Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN MENINGITIS

PYOGENIC AKUT

DISUSUN OLEH :

ALBERT

AKADEMI KEPERAWATAN HELVETIA


MEDAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Meningitis pyogenic akut merupakan suatu responinflamasi terhadap
infeksi bakteria yang mengenai pria dan arakhnoid. Tigaorganisme utama yang
dapat menyebabkan meningitis pyogenic adalah Diplococcuspneumonia,
Neisseria meningitis dan Haemophilus influenzae.
Insiden dari type bakteri penyebab bervariasimenurut umur penderita.
Pada Neonatal (0-2 bula) bakteri peneybab meningitisadalah Streptococcus Group
B. E. Coli, Staph. Aureus, Enterobacter danpseudomonas. Pada anak-anak sering
disebabkan oleh Haemophilus influenzae, N.Meningitidis dan S. pneumoniae.
Pada dewasa muda (6-20 tahun) yaitu N.meningitidis. S. pneumonia dan H.
influenzae. Sedangkan pada dewasa (>20tahun) adalah S. pneumonia, N.
Meningitidis, Sterptococcus dan Staphylococcus Setelahditemukannya antibiotik,
bagaimanaupun angka mortalitas dari meningitispyogenic relatif tidak mengalami
perubahan, angka mortalitas pada pasien yangdi obatai adalah sekitar 10%. Angka
mortalitas di AS pada suatu survey epidemiologiksecara prospektif dari tahun
1978 adalah: untuk H. influenzae 6,0%, N.meningitidis 10.3% dan S. pneumoniae
26.3% (Schlech dkk, 1985). Pada suatu studiklinik memperlihatkan insidens dari
sequelle neurologis pada lebih dari 50% kasusorang dewasa (Alvon dkk, 1979;
Bohr dkk, 1984) dan lebih dari 30% pada anak-anak(Sell dkk, 1972), 10%
daripadanya dengan tuli sensorineural yang permanen (Dodge dkk, 1984). Angka
kematian pada kasus yang tidak diobati adalah sebesar 75-100% , 50-90%.

1.2. Tujuan
a) Menjelaskan tinjauan umum tentang Meningitis
b) Melakukan pengkajian pada anak dengan Meningitis
c) Menganalisa data-data yang ditemukan pada anak dengan Meningitis
d) Membuat nursing care planning pada anak dengan Meningitis
e) Memahami dan menguraikan implementasi keperawatan pada anak dengan
Meningitis
f) Melakukan evaluasi dari implementasi keperawatan yang dilakukan pada anak
dengan Meningitis

1.3. Manfaat
a) Hasil makalah ini diharapkan agar mahaiswa dapat memperoleh gambaran
tentang adanya peranan seorang perawat dan tenaga kesehatan lainnya
dalam perawatan pada klien khususnya terhadap anak dengan Meningitis.
b) Mahasiswa mampu mengaplikasikan pengalaman, pemahaman tentang
bagaimana mengelola dan mencapai tujuan asuhan keperawatan
berkualitas pada situasi yang nyata.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Merupakan inflamasiyang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di
otak serta spinal cord.Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus
meskipun penyebablainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi.

2.2. Epidemiology
Infeksi meningococcus dapat terjadi secara endemikmaupun epidemik.
Secara klinis keduanya tidak dapat dibedakan, tetapi serogroupdari strain yang
terlibat berbeda. Kasus endemik pada negara-negara berkembangdisebabkan oleh
strain serogroup B yang biasanya menyerang usia dibawah 5tahun, kebanyakan
kasus terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2 tahun. Kasusepidemik disebabkan
oleh strain serogroup A dan C, yang mempunyai kecendrunganuntuk menyerang
usia yang lebih tua.Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada
umurantara 1dan 10 tahun. Penyakit inirelatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤3
bulan. Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS dan
Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaan
nonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada
pasienusia 5 sampai 9 tahun.
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakanpredisposisi untuk
terjadinya penyakit epidemik. Kelembaban yang rendah dapatmerubahbarier
mukosa nasofaring, sehingga merupakan predisposisi untukterjadinya infeksi.
Meningococcal epidemik di daerah Sao Paulo dari 1971 sampai1974 dimulai pada
bulan Mei dan Juni, yang merupakan peralihan dari musim hujanke musim panas.
African outbreaks terjadi selama musim panas dari bulanDesember hingga juni.
Di daerahSub-saharan Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali di
barat, hinggaNiger, Nigeria, Chad, Sudan di timur) di mulai pada musism
panas/winter dry season (November-Desember),mencapai puncaknya pada akhir
April-awal Mei, saat angingurun Harmattan berkepanjangan dan tingginya suhu
udara sepanjang hari; diakhiri secara mendadak dengan dimulainya musim
penghujan. Walaupun terpaparnya populasi yang rentan terhadap strain baru yang
virulen mungkin merupakan penyebab epidemik, beberapa faktor lain termasuk
lingkungan yang padat penduduk, adanya kuman saluran nafas pathogen lain,
hygiene yang rendah dan lingkungan yang buruk merupakan pencetus untuk
terjadinya infeksi epidemik. InfeksiN. meningitidis semata-mata hanya mengenai
manusia. Telah terbukti bahwa tidakdidapatkan adanya host antara, reservoar atau
transmisi dari hewan ke manusia pada infeksi M. meningitidis. Nasofarings
merupakan reservoar alami bagi meningococcus, transmisi dari kuman tersebut
terjadi lewat saluran pernafasan (airbone droplets), serta kontak seperti dalam
keluarga atau situasi recruit training.
Pada suatu studi yang dilakukan oleh Artenstein dkk, didapatkan bahwa
sebagian besar partikel dari droplet salurannafas mengandung meningococcus.
Meningococcus bisa didapatkan pada kultur darinasofaring dari manusia sehat,
keadaan ini disebut carrier. Hal tersebut dapatmeningeal tergantung kepada
kemampuan dari kapsel polisakarida untuk menghambataktivitas sistim
komplemen bakterisidal yang klasik dan menginhibisiphagositosis neutrophil.
Aktivasi dari sistim komplemen merupakan hal yangsangat penting dalam
mekanisme pertahanan terhadap infeksi N. meningitidis.Pasien dengandefisiensi
dari komponen terminal komponen (C5, C6, C7, C8 dan mungkin C9) merupakan
resiko tinggi untukterinfeksi Neisseria (termasuk N.Meningitidis).

2.3. Fisiologi
Sistem persyarafan terdiri dari otak, spinalis, dan syaraf perifer. Sistem ini
bertanggung jawab untuk kontrol dan koordinatoraktifitas seluruh tubuh melalui
impuls elektrik. Perjalanan impuls tersebutberlangsung melalui serat-serat syaraf
secar langsung dan terus menerusr esponnya seketika hasil dari perubahan-
perubahan potensial elektrik yangmentransmisikan sinyal-sinyal. Otak manusia
terdiri dari cerebrum (otak besar),cerebellum (otak kecil), dan batang otak yang
bersambung dengan sumsum tulang belakang.
Ada empat tulang yang membentuk tulang tengkorakyaitu frontal, parietal
temporal dan oksipital.
- Frontalmerupakan lobus terbesar pada fossa anterior berfungsi mengontrol
perilaku individu dan membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
- Parietallobus sensori yaitu mengatur individu mamu mengetahui posisi dan
letak bagian tubuhnya.
- Oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri bertnggung jawab
menginterpretasikan penglihatan.
- Temporal menginterpretasikan sensasi kecap, bau, pendengaran dan ingatan
jangka pendek.
Corteks cerebri yang mengurus gerak otot yangdisebut daerah motorik dan
korteks serebri yang terkait dengan penglihatan danpendengaran serta bagian yang
terkait dengan kemamp uan bicara dan pemahamanbahasa. Dalam batang otak
yang tersambung dengan cerebrum terdapat pusatkesadaran, selain itu dalam
batang otak bagian tengah dan bawah terdapat pusatpengendalian gerak otomatis
dari jantung, paru-paru dan saluran pencernaan.
Suplai darah ke otak dijamin oleh dua batang arteri yaitu arterivertebralis
da arteri karotis interna yang cabang-cabangnya beranastomosis,arteri carotis
interna dan eksterna bercabang dari arteria carotis komunis.Arteri carotis interna
mempercabangkan arteri oftalmika, arteri karotiseksterna memperdarahi wajah,
tiroid, lidah dan faring. Arteri vertebralis kanandan kiri berasal dari subklavia,
cabang-cabang arteria memperdarahi medullaoblongata, pons, cerebellum, otak
tengah dan sebagian diensefalon.

2.4. Etiologi
A. Faktor Patogen
1. Bakteri (Meningitis Bacterial)
Merupakanpenyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri
yang secara umumdiketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
- Haemophillus influenzae
- Nesseria meningitides (meningococcal)
- Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)
- Streptococcus, grup A
- Staphylococcus aureus
- Escherichia coli
- Klebsiella
- Proteus
- Pseudomonas
Bakteripenyabab yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus
pneumoniae danNeisseria meningitides (meningococcal). Pada lingkungan
yang padat sepertilingkungan asrama, barak militer, pemukiman padat
lebih sering ditemukan kasusmeningococcal meningitis.
Faktorpencetus terjadinya meningitis bacterial diantaranya adalah :
- Otitis media
- Pneumonia
- Sinusitis
- Sickle cell anemia
- Fraktur cranial, trauma otak
- Operasi spinal
Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanyapenurunan system
kekebalan tubuh seperti AIDS.
2. Virus (Meningitis Viruses)
Merupakanpenyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini
biasanyabersifat “self-limitting”, dimana akan mengalami penyembuhan
sendiri danpenyembuhan bersifat sempurna.
Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagaiakibat
akhir/sequeledari berbagai penyakit yang disebabakan oleh virus
spereticampak, mumps, herpes simplex dan herpes zoster. Pada meningitis
virus initidak terbentuk exudat dan pada pemeriksaan CSF tidak
ditemukan adanyaorganisme. Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white
matter dan lapisanmeninges. Terjadinya kerusakan jaringan otak
tergantung dari jenis sel yangterkena. Pada herpes simplex, virus ini akan
mengganggu metabolisme sel,sedangkan jenis virus lain bisa
menyebabkan gangguan produksi enzymeneurotransmitter, dimana hal ini
akan berlanjut terganggunya fungsi sel danakhirnya terjadi kerusakan
neurologist.
3. Jamur
Meningitis cryptococcal merupakan meningitis karena jamur yang
palingserimh, biasanya menyerang SSP pada pasien dengan AIDS. Gejala
klinisnyabervariasi tergantungdari system kekebalan tubuh yang akan
berefek pada responinflamasi. Gejala klinisnya bia disertai demam atau
tidak, tetapi hampersemuaklien ditemukan sakit kepala, nausea, muntah
dan penurunan status mental
4. Protozoa
B. Faktor Predisposisi
1. Laki-laki>perempuan
2. Faktor maternal
- Ketuban pecah dini
- Infeksi maternal pada akhir kehamilanàmeningitis pada neonatus
3. Penurunan mekanisme immune dan penurunanleukositàmeningitis pada
BBL
4. Anak dengan kekurangan imunoglobulin dananak yang minum obat
imunosupresant

2.5. Fisiologi Cairan Cerebro Spinalis


A. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian
CSF di perbaharui setiap 8jam.
Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 /
menit. CSF dibentuk oleh PPA;
1) Plexuschoroideus(yangmerupakanbagianterbesar)
2) Parenchymotak
3) Arachnoid
B. SirkulasiCSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari
tempatpembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II
ventrikellateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari
sinimelalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang
foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis.
Cairan yangkeluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini
mengalir kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial
menuju cisternainfra tentorial. Melalui cisterna di supratentorial dan kedua
hemisfere cortexcerebri.
Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui
villiarachnoid.

2.6. Patofisiologi
Agen penyebab

Invasi ke SSP melalui aliran darah

Bermigrasi ke lapisan subarahnoid

Respon inflamasi di piamatter, arahnoid,CSF danventrikuler

Exudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologist

Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point
d’entry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan
abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada
fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF denganlingkungan luar.
Sebagian besar gambaran patologik dari meningitis itu karena adanya
suatu agen penyebab,antara lain :
a. Menurunnya Invasi ke SSP melaluialiran darah,
b. Menurunnya bermigrasi ke lapisan subarahnoid,
c. Berkurangnya respon inflamasi dipiamatter, arahnoid, CSF, dan
d. Ventrikuler ↓ Exudat menyebar di seluruh saraf cranial dansaraf spinal.
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point
d’entry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur
operasi, dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya
rinorrhea, otorrhea pada frakturbais cranii yang memungkinkan kontaknya
CSF dengan lingkungan luar.

2.7. Klasifikasi
A. Purulenta & Serosa
Purulenta :penyebabnya adalah bakteri ( misalnya : Pneumococcus,
Meningococcus), menghasilkan exudat. Leukosit, dalam hal ini Neutrofil
berperan dalam menyerangmikroba, neutrofil akan hancur menghasilkan exudat.
Serosa : penyebabya seperti mycobacterium tuberculosa&virus, terjadi
pada infeksi kronis. Peran limfosit&monosit dalammelawan mikroba dengan cara
fagositosis, tidak terjadi penghancuran, hasilnyaadalah cairan serous
B. Aseptik & Septik
Aseptik : Bilapada hasilkultur CSF pada pemeriksaan lumbal pungsi,
hasilnya negative,misalkan penyebabnya adalah virus.
Septik : Bila pada hasil kultur CSF pada pemeriksaankultur lumbal pungsi
hasilnya positif , misalkan penyebabnya adalah bakteripneumococcus.

2.8. Manifestasi Klinis


1. Tergantung pada luasnyapenyebaran dan umur anak
Children And Adolescent
 Sakitnyatiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah,
kejang-kejang
 Anakmenjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia,
delirium, halusinasi, tingkah laku yangagresif atau mengantuk stupor dan
koma
 Gejala pada respiratory ataugastrointestinal
 Adanyatahanan pada kepala jika difleksikan
 Kekakuanpada leher (Nuchal Rigidity)
 Tanda kernig dan brudzinki (+)
 Kulit dingin dan sianosis
 Peteki/adannya purpura pada kulitàinfeksi meningococcus (meningo
cocsemia)
 Keluarnyacairan dari telingaàmeningitis peneumococal
 Congenitaldermal sinusàinfeksi E. Colli
Infant And Children
 Manifestasi klinisnya biasanyatampak pada anak umur 3 bulan sampai 2
tahun
 Adanya demam, nafsu makan menurun,muntah, iritabel, mudah lelah dan
kejang-kejang, dan menangismeraung-raung.
 Fontanel menonjol
 Nuchal Rigidityàtanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi namun
lambat
Neonatus
 Sukaruntuk diketahuiàmanifestasinya tidak jelas dan tidakspesifik à ada
kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:
- Menolak untuk makan
- Kemampuan menelan buruk
- Muntah dan kadang-kadang ada diare
- Tonus otot lemah, pergerakan melemah dankekuatan menangis
melemah
- Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk,kejang-kejang, RR
yang tidak teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.
- Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak
- Leher fleksibel
- Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila
tidakdiobati/ditangani
2. Dipengaruhi oleh type dari organisme keefektifan dari terapi
3. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia
4. Terdapatnya sindroma klinisyang dicirikan dengan dilatasi yang progresif
pada system ventrikuler cerebraldan kompresi gabungan dari jaringan –
jaringan serebral selama produksi CSFberlangsung yang meningkatkan
kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibatberlebihannya cairan
serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranialmenyebabkan
terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor.
Beberapa type hydrocephalus berhubungan dengan kenaikan tekana nintra
kranial. 3 (Tiga) bentuk umum hydrocephalus :
1. Hidrocephalus Non –komunikasi (Nonkommunicating hydrocephalus),
Biasanya diakibatkan obstruksi dalamsystem ventrikuler yang mencegah
bersikulasinya CSF. Pada klien dengan garissutura yag berfungsi atau pada
anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengantekanan intraranialnya tinggi
mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala –gejala kenaikan ICP dapat
dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidakbergabung terdapat
pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
2. Hidrosefalus Komunikasi (Kommunicating hidrocepalus),
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau
malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan
karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala –
gejalapeningkatan ICP).
3. Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus),
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikeldisertai dengan kompresi
jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya
normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnyameliputi ; dimentia, ataxic
gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungandengan cedera kepala,
hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; padabeberapa kasus
(Kelompok umur 60 – 70 tahun).
Penyebab sumbatan ; Penyebab sumbatan aliranCSF yang sering terdapat
pada bayi dan anak – anak, antara lain :
1. Kelainan kongenital
2. Infeksi di sebabkan oleh perlengketan meningenakibat infeksi dapat terjadi
pelebaran ventrikel pada masa akut ( misal ;Meningitis ),
3. Neoplasma ; Perdarahan ,misalnya perdarahan otak sebelum atau sesudah
lahir.
Berdasarkanletak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga
terbagi dalam 2(dua) bagian yaitu :
4. Hidrosefalus komunikanApabila obstruksinya terdapat pada rongga
subaracnoid, sehingga terdapat aliranbebas CSF dal;am sistem ventrikel
sampai ke tempat sumbatan.
5. Hidrosefalus non komunikanApabila obstruksinya terdapat didalam system
ventrikel sehingga menghambataliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan
yang terjadi pada hidrosefaluskongenital adalah pada sistem vertikal sehingga
terjadi bentuk hidrosefalus nonkomunikan.
Manifestasi klinisnya adalah,antaralain:
1. Bayi;
Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun. Tanda-
tanda peningkatan tekanan intracranial;
• Muntah,
• Gelisah,
• Menangis,
• Peningkatan sistole pada tekanan darah,penurunan nadi,
• Peningkatan pernafasan dantidak teratur, perubahan pupil, lethargi.
2. Peningkatan tonus ototekstrimitas/ Tanda – tanda fisik lainnya;
• Dahi menonjol bersinar ataumengkilat, dan
• Pembuluh darah terlihatjelas,
• Alisdan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas iris,
• Bay itidak dapat melihat keatas,“sunseteyes”
• Strabismus, nystagmus, atropioptik.
• Bayi sulit mengangkat dan menahankepalanya ke atas.
3. Anak yang telah menutup suturanya ;
Tanda-tanda peningkatan tekana nintra cranial:
• Nyeri kepala,
• Muntah,
• Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
• Ketegangan dari sutura cranial dapatterlihat pada anak berumur 10 tahun.

2.9. Evaluasi Diagnostik


Lumbal Fungsi
1. Cairannya diukur dan diambilsample untuk mendapatkan culture, gram stain,
jumlah sel darah merah dan untukmengetahui adanya glukosa dan protein
2. Culture dan stainàmengidentifikasi organisme penyebab
3. Jumlah sel darah merah meningkat
4. Glukosa menurun
5. Kensentrasi protein meningkat
6. Culture darah
7. Culture hidung dan tenggorokan
Terapeutic Management
1. Isolation precautions
2. Pemberian terapi antimikroba
3. Mempertahankan hidrasi yang optimum
4. Mempertahankan ventilasi
5. Mengurangi peningkatan TIK
6. Management dari shock
7. Mengontrol kejang
8. Mengontrol temperatur pada ekstrimita
9. Koreksi anemia
10. Perawatan dari komplikasi

2.10. Komplikasi
1. Gangguan pembekuan darah.
2. Syok septic.
3. Demam yang memanjang.
4. Dapat dikurangi dikurangi dengan diagnosisyang awal dan pemberian terapi
antimikrobial dengan cepat.
5. Bila infeksi meluas ke ventrikel, pus yangbanyak (kental), adanya penekatan
pada bagian yang sempitàobstruksi cairan cerebrospinalàhydrocephalus
6. Perubahan yang dekstruktif ada pada kortexserebral dan adanya abses
otakàinfeksi langsung. Atau melalui penyebaranpembuluh darah.
7. Ketulian, kebutaan, kelemahan/paralysisdari otot-otot wajah atau otot-otot
yang lain pada kepala dan leheràpenyebaran infeksi pada daerah syarafcranial
8. Komplikasi yang serius biasanyadiakibatkan oleh infeksi : meningococcal
sepsis atau meningococcemia
9. Syndrom water haouse-Friderichsen
a. Overwhelming septic shock
b. DIC
c. Perdarahan
d. Purpura
10. SIADH, subdural effusion, kejang-kejang, edema serebral, herniasidan
hydrocephalus.
11. Komplikasi post meningitis pada neonatus:
a. Ventriculitis (yang menghasilkan kista, daerah yang dibatasi oleh
akumulasi cairan dan tekanan pada otak)
b. Gangguan yang menetap dan penglihatan,pendengaran dan kelemahan
nervus yang lain
c. Cerebral palsy, cacat mental, gangguanbelajar, penurunan perhatian,
gangguan hiperaktivitas dan adanya kejang.
d. Hemiparesis dan quadriparesisàarthritis/thrombosis
2.11. Faktor Resiko
1. Infeksi sistemik
Didapat dariinfeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara
hematogen sampai keselaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis,
pneumonia, TBC,perikarditis, dan lainnya.
2. Trauma kepala
Bisanya terjadipada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang
memungkinkanterpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea
dan rhinorhea
3. Kelainananatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerahmastoid, saluran telinga
tengah, operasi cranium.
Terjadinya pe ↑ TIK pada meningitis, mekanismenya adalahsebagai
berikut :
Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasimeninges → pe ↑
permiabilitas kapiler → kebocoran cairan dari intravaskuler keinterstisial → pe ↑
volume cairan interstisial → edema → Postulat KellieMonroe, kompensasi tidak
adekuat → pe ↑ TIK
Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jikainfeksi sudah menyebar ke
jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila adakerusakan pada korteks serebri
pada bagian premotor.

2.12. Diagnosa
Diagnosa pasti dari meningitis meningococcus hanyadengan isolasi
organisme dari CSF. Diagnosa relatif dapat ditegakkan sebelumterdapat hasil
isolasi pada pasien dengan nyeri kepala, muntah, febris, kaku kuduk dan rush
kulit petechial, terlebih bila terdapat epidemik dari meningitis meningococcus
atau adanya kontak dengan kasus meningococcus yang jelas. Untukmenegakkan
diagnosa meningitis meningococcus, perlu dilakukan kultur dari lesi kulit, sekret
nafosaring, darah dan CSF. Pada beberapa kasus diagnosa dapatditegakkan
dengan pemeriksaan apus dari sedimen CSF/gram stain.
Differential Diagnosa
Meningitis meningococcus harus dibedakan dengan penyebab utaka
lainnya pada anak-anak, yaitu hemiphitus influenza dan streptococcusdapat
ditegakkan. Bila rash tidak didapatkan, diagnosa harus berdasarkan gram-stain
dari CSF dan pemeriksaan laboratorium lainnya.Pada keadaan nonepidemii,
beberapainfeksi viral dan riketsial harus dipertimbangkan dalam differenstal
diagnosa.Rash dan athlargia didapatkan pada infeksi rubella, pada infeksi picorna
virus(terutama coxsackie dan ECHO virus) dapattimbul rash, dan sering
menyebabkan meningitis aseptik. Leptospirosis dapat mempunyai beberapa
gambaran klinis yang mirip dengan infeksi meningococcus. Terdapat 2 infeksi
bakterialyang mirip dengan infeksi meningococcus. Gonococcal bacteriemia pada
umumnya lebih ringan dibandingkan dengan meningococcus bacteriemia,
karakteristik berupa erupsi makulopapular dan demam, tetapi gambaran purpura
dan collapse tidak ditemukan. Moraxella urethralis dapat meneybabkan febris,
erupsi kulit dan meningitis.

2.13. Diagnosis
Diagnosis pada meningitis secara umum, meliputi :
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah, dan hitung jenis leukosit, lajusndap
darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, dan elektrolit.
2. Cairan Otak : pemeriksaan lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis.
Pada meningitis serosa diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang
jernih, meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.
3. Pemeriksaan Radiologist :photo dada, photo kepala, bila mungkin CT scan.
- CT (Computed Tomography) Scan
CT scan dapatmenggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan
dan adnya massa pada ruanganOccuptional. Diagnosis pendukungnya
mengarah pada uji radiologis : terlihattengkorak mengalami penipisan
dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela.
Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel.
- ·Radiologi: Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial
(Sistenogram Radioisotop)

2.14. Pemeriksaan Laboratorium


Gambaran laboratorium dari infeksi meningococcus adalah seperti
umunya infeksi pyogenic berupa peningkatan jumlah leukositsebesar 10.000
sampai 30.000/mm3 dan eritrosit sedimentation. Pada urine dapat ditemukan
albuminuria, casts dan sel darah merah. Pada kebanyakan kasus,meningococcus
dapat dikultur dari nasofaring, dari darah ditemukan lebih dari50% dari kasus
pada stadium awal, serta dari lesi kulit dan CSF. CSF kulturmenjadi steril pada
90-100% kasus yang diobati dengan antimikrobal terapi yang apropiate, meskipun
tidak terdapat perubahan yang signifikan dari gambaran CSF.Pada pasien
meningitis, pemeriksaan CSF ditemukan pleositosis dan purulen.Walaupun pada
fase awal dapat predominan lymphocytic, dlam waktu yang singkat menjadi
granulocytic. Jumlah sel bervariasi dari 100 sampai 40.000 sel/ul.
Tekanan CSF meningkat biasanya antara 200 dan 500mm H2O. protein
sedikit meningkat dan kadar glukosa rendah biasanya dibawah 20md/dl.
Pemeriksaan gram stain dari CSF dan lesi petechial, menunjukkan diplococcus
gram negatif. Diagnosa pasti didapatkan darikultur CSF, cairan sendi,
tenggorokan dan sputum. Kultur dapat positif pada 90% kasus yang tidak diobati.
Counter Immuno elektrophoresis (CIE) dapat mendeteksisirculating
meningococcal antigen atau respon antibodi. Pada kasus dengan gambaran CSF
yang khas tapi gram stain negatif, dapat dilakukan pemeriksaan latex aglutination
test untuk antigen bakteri. Sensitivitas dari test ini sekitar50-100% dengan
spesifisitas yang tinggi. Bagaimanapun test yang negatif belum menyingkirkan
diagnosa meningitis yangdisebabkan oleh meningococcus. Polymerase chain
reaction dapat digunakan untuk pemeriksaan DNA dari pasien dengan meningitis
meningococcus dengan sensitivitas dan spesifisitas.
2.15. Terapi
Terapi antibiotik diberikan secepatnya setelah didapatkan hasil kultur.
Pada orang dewasa, Benzylpenicillin G dengan dosis 1-2 juta unit diberikan
secara intravena setiap 2jam. Pada anak dengan berat badan 10-20 kg. Diberikan 8
jutaunit/hari,anak dengan berat badankurang dari 10 kg diberikan 4 juta
unit/hari.Ampicillin dapat ditambahkandengan dosis 300-400 mg/KgBB/hari
untuk dewasa dan 100-200 mg/KgBB/ untukanak-anak. Untuk pasien yang alergi
terhadap penicillin, dapat dibrikan sampai5 hari bebas panas.
Terapi suportive seperti memelihara status hidrasi dan oksigenasi harus
diperhatikan untuk keberhasilan terapi. Untuk DIC, beberapapenulis
merekomendasikan pemberian heparin 5000-10.000 unit diberikan dengan
pemberian cepat secara intravena dan dipertahankan pada dosis yang cukup untuk
memperpanjang clotting time dan partial thromboplastin time menjadi 2 atau 3
kali harga normal. Untuk mengontrol kejang diberikan anticonvulsan. Pada udem
cerebridapat diberikan osmotik diuretik atau corticosteroid, tetapi hanya bila
didapatkan tanda awal dari impending herniasi.

2.16. Prognosa
Angka mortalitas pada kasus yang tidak diobati sangat bervariasi
teragntungdaerah opidemik, biasanya berkisar antara 50-90%, 75-100%. Dengan
terapi satini, angka mortalitas sekitar 10%, dan insiden dari komplikasi dan
sequellerendah. Faktor yang mempengaruhi prognosa adalah usia pasien,
bacteriemia,kecepatan terapi, komplikasi dankeadaan umum dari pasien
sendiri.Fatality rate yang rendah terlihat pada kelompok usia antara 3 dan10
tahun. Angka mortalitas yang tinggi didapatkan pada infant, pasien dewasa
dengan keadaan umum yang buruk, dan pasien dengan perdarahan adneral yang
extensive.
2.17. Penatalaksanaan
A. Pencegahan
1. Imunisasi
Vaksin meningococcus sangat penting untuk epidemis controlling di
negara ketiga dimana selalu terdapat infeksi meningococcus group A, dengan
epidemi setiap beberapatahun. Imunitasyang didapat tidak bertahan selamanya,
dan akan berkurang dalam 3-5 tahunsetelah vaksinasi.
Polisakarida grup C menghasilkan respon immun yanglebih rendah
dibandingkan dengan polisakarida grup A, dan mempunyai efek immunogenik
yang amat rendah pada anak dibawah usia 2 tahun. Immuno profilaksis terhadap
infeksi meningococcus menggunakan vaksin polisakarida quadrivalent (seregrup
A,C, Y dan W 135). Pada infant, hanya komponen vaksin meningococcus grup A
yangmenghasilkan protektif antibodi. Vaksinasi hanya direkomendasikan untuk
individu dengan resiko tinggi, termasuk pengunjung negara dengan penyakit
hiperendemik atau epidemik, pada keadaan ledakan yang disebabkan oleh
serogrupyang terdapat dalam vaksin, orang-orang dalam barak militer, dan
orang-orangdengan resiko tinggi berupa defisiensi komponen terminal
komplemen sertaindividu yang telah mengalami splenectomy. Pada negara
berkembang, penyebab infeksi meningococcus adalah dari sero grup B. Kapsul
polisakarida dari organisme ini mempunyai immunogenisitas yang sangat rendah,
sebab anti-B polisakarida antibodi tidak bersifat bakteri sidal di dalam komplemen
manusia. Untuk meningkatkan immunogenisitas dari polisakaridal serogrup B,
telah dikembangkan suatu polisakarida proteinconjugate vaksin yang serupa
dengan conjugate vaksinhaemophilus influenzae type B.
Saat ini terdapat 3 macam conjugate vaksin yaitu:
a. HbOC,
Dimana protein carrier berasaldari non toksigenik mutant dari toksin
diphteria yang berikatan dengan rantai pendek oligosaccharida/OC dari
polyribosylribitolphospate/PRP kasulpolisakarida haemophilus influenzae
tipe B.
b. PRP-OMP, conjugate vaksinyang berisi outer membrane proteins dari N.
Meningitidis/OMP, yang berikatan dengan rantai PRP polymer
c. PRP-D,berisi toksoid diphteria yang berikatan dengan rantai sedang PRP
polymer
Berdasarkan rekomendasi dari Immunization Practice Advisory
Committee (1991) dan Committee on Infectious Disease of the American
Academy of Pediatrics (1991), penggunaan vaksin tersebut adalah sabagai
berikut:
a. Seluruhbayi di imunisasi Hib conjugate vaksin (Hb-OC atau PRP-OMP),
dimulai pada usia2 bulan. Pemberian dari vaksin dimulai sat 6 minggu.
Pemberian imunisasi dapat bersamaan dengan jadwal imunisasi lain
seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksin diberikan secara intramuskular pada
tempat yang berbeda dengan menggunakan syringe yang berbeda.
b. Bila menggunakan Hb-OC, pada infant usia 2-6 bulan diberikan 3 dosis
dengan selang paling sedikit 2 bulan. Infant usia 7-11 bulan diberikan 2
dosis dengan selang paling sedikit 2 bulan sebelum mencapai usia 15
bulan. Booster diberikan saat usia 15 bulan palingsedikit 2 bulan setelah
dosis terakhir. Bila menggunakan PRP-OMP, pada infantusia 2-6 bulan
diberikan 2 dosis degan selang 2 bulan, dan booster diberikansaat berusia
12 bulan. Anak usia 7-11 bulan diberikan 2 dosis dengan selang 2
bulan,sedangkan anak usia 12-14 bulan diberikan single dose, padakedua
kelompok tersebut booster diberikan saat usia 15 bulan, palingsedikit 2
bulansetelah dosis terakhir. Pada kelompok usia dewasadiberikan single
dose secara subcutan. Vaksinasi ini memberikan perlindungan terhadap
penyakit sebesar 90%, tetapi tidak cukup potent untuk mengurangi kasus
carrier.
B. Pengobatan
1. Chemoprophylaxis
Resiko dari meningitis pada kontak keluarga sekitar 4 dalam 1000, kurang
lebih 500 sampai 1000 kali lipat dibandingkan dengan populasi secara umum, dan
resiko akan meningkat pada anak-anak. Resiko untuk terkena meningitis menjadi
tinggi segera setelah kontak dengan penderita, dimana kebanyakan kasus timbul
pada minggu pertama setelah kontak, paling lambat dalam 2 bulan. Pada kasus
dengan penderita, secepatnya harus diberikan chemoprophylaxis. Kontak
didefinisikan sebagai keluarga, perawat yang kontak dengan sekret oral dari
pasien dan petugas kesehatan yang melakukan tindakan resusitas mouth to mouth
secara langsung.
Chemoprofilaxis meningitis meningococcus:
Antibiotik/ Dosis
Rifampin
(Oral)
Anak (>1 tahun): 10 mg/Kg BB setiap 12 jam selama 2 hari
Anak (<1 tahun): 5 mg/Kg BB setiap 12 jam selama 2 hari

Ceftriaxone
(IM)
Anak : 125 mg

Ciprofloxacin
(oral)
750 mg

Sulfisoxazole
(Oral)
Anak (1-12 tahun): 500 mg setiap 12 jam selama 2 hari
Anak (<1 tahun): 500 mg/hari selama 2 hari
2.18. PRE DAN POST PADA PADA PASIEN OPERASI+
I. PENGERTIAN
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan.
Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan
berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan.
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan
intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca
anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
II. PRE OPERATIF
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi
pasien).persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi
(khusus
A. Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya
tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena :
1. Takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya.
2. Keadaan sosial ekonomi dari keluarga.
Penyuluhan merupakan fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah
dan dapat mengurangi cemas pasien. Hal-hal dibawah ini penyuluhan yang dapat
diberikan kepada pasien pra bedah.
1. Penjelasan tentang peristiwa
Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum operasi :
- Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan).
- Hal-hal yang rutin sebelum operasi.
- Alat-alat khusus yang diperlukan
- Pengiriman ke ruang bedah.
- Ruang pemulihan.
- Kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi :
· Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin.
· Perlu kebebasan saluran nafas.
· Antisipasi pengobatan.
2. Bernafas dalam dan latihan batuk
3. Latihan kaki
4. Mobilitas
5. Membantu kenyamanan
B. Persiapan Fisiologi
1. Puasa
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan
anaesthesi umum.
Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal anaesthesi makanan ringan
diperbolehkan. Bahaya yang sering terjadi akibat makan/minum sebelum
pembedahan antara lain :
- Aspirasi pada saat pembedahan
- Mengotori meja operasi.
- Mengganggu jalannya operasi.
2. Persiapan saluran pencernaan
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah
saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran
pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang
operasi.
Maksud dari pemberian lavement antara lain :
- Mencegah cidera kolon
- Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan
dioperasi.
- Mencegah konstipasi.
- Mencegah infeksi.
3. Persiapan Kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran
dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur bila perlu
saja, lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas
daerah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.
4. Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
5. Persetujuan Operasi / Informed Consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat
dari keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan kelurga terdekat.
Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk
melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah
dilakukan berbagai usaha untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada
sisa waktu yang masih mungkin.
C. Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima
dengan perawat OK)
1. Mencegah Cidera
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu
dilakukan hal tersebut di bawah ini :
a. Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).
b. Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
c. Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
d. Lepas perhiasan
e. Bersihkan cat kuku.
f. Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
g. Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
h. Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan
pendengaran.
i. Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko
terhadap tromboplebitis.
j. Kandung kencing harus sudah kosong.
k. Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi ;
- Catatan tentang persiapan kulit.
- Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
- Pemberian premedikasi.
- Pengobatan rutin.
- Data antropometri (BB, TB)
- Informed Consent
- Pemeriksan laboratorium.
2. Pemberian Obat premedikasi
Pemberian obat premedikasi bertujuan :
1. Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran,
memberikan ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi).
2. Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan dan sadar dari anastesi.
3. Mengurangi jumlah obat-obatan anstesi.
4. Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah
pascaanastesi.
5. Mengurangi stres fisiologis (takikardia, napas cepat dll).
6. Mengurangi keasaman lambung.
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anastesi
sebagai berikut :
Analgetik Narkotik
Morfin. Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB)
intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan
pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian
trikloroetilen, dan agar anastesi berjalan dengan tenangdan dalam.
Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme
serta kolik bisliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi
urin, hipotensi, dan depresi napas.
Petidin. Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kgBB) intravena
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang
otot polos. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena.
Barbiturat
Pentobarbital dan sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi.
Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara oral
atau intramuskular. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak
diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Yang
mudah didapat adalah fenobarbital dengan efek depresan yang lemah
terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan
muntah.
Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan ludah
selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15
menit.
Obat penenang (transquillizer)
Diazepam. Diazepam (Valium®) merupakan golongan benzodiazepin.
Pemberian dosis rendah bersifat sedatifsedangkan dosis besar hipnotik.
Dosis premedikasi dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5
mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-1 mg/kgBB intravena.
Midazolam. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai
awal dan lama kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolan lebih disukai
dibandingkan dengan diaepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.

i. Pengkajian Keperawatan Pra Bedah


A. Data Subyektif
1) Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
a. Pengertian tentang bedah yang dianjurkan
1. Tempat
2. Bentuk operasi yang harus dilakukan.
3. Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit,
keterbatasan setelah di bedah.
4. Kegiatan rutin sebelum operasi.
5. Kegiatan rutin sesudah operasi.
6. Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
b. Pengalaman bedah terdahulu
1. Bentuk, sifat, roentgen
2. Jangka waktu
2) Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
a. Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah
yang dianjurkan.
b. Metode-metode penyesuaian yang lazim.
c. Agama dan artinya bagi pasien.
d. Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
e. Keluarga dan sahabat dekat
- Dapat dijangkau (jarak)
- Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi
bantuan.
f. Perubahan pola tidur
g. Peningkatan seringnya berkemih.
3) Status Fisiologi
a. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong
komplikasi pascabedah.
b. Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
c. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
d. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
e. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah
orthopedi yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
f. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
g. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan
mengenai terbebas dari nyeri setelah operasi.
B. Data Obyektif
1. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan
(cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
2. Tingkat interaksi dengan orang lain.
3. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk
(cemas).
4. Tinggi dan berat badan.
5. Gejala vital.
6. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
7. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
8. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
9. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas
dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca
bedah).
10. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum
bedah vaskuler atau tubuh.
11. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di
tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.
ii. Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas yang berhubungan dengan pengalaman bedah dan hasil pembedahan.
2) Defisit pengetahuan mengenai prosedur dan protokol praoperatif dan harapan
pascaoperatif.
iii. Perencanaan dan Implementasi
Tujuan utama pasien bedah dapat meliputi menghilangkan ansietas
praoperatif dan peningkatan pengetahuan tentang persiapan praoperatif dan
harapan pascaoperatif.
Aktifitas keperawatan pada klien preoperatif adalah pendidikan kesehatan,
yang merupakan aktifitas vital pada fase ini. Adalah 4 dimensi pada penkes ini
yaitu:
1. Informasi termasuk hal yang akan terjadi pada klien, kapan dan apa yang
akan dialami klien, bagaimana sensasi dan ketidaknyamanan yang diduga
oleh klien.
2. Psikososial suport untuk menghilangkan kecemasan.
3. Aturan yang dianut klien suport orang sekitarnya.
4. Latihan keterampilan termasuk pergerakan, nafas dalam, batuk efektif,
menahan insisi dengan tangan atau bantal dan menggunakan spinometer.

iv. EVALUASI
Hasil yang diharapkan :
1) Ansietas dikurangi
- Mendiskusikan kekhawatiran yang berkaitan dengan tipe ansietas dan induksi
dengan ahli anastesi.
- Mengungkapkan suatu pemahaman tentang medikasi praanastesi dan anastesi
umum.
- Mendiskusikan kekhawatiran saat – saat terakhiran dengan perawat atau dokter.
- Mendiskusikan masalah – masalah finansial dengan pekerja sosial, bila
diperlukan.
- Meminta kunjungan pendeta bila diperlukan.
- Benar – benar relaks setelah dikunjungi oleh anggota tim kesehatan
2) Menyiapkan terhadap intervensi pembedahan
- Ikut serta dalam persiapan praoperatif
- Menunjukan dan menggambarkan latihan yang diperkirakan akan dilakukan
pasien setelah operasi.
- Menelaah informasi tentang perawatan pascaoperatif.
- Menerima medikasi paranastesi.
- Tetap berada ditempat tidur.
- Relax selama trasformasi ke unit operasi.
- Menyebutkan rasional penggunaan pagar tempat tidur.

III. INTRA OPERATIF


i. Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operatif
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua
bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
A. Anggota steril
1. Ahli bedah utama / operator
2. Asisten ahli bedah.
3. Scrub Nurse / Perawat Instrumen
B. Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :
1. Ahli atau pelaksana anaesthesi.
2. Perawat sirkulasi
3. Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
ii. Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi
Pada fase ini lingkup aktifitas dapat meliputi : memasang infus (IV),
memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologismenyeluruh
sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.

 Type Anastesy :
a. General Anastesy yaitu hilangnya seluruh sensasi dan kesadaran termasuk
reflek batuk dan reflek muntah sehingga harus dijaga dari adanya aspirasi.
Biasanya diberikan secara intra vena atau inhalasi.
b. Regional Anastesy yaitu menghambat jalannya impuls saraf ke dan dari
area atau bagian tubuh. Klien kehilangan sensasi pada sebagian tubuhnya
tetapi tetap sadar.
 Tekhnik Anastesi Regional :
1. Topikal (Surface) yaitu anastesi langsung pada kulit dan membran mukosa
untuk membuka bagian kulit, luka dan luka bakar. Misalnya lidocaine dan
benzocaine, jenis ini biasanya cepat diserap dan bereaksi cepat.
2. Local Anastesi (Infiltrasi), yaitu anastesi yang disuntikkan pada area
tertentu dan digunakan untuk pembedahan minor, misalnya lidocaine atau
tetracaine 0,1%.
3. Blick Nerve (Bier Block), obat anastesi disuntikan di daerah syaraf atau
kumpulan syaraf kecil untuk menghasilkan sensasi pada daerah kecil pada
tubuh.
4. Anastesi Spinal yaitu obat anastesi yang disuntikkan ke daerah
subarrachnoid sampai ke spinal cord.
5. Epidural Anastesi, injeksi pada daereh dalam spinal tetapi di luar
duramater
A. Persiapan Psikologis Pasien
B. Pengaturan Posisi
1. Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan
keadaan psikologis pasien.
2. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien
adalah :
a. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
b. Umur dan ukuran tubuh pasien.
c. Tipe anaesthesia yang digunakan.
d. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).
3. Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
1. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
2. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan
kakinya ditutup dengan duk.
3. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik
yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi
untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
4. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk
meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
5. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan
dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya thrombus.
6. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal
ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan
otot.
7. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
8. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.
9. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah
secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
C. Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
D. Penutupan Daerah Steril
E. Mempertahankan Surgical Asepsis
F. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh
G. Monitor dari Malignant Hyperthermia
H. Penutupan luka pembedahan
I. Perawatan Drainase
J. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.
iii. Pengkajian
1. Sebelum dilakukan operasi
a. Pengkajian psikososial
- Perasaan takut / cemas
- Keadaan emosi pasien
b. Pengkajian Fisisk
- Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
- Sistem integumentum
· Pucat
· Sianosis
· Adakah penyakit kulit di area badan.
- Sistem Kardiovaskuler
· Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?
· Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?
· Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
· Kebiasaan merokok, minum alcohol
· Oedema
· Irama dan frekuensi jantung.
· Pucat
- Sistem pernafasan
 Apakah pasien bernafas teratur ?
 Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
- Sistem gastrointestinal
· Apakah pasien diare ?
- Sistem reproduksi
 Apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
- Sistem saraf
· Kesadaran ?
- Validasi persiapan fisik pasien
 Apakah pasien puasa ?
 Lavement ?
 Kapter ?
 Perhiasan ?
 Make up ?
 Scheren / cukur bulu pubis ?
 Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
 Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
2. Selama dilaksanakannya operasi
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang
diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang
diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Pengkajian mental
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka
sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan
memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
b. Pengkajian fisik
- Tanda-tanda vital
(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus
memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
- Transfusi
(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti
dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
- Infus
(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera
diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
- Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
iv. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama
pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :
1. Cedera, Resiko Tinggi berhubungan dengan posisi, pemajanan alat/suhu,
hipoksia, lingkungan.
2. Infeksi, Resiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit yang
rusak, prosedur invasif.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah selama
pembedahan
v. Perencanaan
a. Menginterpretasi variabel-variabel umum dan menggabungkan variabel
tersebut ke dalam rencana asuhan :
 Usia, ukuran, jenis kelamin, prosedur bedah, tipe anastesia yang
direncanakan, ahli anastesi dan anggota tim.
 Ketersediaan peralatan spesifik yang dibutuhkan untuk prosedur
dan ahli bedah.
 Kebutuhan medikasi non rution, komponen darah, instrumen.
 Kesiapan ruangan untuk pasien, kelengkapan pengaturan fisik,
kelengkapan instrumen, peralatan jahit dan pengadaan balutan.
b. Mengidentifikasi aspek-aspek lingkungan ruang operasi yang dapat secara
negatif mempengaruhi pasien :
1. Fisik
a) Suhu dan kelembaban ruangan
b) Bahaya peralatan listrik
c) Kontaminasi potensial
d) Hilir mudik yang tidak perlu
2. Psikososial
a) Kebisingan
b) Kurang mengenal sebagai individu
c) Rasa diabaikan tanpa pengantar di tempat tunggu
d) Percakapan yang tidak perlu
vi. Intervensi
a. Berikan asuhan keperawatan berdasarkan pada prioritas kebutuhan pasien :
1). Atur dan jaga agar peralatan syaktion berguna dengan baik.
2). Atur peralatan pemantauan invasif.
3). Bantu saat pemasangan jalur (arteri /CVP ).
4). Lakukan tindakan kenyamanan fisik yang sesuai bagi pasien.
5). Posisikan pasien dengan tepat untuk prosedur anastesi dan pembedahan,
pertahankan kelurusan tubuh sesuai fungsi.
6). Ikuti tahapan sesuai dengan prosedur bedah :
a. Lakukan scrab/bersihan dengan terampil
b.Berespon terhadap kebutuhan pasien dengan antisipasi peralatan dan
bahan apa yang dibutuhkan sebelu diminta.
7). Ikuti prosedur yang telah ditetapkan sebagai contoh :
a. Perawatan dan pemakaian darah dan komponen darah
b.Perawatan dan penanganan spesimen, jaringan dan kultur.
c.Persiapan kulit antiseptik
d.Membuka dan menutup sarung tangan.
e.Menghitung kasa, instrumen, jarum.
f.Tekhnik septik
g.Penatalaksanaan kateter urine.
h.Penatalaksanaan drainase
8). Komunikasikan situasi yang merugikan pada ahli bedah, ahli anastesi/
perawat yang bertanggung jawab/ bertindak yang tepat untuk mengontrol atau
menangani situasi.
9). Gunakan peralatan secara bijaksana untuk menghemat biaya.
10).Bantu ahli bedah dan anastesi untuk menerapkan rencana penerapan
mereka.
b. Bertindak sebagai advotkat pasien
1) Berikan privasi fisik
2) Jaga kerahasiaan
3) Berikan keselamatan dan kenyamanan fisik
c. Informasikan pasien dengan pengalaman intraoperatif
1) Jelaskan segala stimulasi sensori yang akan dialami.
2) Gunakan keterampilan komunikasi umum
d. Koordinasi aktivitas bagi personil lain yang terlibat dalamperawatan
pasien. Seperti X – ray, laboratorium, ICU.
e. Operasikan dan atasi semua masalah peralatan yang umumnya digunakan
diruang operai dan tugaskan dilayanan khusus.
f. Ikutserta dalam konferensi perawatan pasien.
g. Dokumentasikan semua observasi dan tindakan.
h. Komunikasikan baik verbal dan tulisan mengenai status kesehatan pasien saat
pemindahan dari ruang operasi.
vii. Evaluasi
a. Mengevaluasi kondisi pasien dengan cepat sebelum dikeluarkan dari ruang
operasi yaitu cara bernafas, warna kulit, selang invasif (IV), drain kateter
berfungsi secara normal, balutan adekuat tidak terlalu ketat.
b. Ikut serta dalam mengidentifikasi praktek keperawatan pasien yang tidak
aman dan menenganinya dengan baik.
c. Ikut serta dalam mengevaluasi keamanan lingkungan.
d. Melaporkan dan mendokumentasikan.
e. Menunjukkan pemahaman tentang prinsip aseptik dan praktek
keperawatan teknis.
f. Mengenali tanggung gugat legal dari keperawatan preoperatif.

IV. POST OPERATIF


Pada fase postoperatif langsung, fokus termasuk mengkaji efek dari agen
anastesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas
keperawatan berfokus pada tingkat penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, dan tindak lanjut serta rujukan penting untuk penyembuhan yang
berhasil dan rehabilitasi diikuti oleh pemulangan.
i. Fase Pasca Anaesthesi
Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat. Pasien harus diamati
dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai
pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil.
Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode
pasca anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal yang
harus diperhatikan meliputi :
A. Mempertahankan ventilasi pulmonari
1. Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala tengadah
kebelakang dan rahang didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek
pelindung pulih.
2. Saluran nafas buatan.
Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian
anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah kedepan
sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak
dan lendir harus dibantu dengan suction.

3. Terapi oksigen
O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat
menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan nafas
dalam setelah pasien sadar.
B. Mempertahankan sirkulasi.
Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler yang
paling sering terjadi pada pasien post anaesthesi.
Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien
berada di ruang pemulihan.
C. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan
pengganti dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga
harus dimonitor.
D. Mempertahankan keamanan dan kenyamanan
Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat tidurnya
dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering diubah untuk
mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian.
Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah
sesuai dengan program dokter.
Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan orientasi dan merupakan
tunjangan agar tidak merasa sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa
operasi sudah selesai dan diberitahu apa yang sedang dilakukan.
ii. Perawatan Pasien Di Ruang Pemulihan/Recovery Room
Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien
post anaesthesi.
Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan / observasi
diruang pemulihan :
1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan
pembiusan umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi regional posisi semi
fowler.
2. Pasang pengaman pada tempat tidur.
3. Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
4. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
5. Beri O2 2,3 liter sesuai program.
6. Observasi adanya muntah.
7. Catat intake dan out put cairan.
Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi krisis
- Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH, diastolik < 50 mmHg
atau > dari 90 mmHg.
- HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
- Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C.
- Meningkatnya kegelisahan pasien
- Tidak BAK + 8 jam post operasi.
Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
1. Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.
2. Tanda-tanda vital harus stabil.
3. Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
4. Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
5. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien
telah sempurna.
6. Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya
harus dicatat dan dilaporkan.
7. Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-
masing.
8. Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus
dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat
khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan.
9. Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan
untuk menyiapkan dan menerima pasien tersebut.
Pengangkutan Pasien keruangan
Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain :
- Keadaan penderita serta order dokter.
- Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.
- Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila muntah
sewaktu-waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan
sewaktu-waktu terlihat.
iii. Pengkajian
1. Status Respirasi
Melipuiti :
- Kebersihan jalan nafas
- Kedalaman pernafasaan.
- Kecepatan dan sifat pernafasan.
- Bunyi nafas
2. Status sirkulatori
Meliputi :
- Nadi
- Tekanan darah
- Suhu
- Warna kulit
3. Status neurologis
Meliputi : tingkat kesadaran
4. Balutan
Meliputi :
- Keadaan drain
- Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.
5. Kenyamanan
Meliputi :
- Terdapat nyeri
- Mual
- Muntah
6. Keselamatan
Meliputi :
- Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
- Kabel panggil yang mudah dijangkau.
- Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7. Perawatan
Meliputi :
- Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
- Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat
penampung, sifat dan jumlah drainage.
8. Nyeri
Meliputi :
- Waktu
- Tempat.
- Frekuensi
- Kualitas
- Faktor yang memperberat / memperingan
A. Data Subyektif
Pasien hendaknya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan
setelah ditempatkan
ditempat tidur dengan posisi tubuh yang menunjang. Pertanyaan-pertanyaan yang
langsung misalnya :”Bagaimana perasaan anda?”, dapat memperlihatkan data
mula dan nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang spesifik, dimana tidak ada
keluhan.
Penginderaan rasa nyeri sering kali meningkat pada waktu ini akibat
pemindahan dari brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui
lokasi, bentuk serangan dan perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan
menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan.
Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar
kemungkinan terjadi mual bila perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada
waktu prosedur bedah atau telah mendapat narkotika yang cukup banyak.
B. Data Objektif
1. Sistem Respiratori
2. Status sirkulatori
3. Tingkat Kesadaran
4. Balutan
5. Posisi tubuh
6. Status Urinari / eksresi.
C. Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari
prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga
tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah,
dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.
iv. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan,
riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi.
Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain :
1. Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah lengkap.
2. Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi
dan insufisisensi ginjal.
v. Diagnosa Keperawatan
A. Diagnosa Umum
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-
obatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama.
B. Diagnosa Tambahan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
b. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan
kurang gerak.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur
pembedahan.
e. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan
elektrolit.
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksoia,lemah, nyeri, mual.
h. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.

vi. Intervensi dan Evaluasi


1. Memastikan fungsi pernapasan yang optimal dan meningkatkan ekspansi
paru, dengan evaluasi hasil : pasien mempertahankan fungsi pernapasan
yang optimal
a. Melakukan pelatihan napas dalam.
b. Menunjukkan bunyi napas bersih.
c. Menggunakan spirometer insentif sesuai dengan yang diresepkan.
d. Menunjukkan suhu tubuh yang normal.
e. Menunjukkan hasil rontgen yang normal.
f. Berbalik dari satu posisi ke posisi lainnya sesuai dengan yang
diinstruksikan.
2. Meredakan nyeri dan mual muntah, peredaan nyeri tergantung pada letak
lokasi pembedahan, perubahan posisi pasien, distraksi, dan pemijatan
punggung dengan lotion yang menyegarkan dapat sangat membantu dalam
ketidaknyamanan. Dengan evaluasi hasil :
a. Nyeri berkurang atau hilang.
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
c. Mual dan muntah tidak terjadi.
3. Mempertahankan suhu tubuh, suhu ruangan dipertahankan dengan nyaman
dan selimut disediakan mencegah menggigil, dengan evaluasi hasil :
a. Menunjukkan suhu normal.
b. Bebas dari menggigil.
c. Tidak menunjukkan tanda-tanda kedinginan.
d. Tidak mengalami disritmia jantung.
4. Menghindari cedera, melalui pemantauan yang cermat ketika pasien sadar
dari pengaruh anastesi, dengan evaluasi hasil :
a. Terhindar dari cedera.
b. Menerima untuk menaikkan pagar tempat tidur ketika dibutuhkan.
5. Mempertahankan status nutrisi, memberikan diet yang adekuat, nutrisi
parenteral, dengan evaluasi hasil :
a. Menunjukkan motilitas gastrointestinal meningkat.
b. Bising usus normal.
c. Kembali pada diet normal.
d. Berat badan normal sesuai dengan tinggi badan.
6. Meningkatkan fungsi urinarius normal, dicoba semua metode yang
diketahui dapat membantu pasien dalam berkemih, pemasangan kateter,
dengan evaluasi hasil :
a. Berkemih adekuat.
b. Menunjukkan retensi
7. Konstipasi, jika cairan atau serat dan laksatif tidak efektif, enema dapat
digunakan, dengan evaluasi hasil :
a. Bising usus normal.
b. Bebas dari distres abdomen.
c. Pola eliminasi adekuat.
8. Mengurangnya ansietas dan mencaai kesejahteraan psikososial, dibuat
tentang perawatan di rumah yang diperlukan setelah pemulangan,
kunjungan perawatan di rumah, dengan evaluasi hasil :
a. Ikut serta dalam perawatan diri.
b. Mengekspresikan antisipasi tentang mengunjungi teman dan keluarga
berbicara secara positif tentang rencana mendatang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

3.1. Pengkajian Keperawatan


1. Anamnesa
Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jeniskelamin, status
Keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lethargi, lelah
apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil,
kontriksi penglihatan perifer.
Riwayat Perkembangan : Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan,
pada waktu lahir menangis keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku. Apakah pernah
terjatuh dengan kepala terbentur. Keluhan sakit
perut.
Riwayat keperawatan : Sejak kapan, semakin memburuknya kondisi/
kelumpuhan, upaya yang dilakukan selama
menderita penyakit.
Pendukung
- Weakness berkembang cepat dalam 4 minggu
- Gangguan sensory ringan
- Wajah nampak lelah meliputi otot-otot bibir terkesan bengkak
- Tachicardi, cardiac arytmia, Tekanan Darah labil
- Tidak ada demam
2. Pemeriksaan Fisik
Secara Umum
- Inspeksi
• Anak dapat melihat keatas atau tidak
• Otot-otot bibir terkesanbengkak
• Pembesaran kepala
• Dahi menonjol dan mengkilat, serta pembuluh darah terlihat jelas
- Palpasi
• Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar
• Nyeri tekan pada otot
• Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga
fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
- Vital Sign
Didapatkan data – data sebagai berikut :
• Peningkatan sistole tekanan darah
• Penurunan nadi / Bradicardia
• Peningkatan frekwensi pernapasan
- Pemeriksaan Mata
• Akomodasi
• Gerakan bola mata
• Luas lapang pandang
• Konvergensi
• Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat
keatas
• Stabismus, nystaqmus, atropioptic
- Diagnosa Klinis
• Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi
dari pengumpulan cairan abnormal. (Transsimulasi terang)
• Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot
“(Mercewen’s Sign)
• Opthalmoscopy : Edema Pupil
• CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan
alisisi komputer
• Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial
Perhatian Perawat
• Melakukan precautions untuk melindungi anak dan orang lain dari
kemungkinan infeksi .
• Menjaga ruangan agar tidak bising dan menimpalkan stimulus
lingkungan.
• Mencegah aktifitas yang menyebabkan nyeri/ meningkatkan
ketidaknyamanan, seperti mengangkat kepala anak.
• Memberi dukungan pada keluarga
• Berdiskusi dengan keluarga
• Memberikan informasi tentangperkembang anak dan semua prosedur
yang akan dilakukan.
3. Masalah Keperawatan
- Resiko terjadiketidakefektifan bersihan jalan nafas
- Resiko tejadi gangguanpertukaran gas
- Ketidaknyamanan atau nyeri
- IntoleransiAktivitas
- Resiko terjadi Infeksi
- Kecemasan

3.2. Diagnosa Keperawatan


1. PRE OPERATIF
Diagnosa Keperawatan I
- Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya
tekanan intrakranial, proses inflamasi.
- Indikasi : Adanya keluahan nyeri kepala, meringis ataumenangis, gelisah,
kepala membesar.
- Tujuan : Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang,
Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda nyeri/iritasi meningeal,
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 6 jam nyeri dapat
diatasi dengan kriteria hasil :
a) Skala nyeri 0
b) Klien merasa nyama
c) TTV dalam batas normal
Rencana tindakan :
a. Pantau/ karakteristik nyeri, catat laporanverbal dan petunjuk non verbal
Rasional:Variasipenampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi terjadi
sebagai temuanpengkajian
b. Anjurkan klien untukmelaporkan nyeri dengan segera.
Rasional:Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaannyeri/
memerlukan perbandingan obat
c. Berikan lingkungan yangtenang, aktivitas perlahan dan tindakan yang
nyaman
Rasional:Menurunkan rangsangan eksternal dimanaansietas dan regangan
jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusanterhadap
situasi saat ini
d. Ajarkan tehnik relaksasimisal: nafas dalam
Rasional:Membantudalam penurunan persepsi nyeri
e. Monitor tanda-tanda vital
Rasional:Hipotensi/depresipernafasan dapat terjadi sebagai akibat
pemberian narkotik
f. Kolaborasi dalampemberian terapi O2 dengan tim medis
Rasional:Meningkatkanoksigenasi miokard
g. Kolaborasi untuk pemberian obat analgetikdengan team medis
Rasional:Analgetikdapat menekan laju bradikinin/ prostaglandin ke
talamus

Diagnosa Keperawatan II
a. Kecemasan Orang tua sehubungan dengankeadaan anak yang akan
mengalami operasi.
Indikasi : Ekspresiverbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya.
Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapatdiatasi.
Rencana tindakan :
1) Jelaskan pada orang tua tentang masalahanak terutama ketakutannya
menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadapkerusakan otak
Rasional : Pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat
diajak kerjasama dalamperawatan.
b. Berikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan berikan
jawaban dengan benardan sejujurnya serta hindari kesalahpahaman.
Rasional : Mengurangi dampak kecemasan dan ketakutan orang tua
terhadapperawatanklien(anak)
c. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien.Biasanya dengan semi
fowler. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : Pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat
diajak kerjasama dalamperawatan.
d. Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi keteganganotot dan kecemasan
e. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada
Rasional : Pemanfaatansumber koping yang ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasistress.
f. Pertahankan hubungan saling percaya antaraperawat dan pasien, keluarga
Rasional : Hubungan saling percayamembantu proses terapeutik
g. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasacemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi klien besertakeluarga untuk membangun kepercayaan dalam
mengurangi kecemasan.
h. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasacemasnya.
Rasional : Rasacemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik,perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

2. POST OPERATIF
Doagnosa Keperawatan I
a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungandengan meningkatkanya
tekanan pada kulit yang dilakukan shunt, terputusnya kontinuitas jaringan..
Indikasi : Adanya keluahan nyeri, meringis atau menangis, gelisah,
ekspresi non verbal adanyanyeri.
Tujuan : Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri berkurang,
Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda nyeri/iritasi meningeal,
Setelah dilakukan tindakankeperawatan dalam waktu 6 jam nyeri dapat
diatasi dengan kriteria hasil :
a) Skala nyeri 0
b) Klien merasa nyaman
c) TTV dalam batas normal

Rencana tindakan :
a. Pantau/ karakteristik nyeri, catat laporanverbal dan petunjuk non
verbal
Rasional : Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi
terjadi sebagai temuanpengkajian
b. Anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
Rasional : Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaan nyeri/
memerlukan perbandingan obat
c. Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakanyang
nyaman
Rasional : Menurunkan rangsangan eksternal dimanaansietas dan
regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan
terhadap situasi saat ini
d. Ajarkan tehnik relaksasimisal: nafas dalam
Rasional : Membantu dalam penurunan persepsi nyeri
e. Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka
pemompaan dilakukan perlahan – lahan dengan interval yang telah
ditentukan.
Rasional : Membantu dalam penurunan persepsi nyeri
f. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Hipotensi/depresipernafasan dapat terjadi sebagai akibat
pemberian narkotik
g. Kolaborasi dalam pemberian terapi O2 dengan tim medis
Rasional : Meningkatkan oksigenasi miokard
h. Kolaborasi untuk pemberian obat analgetikdengan team medis
Rasional : Analgetik dapat menekan laju bradikinin/ prostaglandin ke
talamus

Diagnosa Keperawatan II
a. Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Indikasi : Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisi.

Rencana tindakan :
a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaanmakan seseorang (anak) dipengaruhi oleh
kesukaannya, kebiasaannya, agama,ekonomi dan pengetahuannya
tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkatmenunjukkan
adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu
makan.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu
makan.
e. Beri makanan dalam porsi kecil tapisering.
Rasional : Makanan dalam porsikecil tidak membutuhkan energi,
banyak selingan memudahkan reflek
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberiandi’it TKTP
Rasional : Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan
pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan
semua asam amino esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untukmelakukan
pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan
suplemennutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake
diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional:Peningkatan intakeprotein, vitamin dan mineral dapat
menambah asam lemak dalam tubuh.

3.3. Evaluasi
Perawat mengevaluasi penyediaan perawatan anak dengan meningitis.
Hasil yang di harapkan adalah meliputi bagaimana pasien akan :
1. Mendemonstrasikan penyembuhan dari prosesselama perawatan dengan
mengembalikan fungsi tubuh dengan pernafasan yangstabil, sistem saraf,
sistem kardiovaskuler dan sistem pergerakan kembalinormal.
2. Mendemonstrasikan bagaimana cara dan seharusnya perawatan anak
meningitis, dan apabila di aplikasikan perawatannya dengan bantuan yang
minimal.
3. Mendemonstrasikan cara koping yang efektif dengan merasionalkan diagnosa
meningitis dan perawatannya.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapatkan setelah memahami asuhan keperawatan
pada anak dengan meningitis, antara lain :
a. Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landrypertama
kali menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending
paralysis diperkenalkan oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya
hubungan Meningitis dengan kejadian infeksi akut yang difokuskan karena
saraf (nervus).
b. Menigitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan
piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi inilebih sering disebabkan
oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan
protozoa juga terjadi
c. Gejala pertama meningitis Tergantung pada luasnya penyebaran dan umur
anak; Children And Adolescent, Infant And Children, Neonatus.
d. Penatalaksanaan anak meningitis adalah dilakukan perawatan secara
umum yang diawali dari persistem tubuh pasien (respirasi, nervus,
kadiovaskular, muskuloskletal). Keadaan ini didukung dalam pemberian
pengobatan seperti Rifampin, Ciprofloxacin, dan Ceftriaxone yang
memiliki indikasi dan tujuan masing-masing.

4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatasmaka dapat disarankan sebagai berikut,
antara lain :
a. Kepada orang tua anak diharapkanselalu mengingat dan melaksanakan
apa-apa yang sudah dijelaskan sehingga untuk waktu yang akan datang
masalah penyakit meningitis ini dapat dicegah dan diatasi secara mandiri
oleh klien.
b. Tingkatkan peran orang tua dan keluarga sebagai dukungan moralitas
sangat diharapkan bagi perkembangan si anak yang sedang mengalami
hospitalisasi.
c. Hendaknya orang tua dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan dengan
baik agar terciptanya interaksisosial selama perawatan.
d. Dalam penerapan konsep perawatan hospitalisasinya seperti anak pada
meningitis ini diharapkan pearawat harus dapat memahami teori dantata
cara yang baik dalam menjalankan perannya, terutama dalam menghadapi
anakyang memiliki kelabilan psikologisnya.
e. Hindarkan sang anakdari rasa cemas, kehilangan, takut, sedih, dan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Syaiffuddin.1997. Edisi 2, Anatomi Fisiologi Untuk Perawat. Jakarta : EGC


Irfannuddin. 2008.Medical Fisiologi Paramedis. Palembang : FK - UNSRI
Brunner&Suddarth, (2002), Edisi 8, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC
Corwin.J.E,(2001), Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC
Mansjoer,A. dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius.
Kumpulan Artikel Keperawatan http://www.artanto.com
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai