Disusun Oleh :
Catherine Hartono / 07120120057
Pembimbing :
dr. Tjangeta Liempy, SpAn
1
BAB I
Pendahuluan
Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. 1 Obat adalah bahan
kimia yang mempengaruhi fungsi fisiologis dengan cara tertentu, umumnya dengan mengikat
protein target tertentu seperti reseptor, saluran ion, enzim, dan operator. Metabolisme obat
membutuhkan kehadiran konsentrasi yang memadai obat dalam cairan di jaringan target, dan
ini, ditentukan oleh hubungan dinamis antara penyerapan ke dalam plasma setelah
pemberian, tingkat dan laju distribusi dan tingkat inaktivasi oleh tubuh.2
Proses farmakokinetik dapat diringkas dan waktu kerja obat dapat diprediksi dengan
menggunakan model kompartemen matematika. Dalam model single-kompartemen, obat
tersebar merata di seluruh plasma dan jaringan serta diekskresikan dengan cara eksponensial.
Namun, model multicompartment membuat penyisihan penyerapan obat dari plasma jaringan
berbeda dan tingkat aliran yang juga berbeda untuk jaringan tersebut. Distribusi obat melalui
plasenta adalah kasus khusus dan dianggap secara terpisah. Membran plasenta merupakan
penghalang lipid yang kurang selektif dibandingkan penghalang di sawar darah otak, yang
memungkinkan lewatnya obat larut lemak lebih mudah dibandingkan obat yang larut dalam
air. Distribusi dan tingkat equilibrium melalui plasenta ditentukan oleh aliran darah plasenta
dan gradien konsentrasi obat bebas.2 Efek obat lainnya pada tubuh manusia adalah
farmakodinamika, yaitu apa yang dilakukan obat terhadap badan1.
Distribusi terjadi karena pergeseran ikatan protein plasma. Interaksi obat yang
melibatkan proses distribusi akan bermakna klinik jika: (1) obat indeks memiliki ikatan
protein sebesar > 85%, volume distribusi (Vd) obat < 0,15 I/kg dan memiliki batas keamanan
sempit; (2) obat presipitan berikatan dengan albumin pada tempat ikatan (finding site) yang
sama dengan obat indeks, serta kadarnya cukup tinggi untuk menempati dan menjenuhkan
2
binding-site nya. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser warfarin (ikatan protein 99%; Vd
= 0,14 I/kg) dan tolbutamid (ikatan protein 96%, Vd = 0,12 I/kg) sehingga kadar plasma
warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Selain itu, fenilbutazon juga menghambat
metabolisme warfarin dan tolbutamid.3
Kebanyakan obat yang digunakan dalam praktek anestesi harus melewati sawar darah
otak untuk mencapai tempat kerjanya. Obat anestetik mempunyai molekul kecil, dengan
kelarutan lemak yang tinggim sehingga mempunyai akses ke sistem saraf pusat. Obat
terionisasi dengan baik seperti pada obat pelumpuh otot, tidak dapat melewati sawar darah
otak.1 Obat anestesi juga merupakan obat yang perlu distribusi yang baik agar dapat bekerja
secara menyeluruh pada tubuh manusia. Maka, tinjauan pustaka ini akan membahas lebih
mengenai volume distribusi.
3
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi
Persamaan Vd yang paling sederhana adalah volume yang dari cairan tubuh
ketempat dosis obat dipecahkan. Maka, jika kita mengetahui dosis yang diberikan,
dan dapat mengukur level serum (konsentrasi), maka Vd dapat dikalkulasi sebagai
berikut,
4
Gambar 1. Skema LADME6
Proses farmakokinetika dalam tubuh dibagi menjadi dua yaitu pemasukan dan
pengeluaran obat.6
Proses pemasukan obat terdiri dari liberasi dan absorpsi. Proses liberasi
dilanjutkan dengan proses absobsi, yaitu pergerakan obat dari tempat administrasi ke
sirkulasi darah. Proses pemasukkan obat ini biasa menggunakan pernyataan
bioavailabilitas. Obat yang diadministrasikan melalui intravena memiliki 100%
bioavaibilitas.6
Proses pengeluaran dimulai dari distribusi, proses ketika obat berdifusi atau di
transfer dari ruangan intravascular ke ruangan ekstravaskular (jaringan tubuh);
metabolisme, yaitu konversi kimia atau transformasi obat menjadi komposisi yang
lebih mudah dieliminasi; dan terakhir ekskresi, yaitu eliminasi dari bentuk akhir obat
atau metabolit ke bentuk tubuh via ginjal, bilier, atau proses pulmoner.1,6
5
Di dalam tubuh manusia, kompartemen terbagi sebagai berikut9,
6
Semua obat pada awalny didistribusikan pada volume berdistribusi lebih kecil
pada Vc sebelum berdistribusi ke Vt. V dan Vt membuat Vd semu.
Vd semu merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendeskripsikan
volume cairan yang dibutuhkan untuk menghitung seluruh obat di dalam tubuh.
Vd semu tidak berdasarkan kompartemen tertentu di dalam tubuh. Vd semu secara
sederharan merupakan penyederhanaan ukuran kompartemen yang dibutuhkan
untuk memproses jumlah obat di dalam tubuh.
7
Gambar 4. Model satu kompartemen6
8
Gambar 5. Kurva perbedaan antara kompartemen 1 dan 22
Konstanta laju dari dua proses dihitung dari gradien dari garis. Kebalikan dari
konstanta laju ini memberikan konstanta waktu.
Penerapan model kompartemen digunakan dalam infus target terkontrol
dengan agen intravena anestesi. Variabilitas antar individu dalam farmakokinetik obat
9
muncul dari kovariat seperti usia, jenis kelamin dan indeks massa tubuh, yang
mengubah proporsi relatif dari air tubuh, massa tubuh tanpa lemak dan lemak.
Berbagai model komersial yang tersedia menyesuaikan kovariat ini dan memberikan
akurasi yang tepat untuk target konsentrasi obat sehingga dapat memprediksi respons
obat dengan baik juga.2
Untuk kebanyakan molekul kecil, klirens dan volume distribusi memiliki
implikasi yang signifikan untuk durasi aksi melalui hubungan klirens dan Vd dengan
masa paruh waktu obat. Berasaam dengan tingkat dan kelanjutan absorpsi, parameter
ini merepresentasikan kunci dari titik akhir farmakokinetik untuk optimasi dosis dan
dosis regimen pada penentuan perkembangan.7
10
Pada model sponge dijelaskan sama dengan meletakkan obat pada bathtub dan terikat
pada sponge yang ada di dalam air. Ketika konsentrasi obat diukur dalam air,
konsentrasinya akan lebih rendah dibadingkan jika obat didistribusikan secara
seragam di dalam tub. Karena konsentrasi yang diukur rendah, menyebabkan volume
semu menjadi lebih besar dari volume fisik. Volume distribusi semu akan menjadi
besar jika ada pengikatan erat pada protein jaringan.4
Bayangkan jika terdapat ikan haring berenang pada air mandi. Jika sampel air mandi
yang diambil dengan sampel ikan haring didalamnya, konsentrasi obat akan lebih
tinggi di dalam sampel dibandingkan pada air mandi lainnya, karena lebih banyak
11
obat yang terikat pada ikan haring tersebut. Ikan haring tersebut merupakan efek yang
disebabkan ikatan obat dengan protein plasma. Konsentrasi yang lebih tinggi pada
sampel menyebabkan volume distribusi semu lebih rendah.
Berdasarkan total konsentrasi obat, volume distribusi semu akan menjadi lebih kecil
jika ada ikatan erat obat ke plasma protein.
Pada pasien anak, terdapat beberapa hal yang mempengaruhi volum distribusi, yaitu,
1. Kardiak Output
Pada saat lahir, penyesuaian dengan berat normal, kardiak output saat sedang
beristirahat adalah 200 ml/kg/menit, setelah beberapa saat, perlahan kardiak output
berubah menjadi 100 ml/kg/menit pada saat remaja. Kardiak output yang tinggi pada
anak dan remaja menyebabkan obat didistribusikan lebih cepat dari dan ke tempat
aksi obat.
2. Ikatan Protein
Ikatan protein plasma membatasi jumlah obat yang bebas berdifisu ke ruangan
ekstraselular dan berinteraksi dengan reseptor di jaringan. Beberapa faktor
menyebabkan penurunan ikatan protein terhadap obat pada saat periode baru
lahir/neonatus: (I) pengurangan konsentrasi protein plasma, (ii) persistensi albumin
fetus yang mengurangi afinitas obat, (iii) peningkatan konsentrasi asam lemat bebas
dan bilirubin tidak terkonjugasi yang bersaing dengan obat untuk tempat berikatan,
dan (iv) kecenderungan untuk terjadi asidosis. Total konsentrasi dan kapasitas ikatan
plasma protein mencapaiukuran dewasa pada usia sekitar 1 tahun.
3. Cairan di tubuh
Total cairan tubuh menggantikan 80% berat badan saat lahir, dan berkurang
menjadi 60% pada setahun pertama kehidupan. Kebanyakan reduksi dari tubuh
menyebabkan penurunan berat badan dari 35% saat lahir menjadi 26% saat berusia
satu tahun.
12
2.6. Profil Perkembangan Kadar Obat dalam Tubuh6,8
Darah (plasma atau serum) merupakan cairan tubuh yang paling sering dipakai dalam
penelitian farmakokinetika. Ini mudah dimengerti karena: (a) kebanyakan obat sampai ke
reseptornya melalui darah, dan (b) tidak mudah mendapatkan jaringan tubuh lain dari
organisme hidup, khususnya manusia.
Profil perkembangan kadar obat dalam darah dapat dibagi ke dalam tiga kategori :
(a) Profil kinetika, di mana obat dimasukkan sekaligus ke dalam sistem peredaran
darah (misalnya cara injeksi intravena).
(b) Profil kinetika, di mana obat diberikan secara infus.
(c) Profil kinetika, di mana obat diberikan secara ekstravaskular (oral, rektal, dan
lain-lain).
Untuk obat yang diberikan secara injeksi intravena, semua obat akan masuk sekaligus
ke dalam sistem peredaran darah, kemudian jumlah obat dalam darah akan menurun
karena obat mengalami proses distribusi dan eliminasi (metabolisme dan ekskresi).
Untuk obat yang diberikan secara infus, kadar obat dalam darah akan naik secara
perlahan-lahan sesuai dengan kecepatan infus, dan akan naik terus sampai infus
dihentikan atau sampai suatu saat di mana kecepatan eliminasi sama dengan kecepatan
infus. Setelah infus dihentikan, kadar obat akan turun kembali seperti halnya setelah
pemberian secara injeksi intravena.
Pada pemberian obat secara ekstravaskular (oral, rektal, dan lain-lain), obat akan
masuk ke dalam sistem peredaran darah secara perlahan-lahan melalui suatu proses
absorpsi sampai mencapai puncaknya, kemudian akan turun.
Gambaran umum bentuk kurva kinetika untuk masing-masing cara pemberian
berbeda (lihat gambar 7), sedangkan bentuk kurva kinetika untuk tiap model
kompartemental dapat dilihat pada gambar 8. Adanya suatu kinetika yang pluri-
kompartemental biasanya hanya dapat terlihat dengan nyata pada pemberian obat secara
injeksi intravena.
13
Gambar 7. Kurva Perkembangan kada obat dalam darah8
Bentuk umum kurva perkembangan kadar obat dalam darah menurut model satu
kompartemen setelah pemberian obat secara injeksi intravena (A), infus dimana infus
dihentikan sebelum kesetimbangan dicapai (B1), infus dimana infus dihentikan setelah
kesetimbangan dicapai (B2), dan secara ekstravaskular (oral, rektal, dan lain-lain) (C).
14
Rumus Loading Dose,
Pengaruh klinik atau terapeutik suatu obat pada seorang pasien sebenarnya
merupakan hasil dari daya farmakologik obat tersebut, di man hal yang terakhir ini akan
sangat tergantung pada kadar yang bisa dicapai pada tempat kerja obat (reseptor).
Sayangnya, pengukuran kadar obat pada reseptor hampir selalu tidak dimungkinkan.
Namun demikian, karena setiap perubahan kadar obat yang terukur dalam cairan darah
secara praktis akan mencerminkan perubahan pada reseptor, dengan pengukuran kadar
obat dalam cairan darah akan bisa diperhitungkan atau diramalkan tingkat aktifitas
farmakologik yang tercapai (Gambar 9). Tinggi rendahnya kadar obat dalam cairan darah
merupakan hasil dari besarnya dosis yang diberikan, dan pengaruh-pengaruh proses-
proses alami dalam tubuh mulai dari absorpsi, distribusi, metabolisme sampai ekskresi
obat.
Misalnya, dalam keadaan klinik yang sesungguhnya maka pemberian obat pada
pasien lebih sering dengan dosis ganda (multiple dosing) dibanding dengan pemberian
dosis tunggal (single dosing), namun penelitian -penelitian justru lebih banyak dengan
pemberian dosis tunggal baik pada orang sehat maupun penderita. Bagi para klinikus
yang berminat dalam farmakokinetika, mungkin akan lebih mudah menerima dan
menelaah hasil penelitian dosis berganda dibanding dengan dosis tunggal untuk
menerapkan hasil tersebut bagi kepentingan penderita.
15
Manfaat penerapan farmakokinetika bagi kepentingan penanganan penderita adalah
untuk tuntunan penentuan aturan dosis (dosage regimen) yang menyangkut besarnya
dosis dan interval pemberian dosis, terutama untuk obat-obat dengan lingkup terapeutik
yang sempit seperti teofilina, digoksin, fenitoina, fenobarbital, lidokain, prokainamida
dan lain-lain.
Gambar 9. Bagan
Farmakokinetika dalam
tubuh manusia8
Pada pasien dewasan dan pediatrik, pemberian obat harus memperhitungkan berat
badan dan luas permukaan tubuh. Berdasarkan hal tersebut, persamaan untuk
menghitung dosis obat pada pediatrik adalah,
1. Farmakokinetik Opiat
16
Rangkuman dosis pemberian opiat pada pasien pediatrik11,
2. Farmakokinetik Benzodiazepin
17
3. Farmakokinetik muscle relaxants,
a) Propofol
Pada indikasi tertentu, dosis yang digunakan untuk diprivan (propofol) berbeda-
beda12,
18
b) Rocurium (Noveron)
19
BAB III
Kesimpulan
Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. 1 Obat adalah bahan
kimia yang mempengaruhi fungsi fisiologis dengan cara tertentu, umumnya dengan mengikat
protein target tertentu seperti reseptor, saluran ion, enzim, dan operator. Metabolisme obat
membutuhkan kehadiran konsentrasi yang memadai obat dalam cairan di jaringan target, dan
ini, ditentukan oleh hubungan dinamis antara penyerapan ke dalam plasma setelah
pemberian, tingkat dan laju distribusi dan tingkat inaktivasi oleh tubuh.2
Volume distribusi adalah volume yang secara teoritis membahas mengenai distribusi
obat di seluruh tubuh. Hal ini didefinisikan sebagai volume cairan yang dibutuhkan untuk
mengandung jumlah total obat dalam tubuh pada konsentrasi yang sama seperti yang hadir
dalam plasma. Obat yang sebagian besar digunakan untuk plasma memiliki volume kecil
distribusi, sementara mereka yang mendistribusikan cepat dan mengikat jaringan akan
memiliki volume besar distribusi.2
Obat berdistribusi masuk dan keluar banyak jaringan dalam tubuh dan bersamaan
dengan proses eliminasinya. Proses kompleks ini berlanjut dan berkelanjutan mengubah
linlgkungan dalam tubuh manusia, sehingga harus disederhanakan dalam membentuk model
matematika pada tubuh manusia. Maka, tubuh biasa dibagi menjadi dua ruangan,
kompartemen sentral dan jaringan.6 Model kompartemen volume distribusi terbagi menjadi
dua, model satu kompartemen dan multi kompartemen.
Pembelajaran volume distribusi ini paling penting untuk mengetahui prediksi loading
dosis. Aplikasi kedua volum distribusi adalah untuk mengukur waktu paruh. Hal ini
membutuhkan waktu klirens untuk diketahui dan juga Vd4.
20
Daftar Pustaka
21