Anda di halaman 1dari 17

Model Manajemen Pendidikan

MODEL MANAJEMEN PENDIDIKAN DI SATUAN


PENDIDIKAN NON FORMAL

Yudithia Dian Putra


Dosen STIE IBMT Surabaya
Alamat e-mail: yudith@ibmt.ac.id , Hp. 081233991087

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan penerapan pola pembinaan


penyelenggaraan program pendidikan non formal. Digunakan pendekatan
kualitatif berupa studi kasus. Data dikumpulkan dari tujuh belas informan
terdiri dari lima pembina PNF dan dua belas penyelenggara program sebagai
subjek utama dengan menggunakan tekhnik wawancara, observasi dan
dokumentasi. Ditemukan bahwa pola pembinaan penyelenggaraan program
pendidikan non formal terdiri dari a) penyelenggaraan program pendidikan non
formal melibatkan masyarakat, b) penyelenggaraan program pendidikan non
formal berdasarkan kebutuhan masyarakat, c) pembelajaran berbasis agama
dan d) menerapkan strategi manajeman PDCA (Plan, Do, Check, Action).

Kata-kata Kunci: pola, pembinaan, program pendidikan non formal (PNF)

Salah satu permasalahan pada penyelenggaraan program pendidikan non formal di


masyarakat adalah banyaknya program-program PNFI yang on-off. Seperti yang disampaikan
oleh Bapak Hamid Muhammad, Dirjen Pendidikan Non Formal dan Informal (November
2009) mengatakan bahwa Keresahan yang berkembang di Dirjen Pendidikan Non Formal
dan Informal adalah banyak bermunculan program-program pendidikan non formal yang on-
off artinya program yang hanya aktif ketika mendapatkan dana, program tersebut biasanya
disebut sebagai program siluman atau program yang dapat menghilang setiap saat.
Pada kesempatan berbeda yaitu Sosialisasi Penertiban Program PNFI pada bulan
Februari 2010, Kementrian Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Non Formal Informal
menyebutkan bahwa banyak PKBM yang fiktif alias bodong atau siluman, ketika dilakukan
kunjungan langsung, ternyata PKBM tersebut sudah berubah fungsi. Berdasarkan data yang
diperoleh menyebutkan bahwa sebagian besar PKBM di daerah banyak berubah fungsi
menjadi rumah tinggal atau rumah makan dan ribuan program-program PNFI yang fiktif.
Salah satu contohnya lembaga kursus, awalnya, jumlah lembaga kursus yang terdata di
Depdiknas mencapai 13 ribu tapi setelah dilakukan pendataan ulang berkurang dua ribu
lembaga. Jadi lembaga kursus yang berjumlah dua ribu tersebut adalah fiktif, sehingga salah
satu rencana yang disusun oleh jajaran Dirjen Pendidikan Non Formal Informal adalah
penertiban program PNFI melalui pendataan program-program yang masih aktif dengan
memberlakukan Nomor Induk Lembaga (NILEM) dan hanya lembaga yang memiliki nilem
tersebut yang akan memperoleh pembinaan, terang Hamid kepada INDOPOS pada bulan
Februari 2010. http://www.pnfi.kemdiknas.go.id
Permasalahan lain adalah lemahnya pembinaan atau pengawasan pada program PNFI
baik dari jajaran Dinas Pendidikan Bidang Pendidikan Non Formal Informal, Penilik PNFI,
dan tokoh masyarakat. Jajaran Dinas Pendidikan sebagai pembina pertama di tingkat
Kabupaten yang membawahi program PNFI mempunyai peran yang besar dalam pemberian
izin penyelenggaraan dan monitoring pelaksanaan program. Selain itu, peran serta penilik
dalam membina program PNFI seperti dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun
2005 Pasal 40, bahwa pengawasan pendidikan non formal dilakukan oleh penilik satuan
pendidikan. Artinya, seseorang yang menduduki jabatan penilik secara yuridis sebagai
pengendali mutu dan sebagai pengawas pada satuan pendidikan non formal. Begitu juga
peran serta tokoh masyarakat, program PNFI mempunyai filosofi dari, oleh dan untuk
masyarakat yang berarti bahwa tokoh masyarakat sebagai bagian dari masyarakat turut
mempunyai peran dalam membina program PNFI.
Haryanto (2007) mengemukakan bahwa pendidikan non formal dapat dilaksanakan
apabila semua unsur terkait saling bahu membahu dalam penyelenggaraanya termasuk
didalamnya peran PTK-PNF. Selain itu, Asngadi (2003) juga mengatakan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara kinerja pembina PLS dengan penyelenggaraaan program Kejar
Paket B. Kinerja pembina dalam melakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi sangat
menentukan keberlangsungan program-program PLS, namun jika hal tersebut dilakukan
dengan proses yang tepat dan berkesinambungan.
Studi pendahuluan terhadap program pendidikan non formal pada sepuluh kecamatan
di Kabupaten Gresik, sembilan kecamatan menunjukkan bahwa program pendidikan non
formal belum berkembang dikarenakan pembinaan dan pengawasan dari pembina PNFI yang
masih lemah. Permasalahan tersebut merupakan suatu penghambat dari keberlangsungan
program PNF di Kabupaten Gresik karena keterlibatan semua unsur sangat membantu
terlaksananya program PNF. Akan tetapi, dalam observasi tersebut peneliti menemukan satu
kecamatan yang program-program PNF-nya berkembang dengan baik yaitu di Kecamatan
Driyorejo. Data tersebut didukung oleh pernyataan Bapak Drs. Syaroni Ruchan, M.Pd selaku
Kabid Pendidikan Non Formal, Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik yang menyatakan bahwa
dari delapan belas Kecamatan di Kabupaten Gresik, Kecamatan Driyorejo yang program
PNF-nya paling berkembang, terutama program PNF yang berada di PKBM Baitul Muslimin
Kecamatan Driyorejo.
Dalam penelitian terdahulu, temuan Emon (2003) menyebutkan bahwa program
kolompok usaha belum dapat meningkatkan hasil yang baik sesuai dengan yang diinginkan
karena strategi pengelolaan program yang belum tepat. Sehingga masih memerlukan
perhatian dan pembinaan dari pihak pemerintah dan swasta untuk membantu meningkatkan
keberhasilan program, pola pembinaan yang diberikan berupa peningkatan ketrampilan
pengelolaan program. Begitu juga hasil penelitian Sulistyowati (2005) ditemukan bahwa
keberhasilan program kelompok belajar usaha di Yayasan Sanusiyah dapat berjalan dengan
baik sesuai dengan apa yang dinginkan oleh masyarakat, dikarenakan pembinaan yang
dilakukan oleh lembaga dan tokoh masyarakat. Pola pembinaan yang diberikan oleh pembina
antara lain dengan cara memberikan semua biaya penyelenggaraan program, diberikan
pelatihan sesuai dengan kebutuhan warga belajar dan waktu belajar disesuaikan dengan
kemauan warga belajar.
Berdasarkan rasional hasil penelitian di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mendiskripsikan pola pembinaan penyelenggaraan program pendidikan non formal di PKBM
Baitul Muslimin Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. Lebih khusus penelitian ini untuk
mendiskripsikan indikator keberhasilan PKBM Baitul Muslimin, mendiskripsikan faktor
pendukung keberhasilan PKBM Baitul Muslimin, mendiskripsikan pembinaan
penyelenggaraan program pendidikan non formal di PKBM Baitul Muslimin dan memahami
rasional penerapan pembinaan penyelenggaraan program pendidikan non formal dengan pola
yang diterapkan di PKBM Baitul Muslimin.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan pendekatan kualitatif untuk


memahami dan mendiskripsikan pola pembinaan penyelenggaraan program pendidikan non
formal di PKBM Baitul Muslimin Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, dalam penelitian ini, peneliti
tergolong partisipasi aktif.
Subyek utama sebagai pemberi informasi dalam penelitian ini adalah 17 orang
terdiri dari penilik PLS, pengelola PKBM dan penyelenggara program, sedangkan subyek
pendukung adalah dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini. Tekhnik dalam
proses pengumpulan data antara lain yaitu observasi berperan serta dilakukan untuk
mengamati secara langsung kegiatan, situasi serta konteks dimana kegiatan tersebut
berlangsung, wawancara mendalam dilakukan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secara langsung kepada informan untuk menggali data atau informasi yang diperlukan,
dokumentasi dilakukan dengan cara melihat buku besar PKBM untuk memperoleh informasi
tentang profil PKBM, profil program, pengelolaan dan hasil laporan PKBM.
Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, dilakukan dengan pencatatan
semua hasil data lapangan baik dari wawancara, observasi maupun dokumentasi, selanjutnya
peneliti menyusun dan mencatat kembali sesuai dengan data yang diperoleh dengan rapi dan
terurut agar data mudah dipahami, data display yaitu data diolah, informasi atau pernyataan
informan dicatat dalam daftar kategori. Setelah itu dari berbagai data ini, peneliti kaji mana
data yang sama dan saling mendukung ataupun data yang menguatkan data yang lain,
kemudian diklasifikasikan menjadi pola yang sama dan menjadi temuan penelitian, dan
conclusion drawing/ verification adalah dengan membuat kesimpulan serta verifikasi untuk
memperoleh makna data dari lapangan.

HASIL DAN BAHASAN

Hasil
Pola pembinaan penyelenggaraan program pendidikan non formal di PKBM Baitul
Mulimin ini merupakan kombinasi pembinaan dari tiga unsur pendidikan yaitu penilik PLS,
tokoh masyarakat dan pengelola PKBM. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa
pembinaan juga didukung oleh sembilan faktor pendukung keberhasilan dan telah memiliki
sepuluh indikator keberhasilan. Adapun indikator keberhasilan PKBM dalam penelitian ini
sebagai berikut: 1) variasi peserta didik dilihat dari daerah asal maupun tingkatan umurnya,
2) memiliki tutor dengan kualifikasi pendidikan rata-rata strata-1 dan sesuai dengan bidang
studi, 3) status penyelenggara PKBM dari kepengurusan Masjid Baitul Muslimin, 4)
memiliki sarana dan prasarana lebih dari standar minimal, 5) memiliki dua gedung milik
sendiri, 6) sumber dana dari kerjasama dengan perusahaan, 7) hasil pembelajaran melibatkan
peserta didik, 8) variasi program belajar yang berjumlah dua belas program, 9) hasil belajar
dapat dijadikan bekal untuk berusaha mandiri, bekerja sebagai karyawan dan melanjutkan
pendidikan, 10) partisipasi masyarakat sangat besar berupa pemberian dana, tanah dan
kerjasama.
Faktor yang mendukung keberhasilan PKBM Baitul Muslimin terdiri dari sembilan
faktor sebagai berikut: (a) kelembagaan PKBM, PKBM Baitul Muslimin yang sudah
melembaga sehingga sudah dikenal oleh banyak masyarakat, banyak potensi di masyarakat
yang dapat dimanfaatkan dan hal tersebut menimbulkan daya dukung yang kuat dari
pengelola PKBM, (b) sarana prasarana yang memadai, sarana dan prasarana yang dimiliki
PKBM Baitul Muslimin memberikan kenyamanan bagi warga belajar untuk mengikuti
pembelajaran sehingga meningkatkan antusiasme warga belajar, (c) sumber daya manusia
yang berkualitas, PKBM Baitul Muslimin juga didukung dengan sumber daya manusia yang
berkualitas, rata-rata pendidik di PKBM Baitul Muslimin berpendidikan Strata-1 dan minimal
berpendidikan Diploma sehingga turut berperan pada penyelenggaraan program-program di
PKBM Baitul Muslimin, (d) strategi manajemen, strategi yang diterapkan pada program-
program di PKBM Baitul Muslimin mampu menjaga eksistensi program sehingga menjadi
faktor pendorong bagi keberhasilan PKBM Baitul Muslimin, (e) partisipasi masyarakat,
partisipasi masyarakat sangat besar dan bisa menjadi kekuatan bagi PKBM dan pengelolanya
untuk mengembangkan PKBM Baitul Muslimin, (f) pendanaan dari kerjasama, perusahaan-
perusahaan yang berperan serta mensuplai dana untuk keberlangsungan PKBM Baitul
Muslimin memberikan peran yang cukup besar, karena dana tersebut yang dipergunakan
untuk operasional program di PKBM Baitul Muslimin, (g) sosialisasi untuk menyebarluaskan
keberadaan PKBM, (h) keterkaitan semua unsur PKBM yang membentuk suatu kekuatan
untuk menyokong keberhasilan di PKBM Baitul Muslimin, (i) program yang memberikan
manfaat untuk masyarakat dapat menimbulkan motivasi yang besar bagi pengelola PKBM.
Adapun pola pembinaan penyelenggaraan program pendidikan non formal di PKBM
Baitul Muslimin sebagai berikut: a). penyelenggaraan program pendidikan non formal
melibatkan tokoh masyarakat, pelibatan tokoh masyarakat pada penyelenggaraan program
pendidikan non formal di PKBM Baitul Muslimimin dilakukan pada beberapa hal antara lain
untuk sosialisasi program, sebagai penasehat program, sebagai pembina program dan
pelaksanaan program b). program yang diselenggarakan berdasarkan kebutuhan masyarakat,
penyelenggaraan program yang diselenggarakan di PKBM Baitul Muslimin melalui
identifikasi kebutuhan program terlebih dahulu yang dilakukan oleh pengurus PKBM dan
tokoh masyarakat, c). pembelajaran pada setiap program berbasis agama, artinya setiap
pembelajaran pada masing-masing program di padukan dengan pengetahuan agama seperti
kajian-kajian islam, dalil islam, petunjuk dan tata cara menurut agama islam, d).
menggunakan strategi manajemen PDCA (Plan, Do, Check, Action). Penerapan manajeman
PDCA (Plan, Do, Check, Action) ini dimulai dengan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
dan evaluasi sampai pada upaya tindakan penyelesaian. Karakteristik program pendidikan
non formal tentunya berbeda sehingga penerapan manajemen PDCA (Plan, Do, Check,
Action) juga berbeda tergantung pada karakteristik masing-masing program.
Rasional penerapan pola pembinaan penyelenggaraan program pendidikan non formal
seperti disebutkan diatas dikarenakan adanya kecocokan antara strategi manajemen yang
diterapkan dengan penyelenggaraan program pendidikan non formal. Pendidikan non formal
yang fleksibel lebih sesuai dibina dengan strategi manajemen PDCA (Plan, Do, Check,
Action) yang merupakan empat langkah cepat sebagai pengendali mutu. Sedangkan alasan
lain adalah karena pola pembinaan tersebut disesuaikan dengan kondisi dan latar belakang
masyarakat.

Bahasan

Program-program pendidikan non formal yang berkembang dimasyarakat pada saat


ini menjadi persoalan yang menarik untuk diamati, terutama karena ciri-ciri khasnya yang
menunjukkan tradisi dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya akan layanan pendidikan. Ciri
khas tersebut meliputi kondisi tenaga pendidik, bentuk pengelolaanya, jenis program yang
diselenggarakan, ragi belajarnya, pembinaanya dan lain sebagainya. Guna mengukur
keberhasilan penyelenggaraan PKBM, Direktorat Pendidikan Non Formal memberikan
indikator keberhasilan PKBM secara kuantitatif dan kualitatif. Indikator keberhasilan PKBM
secara kuantitatif antara lain: (a) adanya variasi peserta didik dan meningkatnya jumlah
warga belajar, (b) memiliki tutor, tenaga pendidik atau nara sumber teknis yang berlatar
belakang pendidikan sesuai dengan yang diajarkan, (c) adanya kejelasan status penyelenggara
PKBM, (d) memiliki sarana dan prasarana minimal 2 ruang belajar dan 1 ruang sekretariat,
(e) memiliki tempat belajar berupa bangunan atau gedung baik milik sendiri maupun yang
berasal dari kontrak atau sewa, (f) memiliki sumber dana yang jelas, adanya ragi atau
rangsangan belajar bagi masing-masing program pembelajaran di PKBM, (g) hasil
pembelajaran melalui kelompok belajar pada masing-masing program pembelajaran yang
pembentukannya melibatkan peserta didik, (h) adanya variasi program belajar, (i) hasil
belajar dapat dijadikan bekal untuk berusaha mandiri, bekerja dan melanjutkan pendidikan,
(j) meningkatnya peran serta masyarakat dalam meningkatkan kualitas PKBM semakin
tinggi. Sedangkan indikator keberhasilan PKBM secara kualitatif adalah jika PKBM tersebut
dapat memberikan manfaat kepada masyarakat (Depdiknas 2006).
Hasil penelitian ini, PKBM Baitul Muslimin memiliki indikator keberhasilan
diantaranya a) adanya variasi peserta didik baik dilihat dari daerah asal maupun tingkatan
umurnya, b) memiliki tutor/tenaga pendidik yang berlatar belakang pendidikan sesuai dengan
diajarkan, c) adanya kejelasan status penyelenggara PKBM, d) memiliki sarana dan prasarana
lebih dari standar minimal, e) memiliki bangunan/gedung milik sendiri, f) memiliki sumber
dana yang jelas dari kerjasama dengan perusahaan, g) hasil pembelajaran melibatkan peserta
didik, h) adanya variasi program belajar yang berjumlah dua belas program, i). hasil belajar
dapat dijadikan bekal untuk berusaha mandiri, bekerja dan melanjutkan pendidikan, j)
partisipasi masyarakat sangat besar. Indikator keberhasilan yang lain adalah terbukanya akses
bagi warga belajar untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak, dengan terbukanya akses
bagi masyarakat atau warga belajar yang mengikuti program pendidikan non formal
menunjukkan bahwa peran PKBM Baitul Muslimin sangat besar.
Pada dasarnya program-program pendidikan non formal yang berkembang saat ini
merupakan salah satu strategi dalam mambangun masyarakat dan memberdayakan
masyarakat. Menurut Kamil (2009:18) pendidikan non formal memiliki peran yang sangat
mendasar dalam rangka membangun kemampuan dasar masyarakat terutama dalam
implementasi pendidikan sepanjang hayat. Indikator yang sudah dicapai oleh PKBM Baitul
Muslimin merupakan upaya keras pengelola PKBM untuk memberikan layanan pendidikan
kepada masyarakat terkait dengan fungsi PKBM sebagai berikut:
1. sebagai wadah dalam pelaksanakan kegiatan pembelajaran dan pelatihan bagi
warga belajar dan masyarakat setempat;
2. sebagai sarana dalam upaya menggali dan memanfaatkan berbagai potensi yang
ada dan berkembang di masyarakat;
3. sebagai sarana penyediaan informasi bagi masyarakat yang membutuhkan;
4. sebagai wadah pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan, dan
nilai-nilai di antara anggota masyarakat;
5. sebagai lembaga mitra pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam menyampaikan
pesan-pesan pembangunan untuk upaya pemberdayaan masyarakat.
Dalam penelitian ini, program-program pendidikan non formal di PKBM Baitul
Muslimin pada dasarnya juga banyak didukung oleh faktor-faktor diantaranya: (a)
kelembagaan PKBM, (b) sarana prasarana yang memadai, (c) sumber daya manusia yang
berkualitas, (d) strategi manajemen, (e) partisipasi masyarakat, (f) pendanaan dari kerjasama,
(g) sosialisasi, (h) keterkaitan semua unsur, (i) manfaat untuk masyarakat. Faktor-faktor
tersebut tidak begitu saja muncul namun membutuhkan proses sehingga sampai pada suatu
kondisi dimana faktor-faktor tersebut muncul sebagai daya pendukung.
Seperti yang dikemukakan oleh Sihombing (1999:126) bahwa faktor pendukung
PKBM secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor pendukung yang bersifat internal adalah program-program pendidikan non
formal telah melembaga dan memasyarakat, sehingga banyak sarana dan prasarana yang
tersedia di masyarakat dapat didayagunakan untuk keperluan PKBM dan untuk memudahkan
pengendalian mutu keluaran program diperlukan adanya tempat yang menetap. Sedangkan
faktor pendukung yang bersifat eksternal adalah bahwa tersedia tenaga-tenaga terlatih di
masyarakat yang siap membantu operasionalisasi PKBM yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat, sehingga dengan sentuhan motivasi, tantangan dan kemanusiaan, serta adanya
dukungan dan bantuan dari tokoh masyarakat baik formal maupun non informal karena
mampu menghimpun potensi yang dapat digunakan untuk pelaksanaan program yang kurang
termanfaatkan secara optimal.
Pembinaan terhadap perkembangan pendidikan non formal yang menyebar di
masyarakat sangat berbeda-beda, hal ini tergantung dari siapa yang membina, bagaimana
latar belakang masyarakatnya, dari mana sumber dananya dan masih banyak lagi faktor yang
menyebabkan berbedanya bentuk pembinaan program pendidikan non formal. Menurut
Sudjana (2004:210) pembinaan dalam manajeman pendidikan luar sekolah dengan maksud
agar kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak
menyimpang dari yang telah direncanakan. Secara lebih luas pembinaan sebagai rangkaian
upaya pengendalian terhadap semua unsur sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat
terlaksana dengan efektif dan efisien.
Jadi dapat dikatakan bahwa pembinaan merupakan sebuah upaya seseorang atau
sekelompok orang untuk membuat rencana tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, rencana
tersebut dapat terkait berbagai macam hal yaitu program, lembaga, kegiatan dan lain
sebagainya. Dalam penelitian ini pola pembinaan yang dilakukan pada penyelenggaraan
program pendidikan non formal ini adalah perpaduan antara manajemen dengan latar
belakang masyarakat, yang mencakup empat hal yaitu: a) pembinaan program pendidikan
non formal selalu melibatkan tokoh masyarakat, b) penyelenggaraan program pendidikan non
formal berdasarakan kebutuhan masyarakat, c) menggunakan manajemen PDCA (Plan, Do,
Check, Action) dan d) program pendidikan non formal berbasis agama.
Pola pembinaan yang pertama, yaitu dalam penyelenggaraan program pendidikan non
formal dengan melibatkan tokoh masyarakat. Pelibatan tokoh masyarakat dalam
penyelenggaraan program pendidikan non formal di PKBM Baitul Muslimin mempunyai
peran yang besar bagi keberlangsungan program-program pendidikan non formal karena
menjadi faktor penarik bagi penyelenggara dan warga belajar. Bentuk pelibatan tokoh
masyarakat di PKBM Baitul Muslimin diantaranya sebagai penasehat, pembina,
penyelenggara dan sosialisasi.
Tokoh-tokoh masyarakat di Kecamatan Driyorejo tidak hanya dilibatkan sebagai
penasehat dan pembina saja melainkan dilibatkan dalam kepengurusan PKBM. Semua
program pendidikan non formal di PKBM Baitul Muslimin dikelola oleh tokoh masyarakat
baik itu ustadz, guru, dan kiai. Tokoh masyarakat juga dilibatkan dalam sosialisasi, salah satu
contohnya Camat Kecamatan Driyorejo turut mensosialisasikan program-program yang
diselenggarakan oleh PKBM Baitul Muslimin. Dengan melibatkan tokoh masyarakat, warga
belajar di PKBM Baitul Muslimin terus meningkat, karena tokoh masyarakat sebagai sosok
yang dihormati oleh masyarakat dapat dengan mudah menarik perhatian warga masyarakat
untuk mengikuti program.
Menurut Kamil (2009:226) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun
PKBM adalah:
1. program PKBM hendaknya disosialisasikan kepada seluruh komponen masyarakat
dengan sebaik-baiknya, dalam sosialisasi hendaknya dijelaskan beberapa kekurangan
dan kebaikan pengembangan program PKBM kepada masyarakat secara terbuka;
2. melibatkan masyarakat (tokoh pendidikan, tokoh agama, pemerintah lokal dan
pengusaha) dalam mendirikan PKBM, agar ikut bertanggungjawab terhadap
pengembangan PKBM;
3. PKBM sebaiknya didirikan berdampingan dengan sarana pendidikan atau keagamaan
dan pembangunan masyarakat;
4. secara reguler hendaknya melaporkan perkembangan PKBM kepada masyarakat
melalui rapat-rapat masyarakat;
5. berikan tanggung jawab pengelolaan PKBM kepada tokoh masyarakat;
6. program-program yang dikembangkan hendaknya terintegrasi dengan kegiatan-
kegiatan sekolah formal atau melibatkan beberapa guru dalam pengembangan
program-programnya;
7. pengelola PKBM sebaiknya orang-orang yang mengerti masalah-masalah masyarakat
terutama masalah pendidikan masyarakat dan memahami potensi masyarakat.
Pola pembinaan yang kedua, adalah program yang diselenggarakan berdasarkan
kebutuhan masyarakat. Pentingnya mempertimbangkan kebutuhan dalam menyusun program
pemberdayaan didasarkan atas beberapa hal yaitu: 1) kebutuhan adalah bagian penting dari
kehidupan manusia karena manusia hidup untuk memenuhi kebutuhanya, 2) keberhasilan
manusia dalam hidup lebih banyak ditentukan kemampuanya untuk memenuhi kebutuhan
hidup, 3) manusia melakukan upaya berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan, 4) dalam
suatu kebutuhan terdapat kebutuhan lain yang harus dipenuhi. (Sudjana 1991:139-140).
Manusia pada hakikatnya akan berusaha memenuhi kebutuhan hidup, salah satu
kebutuhan hidup manusia adalah kebutuhan akan pendidikan atau kebutuhan untuk belajar.
Yang dimaksud kebutuhan disini adalah sesuatu yang harus diketahui dan dapat dikerjakan
oleh anak manusia sebelum mereka berasa bertanggung jawab sebagai orang dewasa. Setiap
anak mempunyai paket minimum berupa pengetahuan, skill dan sikap menjadi manusia
dewasa yang efektif (Marzuki 2009:136). Untuk memenuhi kebutuhan paket belajar
minimum tersebut masyarakat akan termotivasi untuk belajar dan belajar. Oleh karena itu
dalam merancang program pendidikan non formal sebaiknya dengan menggunakan strategi
partisipatif. Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (2000:172) dalam merancang program
pendidikan non formal harus mempertimbangkan empat hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan kebutuhan belajar (Learning needs based); program atau pembelajaran
berdasarkan pada kebutuhan belajar masyarakat, karena sasaran program pendidikan
non formal adalah orang dewasa yang mempunyai ciri bahwa pembelajaran
berdasarkan kebutuhanya.
2. Berorientasi pada tujuan kegiatan pembelajaran (Learning goals dan obyektives
oriented); program atau pembelajaran berdasarkan pada tujuan, orang dewasa lebih
tertarik untuk mempelajari sesuatu hal yang menjadi tujuan hidupnya artinya
mempunyai dampak yang baik untuk kehidupanya.
3. Berpusat pada peserta didik (participant centered); program atau pembelajaran
berpusat dari masyarakat dalam arti orang dewasa belajar berpusat pada pendalaman
dan perluasan dari pada pengalaman yang lalu baik sikap, pengetahuan maupun
ketrampilan.
4. Berangkat dari pengalaman belajar (experiential learning); program atau
pembelajaran yang dirancang berdasarkan pada pengalaman masyarakat karena orang
dewasa telah memiliki pengalaman praktis dan pragmatis yang luar.
Penyelenggaraan program pendidikan non formal yang didasarkan pada kebutuhan
masyarakat dimulai dengan identifikasi kebutuhan program. Pada pelaksanaan identifikasi
kebutuhan program tersebut juga melibatkan tokoh masyarakat karena dengan tokoh
masyarakat muncul kepercayaan dan keterbukaan. Selain tokoh masyarakat, pengurus PKBM
Baitul Muslimin juga turut melakukan identifikasi kebutuhan program dengan cara
mengamati ke lapangan secara langsung, mendatangi rumah ke rumah warga masyarakat dan
melalui informan dari pejabat setempat. Melalui identifikasi kebutuhan belajar ini maka
program-program pendidikan non formal yang diselenggarakan lebih bermanfaat karena
sesuai dengan minat warga belajar.
Pola pembinaan ketiga yaitu pembelajaranya berbasis agama, hal ini disesuaikan
dengan latar belakang masyarakat bahwa pendidikan agama merupakan pegangan hidup.
Pada pembelajaran di setiap program pendidikan non formal yang diselenggarakan di PKBM
Baitul Muslimin disisipi dengan pengetahuan agama. Materi-materi program pendidikan non
formal yang dikombinasikan dengan pengetahuan agama berupa kajian-kajian, dalil-dalil,
petunjuk dan cara-cara menurut ajaran agama islam. Pembelajaran berbasis agama banyak
diminati oleh warga belajar karena latar balakang masyarakat yang memegang teguh
pendidikan agama islam.
Orang dewasa belajar hal pertama yang ditumbuhkan adalah minat (interest) seperti
yang dikemukakan oleh Marzuki (2009:22) bahwa minat atau interest biasanya merupakan
suatu yang disadari dari pada kebutuhan (needs) yang agak kurang disadari. Jika mereka
merasa minat (interest) maka merekapun akan semakin termotivasi dalam belajar. Ini dapat
dijadikan sebagai ragi belajar pada setiap program atau pembelajaran.
Pola pembinaan yang keempat adalah menerapkan strategi manajeman, strategi yang
dimaksud disini adalah sebagai kiat atau cara yang digunakan untuk mendinamisasikan
keberadaan PKBM. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
manajeman PDCA (Plan, Do, Check, Action). Harsey dan Blanchard (dalam Gaffar
2007:569) mendefinisikan manajemen sebagai proses kerja sama melalui orang-orang atau
kelompok untuk mencapai tujuan organisasi yang diterapkan pada semua bentuk dan jenis
organisasi.
Sedangkan PDCA (Plan, Do, Check, Action) menurut (Hamzah 2011) adalah suatu
proses pemecahan masalah empat langkah yang terjadi dalam setiap kegiatan atau kinerja
yang merupakan siklus yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Namun ada juga
yang mengatakan bahwa PDCA (Plan, Do, Check, Action) adalah salah satu cara untuk
meningkatkan perbaikan atau peningkatan proses. PDCA (Plan, Do, Check, Action) terdiri
dari empat langkah yaitu Plan, Do, Check and Action. Plan, meski secara literal tahapan ini
berarti merencanakan, plan dalam PDCA (Plan, Do, Check, Action) merupakan proses
mendesain atau merevisi komponen proses guna meningkatkan hasil. Bila digunakan dalam
konteks pemecahan masalah, maka plan berarti mengidentifikasi masalah. Do, berarti
implementasi dari desain atau bertindak. Pada konteks PDCA (Plan, Do, Check, Action), do
merupakan tahapan mengimplementasikan desain yang telah dibuat pada tahapan plan. Bila
PDCA (Plan, Do, Check, Action) diterapkan pada pemecahan masalah, maka do merupakan
tahapan di mana berbagai solusi ditemukan atau diajukan dan diujicobakan efektifitasnya.
Check, pada dasarnya, check mempelajari atau menilai efektifitas pelaksanaan rencana-
rencana baru atau berbagai solusi yang sudah diujicobakan. Action, bukan sekedar berarti
bertindak atau melakukan, namun, dalam konteks PDCA (Plan, Do, Check, Action), act
merupakan pelaksanaan penuh atas rencana yang terbukti memberi peningkatan hasil atau
solusi yang terbukti ampuh dalam memecahkan atau menyelesaikan suatu masalah.
(http://pdca-plan-do-check-act.html).
Pola pembinaan penyelenggaraan program yang digunakan di PKBM Baitul
Muslimin sampai saat ini dapat dikatakan efektif kaitanya dengan program pendidikan non
formal yang merupakan bentuk layanan pendidikan yang berasal dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat, pembina-pembina program pendidikan non formal di
PKBM Baitul Muslimin mencoba memadukan dari bentuk manajeman dan kondisi
masyarakat setempat. Pembinaan penyelenggaraan program pendidikan non formal di
PKBM Baitul Muslimin yang diterapkan tersebut, sampai saat ini sangat efektif untuk
dipergunakan sebagai pola pembinaan.
Dalam konsep pendidikan berbasis masyarakat (Sihombing 2000:154) bahwa
pendidikan luar sekolah bertumpu pada masyarakat bukan pada pemerintah. Hal ini berarti
bahwa pendidikan luar sekolah dikembangakan perlu dipahami dengan benar apa dan
bagaimana masyarakat itu sehingga dapat diungkap kebutuhan nyata dan kekuatan
dimasyarakat. Masih menurut sihombing, ada lima aspek yang menjadi acuan pendidikan luar
sekolah dalam mengembangkan dan melaksanakan konsep pendidikan luar sekolah antara
lain:
1. teknologi dipelajari hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang ada
dimasyarakat. Teknologi yang diperkenalkan dan adakalanya sering berubah menjadi
pengkarbitan masyarakat yang akibatnya tidak digunakan oleh sebab kehadiran
teknologi itu bukan karena dibutuhkan melainkan karena paksaan. Hal ini yang
membuat masyarakat menjadi rapuh;
2. kelembagaan, adalah harus ada wadah yang statusnya jelas dimiliki, dipinjam,
dikelola dan dikembangkan oleh masyarakat. Disini digugah dan ditumbuhkan
partisipasi masyarakat dalam perencanaan pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan
lembaga pendidikan luar sekolah;
3. sosial artinya program belajar harus bernilai sosial atau bermakna bagi kehidupan
peserta didik atau warga belajar. Oleh karena harus itu, program harus digali
berdasarkan potensi lingkungan dan berorientasi pasar bukan akademik semata;
4. kepemilikan program belajar artinya kelembagaan harus miliki masyarakat, bukan
menjadi milik pemerintah. Selama ini terbukti bahwa rasa memiliki oleh instansi
pemerintah tidak mampu membangkitkan partisipasi masyarakat, yang ada hanyalah
pemaksaan program, dalam arti dirancang oleh instansi yang bersangkutan. Sementara
itu ada kalanya petugas pelaksana mengerti mengapa harus demikian. Dipihak lain
kepemilikan yang berada ditangan masyarakat membuat keterpaduan antar intansi
menjadi semakin nyata dan kekuatan selama ini akibat yang disebut egoisme sektoral;
5. organisasi artinya aparat pendidikan luar sekolah tidak menangani sendiri
programnya, melainkan bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Organisasi inilah yang menjadi pelaksanaan dan mitra masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan belajar mereka dan berhubungan dengan sumber pendukung program.
Pola pembinaan tersebut mampu menjadi faktor penarik dan pendorong semua unsur
penyelenggaraan program pendidikan non formal, bukan hanya penyelenggara dan pelaksana
saja yang merasa terbina namun warga belajar juga turut merasakan perkembangan diri
sehingga merasa diberdayakan, program-program yang diberikan oleh PKBM Baitul
Muslimin menciptakan akses untuk meningkatkan taraf kehidupanya. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Kinderventer (1979:13) yang menjelaskan bahwa peran pendidikan non
formal sebagai proses pemberdayaan di dalamnya meliputi peningkatan dan perubahan
sumber daya manusia sehingga mampu membangun masyarakat dan lingkungannya.
Penyelenggaraan program pendidikan non formal di PKBM Baitul Muslimin sejalan
dengan pendapat dari Kindervatter tentang ciri mendasar dalam proses pemberdayaan.
Penyelenggaraan program pendidikan non formal di PKBM Baitul Muslimin diawali dari
kelompok kecil pengurus masjid Baitul Muslimin. Selanjutnya kepengurusan program
pendidikan non formal dengan melibatkan warga masyarakat dan dengan difasilitatori oleh
pendidik yang memiliki kesamaan pandang, menggunakan metode, dan pengambilan
keputusan secara mufakat sehingga program pendidikan non formal di PKBM Baitul
Muslimin turut berperan dalam memberdayakan masyarakat. Seperti pendapat Kindervatter
(1979:254-259) menyarankan beberapa ciri mendasar yang dapat diidentifikasi dalam proses
pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan non formal yaitu:
1) pembentukan kelompok kecil yang dapat dilakukan berdasarkan umur yang sama,
minat yang sama dan sukarela. Pemberdayaan menekankan pada kebersamaan
langkah yang memungkinkan kelompok dapat berkembang;
2) pemberian tanggungjawab kepada warga belajar ini sudah dilibatkan dalam kegiatan
perencanaan, penyusunan program sampai dengan evaluasi program yang sudah
dilaksanakan;
3) kepemimpinan kelompok dipegang warga belajar, semua kegiatan diatur oleh
kelompok sehingga semua warga belajar memiliki tanggungjawab dalam setiap
kegiatan;
4) agen, guru, tutor sebagai pendidik berperan sebagai fasilitator;
5) proses pengambilan keputusan untuk setiap kegiatan harus berdasarkan musyawarah
bersama atau hasil pemungutan suara;
6) adanya kesamaan padang dan langkah di dalam mencapai tujuan tertentu, yang dapat
ditumbuhkan dari masalah-masalah social;
7) metode yang digunakan harus dipilih dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri bagi
warga belajar;
8) bahan belajar diarahkan pada kebutuhan atau kenyataan hidup sehari-hari warga
belajar;
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu bahwa program
pendidikan non formal (KBU) belum dapat meningkatkan hasil yang sesuai dengan apa yang
diinginkan karena strategi manajemen yang kurang tepat, sehingga perlu memberikan
pembinaan berupa pemberian ketrampilan pelatihan pengelolaan program pendidikan non
formal, dan dari hasil pelatihan ketrampilan pengelolaan tersebut terbukti mampu
memberikan manfaat pada meningkatnya hasil dari program kelompok belajar usaha (Emon,
2003). Hal yang sangat perlu untuk diperhatikan dalam penyelenggaraan program pendidikan
non formal adalah menerapkan strategi manajemen yang sesuai, karena manajemen
merupakan rangkaian kegiatan dalam mengelola sebuah organisasi, jika terdapat kesalahan
dalam pengelolaan maka berdampak pada keberlangsungan penyelenggaraan organisasi yang
dikendalikan. Oleh sebab itu, pemilihan strategi manajemen juga harus diperhitungkan karena
mampu menjadi pengendali mutu keberlangsungan sebuah organisasi.
Penelitian ini juga menjawab penelitian terdahulu bahwa program pendidikan non
formal dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang dinginkan oleh masyarakat
dikarenakan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga dan tokoh masyarakat. Salah satu
bentuk pembinaan yang lain jika program yang diselenggarakan disesuaikan dengan
kebutuhan warga belajar dan waktu belajar disesuaikan dengan kemauan warga belajar
(Sulistyowati, 2005).
Dari hasil penelitian tentang pola pembinaan penyelenggaraan program pendidikan
non formal memberikan konstruksi terhadap penyelenggaraan program pendidikan non
formal bahwa pemberian dana bukanlah menjadi jaminan bagi keberlangsungan program-
program pendidikan non formal di masyarakat, sampai saat ini telah banyak dana yang
diberikan oleh pemerintah maupun pihak swasta baik yayasan atau lembaga sosial untuk
keberlangsungan program pendidikan non formal, namun terbukti masih banyak program
pendidikan non formal yang tidak dapat berkembang. Akan tetapi yang sangat perlu untuk
diperhatikan adalah bagaimana pengelolaan dan kerjasama antara pengelola dengan
masyarakat dan instansi di masyarakat. Hal ini dikarenakan program pendidikan non formal
merupakan lembaga pendidikan yang muncul dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat sehingga dalam penyelenggaraannya sangat perlu memperhatikan kondisi
masyarakat sekitar supaya terwujud sebuah lembaga yang dapat menjadi pendorong bagi
pembangunan masyarakat.
Penelitian ini juga mengkonstruksikan bahwa, pembinaan yang selama ini
dilaksanakan di lapangan belum efektif terbukti dengan masih banyaknya program
pendidikan non formal yang on off. Prosedur pembinaan yang selama ini diatur secara
terpusat dengan aturan-aturan yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat atau daerah
dimana program pendidikan non formal berada, belum memberikan nilai positif terhadap
perkembangan program pendidikan non formal. Aturan-aturan yang top-down hanya
menimbulkan keterpaksaan dari para pengelola program pendidikan non formal, sehingga
bagi pembuat kebijakan pendidikan non formal dan penyelenggaraan program pendidikan
non formal perlu untuk mengkaji kembali prosedur-prosedur pembinaan yang sesuai dengan
kondisi masyarakat.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil temuanya adalah sebagai berikut: Pertama, ada sepuluh indikator keberhasilan
PKBM Baitul Muslimin sesuai dengan indikator keberhasilan PKBM menurut patokan
Diknas. Kedua, faktor pendukung keberhasilan PKBM Baitul Muslimin adalah (a)
kelembagaan PKBM, (b) sarana prasarana yang memadai, (c) sumber daya manusia yang
berkualitas, (d) strategi manajemen, (e) partisipasi masyarakat, (f) pendanaan dari kerjasama,
(g) sosialisasi, (h) keterkaitan semua unsur, (i) manfaat untuk masyarakat. Ketiga, pola
pembinaan penyelenggaraan program pendidikan non formal di PKBM Baitul Muslimin
terdiri dari empat hal yaitu: a. penyelenggaraan program pendidikan non formal melibatkan
tokoh masyarakat b. program pendidikan non formal berdasarkan pada kebutuhan
masyarakat, c. program pendidikan non formal berbasis agama artinya pembelajaran disisipi
dengan pengetahuan agama dan d. menerapkan strategi manajemen PDCA (Plan, Do, Check
dan Action). Keempat, rasional penerapan pola pembinaan penyelenggaraan program
pendidikan non forma di PKBM Baitul Muslimin adalah karena adanya kecocokan antara
strategi manajeman yang digunakan dengan kondisi program pendidikan non formal dan di
padukan dengan latar belakang masyarakat.
Bertitik tolak dari hasil temuan penelitian tersebut, disarankan hal-hal sebagai berikut:
(1) Pihak-pihak pembuat kebijakan pendidikan non formal informal disarankan untuk
merancang pola pembinaan yang disesuaikan dengan kondisi dan latar belakang masyarakat
setempat, karena pembinaan tidak dapat dilakukan dengan prosedur top-down melainkan
harus melihat kondisi masyarakat setempat seperti halnya dengan hasil temuan dalam
penelitian ini. (2) Pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan program pendidikan non
formal disarankan untuk mempergunakan pola pembinaan penyelenggaraan program
pendidikan non formal sesuai dengan hasil temuan dalam penelitian ini, supaya program
pendidikan non formal dapat berkembang dengan baik. (3) Bagi peneliti lain, apabila terdapat
kajian sebagai upaya meningkatkan pembinaan penyelenggaraan program pendidikan non
formal dengan mengacu pada pola pembinaan dari hasil penelitian diatas, peneliti siap untuk
berbagi pengalaman.

DAFTAR RUJUKAN

Asngadi, Kamid. 2003. Kinerja Penilik Pendidikan Luar Sekolah Dalam Penyelenggaraan
Program Paket B di Kalimantan Tengah. Malang: Tesis tidak dipublikasikan

Depdiknas. 2006. Pedoman Pendirian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Jakarta:
Ditjen PMPTK

Emon, Russaly. 2003. Pembinaan Usaha Meningkatkan Ekonomi Masyarakat. Tesis (Tidak
dipublikasikan)

Gaffar. Fakry. 2007. Manajemen Pendidikan (Ilmu dan Aplikasi Pendidikan). Bandung:
Pedagogiana Press

Hamzah, Muhammad. 2011. Manajemen PDCA.


http://en.wikipedia.org/wiki/PDCA. diakses 11 April 2011.
Haryanto, Endro. 2007. Peran dan Standar Kompetensi Penilik. Jakarta: Jurnal VISI Dirjen
PTK-PNF

Kamil, Mustofa. 2009. Pendidikan Non Formal (Pengembangan Melalui PKBM di


Indonesia). Bandung: Alfabeta

Kindervatter, S. 1979. Non Formal Education as An Empowering Process. Massachusetts:


Center For International Education University of Masschusetts

Marzuki, Saleh. 2009. Dimensi-dimensi Pendidikan Non Formal. Malang: FIP Universitas
Negeri Malang

Muhammad, H. 2009. Kondisi dan Tantangan PNFI (disajikan dalam kuliah umum di
Pascasarjana (November 2009), Universitas Negeri Malang.

Muhammad. H. 2010. Sosialisasi Penertiban Program PNF. (online).


(http://www.pnfi.kemdiknas.go.id), diakses 4 April 2010.

Sihombing, Umberto. 1999. Pendidikan Luar Sekolah Kini dan Masa Depan. Jakarta: PD
Mahkota

Sihombing, Umberto. 2000. Konsep dan Pengembangan Masyarakat berbasis Masyarakat.


Jakarta: PD Mahkota

Sudjana, Djuju. 1991. Pendidikan Non Formal (Wawasan, Sejarah Perkembangan. Falsafah
& Teori Pendukung Serta Azas). Bandung: Nusantara Press

Sudjana, Djuju. 2000. Pendidikan Luar Sekolah, Sejarah dan Azas. Bandung: Falah
Production

Sudjana, Djuju. 2004. Manajemen Program Pendidikan (untuk Pendidikan Non Formal dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia). Bandung: Falah Production

Sulistyowati, Sri Agus. 2005. Keberhasilan Pola Pembinaan Program KBU Sentra Industri
Kecil Anyaman Pandan Bambu. Tesis (Tidak dipublikasikan).

Tim Penyusun. 2005. PP No 19 (Standar Pendidikan Nasional. Jakarta: Lembaran Negara

Anda mungkin juga menyukai