Anda di halaman 1dari 30

Anatomi Sistem Ventrikuler

Rongga didalam otak yang disebut ventrikel berisi cairan cerebrospinal (CSS). CSS
dibentuk oleh jaringan khusus didalam ventrikel yang disebut pleksus choroideus.
Sistem ventrikular otak dibentuk terutama oleh empat ventrikulus, terdiri dari dua
ventrikel lateral dan ventrikel ketiga serta keempat yang tidak berpasangan. Ventrikel lateral
adalah bagian terbesar sistem ventrikular dan menempati bagian luas hemispherium cerebri.
Masing-masing ventrikel lateral mempunyai kornu anterior, sela media, kornu posterior, dan
kornu inferior atau temporal. Kedua ventrikel tersebut berhubungan dengan ventrikel ketiga
melalui foremen Monro atau foramen interventrikularis. Ventrikel ketiga berupa celah yang
sempit antara bagian diencephalon dextrum dan sinistrum yang dihubungkan dengan ventrikel
keempat melaului akuaduktus Sylvii (aquaductus cerebri). Ventrikulus keempat dalam bagian
posterior pons dan dalam medulla oblongata meluas ke arah postero-inferior, lalu beralih menjadi
canalis sentralis dalam bagian inferior medulla oblongata dan seluruh medulla spinalis.
Ventrikel keempat berhubungan dengan rongga subarachnoid melalui tiga foramen: dua
foramen Luschka dan satu foramen Magendie. Foramen Luschka terletak pada atap resesus
lateralis ventrikel keempat, sedangkan foramen Magendie terletak pada garis tengah dari atap
ventrikel keempat. CSS mengalir dari tempat dibentuknya di ventrikel melalui lengkungan
cerebrum menuju tempat absobsinya di ganulasi arakhnoid pada sinus sagitalis. Jika jalan ini
tersumbat, ventrikulus menggembung, dan menyebabkan kompresi terhadap hemispherium
cerebri.
Ruang subarachnoid melingkupi cerebrum, cerebellum dan corda spinalis. Ruang ini
terisi CSS untuk menyokong dan memberi nutrisi pada struktur didalamnya, yang terdiri dari
arteri, vena, dan saraf kranial. Sisterna subarakhnoid merupakan perluasan ruang subarachnoid
pada sepanjang permukaan ventral batang otak dan dasar otak depan. Sisterna-sisterna
subarakhnoidal utama ialah:
Cisterna cerebellomedularis atau cisterna magna, merupakan kompartemen sisterna terbesar.
Terletak posterior medulla, inferior cerebellum, dan pada atap ventriculus quartus.
Cisterna pontis terdapat pada permukaan anterior pons dan medulla oblongata.
Cisterna interpendicularis terletak antara kedua pedunculus cerebri mesencephalon.
Cisterna superior terletak antara bagian posterior corpus callosum dan permukaan superior
cerebellum.
Sumber pembuatan CSS untama adalah plexus choroideus. Plexus choroideus terletak
dalam atap-atap ventriculus tertius dan ventrikulus quartus, dan pada dasar tanduk dan badan
kedua ventrikulus lateralis. Meskipun plexus choroideus merupakan sumber utama CSS dan villi

1
arachnoidea merupaka tempat resopsi CSS terpenting, di tempat lain (misalnya, melalui pelapis
ventrikulus) terjadi pertukaran antara plasma darah dan CSS. CSS dari ventriculus lateralis dan
ventriculus tertius mengalir ke dalam ventriculus quartus melalui aqueductus mesencephali
(aquaductus cerebri). CSS meninggalkan ventrikulus quartus melalui lubang median dan lateral
dan kemudian memasuki spatium subarachnoideum, dan tertimbun dalam cisterna
cerebellomedullaris dan cisterna pontis. Dari sisterna-sisterna ini sebagian CSS mengalir ke
inferior, ke spatium subarachnoideum sekeliling medula spinalis dan ke arah posterior-superior
melewati cerebellum. Namun, CSS terbanyak mengalir ke dalam cisterna interpeduncularis dan
cisterna superior. CSS dari berbagai cisterna menyebar ke arah superior melalui celah-celah dan
fisur-fisur pada permukaan medial dan superolateral hemisfer cerebrum. CSS juga memasuki
perluasan spatium subarachnoideum sekitar nervi cranialis, antara lain yang terpenting adalah
perluasan sekeliling kedua nervus opticus.
Lokasi resorpsi CSS ke dalam sisitem vena yang terpenting ialah melalui villi
arachnoidea (tonjolan-tonjolan arachnoidea ke dalam dinding sinus durae matris, terutama sinus
sagittalis superior dan lacuna lateralis. Dengan meningkatnya usia, villi arachnoidea mengalami
hipertrofi, dan lalu disebut granulationes arachnoidea.

2
3
Meningtis
Meningitis merupakan infeksi dari meninges yang diakibatkan oleh bakteria,virus,fungi,parasite,
dan racun lainnya. Infeksinya sendiri dibagi menjadia tiga kelas,acute,subacute dan kronik. Tiap-
tiap mikroorganisme yang dapat menyebabkan mengitis memiliki patofisiologi,gejala klinik dan
pengobatan yang berbeda.
Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi padacairan otak,
yaitu :
1. Menigitis Purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis.
Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae ,Neisseria meningitis (meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae,Peudomonas aeruginos.

Epidemiology
Bacterial meningitis merupakan suppurative infeksi system saraf pusat yang paling sering di
Amerika serikat sekitar 2,5 kasus/ 100.000 populasi. Organisme yang pasling sering
mengakitbatkan meningitis pada community acquired bacterial meningitis adalah
Streptococcus pneumoni (50 %), N. Meningitidis (25%), group B streptococcus (15%) dan
Listeria Monocytogenes (10 %), H.Influenza menjadi penyebab baru dalam etiologi bacterial
meningitis sekitar < 10 %.

Etiologi
S. Pneumonia merupakan penyebab meningitis tersering pada orang dewasa > 20 tahun,
faktor risiko yang meneyertai adalah adanya riwayat acute atau kronik sinusitis atau Otitis
Media, alcoholism,diabetes, splenoctomy, hypogammalbuminemia dan head trauma dengan
patah tulang basilar
N. meningtidis menjadi 25 % mikrooragnisme yang paling sering menyebabkan
meningitis, insideinsi besar pasar pada anak yang berumur 2-20 tahun sekitar 60 %. Adanya lesi
kulit yang ptechiae atau oouroura menandakanny adanya infeksi meningococcal. Infeksi
biasanya didhaului oleh colonisasasi di nasofaring yang bisa menjadi assimptomatik karrier atau
infasive meningococcal disease. Resiko dari penyakit yang menjdai invasive tergantung dari

4
faktor firulensi dan mekanisme host immune defense termasuk produksi antimeningcoccal
antibody dalam tubuh. Individu dengan defisensi dari complement pathway seperti properdin
menjadi sangat berisiko menjadi infeksi meningococcal yang infasive.
Enteric gram-negative bacilli meningkatkan meningitis pada individu dengan
diabetes,sirosis atau alcoholism dan infeksi bagian traktus urinary.
Group B streptococcus atau S.Galactiae menyebabkan insidensi meningitis pada
nenonatus.
Listeria Monocytogens menyebabbkan mengitis pada neonates ( <1 bulan ) wanita hamil,
individu dengan usia > 60 tahun dan semua pasien dengan adanya imunocompromised.
Age group Causes
Neonatus Group B streptococci, Eschrichia coli, Listeria
monocytogenes
Bayi Neisseria meningtidis, Haemophilus infulenzae,
Streptococcus pneumoniae
Anak-Anak N. meningtidis, S.pneumoniae
Dewasa S.pneumoniae, N.meningtidis, Mycobacteria

Risk factors for menigitis


Age
Extreme of age : elderly (age > 60 years) ; young children (age < 5 years), especially infants/neonates
Demogrpahic/sosioeconomic
Male gender
African american ethncity
Low sosioeconomic status
Crowding : military recruits, crowded dormitories
Exposure to pathogens
Recent colonizations
Household/close contact with mengitis patient
Contigous infection ; sinusitis,mastoiditis, otitis media
Bacterial endocarditis
Intravenous drug abuse
Dural defect : status post neurosurgery, central nervous system (CNS) trauma, congenital defect
Ventriculoperitoneal shunt, other CNS devices
Cochlear implants
Immunosupression
Status post spelencetomy
Hematologic disorders : sickle cell disease,thalasemia major
Maligancy
Diabetes
Alcoholism
Complement deficent
HIV
Immunosupperesive drug theraphy

5
Patogenesis

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui:


Hematogen, oleh karena infeksi dari tempat lain seperti faringitis, tonsilitis, endokarditis,
pneumonia, dan infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan positif pada
darah, yang sesuai dengan kuman yang ada di dalam cairan otak
Perkontinuitatum, perluasan dari infeksi yang disebabkan oleh infeksi dari sinus
paranasalis, mastoid, dan abses otak
Implantasi langsung trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal
Infeksi bakteria transplasental

6
Sebagian besar infeksi SSP terjadi akibat penyebaran secara hematogen. Saluran napas
merupakan port dentry utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Proses terjadinya
meningitis bakterial melalui jalur hematogen diawali dengan perlekatan bakteri pada sel epitel
mukosa nasofaring, mengadakan kolonisasi, kemudian menembus rintangan mukosa dan
memperbanyak diri dalam aliran darah, dan menimbulkan bakteremia. Selanjutnya bakteri masuk
kedalam CSS dan memperbanyak diri di dalamnya. Bakteri ini menimbulkan peradangan pada
selaput otak (meningen) dan otak.
Mekanisme dari invasi bakteri kedalam ruang subarakhnoid masih belum diketahui.
Salah satu faktor yang berperan mungkin adalah jumlah/konsentrasi bakteri dalam darah.
Virulensi kuman mungkin merupakan faktor yang penting didalam invasi bakteri ke dalam SSP.
Pelepasan lipopolisakarida dari N. meningitidis merupakan salah satu faktor yang menentukan
patogenitas organisme ini. Setelah terjadi invasi ke dalam ruang subarakhnoid, bakteriemia
sekunder dapat terjadi sebagai akibat dari proses supuratif lokal dalam SSP.

Patofisiologi
Mekanisme pertahanan didalam ruang subarakhnoid
Jika bakteri meningen patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid, maka berarti
mekanisme pertahanan tubuh tidak adekuat. Pada umumnya didalam CSS yang normal, kadar
dari beberapa komplemen adalah negatif atau minimal. Inflamasi meningen mengakibatkan
sedikit peningkatan konsentrasi komplemen. Konsentrasi komplemen ini memegang peranan
penting dalam opsonisasi dari patogen meningen tidak berkapsul, suatu proses yang penting
untuk terjadinya fagositosis. Aktivitas opsonik dan bakterisidal tidak didapatkan atau hampir
tidak terdeteksi pada pasien dengan meningitis.

Induksi inflamasi ruang subarakhnoid.


Lipopolisakarida menyebabkan inflamasi melalui perannya dalam pelepasan mediator
inflamasi seperti IL-1 dan TNF ke dalam CSS.
Perubahan dari sawar darah otak
Perubahan dari permeabilitas sawar darah otak merupakan akibat dari vasogenic cerebral
edema, peningkatan volume CSS, peningkatan tekanan intrakranial dan kebocoran protein
plasma ke dalam CSS.
Peningkatan tekanan intrakranial
Peningkatan tekanan intrakranial merupakan akibat dari kombinasi keadaan edema
cerebri, peningkatan volume CSS dan peningkatan dari volume darah cerebral
Perubahan dari cerebral blood flow

7
Abnormalitas dari cerebral blood flow disebabkan oleh peninggian tekanan intra kranial,
hilangnya autoregulasi, vaskulitis dan trombosis dari arteri, vena dan sinus cerebri

Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan Tekanan Intrak Kranial (TIK) :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2 Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda :
Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukarankarena
adanya spasme otot-otot leher.
Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadanfleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul.
Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisimaka gerakan yang
sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Lokal tissue dysfuntion, cranial nerve palsies, focal neurologic defisit
( hempiparese/hemiplagia, ataxia) dan kejang akibat area fokal kortikal yang peka.
6. Peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak
teratur,sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
7. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal
8. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia: demam tinggi tiba-tiba muncul,lesi
purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.
Iritasi pada cranial nerve bisa berakibat :
Cranial nerve II : Papiledema, blindless
Cranial nerve III-VI : Ptosis,visual field defisit,diplopia
Cranial nerve V: photophobia
Cranial nerve VII : Facial parese
Cranial nerve VIII : deafness. tinitus, vertigo

8
Pada Dewasa dan Anak-Anak
Tanda klinis awal: demam, nyeri kepala, kekakuan leher, konvulsi umum dan gangguan
kesadaran.
Tanda Kernig Laseque tidak selalu muncul.
Diagnosa sulit: demam dan sakit kepala, atau hanya gejala nyeri di leher atau abdomen
atau keadaan febris dengan kebingungan dan delirium, sedangkan gejala kaku kuduk
belum muncul.
Pada anak-anak: infeksi subakut yang memburuk beberapa hari setelah infeksi telinga
atau infeksi saluran pernafasan atas, atau sebagai infeksi fulminan akut .
Pada lansia: subfebris dengan kebingungan atau perubahan perilaku yang ringan.
Pada Bayi dan Neonatus
Tanda dan gejala dapat tidak terlihat dan non-spesifik .
Tanda awal: subfebris dan perubahan perilaku ringan demam tinggi, letargi, iritabilitas,
hipotermi, kejang, menonjolnya fontanel, malas menyusu, muntah, dan respiratory
distress dapat terjadi.
Tanda iritasi meningen pada akhir perjalanan penyakit.
Dapat ditemukan efusi subdural unilateral maupun bilateral. Umur yang muda, evolusi
penyakit yang cepat, jumlah PMN yang rendah, dan peningkatan protein yang bermakna
pada CSS berhubungan dengan pembentukan efusi.
Tanda dan gejala bacterial menigitis pada neonatus tidak spesific dan bervariasi. Gejala-
gejala awal yang muncul biasanya tanda-tanda iritasi meningeal dan perubahan perilaku, Demam
tinggi, lethargy, rewel, kejang, fontanel membesar, susah makan, muntah dan adanya respiratory
distress. Biasanya didahului oleh subacute infetion seperti infeksi telinga, infeksi saluran napas
atas.
Hubungan tanda klinis tertentu dengan bakteri penyebab:
Meningitis Haemophilus Meningitis Meningococcal Meningitis Pneumococcal
neonatus & anak anak & dewasa dewasa
didahului infeksi telinga dan gejala penyerta: delirum dan didahului oleh infeksi pada
saluran pernafasan atas stupor dalam hitungan jam; paru, telinga, sinus, atau katup
onset: tiba-tiba & singkat
petekie, purpura, & ekimosis; jantung
prognosis pada umumnya baik dicurigai pada penderita yang
mortalitas <5% terdapat syok sirkulasi, DIC;
terutama jika sedang terjadi alkoholik, splenektomi,

wabah epidemik dimana kuman meningitis bakterial yang

terdapat di nasofaring rekuren, sickle cell anemia, dan


onset gradual prognosis baik fraktur tulang tengkorak basiler
onset tiba-tiba + septikemia prognosis biasanya buruk bila
prognosis buruk diikuti koma, kejang, dan

9
mortalitas 10% peningkatan protein CSS
mortalitas 20%
Tanda lokalisatorik yang khas untuk meningitis purulenta pada umumnya adalah kaku kuduk dan
likuor yang memperlihatkan ciri- ciri:
1. Pleositosis polinuklearis (PMN) yang berjumlah lebih dari 1000/mm3
2. Kadar glukosa yang rendah karena digunakan dalam metabolisme bakteri
3. Protein dalam liquor meninggi
4. Preparat dan biakan liquor menperlihatkan adanya bakteri penyebab.

Pemeriksaan fisik neurologi (Rangsangan Meningeal )


Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala.
Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi
kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga
didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

Pemeriksaan Tanda Kernig


Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)


Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan
tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada
sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter
pada leher.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada
pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

10
Pemeriksaan Penunjang Meningitis.
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih
dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
Tabel perbandingan Gambaran cairan serebrospinal
Bacterial Viral Fungal Tuberculosa

Opening pressure N / tinggi N N / tinggi Tinggi

Jumlah sel (/mm3) 1,000-10,000 < 300 20-500 50-500

PMN (%) >80 <20 <50 ~20

Sangat Tinggi
Protein (mg/dl) N Tinggi Tinggi
(100-500)

Glucose < 40 normal usually < 40 < 40

Gram stain 60-90 % positive negative negative AFB stain (+) in 40-80%

Kultur (% positif) 70-85 25 25-50 50-80

M. purulenta M. serosa M. viral


Tekanan Normal
Warna keruh opalesen Jernih
Tes Nonne kuning/hijau kuning
Tes Pandy ++/+++ ++/+++ -/+
Jumlah sel --/+++ ++/+++ -/+
Hitung Jenis 1000-10.000 200-500 50-100
Protein Polimorf Limfositer Limfositer
Glukosa 100-500 mg% 100-500 mg% 50-100 mg%
Bakteri normal
bisa (+) dengan bisa (+) dengan (-) dengan
pewarnaan/kultur pewarnaan/kultur pewarnaan/kultur
Pemeriksaan darah Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis
Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

11
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi)
dan foto dada.

Diagnosa .
Menigitis bakterialis
1. Gejala dan tanda klinis : demam, kaku kuduk, sakit kepala dan penurunan
kesadaran.Pasien neonatus atau yang sudah sanga tua dan pasien
immunocompromised mungkin gejala dan tandanya tidak nyata.
2. Pemeriksaan dari lumbal pungsi.
3. Kultur darah positif pada 30-80 % kasus, dan dapat positif sekalipun di dalam
Cairan serbrospinal negatif.
4. Pertimbangkan melakukan pemeriksaan foto CT-scan/MRI pada keadaan-keadaan
tertentu yang berisiko.
Treatment :
Pengobatan
Prinsip terapi meningitis bakterialis adalah :
A. Umum
- Bed rest dan Tirah baring
- Diet tinggi kalori tinggi protein
- Ventilasi
- Cegah dehidrasi atau koreksi elektrolit inbalance
B. Kausa
Terapi optimal antibiotika golongan bakterisidal yang dapat masuk ke cairan serebrospinal.
Lama pemberian antibiotika minimal tidak diketahui secara pasti, tetapi jika bakteri penyebab
adalah S. pneumoniae, H. infuenzae, N. meningitidis secara praktis diberikan paling kurang
selama 10 hari atau paling kurang 7 hari setelah bebas demam. Bila dilakukan pembedahan
maka antibiotika dilanjutkan sampai paling kurang 72 jam paska pembedahan. Jika bakteri
penyebab adalah organisme kurang sensitif seperti kuman gram negatif enterik, L.
monocytogenes, Streptococcus grup B, atau setelah trauma maupun pembedahan, pemberian
antibiotika dilanjutkan sampai 2-3 minggu atau lebih lama.
Pada kasus yang sulit dimana kuman penyebabnya relatif sulit dibasmi, seperti kuman batang
gram negatif enterik, Listeria, S. aureus, maka lumbal punksi harus dilakukan 72 jam setelah

12
pemberian antibiotika. Dilakukan pemeriksaan jumlah sel, hitung jenis, kadar protein dan
glukosa CSS serta kultur untuk memastikan apakah CSS sudah steril atau belum.
Jika kuman penyebabnya relatif sensitif terhadap antibiotika yang menembus sawar darah
otak dengan baik seperti Streptococcus sp., N. meningitidis, dan pemeriksaan H. influenzae,
CSS seharusnya sudah steril setelah 24 jam pemberian antibiotika dan pemeriksaan hitung
jenis didominasi oleh sel MN, walaupun kadar protein masih tetap tinggi dan kadar glukosa
masih tetap rendah selama 2 minggu atau lebih. Bila hasil kultur setelah 72 jam terapi masih
dijumpai kuman, maka terapi antibiotik harus diganti atau diberikan antibiotik intratekal. Ini
bisa menunjukkan bahwa fokus infeksi parameningennya masih ada.
Pemberian obat dosis tinggi harus berhati-hati dan diperlukan pemeriksaan fungsi hati, ginjal
atau hematologinya.
Obat antibiotika yang kemampuan menembus sawar darah otaknya rendah sebaiknya tidak
digunakan
Terapi inisial:
Neonatal (<1 bulan): ampisilin + aminoglikosida dan sefalosporin
Anak-anak (<5 thn): ampisilin + sefalosporin
Dewasa : penisilin G, atau sefalosporin
Pasien imunokompromis: ampisilin dan sefalosporin
1. Terapi empirik sesuai degan usia, kondisi klinis dan pola resistensi antibiotika
Pasien Bakteri penyebab tersering Empiric Theraphy Alternative

Neonatus < 30 hari Group B streptococus Ampicilin + third generation Ampicilin +


gram negative :( cephalosporin ( cefotaxime aminoglycoside
Escherica coli ,Klebisella) ) (gentamicin)
,Listeria
Anak-anak 1-23 bulan Streptococus pneumoniae third generation Carbapenem +
Neisseria menigtidis cephalosporin( cefotaximea vancomycin
Group B streptococus atau ceftriaxoneb)
Haemophilus influenzae +vancomycin
Escherichia coli
Anak-anak 2- 18 tahun Streptococus pneumoniae third generation Carbapenem +
Neisseria menigtidis cephalosporin ( cefotaxime vancomycin
atau ceftriaxone) +
c
vancomycin
Dewasa muda 18-50 Streptococus pneumoniae third generation Carbapenem +
tahun Neisseria menigtidis cephalosporin ( cefotaxime vancomycin
atau ceftriaxone) +
vancomycin
50 tahun Streptococus pneumoniae third generation third generation
Neisseria menigtidis cephalosporin ( cefotaxime cephalosporin
Listeria monocytogenes atau ceftriaxone) + ( cefotaxime atau
vancomycin + ampicilind ceftriaxone) +
vancomycin +
trimethorporim-
sulfamethaoxazole

13
Kondisi khusus : Streptococus pneumoniae third generation Carbepenem +
HIV Listeria monocytogenes cephalosporin (ceftazidime) vancomycin +
Group- negative bacili + vancomycin + ampicilin trimethorporim-
sulfamethaoxazole
2. Deksametason diberikan sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama antibiotika.
Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kgBB (10 mg per pemberian pada orang dewasa)
setiap 6 jam selama 2-4 hari.
3. Pertimbangkan merwat pasien di ruang isolasi, terutama jika diperkirakan penyebabnya
adalah Haemophlius Infulenza atau Neiseria mengitides.
4. Pada kecurigaan infeksi Neiseria mengitides. Berikan kemoprofilaksis kepada :
Orang yang tinggal serumah
Orang yang makan dan tidur di tempat yang sama dengan pasien

a
anak : 200 mg/kgBB?hari IV dibagi q6h. Dewasa : 2 gram?hari q4-6h. Dosis maksimum
12g/hari
b
Anak: 100 mg/kg/hari IV atau IM dalam dosis terbagi q12h, dosis maksimum 2gram/hari.
Dewasa : 2 gram IV atau IM q12h, dosis maksimum 4 gram sehari.
c
Anak : 60 mg/kg/BB hari dibagi q6h. Dewasa : 1 gram IV q12h
d
Anak : 200-400 mg/kgBB hari IV dibagi q4h. Dewasa : 2 gram IV q4h. Dosis maksimum 12
g/hari.

Komplikasi

14
Acute complications
Shock
Respiratory failkure/distress/arrest
Apnea
Altered mental satus /coma
Increased intracranial pressure
Seizures
Disseminated intravascular coagulation
Subdural effusions
Subdurral abscess
Intracerbral abscess
Sequeale
Seizure disorder
Impaired intelectual functioning
Impaired cognition
Personality changes
Dizziness
Gait disturbance
Focal neurologic deficit : Deafness/sensorineural hearing loss, blindless,paralisysis,paresis
Ccentral nervous system structural sequeale/complications
Hydrocephalus
Brain abscess
Subdural abcess
Subdural effusion
Subdural empyema
Cerebral thrombosis
Cerebral vasculitis

Prognosa
Prognosa menigtidis bakterialis tergantung pada kecepatan diagnosis dan memberi terapi.
Dengan pemberian antibiotika yang tepat penyakitini pada umumnya dapat diatasi, walaupun
seringkali kematian dsebabkan oleh hebatnya respons imunologi pada pasien.
Kematian palingbanyak ditemukan pada pasien yang terinfeksi Streptococus pneumoniae dan

pasien yang datang dengan penurunan kesadaran.


Deksametason terbukti menurunkan kematian dan gejala sisa neurologi pada pasien anak dan

dewasa, khsusnya di negara maju. Tidak ada data data dari negara berkembang yang menunjukan
keunggulan pemberian deksametason.
Komplikasi yang dapat terjadi :
Komplikasi segera : edema otak, hidrocephlaus,vaskulitis, trombosis sinus otak, bases/efusi
subdural gangguan pendengaran.
Komplikasi jangka panjang : gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada pasien anak,
epilepsi

15
2. Meningitis Serosa
Meningitis serosa terjadi apabila pada penderita terdapat gambaran klinis meningitis,
tetapi pada pemeriksaan cairan serebrospinal tidak sampai berwarna keruh. Cairan tampak
opalesen karena terdapat peninggian jumlah sel, dan berwarna kuning karena adanya peninggian
protein. Penyebabnya dapat disebabkan oleh bakteri (meningitis tuberkulosa), virus (meningitis
virus/meningitis aseptik), jamur (meningitis jamur), maupun parasit (syphilitic meningitis).

Meningitis Tuberkulosa
Merupakan manifestasi klinis paling sering dari infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang mengenai arakhnoid, piamater, dan cairan serebrospinal di dalam sistem
ventrikel. Pada anak-anak, dihasilkan dari bakteriemia yang mengikuti fase inisial dari
tuberkulosis paru primer. Pada orang dewasa, dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer.
Meningitis tuberkulosa selalu merupakan sekunder dari penyakit tuberkulosa pada organ lainnya.
Fokus primer biasanya terdapat di paru-paru, namun dapat juga terjadi di kelenjar limfe, tulang,
sinus nasalis, GI tract, atau organ-organ lainnya. Onset biasanya sub akut.
Penyakit ini dapat dibagi ke dalam beberapa staging menurut British Medical Research
Council
Stage I :
Describes the early non specific symptom and sign, including apathy, irritability,
headache, malaise, fever, anorexia, nausea, and vomiting, without any alterations in the level of
consciousness.
Stage II:
Described altered consciousness without coma or delirium but with minor focal
neurological sign. Symptomps and signs of meningism and meningitis are present, in addition to
focal neurological deficits, cranial nerve palsies, and abnormal movement.
Stage III:
Describes an advanced state with stupor or coma, severe neurological deficits, seizures,
posturing, and/or abnormal movement.

Patofisiologi
Meningitis tuberkulosa tidak berkembang secara akut dari penyebaran tuberkel bacilli ke
meningen secara hematogen, melainkan merupakan hasil dari pelepasan tuberkel bacilli ke dalam
rongga subarakhnoid dari lesi kaseosa subependimal. Selama fase inisial dari infeksi, sejumlah
kecil tuberkel berukuran seperti biji tersebar di dalam substansi otak dan meningen. Tuberkel-
tuberkel ini cenderung membesar dengan bersatu dan tumbuh besar, dan biasanya caseating,

16
lembut dan membentuk eksudat. Kemungkinan lesi kaseosa untuk menyebabkan meningitis
ditentukan dari kedekatan jarak lesi dengan rongga subarakhnoid dan kecepatan enkapsulasi
fibrosa berkembang akibat resistensi imun dapatan. Foci caseosa subependymal dapat terus tak
bergejala selama berbulan-bulan bahkan tahunan tetapi kemudian dapat menyebabkan meningitis
melalui pelepasan bacilli dan antigen tuberkel ke dalam rongga subarakhnoid.

Gambaran Klinis
Gambaran klinis meningitis tuberkulosa dapat berupa sindroma meningitis akut memberikan
gejala koma, peningkatan tekanan intrakranial, kejang dan defisit neurologis fokal atau berupa
slowly progressive dementing illness. Ketika infeksi berupa sindroma meningitis akut, tanda dan
gejala karakteristiknya adalah nyeri kepala, malaise, meningismus, papil edema, muntah,
bingung, kejang, dan defisit saraf kranial. Pasien dirawat dengan letargi atau stupor dapat
menjadi koma dalam hitungan hari. Demam dapat muncul, dapat pula tidak muncul.
Meningitis tuberkulosa dapat pula tampak sebagai slowly progressive dementing illness
dengan defisit memori dan perubahan perilaku yang khas pada penyakit lobus frontalis, berupa
abulia, dan inkontinensia urin dan fecal. Bentuk ini merupakan bentuk meningitis tuberkulosa
yang banyak ditemukan. Defisit saraf kranialis dan konvulsi juga terjadi pada meningitis
tuberkulosa subakut. Kadang ada riwayat anorexia, batuk, berkeringat pada malam hari dan
penurunan berat badan dalam waktu beberapa hari sampai beberapa bulan, akibat perkembangan
gejala infeksi susunan saraf pusat.
Ensefalopati tuberkulosa juga dijelaskan sebagai sindroma konvulsi, stupor atau koma,
gerakan involunter, paralysis, dan spasme atau rigiditas deserebrasi dengan atau tanpa gejala
klinis meningitis atau kelainan CSS pada meningitis tuberkulosa. Secara patologis tampak edema
difus dari cerebral white matter dengan hilangnya neuron dalam gray matter,
leukoencephalopathy hemorrhagic, atau encephalomyelitis demyelinating pasca infeksi.
Sindroma ini terutama tampak pada anak dengan tuberkulosis milier atau diseminata.

Tanda dan Gejala Meningitis Tuberkulosa


Gejala Tanda
Prodromal Adenopati (paling sering servikal)
Anorexia Suara tambahan pada auskultasi paru (apices)
Penurunan berat badan Tuberkel koroidal
Batuk Demam (paling tinggi pada sore hari)
Keringat malam hari Rigiditas nuchal
Papil edema
CNS Defisit neurologis fokal
Nyeri kepala tuberculin skin test (+)
Meningismus

17
Perubahan tingkat kesadaran

Komplikasi
Meningitis tuberkulosa dapat memberikan berbagai macam komplikasi seperti berikut:
Kelumpuhan saraf otak
Proses patologis pada meningitis tuberkulosa diawali oleh adanya reaksi hipersensitivitas
terhadap pelepasan bakteri atau antigennya dari tuberkel ke dalam rongga subarakhnoid. Hal ini
menyebabkan terbentuknya eksudat tebal dalam rongga subarakhnoid yang bersifat difus,
terutama berkumpul pada basis otak. Eksudat berpusat di sekeliling fossa interpedunkularis,
fissure silvii; meliputi kiasma optikus dan meluas di sekitar pons dan serebelum. Secara
mikroskopis, awalnya eksudat terdiri dari leukosit polimorfonuklear, eritrosit, makrofag dan
limfosit disertai timbulnya fibroblast dan elemen jaringan ikat. Eksudat yang tebal ini juga dapat
menimbulkan kompresi pembuluh darah pada basis otak dan penjeratan saraf kranialis.
Kelumpuhan saraf otak yang tersering ialah N VI, diikuti dengan N III, N IV dan N VII, dan
bahkan dapat terjadi pada N VIII dan N II.
Kerusakan pada N II berupa kebutaan, dapat disebabkan oleh lesi tuberkulosisnya sendiri
yang terdapat pada N Optikus atau karena penekanan pada kiasma oleh eksudat peradangan atau
karena akibat sekunder dari edema papil atau hidrosefalusnya. Neuropati optic ialah istilah
umum untuk setiap kelainan atau penyakit yang mengenai saraf optic yang diakibatkan oleh
proses inflamasi, infiltrasi, kompresi, iskemik, nutrisi maupun toksik. Neuropati optic toksik
dapat terjadi karena paparan zat beracun, alcohol, atau sebagai akibat komplikasi dari terapi
medikamentosa. Gejala klinisnya antara lain adanya penurunan tajam penglihatan yang
bervariasi (mulai dari penurunan tajam penglihatan yang minimal sampai maksimal tanpa
persepsi cahaya), gangguan fungsi visual berupa kelainan lapang pandang. Pada pengobatan
tuberkulosis dapat terjadi neuropati optic, yang paling sering karena Etambutol, tetapi Isoniazid
dan Streptomisin juga dapat menyebabkan hal tersebut.
Kerusakan pada N VIII umumnya lebih sering karena keracunan obat streptomisinnya
dibandingkan karena penyakit meningitis tuberkulosanya sendiri.

Arteritis
Infiltrasi eksudat pada pembuluh darah kortikal atau meningel menyebabkan proses inflamasi
yang terutama mengenai arteri kecil dan sedang sehingga menimbulkan vaskulitis.
Secara mikroskopis, tunika adventitia pembuluh darah mengalami perubahan dimana dapat
ditemukan sel-sel radang tuberkulosis dan nekrosis perkejuan, kadang juga dapat ditemukan

18
bakteri tuberkulosis. Tunika intima juga dapat mengalami transformasi serupa atau mengalami
erosi akibat degenerasi fibrinoid-hialin, diikuti proliferasi sel sub endotel reaktif yang dapat
sedemikian tebal sehingga menimbulkan oklusi lumen. Vaskulitis dapat menyebabkan timbulnya
spasme pada pembuluh darah, terbentuknya thrombus dengan oklusi vascular dan emboli yang
menyertainya, dilatasi aneurisma mikotik dengan rupture serta perdarahan fokal. Vaskulitis yang
terjadi menimbulkan infark serebri dengan lokasi tersering pada distribusi a. serebri media dan a.
striata lateral.

Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dari meningitis
tuberkulosa dan dapat saja terjadi walaupun telah mendapat terapi dengan respon yang baik.
Hampir selalu terjadi pada penderita yang bertahan hidup lebih dari 4-6 minggu. Hidrosefalus
sering menimbulkan kebutaan dan dapat menjadi penyebab kematian yang lambat. Perluasan
inflamasi pada sisterna basal menyebabkan gangguan absorpsi CSS sehingga menyebabkan
hidrosefalus komunikans dan dapat pula terjadi hidrosefalus obstruksi (hidrosefalus non
komunikans) akibat dari oklusi aquaduktus oleh eksudat yang mengelilingi batang otak, edema
pada mesensefalon atau adanya tuberkuloma pada batang otak atau akibat oklusi foramen
Luschka oleh eksudat.
Hidrosefalus komunikans dan non komunikans dapat terjadi pada meningitis tuberkulosa.
Adanya blok pada sisterna basalis terutama pada sisterna pontis dan interpedunkularis oleh
eksudat tuberkulosis yang kental menyebabkan gangguan penyerapan CSS sehingga
menyebabkan hidrosefalus komunikans. Gejalanya antara lain ialah ataksia, inkontinensia urin
dan demensia. Dapat juga terjadi hidrosefalus non komunikans (obstruktif) akibat penyumbatan
akuaduktus atau foramen Luschka oleh eksudat yang kental. Gejala klinisnya ialah adanya tanda-
tanda peningkatan tekanan intracranial seperti penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah,
papiledema, refleks patologis (+) dan parese N VI bilateral.

Arakhnoiditis
Adalah suatu proses peradangan kronik dan fibrous dari leptomeningen (arakhnoid dan pia
mater). Biasanya terjadi pada kanalis spinalis. Arakhnoiditis spinal dapat terjadi karena
tuberkulosa, terjadi sebelum maupun sesudah munculnya gejala klinis meningitis tuberkulosis.
Bila tuberkel submeningeal pecah ke dalam rongga subarakhnoid, akan menyebabkan
penimbunan eksudat dan jaringan fibrosa sehingga terjadi perlengketan di leptomeningen

19
medulla spinalis. Gejala klinis timbul akibat adanya kompresi local pada medulla spinalis atau
terkenanya radiks secara difus.
Arakhnoiditis spinal paling sering mengenai pertengahan vertebra thorakalis, diikuti oleh
vertebra lumbalis dan vertebra servikalis. Biasanya perlekatan dimulai dari dorsal medulla
spinalis. Gejala pertama biasanya berupa nyeri spontan bersifat radikuler, diikuti oleh gangguan
motorik berupa paraplegi atau tetraplegi. Gangguan sensorik dapat bersifat segmental di bawah
level penjepitan. Kemudian dapat terjadi retensi kandung kemih. Pemeriksaan penunjang untuk
arakhnoiditis dapat dengan mielografi. Bisa didapatkan blok parsial atau total, dapat juga
memberikan gambaran tetesan lilin.

SIADH (Sindrome Inappropriate Anti Diuretic Hormon)


SIADH adalah peningkatan anti diuretic hormon (arginine vasopressin) yang berhubungan
dengan hiponatremia tanpa terjadinya edema maupun hipovolemia. Pengeluaran ADH tidak
sejalan dengan adanya hipoosmolalitas. Pasien diduga SIADH jika konsentrasi urin > 300
mOsm/kg dan didapatkan hiponatremi tanpa adanya edema, hipotensi orthstatik, atau tanda-tanda
dehidrasi. Semua penyebab hiponatremi lain harus sudah disingkirkan.
SIADH merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada meningitis
tuberkulosis. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena reaksi peradangan lebih banyak pada basis
otak atau basil TBC sendiri host response terhadap organisme penyebab. Terjadi peningkatan
produksi hormon antidiuretik dengan akibat terjadi retensi cairan yang dapat menimbulkan
tanda-tanda intoksikasi cairan.
Kriteria diagnostik :
1. kadar serum natrium <135 mEq/L
2. Osmolalitas serum <280 mOsm/L
3. Kadar natrium urin yang tinggi (biasanya > 18 mEq/L)
4. Rasio osmolalitas urin/serum meninggi hingga 1,5-2,5 : 1
5. Fungsi tiroid, adrenal, dan renal normal
6. Tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi
Penderita biasanya normovolemik.

Sekuele
Dapat terjadi sekuele hemiparesis spastik, ataksia, dan paresis saraf cranial persisten. Pada 50
% anak dengan kejang pada saat meningitis dapat meninggalkan sekuele gangguan kejang. Atrofi
N Optikus dapat terjadi dengan gangguan visual yang bervariasi sampai buta total. Syringomielia
dapat terjadi komplikasi pada masa konvalesen sebagai akibat dari vaskulitis pembuluh darah
medulla spinalis karena mielomalasia iskemik. Berbagai gangguan endokrin dapat terjadi sebagai

20
akibat dari arteritis atau kalsifikasi dan infark selanjutnya pada proksimal hipotalamus dan
kelenjar pituitary.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk meningitis tuberkulosa:
1. Tuberculin skin test
2. Foto roentgen: adenopati hilar, ,infiltrasi nodular lobus atas, pola milier
3. Computed tomography atau Magnetic Resonance Imaging: hidrosefalus & basilar
meningeal enhancement pasca kontras
4. Pemeriksaan cairan serebrospinal: limfositik pleositosis, pewarnaan tahan asam dan
kultur
5. Pemeriksaan mata untuk koroid tuberkel
6. Pewarnaan urin dan sputum dan kultur untuk bakteri tahan asam

Abnormalitas CSS yang klasik ada pada meningitis tuberkulosa adalah:


1. Peningkatan tekanan pembukaan
2. Peningkatan konsentrasi protein antara 100-500 mg/dl
3. Jumlah sel leukosit antara 10-500 sel/mm dengan limfosit predominan
4. Penurunan konsentrasi glukosa (< 50% gula darah)
Abnormalitas CSS yang ditemukan pada meningitis tuberkulosa:
1. Peningkatan jumlah leukosit antara 10-500 sel/mm dengan limfosit predominan
2. Peningkatan konsentrasi protein antara 100-500 mg/dl
3. Penurunan konsentrasi glukosa (< 50% gula darah)
4. Kultur positif pada 75 % kasus membutuhkan 3-6 minggu untuk tumbuh
5. Penurunan konaentrasi klorida
6. Rasio bromida serum/cairan serebrospinal yang rendah
7. Assay asam tuberculostearic positif

Nama Obat Dosis Catatan


Isoniazid 2 bulan pertama : 5 mg/kg p.o. Berikan priridoksin 50
(maksimum 450 mg) plus 7 mg/hari untuk mencegah
bulan : 450 mg p.o. neuropati perifer
Rifampisin 2 bulan pertama: 10 mg/kg Paling seing mengakibatkan
p.o. (maksimum 600 mg) plus hepatitis
7 bulan: 600 mg p.o.
Pirazinamid 2 bulan pertama : 25 mg/kg
p.o. (maksimum 2 g/hari)
Ethambutol 2 bulan pertama : 20 mg/kg
p.o. (maksimum 2 g/hari)
Streptomisin 20 mg/kg i.m. (maksimum 1 Hanya diberikan pada pasien

21
g/hari) yang mempunyai riwayat
pengobatan TB sebelumnya

Pengobatan yang diberikan pada pasien meningitis tuberkulosa adalah pengobatan kategori I

yang ditujukan terhadap :

- kasus tuberkulosis paru baru dengan sputum BTA positif

- penderita TB paru, sputum BTA negative, roentgen positif dengan kelainan paru luas

- kasus baru dengan bentuk tuberkulosis berat separti meningitis, tuberkulosis diseminata,

perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologist, kelainan paru yang

luas dengan BTA negative, tuberkulosis usus, tuberkulosis genitourinarius

- Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan RHZE (E). Bila setelah 2 bulan BTA

menjadi negative, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 2 bulan masih tetap

22
positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4 minggu dengan 4 macam obat. Ada

beberapa ahli yang merekomendasikan pengobatan 2HRZE/ 7 HR

Prognosa

Sekuele neurologi yang dapat dijumpai jika pasien bertahan hidup bermacam-macam,
seperti hemiparesis,paraperesis, hemiplegi, gangguan kognisi dan lain-lain. Sekule ini
berhubungan dengan stadium penyakit saat pasien masuk dalam perawatan
Hidrosefalis dan herniasi serebri sebagai kelanjutan perjalanan klinisnya seringkali jadi
penyebab kematian pada pasien meningitis TB. Pemasangan shunt ventrikel sementara atau
yang permanen diperkirakan dapt menurunkan angka kematian.

Stadium Angka kematian Sekuele neurologis


I <10 % Minimal
II 20-30 % 40 %
III 60-70 % Seringkali didapatkan

Meningitis Viral/Aseptik
Definisi
Berdasarkan definisi, merupakan suatu penyakit dengan gambaran klinis meningitis,
abnormalitas CSS yang ringan, dan bersifat jinak. Kriteria definit untuk aseptic meningitis
diantaranya:
1. onset akut;
2. tanda dan gejala rangsang meningeal;
3. abnormalitas CSS tipikal untuk meningitis dengan sel mononuclear predominan;
4. bakteri tidak tampak pada pewarnaan dan kultur CSS;
5. tidak ada focus infeksi parameningeal;
perjalanan penyakit bersifat jinak dan self limited

Gambaran Klinis
Penderita dengan meningitis virus tampak sakit akut, mengeluh nyeri kepala frontal atau
retro-orbital, fotofobia, nyeri otot, mual,muntah, tapi tetap sadar dan waspada. Yang paling
dikeluhkan adalah nyeri kepala grippe-like. Pada pemeriksaan fisik, ada tanda-tanda iritasi
meningeal, pasien lethargi, tapi tidak comatose. Keberadaan defisit neurologis fokal tipikal untuk
encephalitis viral, terutama herpes simplex virus encephalitis. Defisit neurologis fokal tidak
23
terjadi pada meningitis virus jinak dan sembuh spontan. Infeksi enterovirus dapat diaosiasikan
dengan ruam makulopapulae, vesicular atau ptekial. Dapat terbukti adanya lesi genital vesicular
atau riwayat herpae genital rekurens pada meningitis virus herpes simplex tipe 2.
Enteroviruses merupakan agen infeksi paling sering dari meningitis virus yang etiologinya
dapat ditentukan (echovirus tipe 6,9 dan 20 dan Coxsackieviruses A9, B2, B3, dan B5).
Gambaran klinik meningitis enteroviruses meliputi nyeri kepal, demam, faringitis, letargi, mual,
muntah, dan meningismus. CSSnya memberikan gambaran pleositosis ringan dengan hitung
jenis kurang dari 100/mm dan limfosit predominan. Konsentrasi protein sedikti meningkat;
konsentrasi glukosa normal. Meningitis enterovirus tipikal self-limmiting dan pengobatannya
secara suportif.
Herpes simplex virus tipe 2 menyebabkan penyakit kelamin dan meningitis aseptic. Diagnosis
ditegakkan secara klinis dengan identifikasi lesi kelamin vesicular atau keluhan retensi urin atau
gejala resikular, diasosiasikan dengan nyeri kepala, demam dan fotofobia ringan. Pemeriksaan
CSS menunjukkan limfositik pleositosis (300-400 sel/mm) dengan peningkatan konsentrasi
protein. Konsentrasi glukosa dapat normal atau menurun. Diagnosis definitive memerlukan
kultur CSS virus positif atau menunjukkan kenaikan 4x IgG spesifik HSV-2. Terapi antiviral
direkomendasikan untuk meningitis yang berhubungan dengan infeksi herpes genital primer.
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) dapat menyebabkan meningitis terutama karena
serologi positif yang terdeteksi. Dalam waktu 3-6 minggu dari infeksi inisial, virus HIV dapat
menyebabkan mononucleosis-like syndrome dengan demam, limfadenopati generalisata, infeksi
faring, ruam, malaise, mialgia, arthralgia dan splenomegali. Sindroma aseptic meningitis dapat
berkembang selama penyakit akut ditandai dengan nyeri kepal, kaku kuduk, fotofobia, dan
ensefalopati. Pemeriksaan CSS menunjukkan peningkatan protein (<100 mg/dl), pleositosis
mononuclear (<200 sel/mm) dan konsentrasi glukosa yang normal atau sedikit meningkat.
Meningitis aseptic yang disebabkan Virus HIV dapat sembuh sendiri, tapi mungkin memerlukan
4 minggu untuk sembuh sempurna.
Virus mumps dan virus koriomeningitis limfositik adalah 2 dari beberapa etiologi virus dari
meningitis aseptic. Masa inkubasi keduanya adalah 21 hari. Komplikasi neurologis paling sering
dari kedua virus ini adalah meningitis. Mumps dan meningitis akibat vaksin Mumps tampak
dengan gejala demam, nyeri kepala dan muntah. Mumps ensefalitis tampak dengan adanya
demam, penurunan kesadaran, kejang dan defisit neurologis fokal. Abnormalitas CSS yang
tipikal pada meningitis mumps berupa :
1. Tekanan pembukaan normal;

24
2. Leukosit count 300-600 sel/mm, dengan limfosit predominan, walau leukosit PMN
predominan pada stadium awal;
3. Konsentrasi protein yang normal atau sedikit meningkat;
4. Konsentrasi glukosa normal pada mayoritas kasus, tapi konsentrasi glukosa 20-40 mg/dL
dapat tampak pada 10-20 % kasus.
Meningitis mumps merupakan self-limmiting illness dengan kesembuhan sempurna
Diagnosa banding etiologi infeksi dengan gambaran CSS limfositik pleositosis:
Viral
- Enterovirus
- Mumps
- Virus Lymphocytic Chorio Meningitis (LCM)
- Herpes Simplex Virus (HSV)
- Human Immunodeficiency virus (HIV)
- Arthropod-borne viruses
Non-viral
- Mycobacterium tuberkulosis
- Listeria monocytogenes
- Mycoplasma pneumoniae
- Rickettsia rickettsii (Rocky Mountain spotted fever)
- Treponema pallidum (syphilis)
- Borrelia burgdorferi (Penyakit Lyme)
- Cryptococcus neoformans, Coccidioides immites, Histoplasma capsulatum
Lain-lain
- Meningitis tuberkulosa yang diobat sebagian
- Fokus infeksi parameningeal
- Meningitis dari komplikasi endokarditis
- Sindroma parainfeksius (acute disseminated encephalomyelitis)

Diagnosa banding etiologi non-infeksius dengan gambaran CSS limfositik pleositosis :


- Sistemic Lupus Erythematosus
- Sarcoidosis
- Migraine
- Traumatic Lumbal Puncture
- Chronic benign lymphocytic meningitis
- Vasculitis
- Meningeal carcinomatosis
Pengobatan (ibuprofen, azathioprine, trimethoprim (sulfonamides), sulindac, tolmetin,
naproxen)

Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan rutin pada cairan serebrospinalis
- Tekanan pada saat pembukaan CSS
- Hitung jenis sel
- Kimia
- Venereal disease research laboratory test (VDRL)

25
- Apusan dan kultur bakteri
- Kultur virus
- Tinta india, kultur jamur
- Antigen Cryptococcal
Apusan dan kultur bakteri tahan asam

Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan neurologis, studi neuroimaging, dan pemeriksaan CSS, semua pasien
sebaiknya melakukan chest X-ray, darah, urine, kultur tenggorokan dan tinja, dan serologis HIV
dan sifilis.
Penyebab meningitis aseptic dan menigtis dengan hasil kultur negative

Viral Bakterial
Herpes virus Rocky mountain spotted fever
Herpes simplex tipe 1 dan 2 Spirochaetta:
Cytomegalovirus Leptospira
Varisella-zoster SIfilis
Varisela Penyakit lime
EBV Brucella
HIV Mycoplasma
Enterovirus : echovirus, coxsackie virus,polio, Chalymydia pneumonia
Arbovirus
Flavirus : Adenovirus Penyebab non infeksi
Behcet
Sarkoidosis
Vaskuliitis
Mengitis neoplastic
Menigitis karena obat

Diagnosis Menigitis viral

Pemeriksaan CSS
Kultur dari darah, feses dan apus tenggorok dapat mengeluarkan hasil positif pada beberapa
jenis infeksi virus, namun seringkali harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi
(didapatkan IgM dan/atau kenaikan titer IgG > 4 kali lipat dalam jangka waktu 4 minggu)
untuk memastikan diagnosis.

Pengobatan Menigtis Viral

Menigitis viral seringkali sembuh dengan sendirinya, pengobatan hanya ditujukan kepada
pengobatan simptomatik.

26
Simptomatis dan terapi suportif
Rawat inap di rumah sakit tidak diperlukan (kecuali pasien yang disertai defisiensi
imunitas humoral, neonatus dengan infeksi berat, dan pasien dengan hasil pemeriksaan
LCS cenderung ke arah infeksi meningitis bakterial)
Pasien biasanya memilih untuk beristirahat di ruangan yang tenang dan tidak banyak
gangguan, dan juga agak gelap
Analgesik dapat diberikan untuk mengatasi nyeri kepala dan antipiretik diberikan untuk
menurunkan demam
Status cairan dan elektrolit harus dimonitor (karena dikhawatirkan terjadi hiponatremia
akibat pelepasan vasopressin yang berlebihan)
- Ulangi tindakan Lumbal Pungsi dengan indikasi sbb:
(a) Demam dan gejala-gejala tidak hilang setelah beberapa hari
(b) Ditemukan adanya pleositosis PMN atau hipoglicorrhachia
(c) Apabila ada keraguan mengenai diagnosa
Acyclovir oral/IV bermanfaat untuk:
(a) HSV-1 atau -2
(b) Infeksi EBV atau VZV yang parah
Pasien yang sakit parah dapat diberikan acyclovir IV (30 mg/kgBB dalam 3 dosis
terbagi) selama 7 hari
Untuk pasien yang tidak terlampau parah:
(a) Oral acyclovir (800 mg, 5x sehari)
(b) Famciclovir (500mg, tid)
(c) Valacyclovir (1000mg, tid) selama satu minggu
Pasien dengan meningitis HIV harus mendapatkan antiretroviral terapi aktif.
Pasien dengan meningitis viral dan diketahui memiliki defisiensi imunitas humoral,
sebaiknya diberikan gamma globulin secara IM/IV
Vaksinasi sangat efektif unutk mencegah terjadinya meningitis yang disebabkan oleh
poliovirus, mumps, dan infeksi measles.
Kenaikan tekanan intrkranial yang simptomatik dapat diterapi dengan tindakan LP.
Prognosis

27
Sebagaian besar meningitis viral se buh sendiri dalam 3-5 hari. Pada fase akut djumpai
kenakikan tekanan intra kranial

Meningitis Jamur
Banyak terjadi pada individu dengan AIDS; yang mendapat transplantasi organ; kemoterapi
imunosupresif atau terapi kortikosteroid kronik; dan pada keganasan limforetikular.
Jamur yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Cryptococcus neoformans dan
Coccidioides immites.
Kondisi yang diasosiasikan dapat meningkatkan resiko untuk meningitis diantaranya
kehamilan; hemodialisis; kemoterapi imunosupresif (terutama kortikosteroid); transplantasi
organ dan AIDS.
Pada umumnya invasi ke dalam otak merupakan penyebaran hematogen dari infeksi primer di
paru-paru. Penjalaran perkontunuitatum dapat juga terjadi melalui koloninya di nasofaring.
Dalam hal tersebut terakhir, nasofaring sendiri dapat tidak mengalami gangguan yang berarti,
sehingga kalau terjadi infeksi fungal serebral melalui penjalaran dari nasofaring, manifestasi
serebralnya dapat dianggap sebagai gejala neurologik primer.
Penyebaran hematogen dari paru-paru ke otak dan selaputnya sebanding dengan metastasis
kuman tuberkulosis ke ruang intra kranial. Baik di permukaan korteks maupun di arakhnoid
dapat dibentuk granuloma yang besar atau kecil-kecil, yang akhirnya berkembang menjadi abses,
juga infeksi fungal selaput otak bersifat meningitis basalis yang sukar dibedakan dengan
meningitis tuberkulosa.
Cryptococcal meningitis dapat tampak sebagai penyakit akut dengan demam, nyeri kepala,
dan fotofobia, serta penurunan sensoris, atau tampak sebagai penyakit subakut dengan nyeri
kepala dan demam ringan. Pada coccidiomycosis CNS pun dapat tampak sebagai penyakit akut
dan sub akut dengan gejala demam, demam ringan, mual muntah, dan perubahan mental. Apabila
terdapat SOL atau vaskulitis, dapat tampak defisit neurologis fokal maupun kejang.
Pemeiksaan penunjang :
1. Pungsi lumbal
2. Kultur cairan serebrospinal
3. CT-Scan dan MRI
4. Tes serologis (tes agglutinasi latex, antibodi fiksasi komplemen, titer antigen serum)

Pengobatan :
A. Umum
- Bed rest dan Tirah baring
Diet tinggi kalori tinggi protein
Ventilasi

28
Cegah dehidrasi atau koreksi elektrolit inbalance
B. Kausa
Terapi yang direkomendasikan pada pengobatan meningitis jamur
Organisme Obat antifungal
Cryptococcus neoformans Amfoterisin B IV 0.3 mg/kg/hari
Pasien Non-AIDS plus
Flucytosine 150 mg/kg/hari
Untuk 6 minggu
atau
Amfoterisin B 0.4-0.6 mg/kg/hari

Pasien AIDS Amfoterisin B IV (0,5-0,8 mg/kg/hari)


Untuk total dosis 1-1,5 g diikuti oleh
Terapi supresif kronik dengan
Fluconazole (200mg/hari)

Coccidioides immites Amfoterisin B IV 0,4-0,6 mg/kg/hari


Plus
Amfoterisin B Intraventricular
0,25-0,75 mg tiga kali seminggu

Histoplasma capsulatum Amfoterisin B IV untuk total dosis


35 mg/kg digunakan selama 6-12 minggu

DAFTAR PUSTAKA
29
1. Harrison, P. Lewis. Harrison Principles of Internal Medicine. 16 th Edition. Pennsylvania:
Mc Graw Hill. 2006.

2. Acute bacterial Menigitis Avaible from :http://id.scribd.com/doc/42224615/Acute-Bacterial-


Meningitis

3. McCance K Huether S. Patophysiology the Biologic for Disease in Adult and Children.
5th ed. United States: Elsevier Mospy;2006 p. 620-23

30

Anda mungkin juga menyukai