyeri
LIII. Tingkah laku distraksi, 4. Menyatakan rasa LXX.
LXXI. Analgesic Administration
contoh : jalan-jalan, nyaman setelah nyeri
18. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
menemui orang lain berkurang
nyeri sebelum pemberian obat
5. Tanda vital dalam
dan/atau aktivitas, 19. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
rentang normal
aktivitas berulang-ulang) frekuensi
LIV. Respon autonom (seperti LXVIII. 20. Cek riwayat alergi
21. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
diaphoresis, perubahan
dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
tekanan darah, perubahan
22. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
nafas, nadi dan dilatasi
beratnya nyeri
pupil). 23. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
LV. Perubahan autonomic
dosis optimal
dalam tonus otot (mungkin 24. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
dalam rentang dari lemah pengobatan nyeri secara teratur
25. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
ke kaku).
LVI. Tingkah laku ekspresif analgesik pertama kali
26. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
(contoh : gelisah, merintih,
hebat
menangis, waspada,
27. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
iritabel, nafas
(efek samping)
panjang/berkeluh kesah) .
LVII. Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
LVIII.
LIX.

18
LX. DS :
LXI. Klien mengatakan secara
verbal nyeri yang
dirasakan
LXII.

LXXII. LXXXV. Jangka Panjang : 1. Anxiety control 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
LXXIII. Ansietas LXXXVI.
berhubungan Ansietas dapat 2. Anxiety Reduction 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
3. Coping 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
dengan situasi krisis teratasi
4. Impulse control
LXXXVII. selama prosedur
(tumor), perubahan
LXXXVIII. Jangka Pendek : XC. 4. Pahami perspektif pasien terhadap situasi stres
kesehatan, LXXXIX.
kurangnya Setelah dilakukan 5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
paparan informasi akurat asuhan mengurangi takut
6. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
seputar rencana tindakan keperawatan
tindakan prognosis
pembedahan ditandai selama 1x24 jam,
7. Dorong keluarga untuk menemani anak
dengan : ansietas dapat 8. Lakukan back / neck rub
LXXIV. DO : 9. Dengarkan dengan penuh perhatian
diatasi dengan
LXXV. - Gelisah 10. Identifikasi tingkat kecemasan
LXXVI. - Insomnia kriteria hasil : 11. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
LXXVII. - Resah
1. Klien mampu kecemasan
LXXVIII. - Ketakutan
12. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,

19
LXXIX. - Sedih mengidentifikasi dan ketakutan, persepsi
LXXX. - Fokus pada diri 13. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
mengungkapkan gejala
LXXXI. - Kekhawatiran 14. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi
LXXXII. - Cemas cemas
kecemasan.
LXXXIII. 2. Mengidentifikasi,
XCI.
LXXXIV.
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik
untuk mengontol cemas
3. Vital sign dalam batas
normal
4. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
XCII.

XCIII.

XCIV.

XCV.

XCVI.

XCVII.
20
XCVIII.

XCIX. Post Operatif

CII. Perencanaan
C. CV. Tujuan dan CVI. Interve CVII. Aktivitas (NIC)
CI. Diagnosa Keperawatan
No Kriteria Hasil nsi
(NOC) (NIC)
CVIII. CXXXIII. Jangka 1. Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
CXXVII. Nyeri (akut) berhubungan dengan 2. Pain control
1. Panjang : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
3. Comfort
CIX. CXXXIV. Nyeri teratasi
terputusnya kontinuitas jaringan
kualitas dan faktor presipitasi
CX. CXXXV. level
akibat pembedahan ditandai 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
CXI. CXXXVI. Jangka PendekCXXXIX.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
CXII. dengan : CXXXVII. Setelah
CXIII.
CXXVIII. DO : mengetahui pengalaman nyeri pasien.
dilakukan
CXIV. 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
1. Laporan secara verbal atau non verbal
CXV. tindakan 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
2. Fakta dari observasi
CXVI. 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
3. Gerakan melindungi keperawatan
CXVII.
4. Tingkah laku berhati-hati ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau.
CXVIII. 2x24 jam, nyeri
5. Muka topeng 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
CXIX.
6. Gangguan tidur (mata sayu, tampak dapat teratasi
CXX. menemukan dukungan
CXXI. capek, sulit atau gerakan kacau, dengan kriteria 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
CXXII.
menyeringai). hasil : seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
CXXIII.
7. Terfokus pada diri sendiri . 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
CXXIV. 1. Mampu
8. Fokus menyempit (penurunan persepsi 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
CXXV.
mengontrol nyeri
CXXVI. waktu, kerusakan proses berpikir, farmakologi dan inter personal).
(tahu penyebab 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
penurunan interaksi dengan orang dan
nyeri, mampu intervensi.

21
lingkungan). menggunakan 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
9. Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
tehnik
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
jalan, menemui orang lain dan/atau
nonfarmakologi 15. Tingkatkan istirahat
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
untuk mengurangi
10. Respon autonom (seperti diaphoresis,
tindakan nyeri tidak berhasil
nyeri, mencari
perubahan tekanan darah, perubahan 17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
bantuan) CXL.
nafas, nadi dan dilatasi pupil).
2. Melaporkan bahwa CXLI. Analgesic Administration
11. Perubahan autonomik dalam tonus otot
18. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri berkurang
(mungkin dalam rentang dari lemah ke
nyeri sebelum pemberian obat
dengan
kaku). 19. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
12. Tingkah laku ekspresif (contoh : menggunakan
frekuensi
gelisah, merintih, menangis, waspada, manajemen nyeri. 20. Cek riwayat alergi
3. Mampu mengenali 21. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
nyeri (skala, analgesik ketika pemberian lebih dari satu
.
22. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
13. Perubahan dalam nafsu makan dan intensitas,
beratnya nyeri
minum frekuensi dan
23. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
CXXIX. tanda
optimal
CXXX.
nyeri).Menyatakan 24. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
CXXXI. DS :
CXXXII. Klien mengatakan secara verbal nyeri rasa nyaman nyeri secara teratur
25. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
setelah nyeri
analgesik pertama kali
berkurang.
26. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
4. Tanda vital dalam
hebat
rentang normal
27. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
CXXXVIII.

22
samping)

CXLII. CXLV. Tujuan Jangka 1. Tissue 1. Kaji kondisi luka (lokasi, kedalaman, karakteristik, warna,
CXLIII. Kerusakan integritas kulit b.d
Panjang : Integrity : cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda tanda infeksi
destruksi mekanis CXLVI.
jaringan Kerusakan
Skin andlokal)
sekunder terhadap tekanan, integritas kulit 2. Monitor kulit akan adanya kemerahan
Mucous
3. Monitor status nutrisi pasien
gesekan dan fraksi akibat tidak terjadi
Membranes 4. Lakukan teknik perawatan luka dengan steril
CXLVII.
immobilisasi ditandai dengan : 5. Ajarkan pada keluarga tentang perawatan luka
CXLVIII. Jangka Managemen
6. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Pendek: t 7. Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
CXLIV. DO :
CXLIX. Setelah 2. Wound 8. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
a. Gangguan pada bagian tubuh
9. Hindari kerutan pada tempat tidur
b. Perubahan pigmentasi kulit dilakukan Healing :
10.Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
c. Kerusakan lapisan kulit (dermis)
asuhan Primer and 11.Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
d. Gangguan permukaan kulit (epidermis)
keperawatan 3 x Secunder tertekan
3. Pressure CLII.
24 jam
Managemen
kerusakan

23
integritas kulit t
dapat diatasi CL.
CLI.
dengan kriteria
hasil :
1. Integritas kulit yang
baik bisa
dipertahankan
(sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi,
pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi
pada kulit
3. Perfusi jaringan
baik.
4. Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya sedera
berulang.
5. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan

24
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
6. Menunjukkan
proses
penyembuhan luka
CLIII. CLVI. Jangka 1. Nutritional 1. Kaji adanya alergi makanan
CLIV. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
3. Panjang: Status :
dari kebutuhan tubuh b.dCLVII. Ketidakseimba kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
food and
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
hipermetabolik yang berhubungan ngan nutrisi
Fluid Intake 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin
dengan tumor, efek kemoterapi, teratasi 2. Nutrition
C
CLVIII.
radiasi, pembedahan (anoreksia, Managemen 5. Berikan substansi gula
CLIX. Jangka Pendek
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
iritasi lambung, kurangnya rasa t
:
CLXII. mencegah konstipasi
pengecapan, nausea), emotional CLX. Setelah
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
distress, fatigue, ketidakmampuan dilakukan
dengan ahli gizi)
mengontrol nyeri ditandai dengan: tindakan 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
CLV. DO :
keperawatan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
3x24 jam pola
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
nutrisi kembali 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
ideal
- Dilaporkan adanya intake makanan normal dengan dibutuhkan
yang kurang dari RDA (Recomended kriteria hasil : CLXIII.
CLXIV.
Daily Allowance) 1. Adanya
CLXV. Nutrition Monitoring
- Membran mukosa dan konjungtiva
peningkatan berat

25
pucat badan sesuai 1. BB pasien dalam batas normal
- Kelemahan otot yang digunakan untuk 2. Monitor adanya penurunan berat badan
dengan tujuan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
menelan/mengunyah 2. Berat badan ideal
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Luka, inflamasi pada rongga mulut
sesuai dengan tinggi 5. Monitor lingkungan selama makan
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
badan
mengunyah makanan
3. Mampu makan
- Dilaporkan atau fakta adanya
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
mengidentifikasi
kekurangan makanan 8. Monitor turgor kulit
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi kebutuhan nutrisi 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
4. Tidak ada tanda 10. Monitor mual dan muntah
rasa
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
- Perasaan ketidakmampuan untuk tanda malnutrisi
12. Monitor makanan kesukaan
5. Tidak terjadi
mengunyah makanan 13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Miskonsepsi penurunan berat 14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
- Kehilangan BB dengan makanan cukup
badan yang berarti konjungtiva
- Keengganan untuk makan
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Kram pada abdomen CLXI.
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
patologi
- Kurang berminat terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau steatorrhea
- Kehilangan rambut yang cukup banyak
(rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi, misinformasi

26
CLXVI. CLXIX. Jangka 1. Knowledge : 1. Kaji kondisi luka secara komprehensif (lokasi, derajat,
CLXVII. Resiko tinggi infeksi berhubungan
Panjang : Infection kedalaman, karakteristik luka, penyebaran)
dengan tidak CLXX.
adekuatnya Infeksi tidak 2. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
Control
pertahanan tubuh sekunder dan terjadi 2. Infection kemerahan, panas, drainase
CLXXI. 3. Kaji tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
sistem imun (efek kemoterapi atau Protection
CLXXII. Jangka Pendek 4. Berikan perawatan kulit pada area yang luka dengan
3. Risk Control
radiasi), malnutrisi, prosedur
: CLXXVI. teknik steril
invasif, CLXXIII.
ketidakcukupan Setelah 5. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
6. Monitor hitung granulosit, WBC
pengetahuan untuk menghindari dilakukan
7. Monitor kerentanan terhadap infeksi
paparan patogen, perawatan luka tindakan 8. Batasi pengunjung bila perlu
9. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
pasca pembedahan yang kurang keperawatan 3 x
saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
tepat ditandai dengan : 24 jam, resiko
CLXVIII. DO : pasien
infeksi dapat
10. Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dan
- Prosedur Infasif
teratasi dengan
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk melakukan tindakan
kriteria hasil : 11. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
menghindari paparan patogen
CLXXIV. 12. Ajarkan klien cara menghindari infeksi dengan cuci
- Trauma
- Kerusakan jaringan dan peningkatan 1. Klien bebas dari tangan dengan teknik yang tepat.
13. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
paparan lingkungan tanda dan gejala
- Ruptur membran amnion alat
infeksi
- Agen farmasi (imunosupresan) 14. Tingkatkan intake nutrisi
2. Mendeskripsikan
- Malnutrisi 15. Dorong intake nutrisi dan cairan yang adekuat
- Peningkatan paparan lingkungan proses penularan 16. Dorong istirahat yang adekuat
17. Kolaborasi pemberian antibiotik dan antiinflamasi
patogen penyakit, factor yang
- Imonusupresi CLXXVII.
mempengaruhi
- Ketidakadekuatan imum buatan
penularan serta

27
- Tidak adekuat pertahanan sekunder penatalaksanaannya,
3. Menunjukkan
(penurunan Hb, Leukopenia,
kemampuan untuk
penekanan respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer mencegah timbulnya
(kulit tidak utuh, trauma jaringan, infeksi
4. Jumlah leukosit
penurunan kerja silia, cairan tubuh
dalam batas normal
statis, perubahan sekresi pH,
5. Menunjukkan
perubahan peristaltik)
perilaku hidup sehat
- Penyakit kronik
6. Status imun,
gastriintestinal,
genitourinasria
dalam batas normal.
CLXXV.
CLXXVIII.
CLXXIX.

CLXXX.

CLXXXI.

28
CLXXXII. Evaluasi
CLXXXIII. Pre Operatif
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan terganggunya mekanisme
regulasi di renal
a. Kelebihan Volume cairan tidak terjadi
b. Terbebas dari edema, efusi, anaskara
c. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
d. Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
e. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output
jantung dan vital sign dalam batas normal
f. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit, penekanan atau kerusakan
jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplai syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi
a. Nyeri teratasi
b. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
d. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
f. Tanda vital dalam rentang normal
3. Ansietas berhubungan dengan situasi krisis (tumor), perubahan kesehatan,
kurangnya paparan informasi akurat seputar rencana tindakan pembedahan
a. Ansietas dapat teratasi
b. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
c. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
d. Vital sign dalam batas normal
e. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
CLXXXIV.
CLXXXV.
CLXXXVI.
CLXXXVII.Post Operatif
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat
pembedahan
a. Nyeri teratasi
b. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.

29
d. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri).Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
e. Tanda vital dalam rentang normal
2. Kerusakan integritas kulit b.d destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap
tekanan, gesekan dan fraksi akibat immobilisasi
a. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
b. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
c. Tidak ada luka/lesi pada kulit
d. Perfusi jaringan baik.
e. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya sedera berulang
f. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alam
g. Menunjukkan proses penyembuhan luka
3. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipermetabolik
yang berhubungan dengan tumor, efek kemoterapi, radiasi, pembedahan
(anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa pengecapan, nausea), emotional
distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri
a. Ketidakseimbangan nutrisi teratasi
b. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
c. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
d. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
e. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh
sekunder dan sistem imun (efek kemoterapi atau radiasi), malnutrisi, prosedur
invasif, ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen,
perawatan luka pasca pembedahan yang kurang tepat
a. Infeksi tidak terjadi
b. Bebas dari tanda dan gejala infeksi
c. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
d. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
e. Jumlah leukosit dalam batas normal
f. Menunjukkan perilaku hidup sehat
g. Status imun, gastriintestinal, genitourinasria dalam batas normal.
CLXXXVIII.
CLXXXIX.
CXC.
CXCI.
CXCII.
CXCIII.
CXCIV.
CXCV.

30
CXCVI.
CXCVII.
CXCVIII.
CXCIX.
CC.
CCI.
CCII.
CCIII.
CCIV.
CCV.
CCVI.
CCVII.
CCVIII.
CCIX.
CCX. BAB IV
CCXI. PENUTUP
CCXII.
CCXIII. Kesimpulan
CCXIV. Saran
CCXV.
CCXVI.
CCXVII.
CCXVIII.
CCXIX.
CCXX.
CCXXI.
CCXXII.
CCXXIII.
CCXXIV.
CCXXV.
CCXXVI.
CCXXVII.
CCXXVIII.
CCXXIX.
CCXXX.
CCXXXI.
CCXXXII.
CCXXXIII.
CCXXXIV.
CCXXXV.
CCXXXVI.
CCXXXVII.
CCXXXVIII.
CCXXXIX.
CCXL.
CCXLI.
CCXLII.
CCXLIII.
CCXLIV. DAFTAR PUSTAKA
CCXLV.

31
CCXLVI. Anonim.2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Tumor Vesika Urianaria.
Diakses Pada 14 Februari 2013. www.ilmubedah.com.

CCXLVII. Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta : EGC

CCXLVIII. Bulechet, Gloria et. Al. 2004. Nursing Interventions Clasification (NIC) Fouth
Edition. Mosby, Inc

CCXLIX. Johnseon, Marion et al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) second
edition. Mosby, Inc

CCL. Kowalak, J., et al. 2011. Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta : EGC

CCLI. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI

CCLII. Nanda. 2005. Nursing Diagnosis : Definition dan Classification. Alih Bahasa Ani
Haryani. Bandung: Akper Aisyiah.

CCLIII. Rizki. 2003. Mengenal Penyakit Tumor Buli Buli. Diakses Pada 14 Februari
2013. http://www.nursingbegin.com

CCLIV. Yuda. 2010. Penyakit Tumor Kandung Kemih . Diakses Pada 14 Februari 2013.
http://dokterdabedah.com.

CCLV.

32

Anda mungkin juga menyukai