Anda di halaman 1dari 16

Sabtu, 16 Agustus 2014 | 08:04 WIB

Kurikulum 2013, Apa Saja Kendalanya?

Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Kurikulum 2013 yang menekankan kegiatan interaktif di kelas

ternyata menemui kendala saat diterapkan di lapangan. Tidak semua sekolah mampu

menyediakan fasilitas yang bisa menunjang kegiatan itu.

"Misalnya ada kegiatan mencari informasi bersama di Internet lalu didiskusikan. Bagaimana

guru bisa melakukan itu kalau sekolah ini saja tidak punya jaringan Internet dan infokus?"

kata Basaria Tambunan, guru matematika SMP Bethel di Jalan Swasemba Timur, Tanjung

Priok, pada Jumat, 15 Agustus 2014. (Baca: Kurikulum 2013 Bikin Guru 'Menganggur')

Basaria mengatakan pemerintah melakukan generalisasi saat menyusun Kurikulum 2013.

Padahal, kemampuan setiap sekolah berbeda-beda dalam menyediakan fasilitas penunjang.

Selain kendala fasilitas mengajar, Basaria juga mengeluhkan buku paket yang hingga saat ini

belum diterima sekolahnya. Pemerintah sebelumnya menjanjikan buku paket Kurikulum

2013 akan ditanggung dengan dana BOS dan dibagi gratis ke sekolah. Namun, belum ada

kejelasan kapan buku-buku itu akan disalurkan. "Katanya sekolah disuruh menunggu.

Sekolah negeri juga belum semuanya dapat," ujar Basaria. (Baca: Apa Beda Kurikulum 2013

dengan Sebelumnya)

Basaria mengatakan tidak ada masalah pada guru menyoal penguasaan materi Kurikulum

2013. Materinya tetap sama, hanya pengemasannya yang harus dibuat lebih interaktif dengan

melibatkan banyak pengamatan oleh siswa sendiri.


Satu hal yang membuat guru repot adalah sistem penilaian yang memiliki terlalu banyak

aspek. "Dalam satu kegiatan, masing-masing anak harus dinilai rinci, melibatkan sepuluh

aspek. Bayangkan kalau di kelas ada 30 murid. Waktu guru hanya akan habis untuk

mengamati anak dan menilai aspek-aspek itu," Basaria mengeluh.

Penilaian Kurikulum 2013 memang menitikberatkan pada karakter dengan proporsi 60 persen

karakter dan 40 persen akademis. Hal ini membuat Basaria harus mencermati karakter tiap-

tiap murid agar bisa memberi nilai dengan adil. "Hanya saja aspeknya terlalu banyak

sehingga menjadi rumit. Ditambah lagi, beda jenis kegiatan beda pula aspek yang harus

dilihat," ujar Basaria. (Baca: Ahok Tak Sepakat Penerapan Kurikulum 2013)

Sementara itu, untuk mengatasi ketiadaan buku, sekolah bekerja sama dengan pihak luar

menyediakan lembar kerja siswa (LKS). "Harganya Rp 13 ribu per LKS," kata Siwi Elias,

salah satu orang tua murid di sekolah tersebut. (Baca juga: Untung-Rugi Jam Belajar

Kurikulum 2013 Versi FSGI)

MOYANG KASIH DEWIMERDEKA

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/08/16/083600019/Kurikulum-2013-Apa-

Saja-Kendalanya

Sabtu, 16 Agustus 2014 | 08:09 WIB

Guru: Penilaian di Kurikulum 2013 Lebih Ribet

Siswa Siswi membaca buku ajaran baru di sekolah SD 01 Menteng Jakarta, 14 Agustus 2014.

Sejak Di mulainya kurikulum baru 2013 ditetapkan, siswa siswi menggunakan buku mata
pelajaran yang difotocopy karena keterlambatan distribusi oleh kemendikbud. TEMPO/Dasril

Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) Menteng 01 Jakarta,

Marmi, mengatakan sistem Kurikulum 2013 menjadikan murid lebih aktif dan kreatif.

Namun, sekaligus menuntut kerja guru lebih keras. Salah satunya berkaitan dengan sistem

penilaian. "Harus ada deskripsinya. Butuh waktu yang lama dan lebih ribet," kata dia kepada

Tempo, di SDN Menteng 01 Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2014. (Baca: Kurikulum 2013, Siswa

Ogah Sekolah Hari Sabtu)

Selain itu, butuh banyak alat peraga dalam mengaplikasikan kurikulum tersebut. Sayangnya,

tak semua peraga dimiliki oleh sekolah. Menurut Marmi, butuh waktu lebih untuk

menyelesaikan satu sub-tema buku pelajaran. "Sekarang, kan, dituntut satu pekan selesai

untuk satu sub-tema. Padahal, bisa lebih dari itu," ujar guru kelas empat tersebut. (Baca: Tak

Ada Buku Pelajaran, Guru NTT Mengajar Pakai CD)

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Nuryati, guru kelas satu. Kelebihan dari Kurikulum

2013, kata dia, menuntut siswa dan guru semakin aktif. Siswa aktif dalam proses belajar,

sedangkan guru harus bekerja lebih keras untuk mengimbanginya. "Makanya ada workshop

internal di setiap pekan. Tujuannya untuk meng-upgrade kualitas pengajar beserta

evaluasinya," ujar Nuryati. (Baca juga: Teriaki Jokowi, Pelajar Minta Sabtu Tetap Libur)

Tak ada kendala yang berarti dalam penerapan sistem baru ini. Hanya saja, buku ajar yang

menjadi kebutuhan primer terlambat datang. Akibatnya, untuk sementara waktu sekolah

harus mencetak dan memfotokopi sendiri. "Kalau sampai dua minggu ke depan buku juga
belum datang, anak-anak mau belajar pakai apa?" kata Kepala Sekolah SDN Menteng 01

Jakarta, Akhmad Solikhin.

DEWI SUCI RAHAYU

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/08/16/079600023/Guru-Penilaian-di-

Kurikulum-2013-Lebih-Ribet

Guru Kesulitan Cara Menilai

Author by Admin 3Posted on 11 September 2014

Dalam Penerapan Kurikulum 2013

KOTA Selain permasalahan distribusi buku kurikulum 2013 yang belum beres.

Permasalahan lain muncul, yaitu masalah cara penilaian.

Walaupun para guru sudah diberi pelatihan mengenai kurikulum 2013. Mereka masih

kesulitan dalam melakukan penilaian. Pasalnya jenis penilaian yang lebih kompleks, dan

belum ada format penilaian yang pasti.

Hal demikian dirasakan Kepala SD Landungsari 1, Yatini SPd saat ditemui Radar. Yatini

mengaku, para guru di sekolahnya kesulitan dalam melakukan pembelajaran kurikulum 2013.

Dikarenakan buku yang belum terdistribusi semua, dan format penilaian yang digunakan

belum ada yang baku. Kesulitan teknis kami mengani penilaian yang masih belum

mempunyai bentuk baku. Makanya kami masih menggunakan format penilaian dari

kurikulum yang lama. Namun kami kombinasikan dengan sistem penilainan kurikulum

2013,ucapnya.

Yatini menyebut, para guru SD di kecamatan pekalongan barat belum ada persamaan

persepsi mengenai sistem penilaian. Akibatnya, masing-masing sekolah memiliki perbedaan

dalam penilaian.
Meski demikian, Yatini mengaku lega. Pasalnya, dalam waktu dekat ini akan diadakan

pertemuan dengan instruktur kurikulum 2013 untuk menyamakan persepsi mengenai sistem

penilaian, baik penilaian pengamatan harian, sikap, pengamatan ketrampilan dan sebagainya.

Di SD yang dipimpinnya, Yatini mengakui, para siswa belum sepenuhnya mampu diberikan

pembelajaran kurikulum baru ini, sehingga pemberian materi secara ceramah masih tetap

disisipkan dalam pembelajaran.

Walaupun sebenarnya dalam kurikulum 2013 tidak ada, karena siswa yang harus aktif.

Mungkin karena masih pertama jadi belum bisa dilakukan secara sempurna, kami masih

menyisipkan ceramah materi yang seharusnya tidak lagi digunakan dalam kurikulum 2013,

bebernya.

Di tempat terpisah, Instruktur Nasional Kurikulum 2013, Budi Herijanto SPd mengakui,

memang belum ada format penilaian yang pasti mengenai kurkulum 2013. Dari 3 ranah

yang dinilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan memiliki cara menilai yang berbeda, serta

tidak sama dengan kurikulum sebelumnya. Bentuk penilaian inilah yang belum ada,

terangnya.

Namun ada kabar baik, sambung Budi Herijanto, yaitu 3 orang peneliti dari STIMIK Wdya

Pratama sedang mengembangkan aplikasi penilaian berbasis web. Kemudian akan dilakukan

ujicoba pada Rabu (10/9) di SD Medono 8. Apabila aplikasi ini bisa benar-benar diterapkan

maka kemungkinan guru akan lebih mudah dalam menilai. Karena formatnya sudah ada pada

aplikasi web tersebut,terang lelaki yang juga menjabat sebagai Kepala SD Medono 7 dan

Medono 8 tersebut.

Hanya saja, lanjut Budi, dirinya mengkhwatirkan para guru tidak bisa mengaplikasikan web,

karena tidak semua guru bisa mengoperasikan komputer. Jadi perlu usaha dari guru juga

untuk mau belajar mengoprasikan komputer. Kalau laptop mungkin hampir semua guru

punya, namun apakah semua guru bisa mengoprasikannya? itu yang jadi pertanyaan.
Makanya untuk membuat semuanya berjalan baik guru harus mau belajar lagi

mengoperasikan komputer minimal mengenai pengoprasian aplikasi penilaian yang baru

nanti,saran Budi.(ap3)

Sumber : http://www.radarpekalonganonline.com/39824/guru-kesulitan-cara-menilai/

Kamis, 16 Oktober 2014 - 13:11 wib

Tiga Masalah Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013

Margaret Puspitarini

Jurnalis

JAKARTA - Salah satu pembeda kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya ialah

scientific approach. Namun, masih banyak guru yang merasa kesulitan menerapkan

pendekatan tersebut dalam mengajar.

Pendapat tersebut disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

(Mendikbud) Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKMP3), Agnes Tuti

Rumiati, dalam Dialog dan Konsultasi Nasional terkait Kurikulum 2013. Dia menyebut,

terdapat banyak hal yang belum dipahami tenaga pendidik terkait kurikulum 2013.

"Yang kurang dipahami adalah proses penilaian yang dianggap rumit. Banyak yang belum

paham dalam memberikan penilaian dalam implementasi kurikulum 2013," ujar Tuti di

Gedung PGRI, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2014).

Kedua, kata Tuti, para guru masih kesulitan menerapkan scientific approach dalam kegiatan

belajar mengajar. Menurut Tuti, metode tersebut digunakan karena melihat adanya gap antara

jenjang pendidikan, baik SD ke SMP, SMP ke SMA, SMA ke Perguruan Tinggi.


"Baru kaget ketika lihat hasil PISA. Tapi sebenarnya sudah lama dan memang ada. Dari lima

langkah pendekatan scientific, yakni mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan

membentuk jejaring, yang sering terlewat ialah menalar," tutur Dosen di Institut Teknologi

Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu.

Kendala ketiga, ungkap Tuti, adalah membuat siswa aktif. Sebab, dalam kurikulum 2013,

guru harus pintar menjadi fasilitator agar siswa bertanya. Sayang, belum semua guru mampu

melaksanakannya.

"Persoalan lainnya ialah terkait project based learning dan pelatihan guru. Pelatihan jangan

semuanya tapi satu per satu dalam sekali waktu," kata jebolan S-3 Statistik dari Institut

Pertanian Bogor (IPB) itu.

(ful)

Sumber : http://news.okezone.com/read/2014/10/16/65/1052959/tiga-masalah-guru-dalam-

implementasi-kurikulum-2013

Rumitnya Penerapan Kurikulum Baru 2013

Sudah Latih Ribuan Guru, Masih Tidak Paham

31/07/14, 04:50 WIB

PADA tahun pelajaran baru ini, Kemendikbud resmi menerapkan kurikulum 2013 (K13) di

seluruh sekolah. Mulai SD hingga SMA/SMK negeri maupun swasta. Sebenarnya, sudah ada

setahun kurikulum bikinan era M. Nuh tersebut. Tetapi, pelaksanaannya masih compang-

camping. Berikut laporannya.


*****

Bagi sebagian sekolah negeri di Surabaya, kurikulum baru itu bukan barang baru lagi.

Sebab, sebagian besar sekolah negeri menerapkan kurikulum pengganti KTSP (kurikulum

tingkat satuan pendidikan) tersebut sejak tahun lalu.

Namun, sebagian lain masih awam alias penerapannya nol pada kurikulum itu. Demikian

pula guru-gurunya. Padahal, di dalam penerapan kurikulum baru tersebut, peran guru sangat

vital. Sebab, mereka sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum itu.

Ya, Kemendikbud melalui pemerintah kabupaten/kota memang telah melatih ribuan guru.

Tetapi, tidak ada jaminan bahwa guru mudah memahami semangat perubahan kurikulum

tersebut.

Sebenarnya implementasi kurikulum 2013 sangat membutuhkan dukungan penuh dan

kreativitas para guru. Sayangnya, belum semua guru paham maksud dari kurikulum itu.

Sebab, pelatihan tidak berjalan sempurna sebagaimana yang dibayangkan.

Salah seorang guru SMP swasta, Fitrah Insani, mengungkapkan bahwa pelatihan yang diikuti

dirinya bulan kemarin terkesan seadanya. Para fasilitator hanya memberikan gambaran

umum. Padahal, yang dibutuhkan Fitrah adalah penjelasan spesifik. Bahkan, saat kondisi

tertentu, mereka bilang, panduannya dibaca saja ya. Lantas, apa gunanya kami ikut

pelatihan kalau ujung-ujungnya disuruh membaca? katanya.

Tidak heran bila Fitrah masih bingung dengan implementasi kurikulum 2013. Khususnya

mengenai 16 komponen dalam mengisi rapor. Menurut dia, penilaian dituntut untuk bisa

sampai detail. Harus menilai kerja sama, kejujuran siswa, dan lain-lain. Fitrah khawatir

penilaian itu menimbulkan subjektivitas. Jadi, sebaiknya ada indikator dalam

mengidentifikasi hal tersebut. Selebihnya, dia lebih memasrahkan pada apa yang terjadi

ketika mengajar besok. Saya tetap akan belajar. Dikhawatirkan, kalau tidak nyambung, saya

harus tanya untuk mendapat jawaban yang valid kepada siapa? ujarnya.
Sebab, dari 14 guru dari sekolahnya yang dikirim untuk mengikuti pelatihan K13, tidak

semua paham, termasuk dirinya. Khususnya guru yang usianya parobaya. Karena itu, Fitrah

mengharapkan ada pelatihan ulang. Serta fasilitator yang mengajar sebaiknya lebih

berkompeten. Kalau fasilitatornya bisa menjelaskan semua aspek secara detail, mungkin

saya tidak sebingung sekarang, ungkap guru IPS tersebut.

Pemahaman yang kurang juga dialami Siti Maemunah. Menurut guru sebuah SD swasta di

Surabaya Utara itu, selama pelatihan dua hari tersebut, fasilitator hanya memberikan teori.

Tidak ada praktik. Padahal, Siti yang pernah ikut sosialisasi kurikulum berbasis kompetensi

(KBK) dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) juga diberikan contoh praktik.

Setelah kami diberikan teori, mereka melakukan simulasi pengajaran. Ada guru dan

muridnya. Kami jadi mudah mengerti, tuturnya.

Karena itu, Siti berharap dispendik mengadakan pelatihan ulang yang lebih lama dan detail

secara praktik. Bukan hanya teori. Siti menyatakan, sebagai guru, dirinya dituntut mengetahui

K13 untuk kebaikan muridnya.

Karena itu, meski tidak mendapat jawaban dari pelatihan, guru kelas VI tersebut berburu

informasi. Salah satunya, informasi dari keponakan yang adalah guru SD negeri. Untung,

ponakan saya mau menjelaskan kepada saya. Sebab, sekolahnya pakai K13 sejak tahun

kemarin, sambungnya.

Nur Hamilah, salah seorang guru di sekolah swasta, menyatakan blank mengenai kurikulum

2013. Maklum, tahun lalu sekolahnya belum sama sekali menerapkan kurikulum tersebut.

Saat mengikuti diklat, Nur juga tidak terlalu ngeh dengan materi-materi yang disampaikan

instruktur. Sejatinya materinya mudah dipahami. Namun, begitu materi itu dipraktikkan,

ternyata realitasnya tidak semudah yang dikatakan.

Ketika workshop yang dia ikuti, semua peserta memang diminta mengajar. Seolah-olah

peserta lain menjadi siswa. Kemudian, peserta lain akan menilai cara pengajaran yang
disampaikan. Mungkin, jika waktu workshop-nya lebih lama, kami bisa lebih mendalami.

Tapi, ini hanya tiga hari. Apa yang kami dapat dalam waktu sesempit itu? ungkapnya.

Sementara itu, guru dituntut mengampu siswa dengan baik lewat model pembelajaran yang

hampir pasti berubah total. Yakni, pembelajaran tematik. Ini akan membutuhkan waktu

yang agak lama bagi guru dan murid untuk saling beradaptasi, paparnya.

Salah satu perubahan mendasar tentang kurikulum 2013 adalah metode pengajaran. Juga

penilaian terhadap siswa. Semua itu merupakan tugas guru. Jadi, Kemendikbud harus

mengadakan pelatihan bagi guru. Di Surabaya, pelatihan terhadap guru dilakukan Pusat

Pengembangan serta Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK)bersama

Dikbud Jatim. Itu pun belum mencakup seluruh guru.

Yang belum didiklat ini menjadi tanggung jawab kami (dispendik, Red), jelas Sudarminto,

Kabid Dikmen Dispendik Surabaya. Ada 175 guru SMP, 551 guru SMK, dan 1.222 guru

SMA yang sudah didiklat dispendik. Kecuali, pelatihan terhadap guru agama dilakukan

setelah Lebaran. Karena keterbatasan narasumber, lanjutnya.

Pelatihan terhadap guru SMA dilaksanakan di SMAN 1 dan SMAN 9, guru SMK di SMKN

1, dan guru SMP di sekolah-sekolah tempat musyawarah guru mata pelajaran (MGMP)

masing-masing. Misalnya, guru bahasa Indonesia dilatih di SMPN 5 yang merupakan tempat

MGMP bahasa Indonesia.

Sudarminto yakin para guru yang sungguh-sungguh dan sepenuh hati mengikuti workshop

pasti mampu menguasai materi yang diajarkan. Sebab, saat workshop, mereka tidak hanya

diberi materi. Guru diberi kesempatan menerapkan metode pembelajaran. Peserta workshop

lainnya lantas menilai cara mengajarnya.

Hanya, kata dia, dukungan buku pegangan bagi guru masih belum komplet. Terutama, buku

peminatan. Meski demikian, guru tetap bisa mencari referensi atau sumber lain. Sudarminto
yakin setiap sekolah pasti sudah mempunyai solusi masing-masing untuk mengatasi masalah

yang terjadi.

Menurut dia, K-13 memang menuntut kreativitas guru. Karena itu, dia meminta guru tidak

henti-hentinya belajar dan mencari referensi yang mendukung pengajaran mereka. Dia yakin

kesulitan yang dialami tidak akan berlangsung lama. Semua butuh proses adaptasi,

ujarnya.

Sudarminto menuturkan, secara umum, persiapan K-13 di Surabaya sudah siap. Masalah

kesiapan guru akan teratasi seiring dengan adaptasi mereka. Juga dengan kelengkapan buku-

buku yang segera dituntaskan. (kit/ina/c14/end)

Sumber : http://www.jawapos.com/baca/artikel/5265/-Rumitnya-Penerapan-Kurikulum-Baru-

2013

Sekolah di Mempawah Terapkan KTSP 2006

Selasa, 6 Januari 2015 16:48 WIB

http://kalbar.antaranews.com/berita/329848/sekolah-di-mempawah-terapkan-ktsp-2006

Zainudin guru SDN 01 Sungai Piyuh Kami dan kawan-kawan mengalami kesulitan dalam

menyusun laporan penilaian siswa, selain itu pansuan kurikulum 2013 hingga kini

diantaranya masih belum didistribusikan dengan baik. Karena itu kami selaku guru tentu siap

dan menyambut baik dengan diterapkannya kembali KTSP 2006 sebagai panduan proses

belajar mengajar di sekolah.

Senin, 24 November 2014 | 17:29 WIB

Kurikulum 2013, Guru Kesulitan Beri Nilai Murid

TEMPO.CO, Jakarta - Staf Bidang Kurikulum Sekolah Menengah Atas 68, Marlina, 38

tahun, mengaku kesulitan dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 di sekolahnya.


Banyaknya aspek dalam menilai murid menjadi kendala utama yang dirasakan oleh guru-

guru di sekolah itu.

"Aspek penilaian dalam kurikulum 2013 ada empat, dan sulit bagi guru untuk bisa

mengawasi semua peserta didiknya," ujarnya di SMA 68 di Jalan Salemba Raya Nomor 68,

Jakarta Pusat, Senin, 24 November 2014.

Menurut dia, guru-guru mengalami kesulitan dalam melakukan penilaian lantaran ada empat

aspek yang harus dinilai, seperti spiritualitas, sosial, pengetahuan, dan keterampilan murid. Ia

mengaku tak bisa memberikan penilaian secara optimal karena banyaknya jumlah siswa.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar, Menengah, dan Kebudayaan Anies Baswedan

mengatakan telah membentuk sebuah tim untuk mengevaluasi kurikulum 2013. Tim tersebut

terdiri atas guru dan para pakar ilmu kurikulum. (Anies Baswedan: Kurikulum 2013

Prematur)

Anies menjelaskan kurikulum 2013 sebenarnya baru tahap uji coba dan masih dimatangkan.

Namun, pada tahun ini, kurikulum 2013 sudah diterapkan di semua sekolah di Indonesia

sehingga terlalu prematur.

Selain kesulitan dalam memberikan penilaian, Marlina mengatakan, kurikulum 2013

menjadikan jumlah mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik bertambah.

"Dalam kurikulum 2013, siswa dituntut untuk mengambil mata pelajaran peminatan," ujar

guru sejarah itu.

Dia mengungkapkan, dengan adanya mata pelajaran peminatan, dirinya dan rekan-rekan

seprofesi sempat kesulitan untuk mencari buku mata pelajaran peminatan tersebut.

"Pemerintah tak menyediakan buku mata pelajaran peminatan yang bisa kami unduh,"

tuturnya.

Dia berharap Kementerian Pendidikan Dasar, Menengah, dan Kebudayaan segera

mengevaluasi kurikulum 2013. "Sebaiknya pemerintah bisa menyederhanakan aspek


penilaiannya dan memangkas jumlah mata pelajarannya karena itu membuat bingung guru,

siswa, dan wali murid," ujarnya. (Alasan Kenapa Kurikulum 2013 Bermasalah)

GANGSAR PARIKESIT

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/11/24/079624118/Kurikulum-2013-Guru-

Kesulitan-Beri-Nilai-Murid

Kurikulum 2013, 87 Persen Guru Kesulitan Cara Penilaian

Ditulis: Rohmawati

Sabtu, 14 Desember 2013

Sebanyak 20 dari 23 guru SMP 21 Semarang yang mengisi angket, 87 persen guru masih

kesulitan dalam memahami cara penilaian kurikulum 2013. Hal ini terungkap ketika Prof Ani

Rusilowati MPd Professor Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)

Universitas Negeri Semarang (Unnes), turun gunung mensosialisasikan kurikulum 2013 di

sekolah itu, Sabtu (14/12) di Ruang Laboratorium SMP 21 Semarang.

Prof Ani Rusilowati Professor pendidikan IPA itu, hadir dalam kegiatan professor go to

schools yang telah digagas Unnes sejak November lalu. Kedatangan ia, didampingi Dr Saiful

Ridlo Ketua Program studi Pendidikan Biologi FMIPA Unnes.

Sebelum sosialisasi ini, ia telah datang untuk pertama kalinya ke SMP 21,observasi dan

mengungkap masalah-masalah yang dialami sekolah dan guru terkait kurikulum 2013.

Kedua kalinya, ia sosialisasi kurikulum 2013 dihadapan 40 guru, ia bicara elemen perubahan

penilaian hasil belajar, penilaian kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan.

Menurutnya, guru harus tetap semangat dan siap dengan perubahan, mulailah segala sesuatu

dengan baik dan mulai dari diri sendiri.


Berdasar angket yang dibagikan, 87 persen (20 dari 23 guru) mengalami kesulitan dalam

memahami cara penilaian, 70 persen (16 dari 23 guru) kesulitan dalam pembuatan instrumen

observasi, 66 persen (15 dari 23 guru) kesulitan dalam memahami model-model

pembelajaran, dan 79 persen (18 dari 23 guru) mengalami kesulitan membuat instrumen

penilaian. Ini artinya guru di sekolah, ini memang sangat membutuhkan pendampingan,

jelasnya.

Hasan Budi Sulistyo MPd wakil kepala sekolah, mengatakan apresiasi positif kedatangan

professor ke sekolah, ini sangat bermanfaat bagi guru dalam mencairkan masalah, dan

kesulitan yang dialami guru terkait dengan instrumen penilaian, model pembelajaran dan cara

penilaian. Ia berharap pendampingan ini berlanjut, sehingga membantu memecahkan

persoalan yang dihadapi guru dan pihak sekolah.

Sementara itu, Dr Saiful Ridlo menyampaikan sikap hidup, seperti wortel, telur ataukah kopi.

Semisal wortel awalnya keras, warnanya menarik, bagus tetapi kalau dimasak dengan air

akan lunak, berarti orangnya tegas, cerdas, komitmen hidupnya baik, tetapi ketika terjun

membaur ke masyarakat, berubah ikut sistem menjadi lunak dan tidak mampu melakukan

perubahan lebih baik. Akan tetapi kopi dicampur dengan air, maka air itu rasanya tetap kopi.

Jadilah guru seperti kopi, jika guru mengajar di sekolah akan mampu mengubah sekolah,

dunia pendidikan menjadi lebih baik, gurulah salah satu komponen sistem pendidikan di

sekolah yang diharapkan mampu melakukan perubahan ke arah lebih baik, tegasnya.

Sumber : http://unnes.ac.id/berita/87-persen-guru-kesulitan-soal-penilaian-kurikulum-2013/

Ini Delapan Masalah dalam Implementasi Kurikulum 2013

Ferdinandus Rabu - 19 Oktober 2014 11:38 wib

Metrotvnews.com, Surakarta: Kurikulum 2013 yang secara nasional mulai diberlakukan

tahun ajaran lalu terus menjadi sorotan dan menuai beragam kritik. Utamanya menyangkut
implementasi yang dinilai masih banyak kekurangan.

Pemerhati pendidikan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Furqon Hidayatullah

melihat ada delapan masalah yang menyebabkan penerapan kurikulum yang disebut-sebut

sebagai yang terbaik sejak 1975 itu kurang optimal.

"Saya belum lama ini melakukan survei terkait implementasi kurikulum 2013. Saya

menemukan ada delapan masalah yang semuanya itu terkait langsung dengan para guru,"

katanya di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (19/10).

Delapan masalah itu adalah sulitnya mengubah mindset guru, perubahan proses pembelajaran

dari teacher centered ke student centered, rendahnya moral spiritual, budaya membaca dan

meneliti masih rendah.

Kemudian, kurangnya penguasaan teknologi informasi, lemahnya penguasaan bidang

administrasi, dan kecenderungan guru yang lebih banyak menekankan aspek kognitif.

Padahal, semestinya guru juga harus memberikan porsi yang sama pada aspek afektif dan

psikomotorik.

Permasalahan kedelapan atau yang terakhir, masih banyak guru yang belum mau menjadi

manusia pembelajar. Padahal, seorang guru dituntut untuk terus menambah pengetahuan dan

memperluas wawasannya, terlebih setelah diberlakukannya kurikulum 2013.

"Kurikulum 2013 ini menuntut guru untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif. Artinya, guru

harus menjadi manusia pembelajar," tegas Furqon. (Ferdinand)


ADF

Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/2014/10/19/307023/ini-delapan-masalah-dalam-

implementasi-kurikulum-2013

Anda mungkin juga menyukai