Anda di halaman 1dari 10

8 BERIMAN KEPADA QADA DAN QODAR

Setelah memahami pembahasan ini, diharapkan siswa mampu:

Menjelaskan tanda-tanda keimanan kepada qada dan qadar;


Menerapkan hikmah beriman kepada qada dan qadar

A. TANDA-TANDA KEIMANAN KEPADA QADA DAN QADAR


1. Pengertian qada dan qadar
Qada ialah ketetapan Allah sejak zaman azali sesuai dengan kehendak-Nya tentang
segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya. Sedangkan Qadar ialah
perwujudan ketetapan (qada) Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan bentuk
tertentu sesuai dengan kehendak-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:

Artinya:
... Dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya
dengan tepat.
(Q.S. Al-Furqn:2)

Qada dan Qadar merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, satu sama
lainnya. Sebab yang satu ibarat suatu rencana, sedang yang lainnya merupakan
implementasi dari rencana tersebut. Oleh sebab itu, Qada dapat dimaknai sebagai
ketetapan Allah Swt. Atas matakhluk Nya sejak zaman azali (zaman sebelum
penciptaan alam semesta). Qadar atau taqdir dapat diartikan sebagai rencana
implementasi atas salah satu ketetapan Allah bagi makhluk-Nya. Artinya, apa-apa yan
telah ditetapkan dalam qada Allah, dapat diwujudkan atau tidak melalui qadar atau
taqdir-Nya. Qadar dapat dibedakan atas dua macam, yakni qadar Mubram dan
Muallaq.
a. Qadar Mubram ialah rencana impletasi atas salah satu ketetapan Allah Swt. Bagi
makhluk-Nya yang sudah tidak bisa diubah lagi. Ketetapan Allah itu pasti terjadi,
dan tidak ada yang mampu merubah-Nya. Misalnya kematian. Setiap orang pasti
mati, dan tidak ada satu makhluk hidup pun yang lolos dari kematian.
Sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah dalam Al-Quran:

Artinya:
dimanapun kamu berada, kematia akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu
berada di dalam benteng yang tingi dan kokoh .... (Q.S. An-Nis:78)

b. Qadar Mualaq ialah rencana ketetapan Allah Swt, atas makhluk-Nya, yang
mungkin diimplementasikan/diwujudkan atau mungkin juga tidak, bergantung
kepada faktor adanya usaha atau tidak dari makhluk bersangkutan. Misalnya,
Ahmad telah ditetapkan oleh Allah Swt. Dalam hidupnya akan menjadi orang
kaya raya. Namun karena Ahmad tidak rajin bekerja dan berusaha, hidupnya
malas, selalu bpangku tangan dan menunggu belas kasihan orang, maka selama
hidupnya selalu miskin dan jauh dari limpahan harta benda. Atau sebaliknya,
Mahmud yang dalam adar Allah ditetapkan sebagai orang miskin, tapi karena ia
rajin bekerja dan berdoa, maka hidupnya bergelimang harta, ditaburi intan
permata, dan hidupnya selalu bahagia.
Dalam hal itu, Allah Swt. Telah menegaskan dalam Al-Quran, sebagaimana
firman-Nya.

Artinya:
Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya, dan dia
mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Q.S. Al-Baraqah: 286)

2. Pengertian beriman kepada qada dan qadar


Iman kepada qada dan qadar Allah Swt. Artinya, kita wajib yakin dan percaya
pada tiap-tiap yang telah, sedang, dan akan terjadi atau menimpa terhadap diri kita,
semata-mata merupakan ketentuan Allah yang telah ditetapkan sebelumnya.
Iman kepada qada dan qadar seharusnya memberikan dorongan kepada kita
untuk giat belajar, bekerja dan berdoa, serta selalu mawas diri, karena kita tidak tahu
apa yang akan terjadi. Qada dan qadar merupakan rahasia Allah Swt. Yang tak
seorang pun dapat mengetahuinya. Sebagai orang yang berikan, kita harus yakin dan
percaya bahwa apa pun yang terjadi dan menimpa hidup kita, merupakan keputusan
Allah Swt., meskipun terkadang tidak sesuai dengan harapan kita.
Meskipun segala sesuatunya telah ditentukan dalam qada dan qadar Allah,
namun manusia tidak boleh malas, menyerah kepada nasib, apalagi berputus asa.
Melainkan sebaliknya, harus semakin rajin bekerja dan berusaha serta waspada akan
hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya. Manusia harus yakin bahwa Allah tidak
akan menyia-nyiakan amal perbuatan hamba-Nya, dan tidak akan pula berbuat aniaya
terhadap makhluk ciptaan-Nya.
Sebagai orang yang beriman, kita harus yakin terhadap qada dan qadar Allah.
Sehingga dalam gemar foya-foya dan berhura-hura. Melainkan senantiasa bekerja
keras, rajin dan ulet dalam mengerjakan setiap tugas dan kewajiban, taat beribadah
dan selalu berdoa agar senantiasa mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan. Apa pun
yang menimpa diri kita, meskipun terasa pahit atau sangat menyakitkan, hendaknya
diterima dengan lapang dada. Sebab tidak akn terjadi suatu apapun, tanpa kehendak
dan ketentuan Allah Swt. Justru dengan hal-hal itulah, keimanan kita trhadap qada dan
qadar Allah sedang diuji.
Sebagai contoh, seorang pelajar yang sudah bekerja keras dengan sekuat
tenaga, dan telah mempersiapkan diri dalam waktu yang cukup lama untuk dapat lulus
dalam Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Namun setelah hasil ujian
itu diumumkan ternyata gagal. Maka hendaknya ia menyadari bahwa yang sedang
teradi pada dirinya itu, merupakan qada dan qadar Allah Swt. Yang harus diterimanya
dengan ikhlas. Sebab semua itu terjadi di luar batas kemampuannya. Selain itu,
hendaknya diyakini pula bahwa masih ada kemampuan yang lebih tinggi dari apa
yang ia miliki, yaitu kemampuan dan kekuasaan Allah Swt. Dalam hatinya harus ada
keyakinan, bahwa itulah yang terbaik dari Allah yang harus diterimanya.
3. Dalil-dalil naqli tentang qada dan qadar
Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang qada dan qadar Allah
Swt., diantaranya ialah:
Firman Allah Swt.:

Artinya:
Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri,
semuanya telah tertulis dalam kitab( Lauh mahfudz) sebelum Kami
mewujudkan. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. (Q.S. Al-adid:
22)

Firman Allah Swt,:

Artinya:
Dan dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya
dengan tepat. (Q.S. Al-Furqn:2)
Firman Allah yang lain menyatakan:

Artinya:
Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah, dan keburukan
apa pun yang menimpamu itu dari ( kesalahan) dirimu sendiri. (Q.S. An-Nis:79)

Ayat-ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa apa pun yang terjadi di muka
bumi ini, dan atau menimpa terhadap diri seseorang telah ditentukan Allah
sebelumnya. Artinya, segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini merupakan
takdir Allah Swt., yang tidak seorang pun dapat mengetahinya, dan tidak ada pula
yang dapat menolaknya.
Qada dan qadar sepenuhnya merupakan hak prerogatif Allah Swt., tidak seorang pun
yang dapat mengetahui atau menghindarinya. Oleh sebab itu, manusia wajib berusaha
dengan sekuat tenaga, berdoa dengan sepenuh hatik dan seraya diiringi dengan
keyakinan bahwa Allah Swt., tidak akan menganiaya hamba-hamba-Nya. Artinya,
setiap perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia, niscaya akan mendapat perhatian
dari Allah, dan Dia Tuhan yang Maha Kuasa tidak akan menyia-nyiakan kebaikan
umat-Nya.
Kesalahan memahami iman kepada qada dan qadar Allah Swt. Dapat membuat
seseorang pesimis, pemalas, dan lekas putus asa, karena dalam pandangannya segala
sesuatu telah ditentukan oleh Allah, sehingga manusia tinggal menunggu nasib saja.
Manusia tidak perlu berusaha dan berdoa,karena Allah telah menentukan nasib
manusia sesuai dengan kehendak-Nya. Pandangan yang demikian itu, jelas salah dan
keliru serta tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Pada surat Al-Baqarah ayat 286 tersebut diatas, telah ditegaskan bahwa apa pun
yang menimpa manusia, berupa kebaikan atau keburukan sepenuhnya merupakan
akibat dari perbuatannya sendiri. Artinya meskipun dalam qada dan qadar Allah Swt.
Segalanya telah ditentukan, namun Allah Swt., sangat menghargai usaha dan ikhtiar
umat-Nya. Maka tidak mustahil jika apa yang telah ditetapkan-Nya itu, kemudian
diubah-Nya kembali sesuai dengan kehendak-Nya. Allah tidak mungkin berbuat zalim
kepada umat-Nya, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:

Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikit pun, tetapi manusia
itulah yang menzalimi kepada diri sendiri. (Q.S. Yunus:44).

4. Tanda-tanda keimanan kepada qada dan qadar


Bagi orang yang beriman kepada qada dan qadar Allah Swt., dengan baik dan benar,
niscaya akan tampak tanda-tanda keimanannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Diantara tanda-tanda itu adalah:

a. Selalu bersikap mawas diri

Ketidaktahuan manusia terhadap qada dan qadar Allah Swt., hendaknya membuat
dirinya selalu bersikap mawas diri, waspada dan selalu berhati-hati. Sikap waspada
dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan, baik dalam ucapan, perbuatan
maupun sikap perilaku dan tindakan. Orang yang tidak bersikap waspada dan hati-hati
akan menuai penyesalan di kemudian hari. Allah Swt., memang telah menentukan dan
menetapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan sebab itu,
sebagaiorang yang beriman, bersikap mawas diri terhadap suatu mara bahaya atau
kegagalan dengan selalu berusaha dan berdoa adalah penting. Sehingga hidupnya
dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Namun manakala mara bahaya itu
tetap menimpa dirinya, ia selalu yakin bahwa itu merupakan ketentuan Allah yang
terbaik baginya.
Perhatikan firman-Nya:

Artinya:
... Dan ketetapan Allah itu siaatu ketetapan yang pasti berlaku. (Q.S. Al-
Ahzb:38)

b. Selalu bersikap kerja keras dan bersemangat untuk maju dan sukses dalam meraih
kehidupan yang sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat
Meskipun ketentuan qada dan qadar Allah SWT, tidak dapat diketahui oleh
manusia, namun bagi orang yang beriman, hal itu tidak menjadi penghalang untuk
senantiasa berusaha dan bekerja keras dalam meraih kebahagiaan hidup. bahkan
sebaliknya, qada dan qadar Allah tersebut dijadikan sebagai sumber motivasi dan
semangat juang menuju sukses dan gemilang dalam menggapai cita-cita di masa
depan.
Orang yang beriman terhadap qada dan qadar Allah meyakini bahwa tak akan
ada kemajuan tanpa kerja keras, dan tak ada kesuksesan yang datang pada seorang
pemalas. Sebab Allah Swt., tidak akan merubah nasib kehidupan seseorang, tanpa
teoraada kemauan dari orang tersebut untuk merubahnya menjadi maju dan
sukses. Sebagaimana firman Allah Swt.:

Artinya:
... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum
mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah mengendaki
keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan tidak
ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S. Ar-Raad:11)

c. Selalu menghindari sikap sombong dan takabur

Keterbatasan manusia dalam mengetahui qada dan qadar Allah Swt.,


hendaknya membuat kita semakin sadar betapa lemah kemampuan manusia, jika
dibanding dengan kemampuan Allah Swt.
Sehingga tidaklah pantas bagi manusia untuk bersikap sombong dan takabur
terhadap sesama, apalagi menyombongkan diri kepada Allah Swt. Apa pun yang
kita miliki saat ini, harta benda, pangkat, jabatan, kecantikan, ketampanan
kecerdasan, dan sebagainya, dapat hilang dengan sekejap jika Allah
menghendakinya.
Qada dan qadar Allah sangat gaib dan rahasia. Kita tidak tahu apakah yang hari
ini kaya raya, besok lusa masih tetap utuh kekayaannya. Yang hari ini mempunyai
jabatan dan kedudukan, apakah besok lusa masih dapat memilikinya. Sebaliknya,
yang hari ini miskin papa, siapa tahu dengan kerja kerasnya kelak menjadi kaya,
dan yang hari ini rakyat jelata, kelak dapat menjadi penguasa. Semuanya sangat
tergantung kepada kehendak dan ketentuan Allah Swt. Serta usaha yang dilakukan
umat-Nya tesebut. Kesadaran yang demikian itu, niscaya dapat membuat
kesadaran seseorang tidak sombong dan takabur.
Perhatikan firman Allah Swt.:

Artinya:
Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri,
semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum Kami
mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Supaya kamu
tidak bersedih hti terhadapa apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak meyukai
setiap orang yang sombong dan membanggakan diri. (Q.S. Al-adid:22-23)

d. Selalu bersikap berani berbuat dan berani bertanggung jawab

Setiap perbuatan atau usaha apapun yang dilakukan manusia, tidak akan luput
dari akibat dan konsekuensinya. Kadang berakibat baik dan kadang pula buruk.
Namun bagi orang yang beriman, terhadap qada dan qadar Allah Swt., apa pun
yang didapatkannya sudah merupakan ketentuan Allah yang pantas dan layak
untuk diterimanya. Jika perbuatan baik dan mendapat balasan yang sama itu
merupakan anugerah yang pantas diterimanya, jika mendapat balasan yang buruk
dan tidak menyenangkan, juga merupakan ketentuan Allah yang harus diterima
dengan lapang dada.
Bagi orang yang beriman terdapat keyakinan bahwa Allah Swt., tiidak akan
memberikan sesuatu kepada umat-Nya, selain apa yang telah dilakukannya. Jika
perbuatan baik yang dilakukannya, maka kebaikan pula yang akan diberikan Allah
kepadanya, dan jika perbuatan baik yang dilakukannya, maka kebaikan pula yang
akan diberikan Allah kepadanya, dan jika perbuatan jahat jahat, maka
keburukanlah yang akan menimpanya.
Perhatikan firman Alla Swt.:

Artinya:

Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan
sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian
akan dieri balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan
sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu). (Q.S.
An-Najm:39-42)

e. Selalu bangkit kesadarannya bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini,
berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya pada saat yang telah ditentukan-
Nya.

Kesadaran yang demikian itu dapat membentuk jiwa seorang mukmin selalu
tegar dan tabag dalam menerima ujian dan musibah, serta tidak lupa diri ketika
mendapat anugra dan nikmat dari Allah Swt. Sebab, baik musibah maupun
anugrah semuanya berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Perhatikan firman Allah Swt.:
Artinya:

(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: Inn


lillhi wa inn ilaihi rjin (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah
kami kembali). (Q.S. Al-Baqarah:156)

B. HIKMAH BERIMAN KEPADA QADA DAN QADAR

Beriman kepada qada dan qadar mengandung hikmah yang sangat besar bahi
pelakunya, di antara hikmah yang dapat dipetik antara lain:

1. Melatih diri untuk senantiasa bersyukur dan bersabar


Orang muslim yang beriman kepada qada dan qadar Allah Swt., jika mendapat
keberuntungan maka ia segera bersyukur. Sebab keberuntungan itu pada
hakikatnya merupakan nikmat dan karunia dari Allah Swt. Sebaliknya, jika
terkena musibah maka ia akan bersabar karena hal tersebut merupakan ujian
baginya dan sudah merupakan kehendak Allah, sesuai dengan qada dan qadar-
Nya.
Nikmat Allah yang diberikan kepada manusia, sungguh tak terbilang. Sebab
apa pun yang kita miliki dalam jiwa raga, dan segala sesuatu yang menjadi milikk
kita adalah nikmat dan karunia Allah Swt., yang sekaligus merupakan wujud kasih
sayang-Nya kepada segenap hamba-hamba-Nya. Oleh sebab itu, hendaknya kita
syukuri denga senantiasa menjalankan segala perintah-Nya, dan menjauhi segala
yang dilarang-Nya.
Selain memberikan nikmat-Nya, Allah juga kadang-kadang memberi ujian dan
cobaan dalam bentuk musibah. Menurut para ulama, sebab-sebab Allah mengirim
musibah itu ada dua, yaiu sebagai berikut:
a. Sebagai ujian dan cobaan bagi yang bersangkutan karena Allah akan
mengangkat derajatnya, baik di dunia maupun di akhirat;
b. Sebagai teguran dan azab atas dosa-dosa yag pernah dilakukannya, agar yang
bersanguktan segera sadar untuk bertaubat kepada-Nya.

Baik sebagai ujian maupun sebagai teguran, setiap musibah harus disikapi
dengan sabar, tabah, dan senantiasa berusaha dan berdoa agar Akkag Swt., segera
memaafkan dosa dan kesalahannya, dan segera mengangkat derajatnya.
Bersyukur dan bersabar merupakan perbuatan terpuji, dan sebagai
perwuudan dari fugsi keimanan seseorang hamba kepada qada dan qadar Allah
Swt.

2. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa


Orang yang beriman kepada qada dan qadar Allah, tidak akan bersikap
sombong. Segala keberhasiln dan kesuksesannya tidak diakui sebagai hasil
usahanya semata-mata, apalagi merasa dirinya paling tepat, melainkan diakuinya
sebagai karunia dari Allah Swt. Sebab jika tidak ada kehendak-Nya, segala
sesuatu tidak akan terjadi, termasuk segala usaha tidak akan berhasil. Jadi,
keberhasilan, pad hakikatnya datang dari Allah melalui usaha dan ikhtiarnya yang
sungguh-sungguh. Oleh sebab itu, manusia tidak pantas bersikap sombong dan
bangga atas apa yang telah dicapainya, melainkan harus senantiasa bersyukur dan
tawadu,rendah hati baik kepada Allah Swt., maupun kepada sesama manusia.
Begitu pula ketika mendapat kegagala dan peneritaan, orang yang beriman
tidak akan mengeluh, apalahi bersikap putus asa. Sebab keimanannya kepada qada
dan qadar Allah, akan membuatnya sadar bahwa manusia tidak punya daya upaya
di hadapan-Nya. Segala apa yang menjadi ketentua-Nya akan terjadi sesuai
dengan kehendak-Nya. Jadi, kegagalan tidak haus dihadapi dengan kesedihan,
apalagi berputus asa, melainkan harus dijadikan pelajaran dan sumber motivasi
untuk memperoleh keberhasilan pada masa yang akan datanh. Sebagaimana
pepatah orang bijak mengatakan:Kegagalanadalah keberhasilan yang tertunda.

3. Memupuk sikap optimis dan giat bekerja

Qada dan qadar Allah merupakan rahasia bagi manusia, tak seorang pun
mengetahui apa yang akan terjadi esok pada dirinya. semua orang tentu
mengharapkan bernasib baik dan penuh keberuntungan pada hari-hari yang akan
datang. Namun kenyataaannya, hanya Allah yang Maha Mengetahui atas
segalanya. Yang jelas, keberuntungan tidak akan datang dengan sendirinya,
melainkan harus diusahakan dengan giat dan sunguh-sungguh, dan dengan
senantiasa berharap penuh optimis bahwa Allah akan mengabulkan segala yang
dicita-citakan.
Sebagai muslim yang beriman kepada qada dan qadar, pantan gbersikap
pesimis, sebab sikap pesimis hanya akan mendatangkan kemalasan dan sikap
berpangku tangan dan bermalas-malasan. Sebab sikap malas merupakan perbuatan
tidak terpuji yang harus dihindari. Pepatah orang bijak mengatakan; Rajin
pangkal pandai dan malas pangkal bodoh.
Berpikir optimis dalam kehidupan itu penting, sebab sikap optimos akan
mendatangkan sikap yang rajin dan giat bekerja atau belajar. Sebagai siswa kelas
tiga, yang hendak menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN) maka kamu harus
tetap optimis akan meraih keberhasilah. Tentu saja disertai dengan segala usaha
dan ikhtiar yang sungguh-sungguh. Jika semua usaha telah dilakukan dengan baik
maka serahkan semuanya kepada qada dan qadar Allah Swt. Denga seraya terus
berdoa agar apa yang akan ditimpakan kepadamu, merupakan sesuatu yang baik
bagimu.

4. Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qada dan qadar akan merasa puas atas apa yang
didapatkan dari hasil usahanya. Jika berupa keberuntungan maka ia akan sehera
bersyukur, dan jika kegagalan dan musibah maka ia akan selalu bersabar. Denga
demikian, jiwanya selalu tenang dan damai, tidak ada tekanan atau kegalauan
yang menimpanya. Jiwa yang tenang akan membuat pikiran dan tindakan juga
menjadi tenang dan terkendali, tidak mudah terpengaruh oleh bisikan dan rayuan
system.
Setiap orang tentunya mengharapkan ketenangan, baik jiwa maupun raha.
Sebab ketenangan merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan manusia. Apalah
artinya harta melimpah, pangkat dan jabatan menumpuk, segudang kehormatan
disandangnya, jika semuya itu membuat jiwa tidak tenang. Bahkan jiwanya
merasa tertekan dan penuh rasa takut, musalnya takut hartanya berkuang,
jabaannya hilang, pangkatnya melayang, dan sebagainya. Dengan demikian, bagi
orang yang beriman kepada qada dan qadar Allah, rasa takut itu tidak akan ada,
sebab semua urusan kehidupannya diserahkan hanya kepada-Nya. Ia hanya
melakukan usaha dan ikhtiar sebata kemampuannya, selanjutnya menyatakan
bersedia menerima apa yang telah menjadi keputusan Allah Swt. Jika hasilnya
baik, segera disyukuri dan jika buruk, maa akan diterimanya dengan penuh sabar.
anya denga cara demikian itulah, jiwa seseorang akan menjadi tenang dan
damai.

5. Sumber motivasi untuk meraih kemajuan

Di dunia ini, tidak ada orang yang tidak mengharapkan hidupnya maju dan
sukses. Semua orang tentu mempunyai cita-cita yang sama dimasa depan, yaitu
mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat. Beriman kepada qada
da qadar Allah, dapat mendorong seseorang, untuk senantiasa berusaha dan
bekerja dengan gigih agar mendapatkan kemajuan dalam hidpunya.
Sebab kemajuan dan kemuduran hidup seseorang tidak bergantung kepada siapa
pun, kecuali terhadapa apa yang diusahakan. Bahkan Tuhan tidak akan
memberikan suatu perubahan apa pun atas nasib kehidupan seseorang, tanpa ada
kemauan yang serius dan dibuktikan dengan usaha dan kerja keras dari yang
bersangkutan.
Nasib seseorang memang ditentukan berbeda-beda, ada yang beruntung dan
ada pula yang merugi. Semua itu dimaksudkan, agar setiap orang memiliki
motivasi yang tinggi untuk senntiasa berusaha mencari keberuntungan,
sebagaimana yang telah dicapai oleh orang lain.

C. PERILAKU IKHTIAR DAN TAWAKKAL DALAM KEHIDUPAN SEHARI-


HARI

Perilaku orang pasti memiliki cita-cita, harapan dan keinginan masa depannya
kelak memdapat kebahagiaan. Keinginan dan cita-cita yang demikian itu adalah wajar
dan sangat manusiawi. Di dunia ini tidak ada orang yang tidak berharap hidupnya
bahagia, termasuk kamu sekalian. Kamu pasti mempunyai cita-cita yang luhur dan
mulia, kamu juga ingin masa depanmu sukses dan gemilang, hanya persoalannya
apakah kamu mau bekerja keras dan berikhtiar sekuat tenaga untuk mendapatkan
kebahagiaan tersebut. Jawabanya tentu harus mau, sebab kebahagiaan, harapan,
keinginan, dan cita-cita hanya dapat terwujud jika ada usaha dan kerja keras iarang
tersebut.
Sebaga manusia biasa, kita wajib berikhtiar sekuat tenaga untuk mewujukan
keinginan dan cita-cita mulia. Jangan pernah bermimpi ada kebahagiaan datang dari
langit, tanpa kerja keras. Sebab hal itu tidak mungkun bahkan mustahil terjadi. Orang
pekerjaannya hanya berpangku tangan, bermalas-malasan, melamun, duduk-duduk
santai, dan sebagainya, niscaya hidupnya idak akan bahagia. Allah tidak akan
merubah nasibnya sendiri. Misalnya, kamu selalu berharap mendapat nilai bagus pada
saat ulangan, tapi kamu tidak pernah belajar, menghafal, dan belajar kelompok maka
sangat mustahil nilaimu akan berubah menjadi bagus.
Perhatikan firman Allah Swt.:

Artinya:
sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan tidak ada pelindung bagi
mereka selain Dia. (Q.S. Ar-Raad:11)

Oleh sebab itu, kita perlu berikhtiar dengan tekun, perlu berusaha dengan rajin,
perlu bekerja dan belajar dengan giat dan tabah agar apa yang dicita-citakan dapat
terwujud engan baik.
Jika usaha dan ikhtiar telah dilakukan, maka hendaklah semuanya diserahkan
kepada Allah Swt., apakah Dia berkehendak mengabulkannya atau tidak. Dengan
demikian kita telah bersikap tawakal kepada Allah Swt. Sikap tawakal kepada Allah
ini penting menyertai sikap prilaku ikhtiar, agar apa pun yang terjadi, ita tidak
kehilangan kendali diri., melainkan selalu menyadari akan adanya qada dan qadar
Allah Swt. Bagi setiap manusia.
Tawakal dalam pengertian siap dan rida menerima ketentuan yang tela
ditetapkan Allah Swt. Dalam qada dan qadar-Nya, merupakan sikap perilaku yang
sangat penting bagi setiap orang. Sebab dengan tawakal yang seperti itu, seseorang
tidak akan berputus asa ketika mengalami kegagalan, dan tidak akan bersikap
sombong manakala mendapat keberuntungan. Dalam hatinya tertanam keyakinan
bahwa apa pun hasilnya dari ikhtiar yang telah dilakukannya itu, semata-mata adalah
kehendak Allah Swt. Dan niscaya menjadi yang terbaik untuk diterima.
Dengan demikian, ikhtiar dan tawakal perupakan satu kesatuan sikap perilaku
yang harus dimiliki oleh setiap muslim yang beriman, dalam menjalankan
kehidupannya sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai