Roszandi
ternyata menemui kendala saat diterapkan di lapangan. Tidak semua sekolah mampu
"Misalnya ada kegiatan mencari informasi bersama di Internet lalu didiskusikan. Bagaimana
guru bisa melakukan itu kalau sekolah ini saja tidak punya jaringan Internet dan infokus?"
kata Basaria Tambunan, guru matematika SMP Bethel di Jalan Swasemba Timur, Tanjung
Priok, pada Jumat, 15 Agustus 2014. (Baca: Kurikulum 2013 Bikin Guru 'Menganggur')
Selain kendala fasilitas mengajar, Basaria juga mengeluhkan buku paket yang hingga saat ini
2013 akan ditanggung dengan dana BOS dan dibagi gratis ke sekolah. Namun, belum ada
kejelasan kapan buku-buku itu akan disalurkan. "Katanya sekolah disuruh menunggu.
Sekolah negeri juga belum semuanya dapat," ujar Basaria. (Baca: Apa Beda Kurikulum 2013
dengan Sebelumnya)
Basaria mengatakan tidak ada masalah pada guru menyoal penguasaan materi Kurikulum
2013. Materinya tetap sama, hanya pengemasannya yang harus dibuat lebih interaktif dengan
aspek. "Dalam satu kegiatan, masing-masing anak harus dinilai rinci, melibatkan sepuluh
aspek. Bayangkan kalau di kelas ada 30 murid. Waktu guru hanya akan habis untuk
Penilaian Kurikulum 2013 memang menitikberatkan pada karakter dengan proporsi 60 persen
karakter dan 40 persen akademis. Hal ini membuat Basaria harus mencermati karakter tiap-
tiap murid agar bisa memberi nilai dengan adil. "Hanya saja aspeknya terlalu banyak
sehingga menjadi rumit. Ditambah lagi, beda jenis kegiatan beda pula aspek yang harus
dilihat," ujar Basaria. (Baca: Ahok Tak Sepakat Penerapan Kurikulum 2013)
Sementara itu, untuk mengatasi ketiadaan buku, sekolah bekerja sama dengan pihak luar
menyediakan lembar kerja siswa (LKS). "Harganya Rp 13 ribu per LKS," kata Siwi Elias,
salah satu orang tua murid di sekolah tersebut. (Baca juga: Untung-Rugi Jam Belajar
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/08/16/083600019/Kurikulum-2013-Apa-
Saja-Kendalanya
Siswa Siswi membaca buku ajaran baru di sekolah SD 01 Menteng Jakarta, 14 Agustus 2014.
Sejak Di mulainya kurikulum baru 2013 ditetapkan, siswa siswi menggunakan buku mata
pelajaran yang difotocopy karena keterlambatan distribusi oleh kemendikbud. TEMPO/Dasril
Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) Menteng 01 Jakarta,
Marmi, mengatakan sistem Kurikulum 2013 menjadikan murid lebih aktif dan kreatif.
Namun, sekaligus menuntut kerja guru lebih keras. Salah satunya berkaitan dengan sistem
penilaian. "Harus ada deskripsinya. Butuh waktu yang lama dan lebih ribet," kata dia kepada
Tempo, di SDN Menteng 01 Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2014. (Baca: Kurikulum 2013, Siswa
Selain itu, butuh banyak alat peraga dalam mengaplikasikan kurikulum tersebut. Sayangnya,
tak semua peraga dimiliki oleh sekolah. Menurut Marmi, butuh waktu lebih untuk
menyelesaikan satu sub-tema buku pelajaran. "Sekarang, kan, dituntut satu pekan selesai
untuk satu sub-tema. Padahal, bisa lebih dari itu," ujar guru kelas empat tersebut. (Baca: Tak
Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Nuryati, guru kelas satu. Kelebihan dari Kurikulum
2013, kata dia, menuntut siswa dan guru semakin aktif. Siswa aktif dalam proses belajar,
sedangkan guru harus bekerja lebih keras untuk mengimbanginya. "Makanya ada workshop
evaluasinya," ujar Nuryati. (Baca juga: Teriaki Jokowi, Pelajar Minta Sabtu Tetap Libur)
Tak ada kendala yang berarti dalam penerapan sistem baru ini. Hanya saja, buku ajar yang
menjadi kebutuhan primer terlambat datang. Akibatnya, untuk sementara waktu sekolah
harus mencetak dan memfotokopi sendiri. "Kalau sampai dua minggu ke depan buku juga
belum datang, anak-anak mau belajar pakai apa?" kata Kepala Sekolah SDN Menteng 01
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/08/16/079600023/Guru-Penilaian-di-
Kurikulum-2013-Lebih-Ribet
KOTA Selain permasalahan distribusi buku kurikulum 2013 yang belum beres.
Walaupun para guru sudah diberi pelatihan mengenai kurikulum 2013. Mereka masih
kesulitan dalam melakukan penilaian. Pasalnya jenis penilaian yang lebih kompleks, dan
Hal demikian dirasakan Kepala SD Landungsari 1, Yatini SPd saat ditemui Radar. Yatini
mengaku, para guru di sekolahnya kesulitan dalam melakukan pembelajaran kurikulum 2013.
Dikarenakan buku yang belum terdistribusi semua, dan format penilaian yang digunakan
belum ada yang baku. Kesulitan teknis kami mengani penilaian yang masih belum
mempunyai bentuk baku. Makanya kami masih menggunakan format penilaian dari
kurikulum yang lama. Namun kami kombinasikan dengan sistem penilainan kurikulum
2013,ucapnya.
Yatini menyebut, para guru SD di kecamatan pekalongan barat belum ada persamaan
dalam penilaian.
Meski demikian, Yatini mengaku lega. Pasalnya, dalam waktu dekat ini akan diadakan
pertemuan dengan instruktur kurikulum 2013 untuk menyamakan persepsi mengenai sistem
penilaian, baik penilaian pengamatan harian, sikap, pengamatan ketrampilan dan sebagainya.
Di SD yang dipimpinnya, Yatini mengakui, para siswa belum sepenuhnya mampu diberikan
pembelajaran kurikulum baru ini, sehingga pemberian materi secara ceramah masih tetap
Walaupun sebenarnya dalam kurikulum 2013 tidak ada, karena siswa yang harus aktif.
Mungkin karena masih pertama jadi belum bisa dilakukan secara sempurna, kami masih
menyisipkan ceramah materi yang seharusnya tidak lagi digunakan dalam kurikulum 2013,
bebernya.
Di tempat terpisah, Instruktur Nasional Kurikulum 2013, Budi Herijanto SPd mengakui,
memang belum ada format penilaian yang pasti mengenai kurkulum 2013. Dari 3 ranah
yang dinilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan memiliki cara menilai yang berbeda, serta
tidak sama dengan kurikulum sebelumnya. Bentuk penilaian inilah yang belum ada,
terangnya.
Namun ada kabar baik, sambung Budi Herijanto, yaitu 3 orang peneliti dari STIMIK Wdya
Pratama sedang mengembangkan aplikasi penilaian berbasis web. Kemudian akan dilakukan
ujicoba pada Rabu (10/9) di SD Medono 8. Apabila aplikasi ini bisa benar-benar diterapkan
maka kemungkinan guru akan lebih mudah dalam menilai. Karena formatnya sudah ada pada
aplikasi web tersebut,terang lelaki yang juga menjabat sebagai Kepala SD Medono 7 dan
Medono 8 tersebut.
Hanya saja, lanjut Budi, dirinya mengkhwatirkan para guru tidak bisa mengaplikasikan web,
karena tidak semua guru bisa mengoperasikan komputer. Jadi perlu usaha dari guru juga
untuk mau belajar mengoprasikan komputer. Kalau laptop mungkin hampir semua guru
punya, namun apakah semua guru bisa mengoprasikannya? itu yang jadi pertanyaan.
Makanya untuk membuat semuanya berjalan baik guru harus mau belajar lagi
nanti,saran Budi.(ap3)
Sumber : http://www.radarpekalonganonline.com/39824/guru-kesulitan-cara-menilai/
Margaret Puspitarini
Jurnalis
JAKARTA - Salah satu pembeda kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya ialah
scientific approach. Namun, masih banyak guru yang merasa kesulitan menerapkan
Pendapat tersebut disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Rumiati, dalam Dialog dan Konsultasi Nasional terkait Kurikulum 2013. Dia menyebut,
terdapat banyak hal yang belum dipahami tenaga pendidik terkait kurikulum 2013.
"Yang kurang dipahami adalah proses penilaian yang dianggap rumit. Banyak yang belum
paham dalam memberikan penilaian dalam implementasi kurikulum 2013," ujar Tuti di
Kedua, kata Tuti, para guru masih kesulitan menerapkan scientific approach dalam kegiatan
belajar mengajar. Menurut Tuti, metode tersebut digunakan karena melihat adanya gap antara
membentuk jejaring, yang sering terlewat ialah menalar," tutur Dosen di Institut Teknologi
Kendala ketiga, ungkap Tuti, adalah membuat siswa aktif. Sebab, dalam kurikulum 2013,
guru harus pintar menjadi fasilitator agar siswa bertanya. Sayang, belum semua guru mampu
melaksanakannya.
"Persoalan lainnya ialah terkait project based learning dan pelatihan guru. Pelatihan jangan
semuanya tapi satu per satu dalam sekali waktu," kata jebolan S-3 Statistik dari Institut
(ful)
Sumber : http://news.okezone.com/read/2014/10/16/65/1052959/tiga-masalah-guru-dalam-
implementasi-kurikulum-2013
PADA tahun pelajaran baru ini, Kemendikbud resmi menerapkan kurikulum 2013 (K13) di
seluruh sekolah. Mulai SD hingga SMA/SMK negeri maupun swasta. Sebenarnya, sudah ada
setahun kurikulum bikinan era M. Nuh tersebut. Tetapi, pelaksanaannya masih compang-
Bagi sebagian sekolah negeri di Surabaya, kurikulum baru itu bukan barang baru lagi.
Sebab, sebagian besar sekolah negeri menerapkan kurikulum pengganti KTSP (kurikulum
Namun, sebagian lain masih awam alias penerapannya nol pada kurikulum itu. Demikian
pula guru-gurunya. Padahal, di dalam penerapan kurikulum baru tersebut, peran guru sangat
Ya, Kemendikbud melalui pemerintah kabupaten/kota memang telah melatih ribuan guru.
Tetapi, tidak ada jaminan bahwa guru mudah memahami semangat perubahan kurikulum
tersebut.
kreativitas para guru. Sayangnya, belum semua guru paham maksud dari kurikulum itu.
Salah seorang guru SMP swasta, Fitrah Insani, mengungkapkan bahwa pelatihan yang diikuti
dirinya bulan kemarin terkesan seadanya. Para fasilitator hanya memberikan gambaran
umum. Padahal, yang dibutuhkan Fitrah adalah penjelasan spesifik. Bahkan, saat kondisi
tertentu, mereka bilang, panduannya dibaca saja ya. Lantas, apa gunanya kami ikut
Tidak heran bila Fitrah masih bingung dengan implementasi kurikulum 2013. Khususnya
mengenai 16 komponen dalam mengisi rapor. Menurut dia, penilaian dituntut untuk bisa
sampai detail. Harus menilai kerja sama, kejujuran siswa, dan lain-lain. Fitrah khawatir
mengidentifikasi hal tersebut. Selebihnya, dia lebih memasrahkan pada apa yang terjadi
ketika mengajar besok. Saya tetap akan belajar. Dikhawatirkan, kalau tidak nyambung, saya
harus tanya untuk mendapat jawaban yang valid kepada siapa? ujarnya.
Sebab, dari 14 guru dari sekolahnya yang dikirim untuk mengikuti pelatihan K13, tidak
semua paham, termasuk dirinya. Khususnya guru yang usianya parobaya. Karena itu, Fitrah
mengharapkan ada pelatihan ulang. Serta fasilitator yang mengajar sebaiknya lebih
berkompeten. Kalau fasilitatornya bisa menjelaskan semua aspek secara detail, mungkin
Pemahaman yang kurang juga dialami Siti Maemunah. Menurut guru sebuah SD swasta di
Surabaya Utara itu, selama pelatihan dua hari tersebut, fasilitator hanya memberikan teori.
Tidak ada praktik. Padahal, Siti yang pernah ikut sosialisasi kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) juga diberikan contoh praktik.
Setelah kami diberikan teori, mereka melakukan simulasi pengajaran. Ada guru dan
Karena itu, Siti berharap dispendik mengadakan pelatihan ulang yang lebih lama dan detail
secara praktik. Bukan hanya teori. Siti menyatakan, sebagai guru, dirinya dituntut mengetahui
Karena itu, meski tidak mendapat jawaban dari pelatihan, guru kelas VI tersebut berburu
informasi. Salah satunya, informasi dari keponakan yang adalah guru SD negeri. Untung,
ponakan saya mau menjelaskan kepada saya. Sebab, sekolahnya pakai K13 sejak tahun
kemarin, sambungnya.
Nur Hamilah, salah seorang guru di sekolah swasta, menyatakan blank mengenai kurikulum
2013. Maklum, tahun lalu sekolahnya belum sama sekali menerapkan kurikulum tersebut.
Saat mengikuti diklat, Nur juga tidak terlalu ngeh dengan materi-materi yang disampaikan
instruktur. Sejatinya materinya mudah dipahami. Namun, begitu materi itu dipraktikkan,
Ketika workshop yang dia ikuti, semua peserta memang diminta mengajar. Seolah-olah
peserta lain menjadi siswa. Kemudian, peserta lain akan menilai cara pengajaran yang
disampaikan. Mungkin, jika waktu workshop-nya lebih lama, kami bisa lebih mendalami.
Tapi, ini hanya tiga hari. Apa yang kami dapat dalam waktu sesempit itu? ungkapnya.
Sementara itu, guru dituntut mengampu siswa dengan baik lewat model pembelajaran yang
hampir pasti berubah total. Yakni, pembelajaran tematik. Ini akan membutuhkan waktu
yang agak lama bagi guru dan murid untuk saling beradaptasi, paparnya.
Salah satu perubahan mendasar tentang kurikulum 2013 adalah metode pengajaran. Juga
penilaian terhadap siswa. Semua itu merupakan tugas guru. Jadi, Kemendikbud harus
mengadakan pelatihan bagi guru. Di Surabaya, pelatihan terhadap guru dilakukan Pusat
Yang belum didiklat ini menjadi tanggung jawab kami (dispendik, Red), jelas Sudarminto,
Kabid Dikmen Dispendik Surabaya. Ada 175 guru SMP, 551 guru SMK, dan 1.222 guru
SMA yang sudah didiklat dispendik. Kecuali, pelatihan terhadap guru agama dilakukan
Pelatihan terhadap guru SMA dilaksanakan di SMAN 1 dan SMAN 9, guru SMK di SMKN
1, dan guru SMP di sekolah-sekolah tempat musyawarah guru mata pelajaran (MGMP)
masing-masing. Misalnya, guru bahasa Indonesia dilatih di SMPN 5 yang merupakan tempat
Sudarminto yakin para guru yang sungguh-sungguh dan sepenuh hati mengikuti workshop
pasti mampu menguasai materi yang diajarkan. Sebab, saat workshop, mereka tidak hanya
diberi materi. Guru diberi kesempatan menerapkan metode pembelajaran. Peserta workshop
Hanya, kata dia, dukungan buku pegangan bagi guru masih belum komplet. Terutama, buku
peminatan. Meski demikian, guru tetap bisa mencari referensi atau sumber lain. Sudarminto
yakin setiap sekolah pasti sudah mempunyai solusi masing-masing untuk mengatasi masalah
yang terjadi.
Menurut dia, K-13 memang menuntut kreativitas guru. Karena itu, dia meminta guru tidak
henti-hentinya belajar dan mencari referensi yang mendukung pengajaran mereka. Dia yakin
kesulitan yang dialami tidak akan berlangsung lama. Semua butuh proses adaptasi,
ujarnya.
Sudarminto menuturkan, secara umum, persiapan K-13 di Surabaya sudah siap. Masalah
kesiapan guru akan teratasi seiring dengan adaptasi mereka. Juga dengan kelengkapan buku-
Sumber : http://www.jawapos.com/baca/artikel/5265/-Rumitnya-Penerapan-Kurikulum-Baru-
2013
http://kalbar.antaranews.com/berita/329848/sekolah-di-mempawah-terapkan-ktsp-2006
Zainudin guru SDN 01 Sungai Piyuh Kami dan kawan-kawan mengalami kesulitan dalam
menyusun laporan penilaian siswa, selain itu pansuan kurikulum 2013 hingga kini
diantaranya masih belum didistribusikan dengan baik. Karena itu kami selaku guru tentu siap
dan menyambut baik dengan diterapkannya kembali KTSP 2006 sebagai panduan proses
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Bidang Kurikulum Sekolah Menengah Atas 68, Marlina, 38
"Aspek penilaian dalam kurikulum 2013 ada empat, dan sulit bagi guru untuk bisa
mengawasi semua peserta didiknya," ujarnya di SMA 68 di Jalan Salemba Raya Nomor 68,
Menurut dia, guru-guru mengalami kesulitan dalam melakukan penilaian lantaran ada empat
aspek yang harus dinilai, seperti spiritualitas, sosial, pengetahuan, dan keterampilan murid. Ia
mengaku tak bisa memberikan penilaian secara optimal karena banyaknya jumlah siswa.
mengatakan telah membentuk sebuah tim untuk mengevaluasi kurikulum 2013. Tim tersebut
terdiri atas guru dan para pakar ilmu kurikulum. (Anies Baswedan: Kurikulum 2013
Prematur)
Anies menjelaskan kurikulum 2013 sebenarnya baru tahap uji coba dan masih dimatangkan.
Namun, pada tahun ini, kurikulum 2013 sudah diterapkan di semua sekolah di Indonesia
menjadikan jumlah mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik bertambah.
"Dalam kurikulum 2013, siswa dituntut untuk mengambil mata pelajaran peminatan," ujar
Dia mengungkapkan, dengan adanya mata pelajaran peminatan, dirinya dan rekan-rekan
seprofesi sempat kesulitan untuk mencari buku mata pelajaran peminatan tersebut.
"Pemerintah tak menyediakan buku mata pelajaran peminatan yang bisa kami unduh,"
tuturnya.
siswa, dan wali murid," ujarnya. (Alasan Kenapa Kurikulum 2013 Bermasalah)
GANGSAR PARIKESIT
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/11/24/079624118/Kurikulum-2013-Guru-
Kesulitan-Beri-Nilai-Murid
Ditulis: Rohmawati
Sebanyak 20 dari 23 guru SMP 21 Semarang yang mengisi angket, 87 persen guru masih
kesulitan dalam memahami cara penilaian kurikulum 2013. Hal ini terungkap ketika Prof Ani
Rusilowati MPd Professor Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Prof Ani Rusilowati Professor pendidikan IPA itu, hadir dalam kegiatan professor go to
schools yang telah digagas Unnes sejak November lalu. Kedatangan ia, didampingi Dr Saiful
Sebelum sosialisasi ini, ia telah datang untuk pertama kalinya ke SMP 21,observasi dan
mengungkap masalah-masalah yang dialami sekolah dan guru terkait kurikulum 2013.
Kedua kalinya, ia sosialisasi kurikulum 2013 dihadapan 40 guru, ia bicara elemen perubahan
Menurutnya, guru harus tetap semangat dan siap dengan perubahan, mulailah segala sesuatu
memahami cara penilaian, 70 persen (16 dari 23 guru) kesulitan dalam pembuatan instrumen
pembelajaran, dan 79 persen (18 dari 23 guru) mengalami kesulitan membuat instrumen
penilaian. Ini artinya guru di sekolah, ini memang sangat membutuhkan pendampingan,
jelasnya.
Hasan Budi Sulistyo MPd wakil kepala sekolah, mengatakan apresiasi positif kedatangan
professor ke sekolah, ini sangat bermanfaat bagi guru dalam mencairkan masalah, dan
kesulitan yang dialami guru terkait dengan instrumen penilaian, model pembelajaran dan cara
Sementara itu, Dr Saiful Ridlo menyampaikan sikap hidup, seperti wortel, telur ataukah kopi.
Semisal wortel awalnya keras, warnanya menarik, bagus tetapi kalau dimasak dengan air
akan lunak, berarti orangnya tegas, cerdas, komitmen hidupnya baik, tetapi ketika terjun
membaur ke masyarakat, berubah ikut sistem menjadi lunak dan tidak mampu melakukan
perubahan lebih baik. Akan tetapi kopi dicampur dengan air, maka air itu rasanya tetap kopi.
Jadilah guru seperti kopi, jika guru mengajar di sekolah akan mampu mengubah sekolah,
dunia pendidikan menjadi lebih baik, gurulah salah satu komponen sistem pendidikan di
sekolah yang diharapkan mampu melakukan perubahan ke arah lebih baik, tegasnya.
Sumber : http://unnes.ac.id/berita/87-persen-guru-kesulitan-soal-penilaian-kurikulum-2013/
tahun ajaran lalu terus menjadi sorotan dan menuai beragam kritik. Utamanya menyangkut
implementasi yang dinilai masih banyak kekurangan.
Pemerhati pendidikan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Furqon Hidayatullah
melihat ada delapan masalah yang menyebabkan penerapan kurikulum yang disebut-sebut
"Saya belum lama ini melakukan survei terkait implementasi kurikulum 2013. Saya
menemukan ada delapan masalah yang semuanya itu terkait langsung dengan para guru,"
Delapan masalah itu adalah sulitnya mengubah mindset guru, perubahan proses pembelajaran
dari teacher centered ke student centered, rendahnya moral spiritual, budaya membaca dan
administrasi, dan kecenderungan guru yang lebih banyak menekankan aspek kognitif.
Padahal, semestinya guru juga harus memberikan porsi yang sama pada aspek afektif dan
psikomotorik.
Permasalahan kedelapan atau yang terakhir, masih banyak guru yang belum mau menjadi
manusia pembelajar. Padahal, seorang guru dituntut untuk terus menambah pengetahuan dan
"Kurikulum 2013 ini menuntut guru untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif. Artinya, guru
Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/2014/10/19/307023/ini-delapan-masalah-dalam-
implementasi-kurikulum-2013