Kajian Teori
Kemampuan yang dimiliki seseorang menandakan bahwa seseorang memiliki kesangupan dalam
sebuah kegiatan. Menurut Robbin kemampuan berarti kapasitas seseorang individu untuk
melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan (Robbins, 2007:57). Hal ini berarti bahwa
kemampuan merupakan kesanggupan yang dapat dilakukan oleh seseorang dalam sebuah
kegiatan. Untuk dapat berinteraksi dengan baik seorang anak membutuhkan berbagai macam
kemampuan di antaranya kemampuan berbahasa menurut Sonawat dan Maria language is
communicate with others. It includes every means of communicate in which thoughts and
feelings are symbolized so as to convey meaning (Sonawat dan Maria, 2007:2). Bahasa
merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain yang mencakup sarana
berkomunikasi di mana pikiran dan perasaan dilambangkan sehingga menyampaikan makna.
Kemampuan dalam bidang bahasa mencakup empat aspek, yakni kemampuan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu kemampuan yang harus dikembangkan anak adalah
kemampuan berbicara. kemampuan berbicara terdiri dari berbagai bunyi yang dibuat orang
dengan mulut mereka untuk menyampaikan suatu pesan, hal tersebut merupakan suatu sarana
yang digunakan untuk berkomunikasi (Dyer, 2009:1). kemampuan berbicara berhubungan
dengan kesanggupan seseorang menghasilkan bunyi-bunyian melalui mulut untuk
mengkomunikasikan pesan yang hendak disampaikan.
Anak di anggap memiliki kemampuan berbicara apabila dapat menggunakan bahasa yang dapat
dimengerti oleh orang lain. agar anak dapat berbicara dengan bahasa yang baik, aspek-aspek
yang harus dikuasai anak adalah (1) Aspek fonologi, dimana seorang anak membedakan dengan
benar bunyian yang diucapkan oleh orang sekitarnya, (2) Aspek gramatika yang dibagi menjadi
dua, yaitu aspek morfologis, dimana anak dapat mengenal kata kerja dan kata benda untuk
mampu membentuk kalimat, dan aspek sintaksis dimana anak dapat menyusun tata kalimat, (3)
Aspek semantik, dimana seorang anak harus bisa memahami apa yang diucapkan (Tiel,
2008:172). Aspek aspek berbicara sangat mempengaruhi kemampuan seorang anak untuk
menyampaikan gagasan dan pendapat serta dapat memahami kata yang diucapkan. Berbicara
mempunyai tiga maksud umum yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform),
menjamu dan menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak dan
meyakinkan (to persuade) (Tarigan, 2008:17). Dengan demikian berbicara bukan hanya sekedar
mengucapkan bunyi atau kata tetapi juga untuk berkomunkasi dan gagasan yang ingin
disampaikan pembicara kepada pendengar atau penyimak.
Dalam perkembangan berbicara anak mampu menambah kosa kata secara mandiri dalam bentuk
komunikasi yang baik. karakteristik perkembangan kemampuan berbicara anak usia 5-6 tahun
adalah anak sudah menguasai kosa kata 1500 kosa kata atau lebih, mengucapkan kalimat lima
sampai tujuh kata, mengucapkan kalimat- kalimat yang hampir dapat dimengerti secara
keseluruhan, dapat bercakap-cakap seperti orang dewasa, menggunakan bentuk kata kerja dan
urutan kata serta struktur kalimat yang tepat (Allen dan Marotz, 2010:151). Perkembangan pada
periode ini penggunaan kosa kata merupakan landasan bagi anak untuk mengembangkan
kemampuan berbahasa secara lebih baik seperti menyusun kalimat, berbicara,dan bercerita.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan, maka dapat dideskripsikan bahwa
kemampuan berbicara adalah kecakapan yang dimiliki anak untuk mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi, mengungkapkan, mengekspresikan dan mengkomunikasikan gagasan dan perasaan ke
dalam bentuk bahasa lisan dengan lafal yang jelas dan benar serta struktur kalimat sederhana
sehingga dapat dipahami orang lain.
Untuk meningkatkan kemampuan berbicara, salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah
bercerita. Menurut Latif Kegiatan bercerita merupakan bertutur dengan intonasi yang jelas,
menceritakan sesuatu hal yang berkesan, menarik, memiliki nilai-nilai khusus dan tujuan khusus
(Latif, 2012:14). Kegiatan bercerita tidak sekedar bersifat hiburan belaka, tetapi memiliki tujuan
yaitu mengenalkan lingkungan alam, budi pekerti, dan mendorong anak berprilaku positif. Selain
mengajarkan pesan moral terhadap anak, menurut Asfandiyar ketika bercerita atau
mendengarkan cerita, anak belajar berbicara dalam gaya yang menyenangkan serta menambah
perbendahaaran kata dan bahasanya (Asfandiyar, 2007:66). Hal ini dapat dikatakan bahwa cerita
juga memberi ide baru bagi anak yang berguna untuk menstimulasi atau merangsang munculnya
kreativitas.
Untuk menjadikan cerita berkesan bagi anak-anak, maka dalam bercerita perlu diperhatikan hal-
hal yang mendukung sehingga cerita lebih menarik. Menurut Latif ada beberapa hal yang harus
disiapkan saat bercerita, antara lain: (1) Diawali dengan doa, (2) posisi atau tempat ketika
bercerita, (3) Suara, (4) Penguasaan materi, (5) Penjiwaan, (6) Gerakan, (7) tangan tidak
memegang apa-apa (kecuali alat peraga), (8) tidak memutus cerita dengan teguran, (9) tidak
tergesa-gesa, (10) Menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh anak/ audiens, (11) ikhlas
dan bersyukur (Latif, 2012: 101-104). Untuk menyajikan cerita dengan menarik penerapan
teknik penyajian cerita dipengaruhi oleh kondisi pendengar dan kultur (budaya) yang melingkupi
cerita, persiapan cerita yang terkait dengan teknik bercerita yaitu cara-cara dan alat-alat yang
digunakan pencerita atau guru dalam menyampaikan cerita, teknik pelaksanaan cerita sendiri
bersifat implementasi.
Agar cerita dapat tersampaikan kepada pedengar atau anak-anak ada beberapa langkah yang
harus diperhatikan yaitu (a) pemilihan cerita, (b) persiapan sebelum masuk kelas, (c) seorang
pencerita harus memperhatikan tempat duduk pendengar/aundiens (Majid, 2008:30-32). Dalam
bercerita sebaiknya guru atau pencerita memilih jenis cerita yang sangat dikuasai ini bermaksud
agar guru atau pencerita dapat dengan mudah menyampaikan maksud isi cerita dan luwes pada
saat kegiatan bercerita berlangsung. Cerita untuk anak harus tetap memiliki unsur-unsur utama
pembangun fiksi. Hal ini disampaikan oleh Musfiroh yaitu Karakteristik cerita anak terdiri dari :
(1) Tema, (2) Amanat, (3) Plot dan Alur cerita, (4) Tokoh dan Penokohan, (5) Sudut pandang, (6)
Latar, (7) Sarana Kebahasaan (Musfiroh, 2008: 33-43). Dalam bercerita pemilihan cerita sangat
diperlukan agar cerita yang dibawakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak salah satunya
cerita yang pendek dan langsung pada intinya agar cerita dapat dengan mudah diterima anak.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada
orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam
bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng, yang dikemas dalam bentuk
cerita yang dapat didengarkan dengan rasa menyenangkan.
Perkembangan bahasa pada dasarnya dimulai sejak tangis pertama bayi, sebab
tangis bayi dapat dianggap sebagai bahasa anak. Menangis bagi anak merupakan
sarana mengekspresikan kehendak jiwanya. Dan inilah yang disebut dengan bahasa
eksperif dimana tangisan bayi adalah merupakan bahasa dalam mengekpresikan
keinginannya dan perasaannya melalui tangisan tersebut.
Jadi bahasa ekspresif adalah merupakan cara seorang anak dalam mengungkapkan
perasaan, keinginan serta kata-katanya kepada orang lain yang berada di
sekitarnya yang berupa secara langsung atau secara lisan.
Bahasa merupakan alat komunikasi sebagai wujud dari kontak social dalam
menyatakan gagasan atau ide-ide dan perasaan-perasaan oleh setiap individu
sehingga dalam mengembangkan bahasa yang bersifat ekspresif, seorang anak
memerlukan cara yang sesuai dengan tingkat perkembangan usia taman kanak-
kanak dengan memperhatikan factor-faktor yang mempengaruhi pribadi anak
tersebut. Melalui bercerita, dapat membantu mereka dalam mengembangkan dan
melatih kemampuan bahasa yang anak-anak miliki dan dengan melalui cerita anak
lebih dituntut aktif dalam mengembangkan bahasanya khususnya bahasa ekspresif
dibantu oleh arahan dan bimbingan guru.
Metode bercerita memang sesuatu yang sangat menarik, Karena metode tersebut
sangat digemari anak-anak, apalagi jika metode yang digunakan ditunjang dengan
penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami anak-anak, sehingga
anak lebih berpotensi dalam mengembangkan bahasa yang sifatnya ekspresif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka muncul
rumusan masalah yaitu: Bagaimana penerapan metode bercerita dalam
pengembangan kemampuan bahasa ekspresif anak di Taman Kanak-kanak.
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penerapan metode bercerita
dalam pengembangan kemampuan bahasa ekspresif anak di Taman Kanak-kanak.
BAB II
1. Pengertian Penerapan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia penerapan mempunyai dua arti yaitu:
2. Metode Bercerita
Dengan kata lain bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang
perbuatan atau suatu kejadian secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan
potensi kemampuan berbahasa.
Fungsi kegiatan bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah membantu
perkembangan bahasa anak dan dengan bercerita pendengaran anak dapat
difungsikan dengan baik, untuk kemampuan berbicara dengan menambah
perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih
merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya, selanjutnya anak dapat
mengekpresikannya melalui bernyanyi, menulis, ataupun menggambar sehingga
pada akhirnya anak mampu membaca situasi , gambar, tulisan atau bahasa isyarat.
Bercerita merupakan salah satu metode dan teknik bermain yang banyak
dipergunakan di TK. Bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar
bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Jadi, bercerita
adalah cara bertutur dan menyampaikan cerita atau memberikan penjelasan secara
lisan. Bercerita juga merupakan cara untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku
di masyarakat. Seorang guru TK hendaklah mampu menjadi seorang pendongeng
yang baik yang akan menjadikan cerita sebagai kegiatan bermain yang menarik dan
dapat menjadikan pengalaman yang unik bagi anak. Isi cerita pun diupayakan
berkaitan dengan cara berikut ini :
1) Dunia kehidupan anak yang penuh suka cita, yang menuntut isi cerita
memiliki unsur yang dapat memberikan perasaan gembira, lucu, menarik dan
mengasyikkan bagi anak. Dunia kehidupan anak berkaitan dengan cerita seputar
lingkungan terdekat anak, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan
bermain anak.
3) Tingkat usia, kebutuhan dan kemampuan mencerna isi cerita. Ceritanya harus
cukup pendek dalam rentang perhatian anak. Cerita tersebut bersifat
meningkatkan daya pikir anak seperti cerita-cerita tentang makanan dan minuman
sehat, kebersihan diri melayani diri sendiri.
Manfaat bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan
fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak. Misalnya
melalui media dongeng/bercerita dapat berfungsi sebagai penggugah kreativitas
anak-anak. Melalui dongeng/cerita, guru bisa menyampaikan pesan-pesan, hikmah-
hikmah dan pengalaman-pengalaman kepada murid-muridnya. Disamping
memperkaya imajinasi anak, dongeng/bercerita pun menjadikan anak-anak merasa
belajar sesuatu, tetapi tak merasa digurui. Bahkan, dengan melalui dongeng/cerita
diketahui adalah merupakan salah satu cara yang efektif mengembangkan aspek-
aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), social dan aspek konatif
(penghayatan) anak-anak. Dongeng/cerita mampu membawa anak-anak pada
pengalaman-pengalaman baru yang belum pernah dialaminya. Karena itu guru
perlu memiliki kreativitas, penghayatan, dan kepekaan pada saat bercerita agar
pesan dapat sampai kepada murid-muridnya.
1) Melatih daya serap atau daya tangkap anak TK, artinya anak usia TK dapat
dirangsang untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam cerita secara
keseluruhan, 2) Melatih daya pikir anak TK, untuk terlatih memahami proses cerita,
mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan-hubungan
sebab akibatnya, 3)Melatih daya konsentrasi anak TK untuk memusatkan
perhatiannya kepada keseluruhan cerita, 4) Mengembangkan daya imajinasi anak,
artinya dengan bercerita anak dengan daya fantasinya dapat membayangkan atau
menggambarkan sesuatu situasi yang berada di luar jangkauan inderany, 5)
Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana
hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya, 6) Membantu
perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secra efektif dan efisien sehingga
proses percakapan menjadi komunikatif.
Cerita mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang
bercerita atau berbicara. Anak belajar tentang tata cara berdialog dan bernarasi
dan terangsang untuk menirukannya. Kemampuan untuk mempraktekkan terdorong
karena dalam cerita ada negosiasi, pola tindak-tutur yang baik seperti menyuruh,
melarang, berjanji, mematuhi larangan dan memuji.
Pertama anak memiliki kosa kata cenderung berhasil dalam meraih prestasi
akademik.
Kedua, anak yang pandai berbicara memperoleh perhatian dari orang lain. Hal ini
penting karena pada hakikatnya anak senang menjadi pusat perhatian dari orang
lain.
Ketiga, anak yang pandai berbicara mampu membina hubungan dengan orang lain
dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang tidak dapat
berbicara. Berbicara baik mengisyaratkan latar belakang yang baik pula.
Keempat, anak yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan diri dan penilaian
diri yang positif, terutama setelah mendengar komentar orang tentang dirinya.
Tujuan bercerita bagi anak usia 4-6 tahu adalah agar anak mampu mendengarkan
dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, anak dapat bertanya
apabila tidak memahaminya, anak dapat menjawab pertanyaan, selanjutnya anak
dapat menceritakan dan mengekpresikan terhadap apa yang didengarkan dan
diceritakannya, sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami dan lambat laun
dapat didengarkan, diperhatikan, dilaksanakan, dan diceritakan pada orang lain.
Karena menurut Jerome S. Brunner (Tampubolon, 1991 : 10) Bahasa berpengaruh
besar pada perkembangan pikiran anak
Adapun kelebihan dan kekurangan daripada metode bercerita (Dhieni, 2006 : 6.9)
antara lain :
1) Dapat menjangkau jumlah anak yang relatif banyak, 2) Waktu yang tersedia
dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien, 3) Pengaturan kelas menjadi lebih
sederhana, 4) Guru dapat menguasai kelas dengan mudah, 5) Secara relatif tidak
banyak memerlukan biaya, 6) Anak didik menjadi pasif, karena lebih banyak
mendengarkan atau menerima penjelasan dari guru, 7) Kurang merangsang
perkembangan kreativitas dan kemampuan siswa untuk mengutarakan
pendapatnya, 8) Daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan masih
lemah sehingga sukar dipahami tujuan pokok isi cerita, 9) Cepat menumbuhkan
rasa bosan terutama apabila penyajiannya tidak menarik.
Diantara berbagai jenis cerita, cerita tentang pengalaman seseorang dan faktor
tradisional merupakan sumber cerita terbaik bagi anak-anak.
2) Jenis cerita
Dalam program pembelajaran di TK, cerita dapat digolongkan menjadi tiga, yakni
cerita untuk program inti, cerita untuk program pembuka, dan cerita untuk tujuan
rekreasi pada akhir program. Cerita untuk program inti, digunakan dalam kegiatan
inti cerita ini disampaikan oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin
di capai. Misalnya cerita tentang Bebek si buruk rupa. Cerita ini menggambarkan
seekor bebek yang buruk rupanya, tetapi hatinya baik, suka menolong dan
sebagainya. Tujuan pembelajaran ini, guru ingin menanamkan rasa saling tolong
menolong, tidak membeda-bedakan teman. Cerita untuk program pembuka dan
penutup, disampaikan pada kegiatan inti dan penutup yang menyampaikan adalah
anak, seorang guru hanya memberikan stimulasi, misalnya dalam kegiatan berbagi
cerita tentang pengalaman naik sepeda dan sebagainya. Sedangkan cerita untuk
tujuan rekreasi pada akhir program, cerita ini disampaikan oleh anak setelah liburan
sekolah. Untuk jenis cerita anak yang banyak disukai adalah cerita fable karena
anak sedang senang dengan binatang-binatang peliharaan.
a) Pengorganisasian siswa
Bentuk pengelompokan anak-anak yang akan dilibatkan atau diajak berinteraksi
dalam penceritaan terlebih dahulu guna mengetahui hubungan sosial antar anak
dalam kelas.
b) Penugasan kelas
Dalam kegiatan bercerita, penugasan kelas dapat dilakukan dengan meminta anak-
anak untuk mencari tokoh utama dalam cerita mengingatnya dan menyebutkan
kembali sifat-sifatnya. Tentunya tugas tersebut dikomunikasikan terlebih dahulu
sebelum penceritaan berlangsung.
c) Disiplin kelas
d) Pembimbingan siswa
Banyak cara pengelolaan tempat untuk bercerita menurut Tampubolon, (1991 : 17)
yang terdiri dari: penataan tempat untuk bercerita, posisi media, penataan ruang
cerita dan strategi penyampaian cerita untuk anak.
Tempat duduk sisa dalam kegiatan bercerita perlu mendapatkan perhatian yang
serius. Sebab tempat duduk berkaitan dengan banyak hal. Keterkaitan itu adalah
interaksi guru dan siswa, karakteristik materi penceritaan, media pembelajaran
yang digunakan dalam penceritaan.Oleh karena, itu tempat duduk siswa sangat
berpengaruh dalam keberhasilan kegiatan bercerita. Aktifitas bercerita tidak harus
dilakukan didalam kelas, kegiatan bercerita dapat dilakukan dimanapun asal
memenuhi kriteria kebersihan, keamanan dan kenyamanan. Jika jumlah anak
sedikit, bercerita dapat dilakukan diberbagai tempat seperti di teras, di bawah
pohon, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya yang penting tempat tersebut dapat
menampung semua anak, teduh, bersih dan aman. Apabila jumlah anak relatif
banyak sebaiknya dipilih tempat yang lebih luas. Ruang kelas merupakan tempat
yang paling representative (memenuhi persyaratan) yang lebih baik lagi apabila
cerita yang disampaikan ditempat yang berkaitan.
b) Posisi media
a) Strategi Storytelling
Menurut Hulit & Howard (1997) sesungguhnya bahasa adalah ekspresi kemampuan
manusia yang bersifat innate atau bawaan.
Bahasa dan pengekpresian bahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa
berada di dalam otak kita, dan ia akan tetap ada walaupun diekpresikan atau tidak
Seseorang yang tidak bisa bicara (bisu) bukan berarti ia tidak memiliki bahasa. Ia
tetap dapat mengetahui tentang kosa kata bahasa dan dapat menyimpan
pengetahuannya dalam bentuk bahasa.
Bahasa dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk, yaitu bicara, tulisan, dan
gerakan. Bicara adalah ekspresi oral dari bahasa. Organ manusia yang berperan
adalah mulut dan tenggorokan. Terkadang penggunaan istilah bahasa dan
bicara ini tertukar atau disamakan arti. Pada kenyataannya kedua istilah ini
berbeda walaupun memiliki kaitan yang erat dalam komunikasi. Bicara bisa saja
hadir tanpa adanya bahasa, begitupun sebaliknya.
Bahasa juga dapat hadir tanpa bicara, contohnya dalah orang bisu-tuli karena ia
tidak dapat mendengar ekpresi oral dari bahasa maka ia tidak dapat bicara. Bagi
orang bisu-tuli bukan berarti ia tidak memiliki bahasa, jika ia menerima stimulasi
yang tepat dan kesempatan pendidikan yang sesuai maka ia akan dapat
mengembangkan kemampuan bahasa yang sama dengan orang yang dapat
mendengar dan dapat berbicara atau orang yang normal seperti manusia biasa.
Dengan kata lain, ekspresi bahasa pada orang-orang tersebut bukan dengan oral
melainkan dengan gerakan atau tulisan.
Menurut Hilderbrand, (1986 : 297) pada buku Metode Pengajaran di TK karang Dra.
Moesliahtoen R, M.Pd (1999 : 26), bercakap-cakap berarti saling
mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara verbal atau mewujudkan
kemampuan bahasa reseptif dan ekpresif. Lain pula menurut Gordon dan Brown
( 1985 : 314) pada buku yang sama dikatakan bahwa bercakap-cakap dapat pula
diartikan sebagai dialog atau sebagai perwujudan bahasa reseptif dan ekpresif
dalam suatu situasi.
Sedangkan menurut Fizal (2008 :3) berpendapat bahwa Bahasa ekspresif adalah
bahasa lisan dimana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi
satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan
Dari beberapa pengertian diatas yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian bahasa ekspresif adalah merupakan cara seorang
anak dalam mengungkapkan perasaan serta kata-katanya kepada orang lain yang
berada di sekitarnya yang mempunyai arti dan kadang dicampur dengan gerakan
tubuh.
Anak menerima dan mengekspresikan bahasa dengan berbagai cara. Berbicara dan
menulis merupakan keterampilan bahasa ekspresif yang melibatkan pemindahan
arti melalui symbol visual dan verbal yang diproses dan diekspresikan anak. Ketika
anak berbicara dan menulis, mereka menyusun bahasa dan mengkonsep arti.
1) Egosentric Speech
Terjadi ketika anak berusia 2 sampai 3 tahun, dimana anak mulai berbicara pada
dirinya sendiri. Perkembangan berbicara anak dalam hal ini sangat berperan dalam
mengembangkan kemampuan berpikirnya.
2) Socialized Speech
Perkembangan morfologi pada anak dari satu kata menjadi kata, kadang-kadang
anak mengucapkan dua kata menjadi kalimat, kadang-kadang kita mendengar anak
mama, Ali mencubit saya, Koko memukul saya. Perkembangan morfologi anak
semakin bertambah seiring dengan pertambahan usianya atau dengan kata lain
semakin bertambah usia semakin bertambah pula jumlah kata yang diperoleh anak
berkaitan dengan nama-nama benda permainan atau kata-kata yang berhubungan
dengan kebutuhan anak sehari-hari.
Perkembangan semantik pada anak sudah nampak sejak anak itu menggunakan
kalimat yang terdiri dari dua kata. Perkembangan semantik anak semakin lama
semakin cepat. Anak mengucapkan kata-kata selalu mengaitkan dengan maknanya
sehingga kata-kata yang diucapkan dapat dipahami oleh teman bicaranya. Peran
orang tua atau orang yang dekat dengan anak itu akan menentukan
perkembangam semantik anak dengan mengarahkan dan memberi perbaikan
ucapan kata akan memberi kesadaran makna kata dan pertumbuhan semantik
anak.
Seorang anak kecil belajar berbicara mula-mula adalah dengan cara menunjukkan
berbagai benda-benda yang dilihatnya atau kata yang dapat menunjukkan pada
pengertian tempat di sini atau sekarang. Daftar kata-kata ini akan segera
meningkat tanpa batas. Namun bisa diperkirakan bahwa seorang anak pada usia
dua tahun setidaknya memerlukan 270 kata.
Beberapa aspek yang berkaitan dengan perkembangan bahasa lisan anak (Dhieni,
2006:3.4) adalah sebagai berikut : kosakata, sintaks/tata bahasa, semantika dan
fonem atau bunyi.
2) Sintaks (tata bahasa), walaupun anak belum mempelajari tata bahasa, akan
tetapi melalui contoh-contoh berbahasa yang didengar dan dilihat anak di
lingkungannya, anak telah dapat menggunakan bahasa lisan dengan susunan
kalimat yang baik.
Perkembangan kemampuan bahasa anak Taman Kanak-kanak ditandai oleh usia dan
karakteristik anak dalam bertindak, perkembangan bahasa tersebut melalui
beberapa tahapan.
Di dalam dunia anak ada aspek yang perlu diperhatikan orang tua dalam rangka
mengamati perkembangan bicara anak, bila seorang anak akan mengatakan atau
memahami sesuatu, ia harus mempunyai daftar kata-kata atau vocabulary yang
cukup memadai, yang dengan kata lain kita bisa mengatakan bahwa si anak
mempunyai cukup kata-kata agar bisa memproduksi dan memahami bahasa aktif
dan pasif, menemukan kata-kata yang tepat, memahami apa yang diucapkan
(pengertian kalimat).
Seorang anak kecil belajar berbicara, mula-mula adalah dengan cara menunjukkan
berbagai benda-benda yang dilihatnya (kursi, meja makan, boneka, dsb), atau kata
yang dapat menunjukkan pada pengertian tempat di sini atau sekarang. Daftar
kata-kata ini akan segera meningkat tanpa batas. Namun bisa diperkirakan bahwa
seorang anak pada usia dua tahun setidaknya memerlukan 270 kata. Pada usia 4
tahun kemampuan bahasa anak akan berkembang. Anak pada usia ini sudah
mampu mengucapkan sebagian besar kata dalam bahasa Indonesia, kosa kata yang
dikuasainyapun telah berkembang mencapai 1.500 kata.
Di dalam mengajarkan anak usia taman Kanak-kanak seorang guru harus
mempersiapkan indikator-indikator apa yang akan digunakan dalam mengajarkan
anak didiknya khususnya pada pengembangan bahasa ekspresif anak yang akan
menunjang pembelajaran apada anak didiknya. Di mana dalam pengembangan
bahasa ekspresif anak terdapat berbagai macam indikator-indikator (Dhieni, 2006 :
9.7) antara lain :
1)Menyebutkan nama diri, nama orang tua, jenis kelamin, alamat rumah dengan
lengkap, 2) Anak diharapkan agar dapat berkomunikasi/berbicara lancar secara
lisan dengan lafal yang benar, 3) Bercerita menggunakan kata ganti saya, dan aku
Usia Kemampuan bahasa anak menurut Iga Partiwi, (Artikel Dunia Anak, 2008)
mengatakan bahwa ada beberapa tahapan dalam usia kemampuan anak yaitu :
1) 0-1bulan Respons bayi saat mendengar suara dengan melebarkan mata atau
perubahan irama pernafasan atau kecepatan menghisap susu, 2) 2-3 bulan Respons
bayi dengan memperhatikan dan mendengar orang yang sedang bicara, 3) 4 bulan
Menoleh atau mencari suara orang yang namanya dipanggil, 4) 6-9 bulan , mengerti
bila namanya disebut, 5) 9 bulan Mengerti arti kata "jangan", 6) 10-12 bulan Imitasi
suara, mengucapkan mama/papa dari tidak berarti sampai berarti kadang meniru 2-
3 kata Mengerti perintah sederhana seperti "Ayo berikan pada saya", 7) 13-15 bulan
Perbendaharaan 4-7 kata, 20% bicara mulai dimengerti orang lain, 8) 16-18 bulan
Perbendaharan 10 kata, beberapa ekolalia (meniru kata yang diucapkan orang
lain), 25% dapat dimengerti orang lain, 9) 22-24 bulan Perbendaharan 50 kata,
kalimat 2 kata, 75% dapat dimengerti orang lain, 10) 2-2,5 tahun Perbendaharan
> 400 kata, termasuk nama, kalimat 2-3 kata, 11) mengerti 2 perintah sederhana
sekaligus, 12) 3-4 tahun Kalimat dengan 3-6 kata ; bertanya, bercerita,
berhubungan dengan pengalaman, hampir semua dimengerti orang lain 4-5 tahun
Kalimat degan 6-8 kata, menyebut 4 warna, menghitung sampai 10 .
Dengan demikian seorang anak dengan usianya yang masih balita dapat
memperhatikan penyampaian cerita sederhana yang sesuai dengan karakternya, ia
akan mendengarkan cerita itu dan menikmatinya dengan seksama terhadap apa
yang disampaikan orang lain sehingga anak dapat bertanya apabila tidak
memahaminya dan anak dapat menjawab pertanyaan selanjutnya, bercerita serta
mengekspresikan terhadap apa yang ia dengar sehingga hikmah dari isi cerita
dapat dipahami. Maka dalam mengembangkan kemampuan berbahasanya anak
memiliki cara-cara tersendiri sesuai dengan tahapan perkembangannya, dalam
menanggapi suatu pokok bahasan yang diceritakan. Sehingga anak secara bertahap
dapat berpikir abstrak dan konstruktif.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat dipaparkan bahwa penerapan metode
bercerita dapat mengembangkan bahasa ekspresif anak. Hal ini dapat dilihat
dengan langkah-langkah penerapan metode bercerita sebagai berikut :1) Anak
mengatur posisi duduknya, 2) Anak memperhatikan guru menyiapkan alat peraga,
3) Anak termotivasi untuk mendengarkan cerita, 4) Anak diberi kesempatan untuk
memberi judul cerita, 5) Mendengarkan judul cerita, 6) Anak mendengarkan cerita
guru sambil memperhatikan gambar yang guru perlihatkan, 7) Setelah selesai
bercerita anak memberikan kesimpulan isi cerita, 8) Guru melengkapi kesimpulan
tentang isi cerita dari anak.
B. Saran
Bagi guru TK khususnya, diharapkan mampu menerapkan metode yang tepat dalam
proses pembelajaran, utamanya dalam kegiatan metode bercerita. Hal ini
disebabkan karena tidak semuanya anak normal, kadang kala ada anak yang
mempunyai kepribadian yang lain, misalnya autis, dan ini tentunyan membutuhkan
keterampilan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soli, Dan Sulaiman Samad. 2003. Pedoman Penulisan Skripsi . Makassar,
FIP : Universitas Negeri Makassar
Montolalu, dkk. 2007. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta : Universitas Terbuka
Musfiroh, Tadkiroatun. 2005. Bercerita Untuk Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Nugraha, Ali. 2007. Kurikulum dan Bahan Belajar TK. Jakarta : Universitas Terbuka
Sitti Aisyah, dkk. 2007. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia
Dini. Jakarta : Universitas Terbuka.