Oleh:
1. Desy Purnamasari (150523605333)
2. Dicky Ardyan Tri Putra (150523601321)
3. Farid Nur Ikhsan (150523607251)
4. Fergiharto Surya Hutama (150523607259)
5. Fairusa Putri Prastowo (150523602882)
1. Hanafi berpendapat bahwa tidur tidak membatalkan wudhu, akan tetapi tidur dapat
membatalkan wudhu dalam tiga hal. Yakni:
a) tidur dengan berbaring miring;
b) tidur telentang diatass punggungnya;
c) tidur diatas salah satu pahanya.
2. Maliki berpendapat tidur dapat membatalkan wudhu, apabila seseorang tidur nyenyak,
baik sebentar maupun lama maupun sebentar, baik tidur dalam keadaan berbaring atau sujud
atau duduk.
3. Syafii berpendapat tidur dapat membatalkan wudhu apabila orang yang yang tidur itu
tidak duduk mantap diatas tempatnya.
4. Hambali berpendapat bahwa wudhu seseorang dapat batal dalam keadaan bagaimanapun
juga, kecuali apabila tidurnya itu sebentar menurut ukuran urf, sedanngkan orang itu dalam
keadaan duduk atau berdiri.
1. Syafii, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah
wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab). (Mughniyah;
2001)
2. Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa
bahasa Arab. (Mughniyah;2001)
1. Maliki, Syafii, dan Hanafi : yang wajib (menempel) hanya dahi, sedangkan yang lain-
lainnya adalah sunnah. (Mughniyah; 2001)
2. Hambali : yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua
lutut, dan ibu jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan Hambali menambahi hidung, sehingga
menjadi delapan. (Mughniyah; 2001)
I. Melafalkan Niat
1. Menurut Imam Syafiiy (Syafiiyah) dan Imam Ahmad bin Hambal (Hanabilah) adalah
sunnah karena melafalkan niat dapat membantu untuk mengingatkan hati sehingga membuat
seseorang lebih khusyu dalam melaksanakan shalatnya.
Salah ucap tidak mempengaruhi niat dalam hati sepanjang niatnya itu masih benar.
Contohnya saat ingin shalat Ashar tetapi niatnya shalat Dzuhur, makanya yang dilihat
niatnya dalam mengerjakan solat bukan lafal yang diucapkan oleh mulut.
2. Sedangkan menurut Imam Malik (Malikiyah) tidak disyariatkan membaca niat shalat
sebelum takbiratul ihram kecuali bagi orang yang peragu terhadap niatnya sendiri.
Karena menurut Imam Malik niat shalat sebelum takbir itu menyalahi keutamaan shalat.
3. Berbeda lagi dengan pendapat Imam Abu Hannifah (Hanafiyah), membaca niat shalat
sebelum takbir menurut pengikut beliau adalah bidah, namun dianggap baik (istihsan)
melafalkan niat bagi orang yang peragu.