Krim Asam Salisilat
Krim Asam Salisilat
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Obat Antijamur
Obat anti jamur adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur
seperti, kurap, kandidiasis (thrush), infeksi sistemik serius seperti meningitis
kriptokokal, dan lain-lain. Obat tersebut biasanya diperoleh dengan resep dokter atau
dibeli over-the-counter. Anti jamur bekerja dengan memanfaatkan perbedaan antara
sel mamalia dan jamur untuk membunuh organisme jamur tanpa efek yang berbahaya
pada host (Anonim, 2010).
Jamur adalah eukariota yang berbeda secara umum dengan eukariota lainnya
ditinjau dari cara memperoleh makanan, organisasi structural, serta pertumbuhan dan
reproduksinya. Jamur bersifat heterotrof dan memperoleh makanannya dengan cara
menyerap molekul-molekul organik kecil dari medium di sekitarnya. Untuk
memperoleh molekul-molekul organik kecil tersebut, tubuh jamur mensekresikan
enzim-enzim hidrolitik ke dalam makanan yang berada di sekitarnya. Ada beberapa
jamur yang bersifat parasit pada hewan dan menyerang organ tertentu yang dapat
menyebabkan kematian (Anonim, tt).
4
Keratin adalah suatu skleroprotein yang sangat resisten terhadap pengaruh
kimia dan biasanya keratin yang terdapat pada epidermis adalah keratin
lunak dan keratin keras terdapat pada kuku, rambut yang bersifat kurang
elastis karena kandungan sulfur tinggi (Anonim, 2009).
b. Dermis / Korium
Sering disebut Kutis vera, merupakan bagian utama kulit, disusun oleh
serabut kolagen padat sedangkan serabut elastis dan jaringan ikat lain sedikit.
Korium dibedakan atas dua bagian, yakni :
Stratum papilleare : membentuk jalinan dengan epidermis pada kulit
tidak berambut. Tampak papil, dan sering terdapat ujung saraf pembuluh
darah serta saluran kelenjar peluh.
Stratum retikulare : Antara stratum papillare dengan stratum retikulare
sebenarnya mempunyai batasan yang tidak jelas. Hanya serabut kolagen
pada stratum ini lebih padat dan anyamannya mengarah horisontal
terhadap permukaan kulit. Didalam ilmu bedah mengetahui arah
anyaman serabut kolagen ini sangat penting karena dalam operasi yakni
memberikan proses kesembuhan yang lebih cepat (Anonim, 2009).
c. Hipodermis
Hipodermis atau sub kutis terdiri atas jaringan ikat longgar yang banyak
mengandung serabut elastis. Dalam keadaan patologis akan membentuk
beberapa rongga yang berisi cairan (edema) atau udara (emphysema). Daerah
ini juga merupakan tempat perlindungan lemak terutama pada babi. Pada
hewan yang gemuk sel lemak dapat menyusup lebih dalam dan terdapat
diantara otot. Daerah tubuh yang sedikit terdapat sub kutis adalah: metakarpus
kuda, oleh sebab itulah kulit sulit digerakkan karena melekat kuat (Anonim,
2009).
5
d. Integementum Mammalia
Epidermis berkembang dari ektoderm dan hipodermis merupakan turunan
dari mesoderm. Pada mulanya epidermis tersusun atas beberapa lapis sel
berbentuk kubus. Proliferasi dari sel ini menghasilkan lapisan sel epidermis
dan proloferasi sel basal menambah dengan cepat ketebalan sel yang berada
diluarnya. Invagansi dan proliferasi sel basal bertambah dengan cepat
ketebalan sel yang berada diluarnya. Invagansi dan proliferasi sel basal
kedalam lapisan dibawah epidermis seperti dermis dan hypodermis
menandakan adanya rambut, bulu dan kelenjar, yang mana sel dari jaringan
tersebut diatas berhubungan dengan sel epidermis. Dermis dan hipodermis
berkembang dari mesenkhim khusus. Poliferasi dan difrensiasi yang cepat dari
sel mesenkhim menghasilkan jaringan yang ditandai dengan jaringan ikat
longgar dan jaringan ikat padat (Anonim, 2009).
e. Pigmentasi Kulit
Melanosit adalah sel pembentuk pigmen yang juga dikenal dengan nama:
Dermal chromatophore. Terdapat diantara stratum basale dan stratum
spinosum tapi dapat juga terdapat pada stratum papillare dari korium
(Anonim, 2009).
Sel ini mempunyai bentuk khusus yakni memiliki penjuluran yang
menyusup sampai stratum spinosum untuk melepas pigmen melanin pigmen
tersebut selanjutnya diambil oleh sel pada lapis tersebut. Melanosit yang tidak
berfungsi (istirahat) dikenal dengan sel cerah (clear cells). Sedangkan
melanosit yang berfungsi dapat dikenali dengan reaksi DOPA
(dihydroxyphenylalanine) yaitu melakukan sintesa komplek mengubah DOPA
menjadi melanin. Reaksi DOPA inilah yang membedakan sel yang dapat
membuat pigmen dan sel yang hanya menampung pigmen dalam epidermis
(Anonim, 2009).
6
Melanin berfungsi melindungi tubuh terhadap pengaruh sinar ultraviolet
yang memiliki daya tembus kuat. Sebagian sinar ditahan oleh pigmen
melanin. Pada beberapa organisme melanin mungkin tidak ada (albinisme)
misal: kerbau, sapi, harimau dan kera. Dari segi perkembangan ternak piara,
albinisme agaknya dianggap suatu cacat keindahan. Kenyataan pada derajat
albino yang kuat terdapat gejala takut sinar (photophobia) dan kondisi
tubuhnya lebih lemah dari normal. Peristiwa hilang atau tidak cukupnya
produksi melanosit yakni sel penghasil melanin juga disebut White Spots
(Anonim, 2009).
7
persilangan dengan serabut kolagen dan elastis dari dermis. Tunika
dartos dapat dipengaruhi oleh suhu sekitarnya dan bertanggung jawab
atas kedudukan relatif testis terhadap dinding tubuh. Pada derajat yang
tinggi otot ini akan berelaksasi, skrotum akan meregang karena
dipengaruhi oleh berat testis sehingga kedudukan testis akan menjauhi
dinding tubuh sebaliknya terjadi apabila derajat suhu merendah.
3. Hidung
Planum nasale karnivora terbentuk dari penebalan dan pertandukan
yang hebat dari epidermis disertai dengan tidak adanya kelenjar palit
dan kelenjar tubuler. Planum nasale sapi dan ruminansia kecil tidak
berbulu dan mengandung kelenjar merokrin tubuler yang melembabkan
permukaannya. Epidermis tebal dan menanduk dengan hebat.
Penandukan yang hebat dari planumrostale babi mengandung banyak
kelenjar merokrin ubuler dan ditutupi oleh rambut yang jarang. Rambut
yang halus dan kelenjar palit menandai kulit yang tipis di sekitar lubang
hidung kuda.
4. Meatus Akustikus Eksternus
Merupakan saluran yang menghubungkan antara lubang telinga dengan
genderang telinga. Saluran ini dilapisi kulit dengan folikel rambut yang
kecil, kelenjar palit dan kelenjar tubuler apokrin yang telah
bermodifikasi (kelenjar seruminous) dijumpai disini. Dermis dari
saluran ini bercampur dengan perikhondrium dan periosteuon tulang
rawan dan penunjang telinga (Anonim, 2009).
2.3 Definisi Krim
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak
kurang dari 60% air, yang dimaksudkan untuk pemakaian luar. Ada dua tipe krim
yaitu:
1. Krim tipe air-minyak (A/M) contohnya sabun polivalen, span, adeps lanae,
kolesterol dan cera.
8
2. Krim tipe minyak-air (M/A) contohnya sabun monovalen seperti
triethanolaminum stearat, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium
stearat.
Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan
anionik, kationik dan nonionik (Anief, 1997). Keuntungan penggunaan krim
adalah umumnya mudah menyebar rata pada permukaan kulit serta mudah dicuci
dengan air (Ansel, 2005). Krim dapat digunakan pada luka yang basah, karena
bahan pembawa minyak di dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang
dikeluarkan luka tersebut. Basis yang dapat dicuci dengan air akan membentuk
suatu lapisan tipis yang semipermeabel, setelah air menguap pada tempat yang
digunakan. Tetapi emulsi air di dalam minyak dari sediaan semipadat cenderung
membentuk suatu lapisan hidrofobik pada kulit (Lachman, 2008).
Stabilitas krim akan menjadi rusak, jika terganggu oleh sistem campurannya
terutama disebabkan perubahan suhu, perubahan komposisi dan disebabkan juga
oleh penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe
krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran
krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok yang harus
dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan
dalam waktu satu bulan. Dalam penandaan sediaan krim, pada etiket harus tertera
Obat Luar dan pada penyimpanannya harus dalam wadah tertutup baik atau
tube dan disimpan di tempat sejuk (Anonim, 1979).
11
dengan konsentrasi 2-10%, dan meningkatkan stabilitas semisolid
(Anggraini, 2008).
HO COOCH3
Metil p-hidroksibenzoat
C 6H8O3
BM 152,15
13
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang
sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak
mengandung zat tambahan lain (catatan: Air murni digunakan untuk
pembuatan sediaan-sediaan). Bila digunakan untuk sediaan steril, selain
untuk sediaan parenteral, air harus memenuhi persyaratan uji sterilitas
atau gunakan air murni steril yang dilindungi terhadap kontaminasi
mikroba. Tidak boleh menggunakan air murni untuk sediaan parenteral.
Untuk keperluan ini digunakan air untuk injeksi, air untuk injeksi
bakteriostatik atau air steril untuk injeksi.
Rumus molekul : H2O
BM : 18,02 g/mol
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau.
Kemurnian bakteriologi : Memenuhi syarat air minum.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Anonim, 1995)
BAB III
METODE PENELITIAN
14
Kertas saring
Gunting
Beaker glass
pH meter
Piknometer
Pot krim
Gelas ukur
Kertas perkamen
Thermometer
3.1.2 Bahan
Asam salisilat
Asam stearat
Potassium hidroksida
Sodium hidroksida
Cetyl alkohol
Propilen glikol
Gliserin
Propil Paraben
Metil Paraben
Aqua purificata
3.2 Penimbangan
Asam salisilat 6g
Asam stearat 15 g
Potassium hidroksida 0.5 g
Sodium hidroksida 0.18 g
Setil alkohol 0.5 g
Propilen glikol 3g
Gliserin 5g
Propil Paraben 0.05 g
Metil Paraben 0.1 g
Aqua purificata 69.67 g
15
+
Total 100 g
16
BAB IV
PEMBAHASAN
18
dapat mencegah terjadinya koalesens droplet. Penggunaan setil alkohol
sebagai agen pengemulsi adalah 2-5 %.
4.1.5 Propilenglikol
Propilenglikol digunakan sebagai agen pembasah dalam pembuatan
sediaan krim. Selain itu fungsi dari propilenglikol adalah sebagai pelarut
propil paraben dan metil paraben yang merupakan pengawet dalam sediaan
krim (Anonim, 2005).
Sifat propilenglikol hampir sama dengan gliserin hanya saja
propilenglikol lebih mudah melarutkan berbagai jenis zat. Sama seperti
gliserin fungsi propilenglikol adalah sebagai humektan, namun fungsi dalam
formula krim adalah sebagai pembawa emulsifier sehingga emulsi menjadi
lebih stabil (Rowe, et al., 2003).
4.1.6 Gliserin
Gliserin biasanya banyak digunakan dalam berbagai formulasi baik
dalam sediaan oral, topikal, ataupun parenteral. Untuk sediaan topikal dan
kosmetik, penggunaan gliserin adalah sebagai humektan atau emolien.
Gliserin juga digunakan sebagai solven atau kosolven dalam emulsi krim.
Penggunaan gliserin dalam sediaan topikal sebagai emolien ataupun
humektan adalah 30% (Rowe, et al., 2003).
19
mikroorganisme. Metil paraben biasanya digunakan sebanyak 0,12%-0,18%
dan propil laraben 0,02%-0,05% (Anonim, 2010).
4.3.2 Biologi
4.3.2.1 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba
Mikroba uji Gunakan biakan mikroba berikut: Candida
albicans (ATCC No. 10231), Aspergillus niger (ATCC No. 16404),
E. coli (ATCC No. 8739), P. aeruginosa (ATCC No. 9027), dan S.
Aureus (ATCC No. 6538). Selain mikroba yang disebut di atas
dapat digunakan mikroba lain sebagai tambahan terutama jika
dianggap mikroba bersangkutan dapat merupakan kontaminan
selama penggunaan sediaan tersebut.
Media untuk biakan awal mikroba uji, pilih media agar yang
sesuai untuk pertumbuhan yang subur mikroba uji, seperti
Soybean-Casein Digest Agar Medium yang tertera pada Uji Batas
Mikroba.
Pembuatan Inokulasi
Sebelum pengujian dilakukan, inokulasi permukaan media
agar bervolume yang sesuai, dengan biakan persediaan segar
mikroba yang akan digunakan. Inkubasi biakan bakteri pada suhu
300 hingga 350 selama 18 jam sampai 24 jam, biakan Candida
albicans pada suhu 200 hingga 250 selama 48 jam dan biakan
Aspergillus niger pada suhu 200 hingga 250 selama 1 minggu.
Gunakan larutan NaCl P 0,9% steril untuk memanen biakan
bakteri dan Candida albicans, dengan mencuci permukaan
pertumbuhan dan hasil cucian dimasukkan ke dalam wadah yang
sesuai dan tambahkan larutan NaCl P 0,9% steril secukupnya
untuk mengurangi angka mikroba hingga lebih kurang 100 juta per
mL. Untuk memanen Aspergillus niger, lakukan hal yang sama
21
menggunakan larutan NaCl P 0,9% steril yang mengandung
polisorbat 80 P 0,05% dan atur angka spora hingga lebih kurang
100 juta per mL dengan penambahan larutan NaCl P 0,9% steril.
Sebagai alternatif, mikroba dapat ditumbuhkan di dalam
media cair yang sesuai, dan panenan sel dilakukan dengan cara
sentrifugasi, dicuci, dan disuspensikan kembali dalam larutan
NaCl P 0,9% steril sedemikian rupa hingga dicapai angka mikroba
atau spora yang dikehendaki.
Tetapkan jumlah satuan pembentuk koloni tiap mL dari tiap
suspensi, dan angka ini digunakan untuk menetapkan banyaknya
inokulasi yang digunakan pada pengujian. Jika suspensi yang telah
dibakukan tidak segera digunakan, suspensi dipantau secara
berkala dengan metode lempeng Angka Mikroba Aerob Total
seperti yang tertera pada Uji Batas Mikroba untuk menetapkan
penurunan viabilitas.
Untuk memantau angka lempeng sediaan uji yang telah
diinokulasi, gunakan media agar yang sama seperti media untuk
biakan awal mikroba yang bersangkuatan. Jika tersedia inaktivator
pengawet yang khas, tambahkan sejumlah yang sesuai ke dalam
media lempeng agar. Prosedur jika wadah sediaan dapat ditembus
secara aseptik menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet,
lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan
tidak dapat ditembus secara aseptik, pindahkan 20 mL sampel ke
dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup berukuran
sesuai dengan steril. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung
dengan salah satu suspensi mikroba baku, menggunakan
perbandingan 0,10 mL inokulasi setara dengan 20 mL sediaan, dan
campur. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus
ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di dalam
22
sediaan 1 juta per mL. Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam
tiap suspensi inokula, dan hitung angka awal mikroba tiap mL
sediaan yang diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau
tabung yang telah diinokulasi pada suhu 200 hingga 250. Amati
wadah atau tabung pada hari ke 7, ke 14, ke 21, dan ke 28 sesudah
inokulasi. Catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah
mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode
lempeng. Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada
awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap mikroba
selama pengujian.
Penafsiran hasil suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam
contoh yang diuji jika:
Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak
lebih dari 0,1% dari jumlah awal.
Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama
adalah tetap atau kurang dari jumlah awal.
Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa sedari 28 hari
pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada
a dan b (Anonim, 1995).
4.3.2.2 Uji Batas Mikroba
Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel
di dalam semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku
hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan perbekalan farmasi
tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu. Spesimen uji
biasanya terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella. Pengujian dilakukan
dengan menambahkan 1 mL dari tidak kurang enceran 10 -3 biakan
mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama spesimen uji
(dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest atau
23
Media Fluid Lactose Medium) dan diuji sesuai prosedur (Anonim,
1995).
4.3.3 Kimia
Penetapan kadar
Timbang seksama lebih kurang 60 mg lakukan penetapan seperti
yang tertera pada pembakaran dengan labu oksigen. Menggunakan labu
100 mL dan campuran 10 mL air dan 5.0 mL hidrogen peroksida LP
sebagai cairan penyerap. Jika pembakaran telah sempurna isi bibir labu
dengan air, longgarkan sumbat dan bilas sumbat, pemegang contoh dan
dinding labu dengan air dan bekas sumbat. Panaskan isi labu sampai
mendidih dan didihkan selama lebih kurang 2 menit. Dinginkan sampai
suhu kamar dan titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N LP menggunakan
indikator fenolftalein LP. Lakukan penetapan blanko (Anonim, 1995).
24
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, C.A. 2008. Pengaruh Bentuk Sediaan Krim, Gel dan Salep terhadap
Penetrasi Aminofilin sebagai Anti Selulit secara In Vitro Menggunakan Sel
Difusi Franz. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia: Depok
Anonim. tt. Kegiatan Belajar I (Evolusi Fungi). (cited 11 Nov, 2010). Available at :
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN
%20IPA/196307011988031%20-%20SAEFUDIN/Evolusi%20fungi%20dan
%20hewan.pdf
Anonim. tt. Tinjauan Tentang Asetosal dan Asam Salisilat. (cited 9 Nov, 2010).
Available at : http://digilib.ubaya.ac.id/skripsi/farmasi/F_184_1820070/
F_184_Bab%20II.pdf
25
Anonim. 2005. European Pharmacopoeia ed. V. (cited 9 Nov, 2010). Available at:
http://lordbroken.wordpress.com/author/lordbroken/page/3/
Anonim. 2009. Struktur Histologi Kulit. (cited 11 Nov, 2010). Available at:
http://ajarhistovet.blogspot.com/2009/04/bab-9-struktur-histologi-kulit.html
Anonim, 2010. Antijamur. (cited 11 Nov, 2010). Available at:
http://en.wikipedia.org/wiki/antifungal_drug
Lachman, L., Herbert A. L., Joseph L. K. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri
Edisi III. UI Press : Jakarta
26