Nyeri gigi merupakan salah satu nyeri yang paling sering dijumpai di daerah
orofasial. Pada pasien sebagian di antaranya sangat peka terhadap nyeri, namun sebaliknya
tidak jarang dijumpai pasien yang tidak terlalu peka terhadap nyeri.
Penyebab nyeri gigi adalah rangsang fisik maupun kimia yang menyebabkan
inflamasi pada pulpa (pulpitis). Pada keadaan ini reseptor nyeri akan mendeteksi adanya
mediator inflamasi yang disintesis oleh soma sel saraf. Jika mediator tersebut mencapai kadar
yang cukup untuk mengaktivasi reseptor, maka neuron nosiseptif menjadi aktif. Rasa nyeri
tumpul merupakan ciri khas dari pulpitis irreversible.
Irreversible Pulpitis
KemampuanmenghantarkannyerigigihanyaterdapatpadaserabutAdanserabut
C.Secara morfologis, serabut saraf pada pulpa terdiri dari 2 golongan:
1. Serabut A
2. Serabut C
Sebagian besar serabut saraf pada pulpa adalah serabut C yang tidak bermielin dan
lambat menghantar impuls saraf. Serabut ini dapat dibedakan lagi menjadi jenis nosiseptive
C, polimodal nosiseptive C dan glial-derived neurotrophic factor regulated C fibers. Kurang
lebih 80% serabut saraf pada pulpa adalah serabut saraf tipe C.
Dengan rangsangan hidrodinamik, pulpa vital yang terluka dengan inflamasi local
yang dibentuk dapat mengeluarkan gejala dari serabut nyeri A-. Dengan adanya inflamasi,
respon menjadi berlebihan dan tidak semestinya dengan stimulus yang dihadapi, dimana yang
sering adalah stimulus panas. Mediator inflamasi menginduksi jenis hyperalgesia dan salah
satu gejala klasik dari irreversible pulpitis adalah rasa sakit yang berkepanjangan dari
stimulus panas. Setelah rasa sakit yang berlebihan dari serabut nyeri A- mereda,dapat timbul
rasa sakit yang tumpul, berdenyut. Gejala nyeri kedua ini menandakan keterlibatan inflamasi
dari serat saraf nosiseptif C.
Dengan meningkatnya inflamasi dari jaringan pulpa, serabut nyeri C menjadi satu-
satunya fitur nyeri. Rasa sakit yang mungkin muncul singkat, rasa tidak nyaman berlama-
lama bisa meningkat ke episode berkepanjangan atau sakit yang konstan, menyebar,
berdenyut. Rasa sakit yang spontan (tanpa ada rangsangan) adalah tanda lain dari ireversibel
pulpitis. Jika sakit pulpa berkepanjangan dan intens, efek pusat rangsang memproduksi sakit
berlanjut ke bagian yang jauh atau gigi yang lain. Ketika serabut nyeri C mendominasi
serabut nyeri A-delta, rasa sakit lebih menyebar dan kemampuan dokter gigi untuk
mengindentifikasi gigi yang bermasalah, melalui provokasi, berkurang. Sering kali dokter
menemukan pulpa bermasalah dengan ireversibel puplpitis tanpa pathosis periradikular
merupakan yang paling susah untuk didiagnosis. Jika serabut saraf proprioseptif periradikular
tidak terinflamasi, maka gigi tidak akan sakit di perkusi dan akan susah untuk melokalisasi
gejalanya.
Karies Sekunder
Pasien yang telah melakukan restorasi kavitas kurang memperhatikan tumpatan pasca
restorasi tersebut. Padahal sebaik apapun restorasi yang telah dilakukan oleh dokter gigi tetap
harus dilakukan kontrol untuk melihat adanya perubahan yang terjadi pada restorasi tersebut
Menurut Philips, tidak ada satupun bahan tumpatan di bidang kedokteran gigi yang dapat
melekat sempurna pada struktur gigi. Celah mikro selalu ada pada tumpatan sehingga dapat
menyebabkan cairan atau sisa makanan masuk pada celah sehingga bisa menyebabkan
terjadinya kebocoran tepi (mikroleakage) (Philips, 2003).
Kebocoran tumpatan merupakan hal yang dapat ditemukan baik pada restorasi yang
telah lama maupun restorasi yang masih tergolong baru. Terjadinya kebocoran tepi
merupakan akibat kegagalan adaptasi tumpatan terhadap dinding kavitas. Bila telah terjadi
kebocoran tepi pada tumpatan maka dampak pada gigi akan terlihat, karies sekuder, marginal
stain, dan diskolorisasi gigi (Mukuan, 2013).
Sumber:
Philips. 2003. Science of dental material. 11th ed. Philadelphia, W.B. Ounders Company. pp
516
Mukuan, Theo. Et al. 2013. Gambaran Kebocoran Tepi Tumpatan Pasca Restorasi Resin
Komposit Pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Angkatan 2005-2007. Jurnal
E-Gigi (Eg). Vol 1. No 2. pp 115-120
Kidd, Edwina AM, Sally JB. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Jakarta:
EGC;1991. pp 188
Kidd EAM, Joyston-Bechal S. Dasar-dasar karies. Alih bahasa.Sumawinata N. Jakarta: EGC,
2002: 1-40.
Torabinejad M, Walton RE. Principles and practice of endodontics 4 th ed. Philadelphia:
Saunders Company; 2009. p. 1,7,21, 28, 38-40, 49-56.
Hermina, M.T. 2003. PerbaikanRestorasi Resin KompositKlas I. Sumatera Utara: USU
Digital Library.
Soames J.V.and Southam J.C. 1998. Oral Pathology. 3 th ed. United States: Oxford
University Press,pp:53-9.
Cohen, A.S. dan Brown, D.C. 2002. Orofacial dental pain emergencies: endodontic diagnoses
and management. Dalam : Pathways of the pulp. Cohen, S. dan Burns, R.C. (eds). Ed. Ke-8.
Mosby, St.Louis. Hlm.31-75
Hargreaves, K.M. 2002. Pain mechanism of the pulpodentin complex. Dalam: Seltzer and
Benders Dental Pulp. Hargreaves, K.M. dan Goodis, H.E. (eds).Quintessence, Chicago. Hlm
181-203.