3) Angin
Di dalam siklus hidrologi, angin berfungsi sebagai alat transportasi
yang dapat memindahkan uap air atau awan dari suatu tempat ke
tempat lain. Gejala alam ini menguntungkan bagi kehidupan makhluk
di bumi, karena terjadi distribusi uap air di atmosfer ke berbagai
wilayah. Akibatnya, secara alamiah kebutuhan organisme akan air
dapat terpenuhi. Gerakan angin juga membantu memindahkan benih
dan membantu proses penyerbukan beberapa jenis tanaman tertentu.
4) Curah Hujan
Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi makhluk hidup.
Tanpa sumber daya air, tidak mungkin akan terdapat bentuk-bentuk
kehidupan di muka bumi.
Bagi makhluk hidup yang menempati biocycle daratan, sumber air
utama untuk memenuhi kebutuhan hidup berasal dari curah hujan.
Melalui curah hujan, proses pendistribusian air di muka bumi akan
berlangsung secara berkelanjutan. Titik-titik air hujan yang jatuh ke
bumi dapat meresap pada lapisan- lapisan tanah dan menjadi
persediaan air tanah, atau bergerak sebagai air larian permukaan,
kemudian mengisi badan-badan air, seperti danau atau sungai. Begitu
pentingnya air bagi kehidupan mengakibatkan pola penyebaran dan
kerapatan makhluk hidup antarwilayah pada umumnya bergantung
dari tinggi-rendahnya curah hujan.
Wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan tinggi pada umumnya
merupakan kawasan yang dihuni oleh aneka spesies dengan jumlah
dan jenis jauh lebih banyak dibandingkan dengan wilayah yang relatif
lebih kering. Sebagai contoh daerah tropis ekuatorial dengan curah
hujan tinggi merupakan wilayah yang secara alamiah tertutup oleh
kawasan hutan hujan tropis (belantara tropis) dengan aneka jenis ora
dan fauna dan tingkat kerapatan yang tinggi. Tingkat intensitas curah
hujan pada suatu wilayah akan membentuk karakteristik yang khas
bagi formasi-formasi vegetasi (tumbuhan) di muka bumi. Karakter
vegetasi yang menutupi hutan hujan tropis sangat jauh berbeda dengan
vegetasi yang menutupi kawasan muson, stepa, atau gurun.
Karakter vegetasi di wilayah muson didominasi oleh tumbuhan
gugur daun untuk menjaga kelembapan saat musim kemarau. Wilayah
gurun didominasi oleh jenis tumbuhan yang sangat tahan terhadap
kekeringan. Kekhasan pola dan karakteristik vegetasi ini tentunya
mengakibatkan adanya hewan-hewan yang khas pada lingkungan
vegetasi tertentu. Pada dasarnya tumbuhan merupakan salah satu
sumber bahan makanan (produsen) bagi hewan.
b. Faktor Edafik
Faktor kedua yang memengaruhi persebaran bentuk-bentuk
kehidupan di muka bumi terutama tumbuhan adalah kondisi tanah atau
faktor edak. Tanah merupakan media tumbuh dan berkembangnya
tanaman. Kondisi tanah yang secara langsung berpengaruh terhadap
tanaman adalah kesuburan. Adapun yang menjadi parameter kesuburan
tanah antara lain kandungan humus atau bahan organik, unsur hara, tekstur
dan struktur tanah, serta ketersediaan air dalam pori-pori tanah. Tanah-
tanah yang subur, seperti jenis tanah vulkanis dan andosol merupakan
media optimal bagi pertumbuhan tanaman (Utoyo, 2014).
c. Faktor Fisiografi
Faktor siogra yang berkaitan dengan persebaran makhluk hidup
adalah ketinggian tempat dan bentuk wilayah. Anda tentu masih ingat
gejala gradien thermometrik, di mana suhu udara akan mengalami
penurunan sekitar 0,5o C0,6o C setiap wilayah naik 100 meter dari
permukaan laut. Adanya penurunan suhu ini sangat berpengaruh terhadap
pola persebaran jenis tumbuhan dan hewan, sebab organisme memiliki
keterbatasan daya adaptasi terhadap suhu lingkungan di sekitarnya. Oleh
karena itu, jenis tumbuhan yang hidup di wilayah pantai akan berbeda
dengan yang hidup pada wilayah dataran tinggi atau pegunungan (Utoyo,
2014).
d. Faktor Biotik
Manusia adalah komponen biotik yang berperan sentral terhadap
keberadaan ora dan fauna di suatu wilayah, baik yang sifatnya menjaga
kelestarian maupun mengubah tatanan kehidupan ora dan fauna. Dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, manusia berusaha
mengolah dan memanfaatkan lingkungan hidup di sekitarnya semaksimal
mungkin, walaupun terkadang dapat merusak kelestarian alam. Misalnya,
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam waktu yang
relatif singkat manusia mampu mengubah kawasan hutan menjadi daerah
permukiman dan areal pertanian. Perubahan fungsi lahan tersebut
berakibat terhadap kestabilan ekosistem yang secara alamiah telah terjalin
dalam periode jangka waktu yang lama (Utoyo, 2014).
B. Perilaku Habitat
a. Adaptasi fisiologi
c. Adaptasi morfologi
Adaptasi terlihat dari adanya perubahan bentuk luar atau dalam suatu
makhluk hidup sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat hidupnya.
Perubahan ini bersifat tetap dan khas untuk setiap jenis sehingga bisa diwariskan
kepada keturunannya. Selain hewan, tumbuhan juga beradaptasi dengan
lingkungannya melalui bentuk tubuhnya, yaitu (Dewi, 2008) :
1. Tumbuhan Xerofit
2. Tumbuhan Hidrofit
3. Tumbuhan Higrofit
Pengertian Habitat
Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup. Contohnya
habitat Notonecta (sejenis binatang air) adalah daerah-daerah kolam, danau dan
perairan yang dangkal yang penuh ditumbuhi vegetasi. Habitat ikan mas
(Cyprinus carpio) adalah di perairan tawar, habitat pohon durian (Durio
zibhetinus) adalah di tanah darat dataran rendah. Pohon enau tumbuh di tanah
darat dataran rendah sampai pegunungan, dan habitat eceng gondok di perairan
terbuka.
Habitat adalah toleransi dalam orbit dimana suatu spesies hidup termasuk
faktor lingkungan yang cocok dengan syarat hidupnya. Orbit adalah ruang
kehidupan spesies lingkungan geografi yang luas, sedangkan habitat menyatakan
ruang kehidupan lingkungan lokasinya.
(Kendeigh, 1980) mendefinisikan habitat sebagai sumberdaya dan kondisi
yang ada di suatu kawasan yang berdampak ditempati oleh suatu spesies. Habitat
merupakan organism-specific: ini menghubungkan kehadiran spesies, populasi,
atau idndividu (satwa atau tumbuhan) dengan sebuah kawasan fisik dan
karakteristik biologi. Habitat terdiri lebih dari sekedar vegatasi atau struktur
vegetasi; merupakan jumlah kebutuhan sumberdaya khusus suatu species.
Dimanapun suatu organisme diberi sumberdaya yang berdampak pada
kemampuan untuk bertahan hidup, itulah yang disebut dengan habitat.
Penggunaan Habitat
Penggunaan habitat merupakan cara satwa menggunakan (atau
mengkonsumsi dalam suatu pandangan umum) suatu kumpulan komponen fisik
dan biologi (sumber daya) dalam suatu habitat. (Kendeigh, 1980) menyatakan
bahwa penggunaan habitat merupakan sebuah proses yang secara hierarkhi
melibatkan suatu rangkaian perilaku alami dan belajar suatu satwa dalam
membuat keputusan habitat seperti apa yang akan digunakan dalam skala
lingkungan yang berbeda.
Ketersediaan Habitat
Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibilitas komponen fisik dan
biologi yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya
yang hanya menunjukkan kuantitas habitat masing-masing organisme yang ada
dalam habitat tersebut. Secara teori kita dapat menghitung jumlah dan jenis
sumberdaya yang tersedia untuk satwa; secara praktek, merupakan hal yang
hampir tidak mungkin untuk menghitung ketersediaan sumberdaya dari sudut
pandang satwa. Ketersediaan sumberdaya biasanya lebih ditekankan pada
penghitungan kelimpahan sumberdaya sebelum dan sesudah digunakan oleh satwa
dalam suatu kawasan (Kendeigh, 1980).
Kualitas Habitat
Istilah kualitas habitat menunjukkan kemampuan lingkungan untuk
memberikan kondisi khusus tepat untuk individu dan populasi secara terus
menerus. Kualitas merupakan sebuah variabel kontinyu yang berkisar dari rendah,
menengah, hingga tinggi. Kualitas habitat berdasarkan kemampuan untuk
memberikan sumberdaya untuk bertahan hidup, reproduksi, dan kelangsungan
hidup populasi secara terus menerus. (Kendeigh, 1980) menyatakan bahwa suatu
habitat dikatakan memiliki kualitas yang tinggi apabila kepadatan satwa seimbang
dengan sumberdaya yang tersedia, di lapangan pada umumnya habitat yang
memiliki kualitas ditunjukkan dengan besarnya kepadatan satwa
Seleksi Habitat
Dalam kehidupan sehari-hari, seleksi berarti pemilihan, dan alam berarti
segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup. Jadi, seleksi alam adalah
pemilihan makhluk hidup yang dapat hidup terus dan tidak dapat hidup terus yang
dilakukan oleh lingkungan sekitar dan terjadi secara alamiah. Bisa juga diartikan
sebagai musnahnya beberapa makhluk hidup karena tidak dapat menyesuaikan
diri.
a. Suhu lingkungan
b. Makanan
c. Cahaya matahari
Saat ini, tingkah laku manusia banyak mempengaruhi proses seleksi alam.
Perburuan liar, penangkapan, perusakan habitat, pencemaran lingkungan dapat
mempercepat laju seleksi yang tidak alami. Akibat rusaknya habitat, banyak
hewan liar yang harus bermigrasi ke daerah yang kurang sesuai dengan
lingkungan alaminya. Mereka harus berjalan berkilo-kilometer untuk memperoleh
makanan yang cukup (Sukis, 2008).
C. Faktor Abiotik
1. Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan langsung maupun
tidak langsung terhadap suatu organisme. Suhu berperan dalam mengontrol
proses-proses metabolisme dalam tubuh serta berpengaruh terhadap faktor-
faktor lainnya terutama suplai air (Polunin, 1997). Suhu lingkungan merupakan
factor yang penting dalam distribusi organisme karena efeknya terhadap
proses-proses biologis. Sel-sel mungkin pecah jika air yang dikandung
membeku (pada suhu dibawah 0C), dan protein-protein kebanyakan
organisme terdenaturasi pada suhu diatas 45C. Selain itu, hanya sedikit
organisme yang dapat mempertahankan metabolism aktif pada suhu yang
sangat rendah atau sangat tinggi. Meskipun demikian, terdapat adptasi-adaptasi
luar biasa yang memungkinkan beberapa organisme, misalnya prokariota
termofilik untuk hidup diluar kisaran suhu yang bisa dihuni organisme lain.
Kebanyakan organisme berfungsi paling baik dalam kisaran spesifik suhu
lingkungan. Suhu diluar kisaran itu dapat memaksa sebagian hewan
menghabiskan energy untuk meregulasi suhu internal, seperti yang dilakukan
mamalia dan burung (Campbell, dkk., 2010).
2. Air
Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua
organisme hidup memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan
dapat berubah-ubah karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat
berpengaruh terhadap ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada
akhirnya akan menentukan jumlah keragaman organisme yang dapat hidup
dalam ekosistem tersebut (Polunin,1997). Variasi drastis dalam ketersediaan air
diantara habitat-habitat yang berbeda merupakan sebuah factor penting lain
dalam distribusi spesies.Spesies yang hidup di pesisir atau di lahan basah yang
pasang dapat terdesikasi (mengering) sewaktu pasang surut. Organisme darat
menghadapi ancaman desikasi yang nyaris terus-menerus, dan distribusi
spesies darat mencerminkan kemampuan memperoleh dan mengonservasi air.
Organisme gurun, misalnya, menunjukkan berbagai adaptasi untuk
memperoleh dan mengonservasi air di lingkungan kering (Campbell, dkk.,
2010).
3. Salinitas
Salinitas (kadar garam) air di lingkungan mempengaruhi keseimbangan air
organisme melalui osmosis. Kebanyakan organisme akuatik hidup terbatas di
habitat berair tawar atau berair asin karena memiliki kemampuan terbatas untuk
berosmoregulasi. Walaupun banyak organisme darat dapat mengekskresikan
garam berlebih dari kelenjar khusus atau dalam feses, dataran garam atau
habitat berkadar garam tinggi lain umumnya hanya dihuni segelintir spesies
tumbuhan atau hewan (Campbell, dkk., 2010).
4. Sinar Matahari
Cahaya Matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting,
karena sebagai sumber energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan
fungsi dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh radiasi matahariyang sampai
pada ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik dalam jumlah sedikit maupun
banyak dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme tertentu (Polunin, 1997).
Sinar matahari yang diserap oleh organisme-organisme fotosintetik
menyediakan energy yang menjadi pendorong kebanyakan ekosistem, dan sinar
matahari yang terlalu sedikit dapat mebatasi distribusi spesies fotosintetik. Di
hutan, naungan oleh dedaunan di pucuk pohon menjadikan kompetisi
memperebutkan sinar sangat ketat, terutama untuk semaian yang tumbuh di
lantai hutan. Dalam lingkungan akuatik, setiap meter kedalam air secara
selektif menyerap sekitar 45% sinar merah dan sekitar 2% sinar biru yang
melalui air. Akibatnya, sebagian besar fotosintesis pada lingkungan akuatik
terjadi relative di dekat permukaan (Campbell, dkk., 2010).
Terlalu banyak sinar juga dapat membatasi kesintasan organisme.
Atmosfer lebih tipis di tempat yang lebih tinggi, sehingga menyerap lebih
sedikit radiasi ultraviolet, sehingga sinar matahari lebih mungkin merusak
DNA dan protein di lingkungan alpin. Di ekosistem lain, misalnya gurun, kadar
sinar yang tinggi dapat meningkatkan cekaman suhu jika hewan tidak mampu
menghindari cahaya atau mendinginkan diri melalui evaporasi (Campbell, dkk.,
2010).
5. Bebatuan dan Tanah
pH, komposisi mineral, dan struktur fisik bebatuan dan tanah membatasi
distribusi tumbuhan, dan berarti juga distribusi hewan pemakan tumbuhan.
Hal-hal tersebut turut berperan menciptakan ketidakseragaman di ekosistem
darat. pH tanah dan air dapat membatasi distribusi organisme secara langsung,
melalui kondisi asam atau basa ekstrem, atau secara tidak langsung melalui
keterlarutan nutrient dan toksin. Di anak sungai dan sungai komposisi substrat
(permukaan dasar) dapat memengaruhi kimia air. Kimia air sendiri
memengaruhi organisme yang menetap di perairan tersebut. Dalam lingkungan
perairan tawar dan laut, struktur substrat menentukan organisme yang dapat
melekat di substrat (Campbell, dkk., 2010).
6. Iklim
Komponen utama iklim adalah suhu, curah hujan, sinar matahari, dan
angina. Iklim adalah kondisi cuaca dominan yang berlangsung lama di suatu
wilayah tertentu. Faktor-faktor iklim, terutama suhu dan ketersediaan air,
memiliki pengaruh besar pada distribusi organisme darat. Pola iklim ada dua
yakni : iklim makro (macroclimate), pola pada tingkat global, regional dan
local ; dan iklim mikro (microclimate), pola yang amat halus, misalnya, yang
dijumpai oleh komunitas organisme yang hidup di bawah batang pohon
tumbang (Campbell, dkk., 2010).
D. Faktor biotik
Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di
bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan
sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme
berperan sebagai dekomposer. Pada dasarnya makhluk hidup dapat digolongkan
berdasarkan jenis-jenis tertentu, misalnya golongan manusia, hewan dan
tumbuhan. Manusia merupakan faktor biotik yang mempunyai pengaruh terkuat di
bumi ini, baik dalam pengaruh memusnahkan dan melipatkan, atau mempercepat
penyebaran hewan dan tumbuhan. Berdasarkan peran dan fungsinya, makhluk
hidup dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
Produsen adalah makhluk hidup yang mampu mengubah zat anorganik
menjadi zat organik. Di dalam membentuk makananya sendiri, organisme
ini dibantu oleh cahaya matahari dan sering disebut organisme autotrof.
Proses tersebut hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang berklorofil
dengan cara fotosintesis. Contoh produsen adalah alga, lumut dan
tumbuhan hijau
Gambar 3. Bakteri dan jamur yang termasuk dalam decomposer atau pengurai
Daftar pustaka:
Kendeigh, S.C. 1980. Ecology with Special Reference to Animal & Man. Prentice
Hall : New Jersey
Polunin, Nicholas. 1997. Teori Ekosistem dan Penerapannya. Yogyakarta ;
Universitas Gajah Mada Press.
Sukis Wariyono. 2008. Mari Belajar Ilmu Alam Sekitar 3: Panduan Belajar IPA
Terpadu untuk Kelas IX SMP/ MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional