Diagnosis
dan
Penatalaksanaan
EDITOR
TIM KELOMPOK POKJA PPOK
Budhi Antariksa
Susanthy Djajalaksana
Pradjnaparamita
Joko Riyadi
Faisal Yunus
Suradi
Dianiati Kusumo Sutoyo
Wiwien Heru Wiyono
Ida Bagus Ngurah Rai
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2
Diagnosis & Penatalaksanaan
PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 3
Diagnosis & Penatalaksanaan
Hak cipta dilindungi undang-undang
ISBN 978-979-96614-9-4
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 4
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB I
DEFINISI
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 5
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB II
PERMASALAHAN DI INDONESIA
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik
dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan
terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992
menunjukkan angka kematian karena asma, bronchitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian
di Indonesia.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 6
Diagnosis & Penatalaksanaan
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di
5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan
PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%),
diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%)
(Depkes RI, 2004).
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 8
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB III
FAKTOR RISIKO
Status sosial ekonomi dapat dihubungkan dengan berat badan lahir anak
yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan pengembangan paru.
Dengan demikian beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya
PPOK sampai saat ini dapat disimpulkan pada tabel dibawah ini:
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 9
Diagnosis & Penatalaksanaan
1. Asap rokok
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 10
Diagnosis & Penatalaksanaan
Asap rokok merupakan penyebab terpenting, jauh lebih penting
dari faktor penyebab lainnya
2. Polusi udara
Berbagai macam partike dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam
partikel akan memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan
beratnya PPOK. Agar lebih mudah mengidentifikasi partikel
penyebab, polusi udara terbagi menjadi :
3. Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan
oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok.
Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron mitokondria
transpor termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway.
Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang berkembag secara
sistem enzimatik atau non enzimatik.
Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah
bentuk, misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan
menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya
menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan
aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.
Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan memegang
peranan penting pada patogenesi PPOK.
4. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum dapat
dijelaskan secara pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan,
pemukinan yang padat, nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang
berhibungan dengan status sosial ekonomi kemungkinan dapat
menjelaskan hal ini.
6. Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor risiko terjadinya PPOK,
walaupun belum dapat disimpulkan. Pada laporan The Tucson
Epidemiological Study didapatkan bahwa orang dengan asma 12
kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun
telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 13
Diagnosis & Penatalaksanaan
berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi jalan
napas ireversibel.
7. Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi
gen-lingkungan. Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi
adalah kekurangan alpha-1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease
serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu
origin Eropa Utara. Ditemukan pada usia muda dengan kelainan
emphysema panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi
baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan alpha-1
antitripsin yang berat. Banyak variasi individu dalam hal beratnya
emfisema dan penurunan fungsi paru.
Meskipun kekurangan -1 antitrypsin yang hanya sebagian kecil dari
populasi di dunia, hal ini menggambarkan adanya interaksi antara
gen dan pajanan lingkungan yang menyebabkan PPOK. Gambaran di
atas menjelaskan bagaimana faktor risiko genetik berkontribusi
terhadap timbulnya PPOK.
Risiko obstruksi aliran udara yang di turunkan secara genetik telah
diteliti pada perokok yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat.
Hasil penelitian menunjukkan keterkaitan bahwa faktor genetik
mempengaruhi kerentanan timbulnya PPOK. Telah diidentifikasi
kromosom 2q7 terlibat dalam patogenesis PPOK, termasuk TGF-1,
mEPHX1dan TNF.
Gen-gen di atas banyak yang belum pasti kecuali kekurangan alpha-
1 antitrypsin.
Faktor risiko PPOK mungkin juga dihubungkan dengan cara yang lebih
kompleks, karena harapan hidup manusia yang menjadi lebih lama,
memungkinkan terjadinya paparan seumur hidup yang lebih besar
terhadap berbagai faktor risiko.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 14
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB IV
PATOGENESIS DAN PATOLOGI
PATOGENESIS
Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon
inflamasi normal akibat iritasi kronis seperti asap rokok. Mekanisme untuk
amplifikasi ini belum dimengerti, kemungkinan disebabkan faktor genetik.
Beberapa pasien menderita PPOK tanpa merokok, respon inflamasi pada
pasien ini belum diketahui. Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif
dan kelebihan proteinase. Semua mekanisme ini mengarah pada
karakteristik perubahan patologis PPOK.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 15
Diagnosis & Penatalaksanaan
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang
melibatkan neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan
mediator inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam
saluran udara dan parenkim paru-paru.
Limfosit T: sel CD4+ dan CD8+ meningkat pada dinding saluran napas
dan parenkim paru, dengan peningkatan rasio CD8+: CD4+.
Peningkatan sel T CD8+ (Tc1) dan sel Th1 yang mensekresikan
interferon- dan mengekspresikan reseptor kemokin CXCR3, mungkin
merupakan sel sitotoksik untuk sel-sel alveolar yang berkontribusi
terhadap kerusakan alveolar.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 16
Diagnosis & Penatalaksanaan
Mediator inflamasi
Berbagai macam mediator inflamasi yang telah terbukti meningkat pada
pasien PPOK menarik sel inflamasi dari sirkulasi (faktor kemotaktik),
menguatkan proses inflamasi (sitokin pro inflamasi), dan mendorong
perubahan struktural (faktor pertumbuhan).
Faktor kemotaktik:
Lipid mediator: misalnya, leukotriene B4 (LTB4) menarik neutrofil
dan limfosit T
Kemokin: misalnya, interleukin-8 (IL-8) menarik neutrofil dan
monosit.
Stres oksidatif
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 17
Diagnosis & Penatalaksanaan
Stres oksidatif memiliki beberapa konsekuensi yang merugikan di paru,
termasuk aktivasi gen inflamasi, inaktivasi antiproteases, stimulasi sekresi
lendir, dan stimulasi eksudasi plasma meningkat. Banyak dari efek
samping dimediasi oleh peroxynitrite, yang dibentuk melalui interaksi
antara anion superoksida dan oksida nitrat. Oksida nitrat yang dihasilkan
oleh sintase oksida nitrat induktif, terdapat pada saluran udara perifer dan
parenkim paru pasien PPOK. Stres oksidatif juga dapat mencakup
pengurangan dalam kegiatan histone deacetylase pada jaringan paru dari
pasien PPOK, yang dapat menyebabkan peningkatan ekspresi gen
inflamasi dan juga pengurangan tindakan anti-inflamasi
glukokortikosteroid.
Ketidakseimbangan protease-Antiprotease
Ada bukti kuat mengenai ketidakseimbangan protease dan antiprotease
pasien PPOK, yaitu protease yang memecah komponen jaringan ikat dan
antiproteases yang melindunginya. Beberapa protease, berasal dari sel
inflamasi dan sel epitel, yang meningkat pada pasien PPOK. Protease-
mediated perusakan elastin, komponen jaringan utama penghubung dalam
parenkim paru-paru, adalah faktor penting dari emphysema dan
kemungkinan tidak dapat diubah
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 18
Diagnosis & Penatalaksanaan
PATOLOGI
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 19
Diagnosis & Penatalaksanaan
PATOFISIOLOGI
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 20
Diagnosis & Penatalaksanaan
Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas
residual fungsional, khususnya selama latihan (bila kelainan ini dikenal
sebagai hiperinflasi dinamis), yang terlihat sebagai dyspnea dan
keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal
penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya dyspnea pada aktivitas.
Bronkodilator yang bekerja pada saluran napas perifer mengurangi
perangkap udara, sehingga mengurangi volume paru residu dan gejala
serta meeningkatkan dan kapasitas berolahraga.
Hipersekresi lendir
Hipersekresi lendir, yang mengakibatkan batuk produktif kronis, adalah
gambaran dari bronkitis kronis tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan
aliran udara. Sebaliknya, tidak semua pasien dengan PPOK memiliki
gejala hipersekresi lendir. Hal ini disebabkan karena metaplasia mukosa
yang meningkatkan jumlah sel goblet dan membesarnya kelenjar
submukosa sebagai respons terhadap iritasi kronis saluran napas oleh asap
rokok atau agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease
merangsang hipersekresi lendir melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 21
Diagnosis & Penatalaksanaan
Hipertensi Paru
Hipertensi paru ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat
proses vasokonstriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru
yang kemudian mengakibatkan perubahan struktural yang meliputi
hiperplasia intimal dan kemudian hipertrofi otot polos / hiperplasia.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 22
Diagnosis & Penatalaksanaan
Gambar 3. PPOK dengan berbagai penyakit penyerta
Dikutip dari: Lusuardi et.al, Monaldi Arch Chest Dis, 2008,69[1]: 11-7)
Eksaserbasi
Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi
dalam saluran napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau
virus atau oleh polusi lingkungan. Mekanisme inflamasi yang
mengakibatkan eksaserbasi PPOK, masih banyak yang belum diketahui.
Dalam eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrophil,
beberapa studi lainnya juga menemukan eosinofil dalam dahak dan
dinding saluran napas. Hal ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi
mediator tertentu, termasuk TNF-, LTB4 dan IL-8, serta peningkatan
biomarker stres oksidatif.
Pada eksaserbasi berat masih banyak hal yang belum jelas, meskipun salah
satu penelitian menunjukkan peningkatan neutrofil pada dinding saluran
nafas dan peningkatan ekspresi kemokin. Selama eksaserbasi terlihat
peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengan aliran
ekspirasi berkurang, sehingga terjadi sesak napas yang meningkat.
Terdapat juga memburuknya abnormalitas VA / Q yang mengakibatkan
hipoksemia berat.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 23
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB V
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan
sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru.
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu indikator
ini ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan
diagnostik pasti, tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan
kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk memastikan
diagnosis PPOK.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 24
Diagnosis & Penatalaksanaan
Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai
berikut:
Gambaran Klinis
1. Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2. Pemeriksaan Fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup /
mencucu)
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas
biasa atau pada ekspirasi paksa
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 25
Diagnosis & Penatalaksanaan
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan rongki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer
Pursed-lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulutmencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yangterjadi pada gagal napas
kronik.
Pemeriksaan rutin
1. Faal Paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan
atau VEP1/KVP (%).
- Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75%
- VEP1 % merupakan parameter yang paling umum
dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau
perjalanan penyakit
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat
dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti
harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 26
Diagnosis & Penatalaksanaan
Tabel 7. Pemeriksaan spirometri
Persiapan
Spirometer perlu di kalibrasi secara teratur.
Spirometer harus menghasilkan hard copy /rekaman secara otomatis
untuk mendeteksi kesalahan teknis atau untuk mengidentifikasi apakah
uji sudah memenuhi syarat.
Petugas yang melakukan uji spirometri perlu pelatihan untuk
mendapatkan hasil yang efektif .
Usaha maksimal dari pasien diperlukan dalam melaksanakan uji ini
guna menghindari kesalahan diagnosis maupun manajemen.
Kinerja
Evaluasi
Pengukuran spirometri dievaluasi dengan membandingkan hasil
pengukuran terhadap nilai acuan yang tepat berdasarkan usia, tinggi
badan, jenis kelamin dan ras
Nilai VEP1 pasca bronkodilator < 80% prediksi serta nilai VEP 1/KVP
<0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 27
Diagnosis & Penatalaksanaan
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak
ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai
awal dan <200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Spirometri
VEP1 harus diukur sebelum diberikan bronkodilator
Bronkodilator harus diberikan dengan inhaler dosis terukur melalui
perangkat spacer atau nebulizer untuk meyakinkan telah dihirup
Dosis bronkodilator harus ditentukan untuk mendapatkan kurva
tertinggi pada dosis tertentu
Protokol dosis yang memungkinkan adalah 400 g 2-agonis,
hingga 160 g antikolinergik, atau gabungan keduanya. VEP1 harus
diukur lagi 10-15 menit setelah diberikan bronkodilator kerja singkat
atau 30-45 menit setelah diberikan bronkodilator kombinasi.
Kesimpulan:
Peningkatan VEP1 yang baik dan dianggap bermakna bila lebih besar dari
200 ml atau 12% di atas VEP1 sebelum pemberian bronkodilator. Hal ini
sangat membantu untuk melihat perubahan serta perbaikan klinis.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 28
Diagnosis & Penatalaksanaan
2. Laboratorium darah
Hb, Ht, Tr, Lekosit
Analisis Gas Darah
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop / eye drop
appearance)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 29
Diagnosis & Penatalaksanaan
4. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
Gagal napas kronik stabil
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
5. Radiologi
CT-Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat
emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks
polos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
6. Elektrokardiografi (EKG)
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan
7. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
8. Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK
di Indonesia
9. Kadar -1 antitripsin
Kadar antitripsin -1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda), defisiensi antitripsin -1 jarang ditemukan di
Indonesia
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 30
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB VI
DIAGNOSIS BANDING
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 31
Diagnosis & Penatalaksanaan
Diagnosis Gejala
Bronkiolitis obliterans Onset pada usia muda, bukan perokok.
Mungkin memiliki riwayat rheumatoid arthritis atau
pajanan asap.
CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah
hypodense
Panbronkiolitis Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok.
diffusa Hampir semua menderita sinusitis kronis.
Foto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul opak
menyebar kecil di centrilobular dan gambaran
hiperinflasi
Gejala gejala diatas ini sesuai karakteristik penyakit masing-masing, tetapi tidak
terjadi pada setiap kasus. Misalnya, seseorang yang tidak pernah merokok dapat
menderita PPOK (terutama di negara berkembang di mana faktor risiko lain
mungkin lebih penting daripada merokok); asma dapat berkembang di usia
dewasa dan bahkan pasien lanjut usia.
(Dikutip dari: Gold, 2010)
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberkulosis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada
penderia pascatuberkulosis dengan lesi paru yang minimal
Pneumotoraks
Gagal Jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :
bronkiektasis, destroyed lung
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosid yang tepat harus ditegakkan
karena terapi dan prognosisnya berbeda.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 33
Diagnosis & Penatalaksanaan
Gambar 4. Inflamasi di asma dan PPOK
(Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 34
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB VII
KLASIFIKASI
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderia, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin
tidak bisa diprediksi dengan VEP1.
Tambahkan
pemberian
oksigen jangka
panjang kalau
terjadi gagal
napas kronik
Lakukan
tindakan
operasi bila
diperlukan
(Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 36
Diagnosis & Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
Edukasi
Berhenti merokok
Obat-obatan
Rehabilitasi
Terapi oksigen
Ventilasi mekanik
Nutrisi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi
pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel
dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan
aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda
dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat penyakit adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 37
Diagnosis & Penatalaksanaan
dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan soaial,
kultural dan kondisi ekonomi penderita.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 38
Diagnosis & Penatalaksanaan
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah
diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada
waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan
bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan.
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik
progresif yang ireversibel.
2. Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling
efektif dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan
memperlambat progresivitas penyakit (Bukti A).
2. Obat-Obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 39
Diagnosis & Penatalaksanaan
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat
(slow release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir
(maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis -2
Bentuk inhaler digunakan unttuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk
penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis -2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat
efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat
kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat
sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 40
Diagnosis & Penatalaksanaan
Tabel 13. Derajat dan rekomendasi pengobatan PPOK
DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN
Semua derajat Edukasi (hindari faktor pencetus)
Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik
kerja cepat, Xantin) bila perlu
Vaksinasi influenza
Derajat I : VEP1 /KVP < 70% Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik
PPOK Ringan VEP1 80 % prediksi kerja cepat, Xantin) bila perlu
Dengan atau tanpa
gejala
Derajat II : VEP1/KVP < 70% 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:
PPOK Sedang 50 % < VEP1< 80 % Agonis -2 kerja panjang sebagai terapi
prediksi pemeliharaan (LABA)
Dengan atau tanpa Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
gejala pemeliharaan
Simptomatik
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
Derajat III: VEP1 /KVP 70% 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
30 % VEP1 50 % bronkodilator:
PPOK Berat prediksi Agonis -2 kerja panjang sebagai terapi
dengan atau tanpa pemeliharaan (LABA)
gejala Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
Simptomatik
Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respons klinis atau eksaserbasi berulang
PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
Derajat IV: VEP1 /KVP < 70% 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
VEP1 < 30 % bronkodilator:
PPOK Sangat
prediksi atau gagal Agonis -2 kerja panjang sebagai terapi
Berat napas atau gagal pemeliharaan (LABA)
jantung kanan Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
Pengobatan komplikasi
Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respons klinis atau eksaserbasi berulang
PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi
respirasi)
3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas
4. Ventilasi mekanis noninvasif
5. Pertimbangkan terapi pembedahan
(Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 41
Diagnosis & Penatalaksanaan
Tabel 14. Obat-obatan PPOK berdasarkan gejala
Gejala Golongan Obat Obat & Kemasan Dosis
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 42
Diagnosis & Penatalaksanaan
Gejala Golongan Obat Obat & Kemasan Dosis
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 43
Diagnosis & Penatalaksanaan
Tabel 15. Obat-obatan PPOK
Obat IDT Nebulizer Oral (mg) Vial Lama
*/ISK * (mg) injeksi kerja
( ugr ) ( jam )
Antikolinergik
Ipratropium 40 80 0,25 0,50 - 68
Tiotropium 18 - 24
Terapi kombinasi
Fenoterol + 200 + 20 - 48
Ipratropium
Salbutamol + 75 + 15 2,5 + 0,5 - 48
Ipratropium
Flutikason + 50/125 + 12
salmeterol 25
Budesonid + 80/160 + 12
formoterol 4,5
Metilxantin
Aminofillin - - 200 240 46
Teofilin LL *** - - 100 - 400 Bervarias,
bisa
sampai
24 jam
(Dikutip dari: Gold, 2010)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 44
Diagnosis & Penatalaksanaan
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi. Antibiotik yang
digunakan (lihat di halaman 52, tentang penatalaksanaan
eksaserbasi)
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian
yang rutin
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous (misalnya ambroksol,
erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis
kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.
Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV
dan memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik.
Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat mengurangi
eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 45
Diagnosis & Penatalaksanaan
Roflumilast juga dapat mengurangi eksaserbasi jika
dikombinasikan dengan LABA. Sejauh ini belum ada
penelitian yang membandingakan Roflumilast dengan
glukokortikosteroid inhalasi.
3. Rehabilitasi PPOK
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 46
Diagnosis & Penatalaksanaan
Program dilaksanakan di dalam maupun di luar rumah sakit oleh
suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori
terapis dan psikolog.
Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis,
psikososial dan latihan pernapasan.
Latihan fisis
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem
transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan
menghasilkan :
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan stroke volume
- Peningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Psikososial:
Status psikologi penderita perlu diamati dengan cermat dan
apabila diperlukan dapat diberikan obat
Latihan Pernapasan:
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mongontrol
sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma
dan pursed lips breathing guna memperbaiki ventilasi dan
mensinkronkan kerja otot abdomen dan toraks.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 49
Diagnosis & Penatalaksanaan
4. Terapi Oksigen
Manfaat oksigen:
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi:
PaO2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90 %
PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai
Korpulmonal, perubahan P pulmonal, Ht > 55 % dan tanda-
tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
5. Ventilasi Mekanik
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 51
Diagnosis & Penatalaksanaan
Ventilasi mekanik tanpa intubasi:
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK
dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di
rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah
noninvasive intermitten positif pressure (NIPPV) atau
Negative pressure Ventilation (NPV).
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 53
Diagnosis & Penatalaksanaan
6. Nutrisi
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 54
Diagnosis & Penatalaksanaan
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan tidak sepenuhnya
reversibel, sehingga penalataksaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan
pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
Penatalaksanaan di rumah:
Penatalaksanaan di rumash ditujukan untuk mempertahankan PPOK
stabil. Mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal harus
diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun
keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 55
Diagnosis & Penatalaksanaan
penderita PPOK berat yang harus menggunakan oksigen atau
ventilasi mekanik.
Terapi oksigen
Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK
derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen
hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan
pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang
menggunakan terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau
terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis
oksigen tidak lebih dari 2 liter
Rehabilitasi
- Menyesuaikan aktiviti
- Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)
pursed-lips breathing
- Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 56
Diagnosis & Penatalaksanaan
Evaluasi & monitor
- Tanda eksaserbasi
- Efek samping obat
- Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen
Gejala eksaserbasi :
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 57
Diagnosis & Penatalaksanaan
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk
eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi
sedang dan berat).
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 59
Diagnosis & Penatalaksanaan
Setelah pemberian oksigen tetap terjadi hipoksemia atau
perburukan
Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 60
Diagnosis & Penatalaksanaan
Pemberian obat-obatan yang optimal
Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut:
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 62
Diagnosis & Penatalaksanaan
Tabel 16. Pembagian kelompok derajat PPOK berdasarkan
patogen penyebab potensial
Kelompok Definisi Kuman patogen
Kelompok A Eksaserbasi ringan H. influenza
Tidak memiliki faktor S. pneumonia
risiko untuk prognosis M. catarrhalis
buruk Chlamydia pneumonia
Virus
Kelompok B Ekserbasi sedang Kuman pathogen
Memiliki faktor risiko kelompok A + pathogen
untuk prognosis buruk resisten (-lactamase
producing penicillin-
resistant S. pneumonia),
enterobactericeae
(E.coli, protus,
enterobacter)
Kelompok C Eksaserbasi berat Kelompok B dengan P
Dengan faktor risiko P. aeruginosa
aeruginosa
(Dikutip dari: Priyanti dkk, Pola Kuman PPOK RS Persahabatan 2007)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 63
Diagnosis & Penatalaksanaan
Tabel 17. Pemilihan antibiotik pada PPOK eksaserbasi
Pengobatan oral Alternatif pengobatan Pengobatan
oral perenteral
Kelompok A Pasien dengan satu -lactam/-
gejala kardinal lactamase inhibitor
sebaiknya Tidak (co-amoxyclav)
mendapatkan Makrolid
antibiotik (azitromisin,
claritromisin)
Bila ada indikasi Sefalosporin
dapat diberikan: generasi 2 dan 3
-lactam (penisilin, Ketolid
ampisilin, amoksilin) (telitromisin)
Tetrasiklin
Trimetoprim
sulfametoksasol
Kelompok B -lactam/- Flurokuinolon -lactam/-
lactamase (gemifloxacin, lactamase
inhibitor (co- levofloxacin, inhibitor (co-
amoxyclav) moxifloksasin) amoxyclav,
ampisilin/sulbakta
m)
Sefalosporin
generasi 2 dan 3
Fluorokuinolon
(ciprofloxacin,
levofloxacin dosis
tinggi)
Kelompok Pasien dengan risiko Fluorokuinolon
C infeksi pseudomonas: (ciprofloxacin,
fluorokuinolon levofloxacin
(ciprofloxacin, dosis tinggi)
levofloxacin dosis -lactam dengan
tinggi aktivitas P.
aeruginosa
(Dikutip dari: Priyanti dkk, Pola Kuman PPOK RS Persahabatan 2007)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 64
Diagnosis & Penatalaksanaan
Penelitian Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi (2007) menemukan pola kuman pada pasien PPOK
eksaserbasi dengan hasil sebagai berikut :
Streptococcus pyogenes : 37.5%
Steptococcus pneumonia : 18.8%
S. haemolyticus : 15.6%
Pseudomonas aeruginosa : 14.6%
Klebsiela penumoniae : 7.8%
Acinobacter baumanii : 6.25%
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 65
Diagnosis & Penatalaksanaan
Bronkodilator
Kortikosteroid
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 66
Diagnosis & Penatalaksanaan
Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat
akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki
simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal
dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 67
Diagnosis & Penatalaksanaan
3. TERAPI PEMBEDAHAN
Bertujuan untuk :
Memperbaiki fungsi paru
Memperbaiki mekanik paru
Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
Memperbaiki kualiti hidup
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 68
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB IX
KOMPLIKASI
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 69
Diagnosis & Penatalaksanaan
Infeksi berulang :
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang,
pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal:
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai
gagal jantung kanan
1. Fungsi paru
Penurunan fungsi paru dapat diketahui melalui pengukuran
spirometri secara berkala. Spirometri harus dilakukan jika
ditemukan peningkatan gejala atau komplikasi. Uji fungsi paru
lainnya, seperti loop flow-volume, pengukuran DLCO, kapasitas
inspirasi dan pengukuran volume paru tidak rutin dikerjakan tetapi
mampu memberikan informasi tentang dampak keseluruhan dari
penyakit ini dan dapat berharga dalam menyelesaikan ketidakpastian
diagnostik dan penilaian toleransi operasi.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 70
Diagnosis & Penatalaksanaan
dianjurkan dalam praktek klinis karena tidak menambah informasi
praktis.
6. Hematokrit.
Polisitemia (hematokrit > 55%) dapat terjadi oleh karena hipoksemia
arteri terutama pada perokok. Nilai hematokrit yang rendah
menunjukkan prognosis yang buruk pada pasien PPOK dan
memerlukan pengobatan oksigen jangka panjang. Anemia juga
ditemukan pada penderita PPOK.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 71
Diagnosis & Penatalaksanaan
8. Sleep studies.
Sleep studies dapat diindikasikan bila terdapat hipoksemia atau
gagal jantung kanan ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang
relatif ringan atau ketika pasien memiliki gejala-gejala sleep apnea.
9. Uji latih
Beberapa jenis uji latih untuk mengukur kapasitas latihan antara lain
treadmill dan sepeda statis (cycle ergometry) di laboratorium atau uji
jalan enam menit, tetapi ini terutama digunakan bersama dengan
program rehabilitasi paru
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 72
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB X
KONDISI KHUSUS
Pertimbangan Khusus
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 73
Diagnosis & Penatalaksanaan
Pasien PPOK stabil yang masih memiliki gejala klinis dan keterbatasan
aktivitas sebelum pembedahan harus mendapatkan terapi maksimal untuk
mencegah komplikasi paru pascabedah. Pembedahan harus ditunda jika
timbul eksaserbasi.
Pasien dengan gagal napas kronik yang menjalani terapi oksigen jangka
panjang, diinstruksikan untuk meningkatkan aliran dengan 1-2 L / menit
selama penerbangan. Idealnya, pasien yang terbang harus mampu
mempertahankan PaO2 dalam penerbangan minimal 50 mmHg (6,7 kPa).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal ini dapat dicapai pada
mereka dengan hipoksemia sedang dan berat dengan oksigen tambahan 3
lt/menit (kanula hidung) atau masker ventury 31%.
Mereka dengan PaO2 beristirahat di permukaan laut dari> 9,3 kPa (70 mm
Hg) kemungkinan aman untuk terbang tanpa oxygen tambahan, walaupun
hal tersebut penting untuk menekankan bahwa PaO2 beristirahat> 9,3 kPa
(70 mm Hg) di atas permukaan laut belum tentu tidak terjadi hipoksemia
parah ketika bepergian melalui udara (Bukti C). Hati-hati bila ada
komorbiditas yang dapat mengganggu pengiriman oksigen ke jaringan
(misalnya, gangguan jantung, anemia). Selain itu, berjalan sepanjang
lorong pesawat sangat mungkin memperburuk hipoksemia.
Alat Ventilasi
Vaksin
Pada penderita PPOK yang akan dilakukan tindakan bedah harus selalu
dilakukan evaluasi preoperatif baik secara klinik, faal paru maupun
analisis gas darah. PPOK merupakan kondisi premorbid yang dapat
meningkatkan morbiditi dan mortaliti pascaoperatif.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 75
Diagnosis & Penatalaksanaan
Hal yang perlu diperhatikan :
Lokasi operasi
- Intratorasik
- Ekstratorasik
- Abomen atas atau bawah
- Organ lain misalnya, optalmologi, ortophedi, urologi,
ginekologi, kolorektal atau kardiovakuler
Teknik anastesi
Teknik operasi
Pencegahan rasa nyeri, terutama rangsangan pada diafragma dapat
mengganggu otot respirasi
Persiapan fisioterapi sebelum operasi (latihan napas dan
ekspektorasi)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 76
Diagnosis & Penatalaksanaan
Selama perjalanan oksigen harus diberikan bila timbul beberapa gejala di
bawah ini :
Rasa berat di dada
Sesak napas
Sianosis
Gagal jantung kanan
Kadar oksigen darah selama perjalanan udara harus lebih dari 70 mmHg.
Pasien PPOK yang menggunakan terapi oksigen jangka panjang di rumah
harus menggunakan oksigen selama perjalanan. Dosis penambahan
oksigen dari dosis yang biasa digunakan adalah 1-2 liter (dengan nasal
kanul) atau 31% dengan venturi mask. Bila kadar oksigen dalam darah >
70 mmHg tidak diperlukan penambahan oksigen. Harus diingat untuk
mengatasi kondisi lain yang menyebabkan terjadinya hipoksemia,
misalnya anemia atau gangguan sistem sirkulasi.
Vaksinasi
Dianjurkan memberikan vaksinasi untuk influenza dan pneumococcus
setiap tahun karena dapat mengurangi eksaserbasi dan meningkatkan
kualiti hidup.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 77
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB XI
RUJUKAN KE SPESIALIS PARU
Rujukan ke spesialis paru dapat berasal dari spesialis bidang lain atau dari
pelayanan kesehatan primer, yaitu pelayanan kesehatan oleh dokter umum
(termasuk juga puskesmas)
Rujukan dari puskesmas mempunyai kriteria yang agak lain karena faktor
sosiokultural di daerah perifer berbeda dengan di daerah perkotaan (lihat
bab berikut)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 78
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB XII
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
PPOK DI PUSKESMAS DAN PELAYANAN
KESEHATAN PRIMER
Gejala kronis PPOK adalah sesak napas, batuk dan produksi dahak. Sesak
napas adalah gejala yang paling mengganggu kehidupan pasien sehari-
hari, oleh karena itu penting untuk menyelidiki dampak sesak napas pada
kegiatan sehari-hari yaitu: pekerjaan, kegiatan sosial, dan memberikan
pengobatan yang sesuai. Jika proses ini tidak menghasilkan kejelasan,
dapat digunakan kuesioner singkat seperti British Medical Research
Council (MRC) questionnaire yang mengukur dampak sesak pada
kegiatan sehari-hari, Clinic COPD questionnaire (CCQ), yang mengukur
gejala PPOK terkait status fungsional dan kesehatan mental, atau
International Primary Care Airways Group (IPAG) questionnaire yang
mengukur gejala PPOK terkait dan faktor risiko (http://www.ipag.org).
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 79
Diagnosis & Penatalaksanaan
atau mengurangi progresivitas. Dalam mendiagnosis dini PPOK
disarankan mengidentifikasi pasien berisiko tinggi.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 80
Diagnosis & Penatalaksanaan
depresi, diabetes mellitus, penyakit Parkinson, demensia dan
arthritis. Kondisi tersebut dapat membuat manajemen PPOK lebih
sulit
Inter komorbiditas: yaitu penyakit akut yang memiliki dampak yang
lebih parah pada pasien dengan penyakit kronis tertentu. Misalnya,
infeksi saluran pernapasan atas pada PPOK. memiliki dampak yang
lebih parah dan memerlukan perawatan yang berbeda.
DIAGNOSIS
PPOK adalah manifestasi dari penyakit paru kronik yang dapat di cegah
dan diobati.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 81
Diagnosis & Penatalaksanaan
2. Pemeriksaan fisis:
a. Secara umum
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pernapasan pursed-lips breathing
Tampak denyut vena jugularis atau edema tungkai bila
telah terjadi gagal jantung kanan
b. Toraks
Inspeksi : barrel chest
Penggunaan otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Perkusi : hipersonor pada emfisema
Auskultasi :
Suara napas vesikuler normal, meningkat atau melenah
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau dengan ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
3. Pemeriksaan penunjang
a. Jalan 6 menit, dapat dilakukan modifikasi cara evaluasi fungsi
paru atau analisis gas darah sebelum dan sesudah pasien
berjalan selama 6 menit atau 400 meter. Untuk di Puskesmas
dengan sarana yang terbatas, evaluasi yang digunakan adalah
keluhan lelah yang timbul atau bertambah sesak
b. Pemeriksaan darah Hb, leukosit
c. Foto toraks
d. Fungsi paru dengan PFR bila memungkinkan
PENATALAKSANAAN
Obat-obatan
Dalam penatalaksanaan PPOK stabil termasuk disini melanjutkan
pengobatan pemeliharaan dari rumah sakit atau dokter spesialis paru
baik setelah mengalami serangan berat atau evaluasi spesialistik
lainnya, seperti pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah,
kardiologi dll.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 83
Diagnosis & Penatalaksanaan
Manfaatkan obat-obatan yang tersedia sesuai dengan perkiraan
patogenesis yang terjadi pada keluhan klinis. Perhatikan dosis dan
waktu pemberian untuk menghindari efek samping obat.
Edukasi
Berhenti Merokok
Nutrisi
Rehabilitasi
1. Latihan bernapas dengan pursed-lips
2. Latihan ekspektorasi
3. Latihan otot pernapasan dan ektremiti
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 85
Diagnosis & Penatalaksanaan
2. Kortikosteroid diberikan dalam dosis maksimal, 30mg/hari
dalam 2 minggu bila perlu dengan dosis turun bertahap
(tappering off)
3. Antibiotik diberikan bila eksaserbasi (lihat halaman 52)
4. Diuretika
Diberikan pada PPOK derajat sedang-berat dengan gagal
jantung kanan atau kelebihan cairan
5. Cairan
Pemberian cairan harus seimbang, pada PPOK sering disertai
kor pulmonal sehingga pemberian cairan harus hati-hati
Rujukan ke spesialis paru dapat berasal dari spesialis bidang lain atau dari
pelayanan kesehatan primer, yaitu pelayanan kesehatan oleh dokter umum
(termasuk juga puskesmas)
1. ATS Statement. Standards for the diagnostic and care of patient with
chronic obstructive disease. Am J Respir Crit Care Med 1995; 152: S77-
120.
2. BTS. Guidelines for the management of chronic obstructive
pulmonary disease. Thorax 1997; 52: S1-25.
3. COPD: Working towards a greater understanding. Chest 2000; 117:
325S-01S.
4. Mechanisme and Management of COPD. Chest 1998; 113: 233S-
87S.
5. COPD: Clearing the air. Chest 2000; 117: 1S-69S.
6. Snow V, Lascher S, Pilson CH. The evidence base for management
of acute exacerbations of COPD. Chest 2001; 119: 118-9.
7. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).
Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of
chronic obstructive pulmonary disease. National Institutes of
Health. National Heart, Lung and Blood Insitute, Update 2003.
8. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).
Pocket guide to COPD diagnosis, management and prevention.
National Institutes of Health. National Heart Lung and Blood
Institute, Update July, 2003.
9. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).
Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of
chronic obstructive pulmonary disease. National Institutes of
Health. National Heart, Lung and Blood Insitute, Update 2009
10. Priyanti ZS dkk. Pola Kuman PPOK RS Persahabatan 2007
11. Barnes PJ et al. Emerging pharmacotherapies for COPD. Chest
2008;134: 1278-86.
12. Rahman et al. Systemic oxidative stress in asthma, COPD and
smokers. Am J respire Crit Care Med 1996;154:1055-1060
13. Lusuardi et.al. GOLD severity stratification and risk of
hospitalization for COPD excacerbation. Monaldi Arch Chest Dis,
2008,69[1]: 11-7)
14. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).
Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of
chronic obstructive pulmonary disease. National Institutes of
Health. National Heart, Lung and Blood Insitute, Update 2010
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 87
Diagnosis & Penatalaksanaan
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 88
Diagnosis & Penatalaksanaan