Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
Demam Tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bacteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelial atau endocardial dan invasi bakteri sekaligus multipikasi ke dalam sel
fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyer patch.1,3

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di


berbagai negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di
dunia sangat sukar di tentukan, sebab penyakit ini di kenal mempunyai gejala
dengan spectrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari 150 /
100.000 / tahun di Amerika Selatan dan 900 / 100.000 / tahun di Asia. Umur
penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3 19 tahun mencapai 91
% kasus. Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari Amerika Serikat. 1,3

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia. Manusia yang


terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekresikannya melalui secret saluran
nafas,urin dan tinjadalam jangka waktu yang sangat brrvariasi. Salmonella typhi
yang bearada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila
berada di dalam air, es , debu, atau kotoran kering maupun ada pakaian. Akan
tetapi S typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan
mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi. 1,3

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman /


makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa
kuman, biasanya keluar bersama sama dengan tinja. 1,3

Dapat juga terjadi transmisi transplasenta dari seorang ibu hamil yang
berada dalam bakterimia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro
fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada
bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian. 1,3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : An. E
Umur : 9 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Lorong Siswa No.3 kel. Sukakarya kec. Koto Baru, Jambi
MRS tanggal : 6 Oktober 2016

2.2 Anamnesis
Diberikan oleh : Ibu pasien
Tanggal : 07 Oktober 2016

A. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Keluhan Utama:
Tidak buang air besar selama 4 hari
2. Riwayat Perjalanan Penyakit:
Ibu os mengatakan bahwa anaknya demam , demamnya ini timbul
perlahan, demam meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun
saat pagi hari. Demam tidak disertai menggigil dan tidak ada kejang.
.Kepala sakit (-), mual (+), muntah (+) berisi makanan tidak disertai darah.
Nafsu makan menurun dan os merasa lemas. Batuk (+) berdahak tidak
disertai darah , pilek (+), Tidak BAB selama 4 hari. BAK tidak ada
keluhan, mimisan (-), gusi berdarah (-), riwayat pergi keluar kota (-).
B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan
Partus : Spontan
Tempat : Praktek Bidan Swasta
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 15 Agudtus 2007
BBL : 3300 gram
PB : 50 cm

2. Riwayat Makanan
ASI : (+)
Susu Botol/kaleng : (-) tidak minum susu bantu

2
Bubur Nasi : (-)
Nasi lembek : (-)
Nasi Biasa : (-)
Daging, Ikan dan telur : (-)
Tempe dan Tahu : (-)
Sayur : (-)
Buah : (-)
Kesan : kualitas dan kuantitas makan cukup sesuai
umur

3. Riwayat Imunisasi
BCG :1x
Polio :4x
DPT :3x
Campak :1x
Hepatitis :3x
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

4. Riwayat Keluarga
Perkawinan :-
Umur :-
Pendidikan :-
Penyakit yang diderita :-
Saudara : 2 orang (tidak ada saudara yang mengalami
keluhan yang sama)

5. Riwayat Perkembangan Fisik


Gigi Pertama : Lupa
Berbalik : Lupa
Tengkurap : Lupa
Merangkak : Lupa
Duduk : Lupa
Berdiri : Lupa
Berjalan : Lupa
Berbicara : Lupa

3
Kesan : Tidak bisa dinilai

6. Riwayat Perkembangan Mental


Isap Jempol : (+)
Ngompol : (+)
Sering mimpi : (-)
Aktifitas : Aktif
Membangkang : (-)
Ketakutan : (-)

7. Status Gizi
Anak laki-laki, usia 9 tahun 1 bulan dengan berat badan 20 kg dan panjang
badan 125 cm.Perhitungan menggunakan CDC
- BB/U = Berat badan aktual X 100 % = 20 X 100 = 71,4 %
Berat badan ideal 28
= Gizi Kurang
- TB/U = Tinggi badan aktual X 100 % = 125 X 100 = 93,9 %
Tinggi badan ideal 133
= Gizi Kurang
- BB / TB = Berat badan aktual X 100 % = 20 X 100 = 83,3 %
BB / TB 24
= Gizi Kurang

Riwayat Penyakit yang Pernah di Derita


Parotitis : (-) Muntah berak : (-)
Pertusis : (-) Asma : (-)
Difteri : (-) Cacingan : (-)
Tetanus : (-) Patah tulang : (-)
Campak : (-) Jantung : (-)
Varicella : (-) Sendi bengkak: (-)
Thypoid : (-) Kecelakaan : (-)
Malaria : (-) Operasi : (-)
DBD : (-) Keracunan : (-)
Demam menahun : (-) Sakit kencing : (-)
Radang paru : (-) Sakit ginjal : (-)
TBC : (-) Kejang : (-)

4
Perut Kembung : (-) Lumpuh : (-)
Alergi : (-) Otitis Media : (-)
Batuk/pilek : (-) DM : (-)

C. Anamnesis Organ
Kepala Rambut rontok : (-)
Sakit kepala : (-) Lain-lain : (-)

Mata Mata merah : (-)


Rabun senja : (-) Bengkak : (-)

Telinga Ggn pendengaran : (-)


Nyeri : (-) Tinitus : (-)
Sekret : (-)

Hidung Kebiruan : (-)


Epistaksis : (-) Penciuman : dbn

Gigi-Mulut Gusi berdarah : (-)


Sakit gigi : (-) Sakit mbuka mulut: (-)
Sariawan : (-) Rhagaden : (-)
Ggn mengecap : (-) Lain-lain : (-)

Tenggorokan Suara serak : (-)


Sakit menelan : (-)

Leher Tortikolis : (-)


Kaku kuduk : (-) Parotitis : (-)

Jantung dan Paru Sesak malam hari : (-)


Nyeri dada : (-) Berdebar : (-)
Sesak napas : (-) Sakit saat bernapas : (-)
Batuk : (-) Napas bunyi/mengi : (-)
Pilek : (-) Sakit kepala sebelah : (-)
Batuk darah : (-) Dingin ujung jari : (-)
Sembab : (-) Penglihatan berkurang : (-)
Kebiruan : (-) Bengkak sendi :(-)
Keringat malam hari : (-)

5
Abdomen
a. Hepar

b. Tinja seperti dempul d. Kencing warna tua


: (-) : (-)
c. Sakit kuning
: (-)
e.
f. Lambung dan Usus

g. Nafsu makan m. Tinja berdarah


: menurun : (-)
h. Perut kembung n. Dubur berdarah
: (-) : (-)
i. Mual/muntah o. Sukar BAB
: (+) : (+)
j. Muntah darah p. Sakit perut
: (-) : (-)
k. Mencret q. Lokasi
: (-) : sulit ditentukan
l. Tinja berlendir r. Sifat
: (-) : tumpul
s.

t. Ginjal dan urogenital

u. Sakit kencing x. Sembab kelompak


: (-) mata : (-)
v. Warna keruh y. Edema tungkai
: (-) : (-)
w. Frekuensi miksi
:N

z.

aa. Endokrin

ab. Sering minum : (-) ac. Sering kencing


: (-)

6
ad. Sering makan : (-) af. Tanda pubertas prekok
ae. Keringat dingin
: (-)
: (-)

ag.

ah. Syaraf dan Otot

ai. Hilang rasa : (-) ao. Panas : (-)


aj. Kesemutan ap. Riw. kejang keluarga : (-)
aq. Badan kaku : (-)
: (-)
ar. Tidak sadar : (-)
ak. Otot lemas
as. Mulut mencucu
: (-)
: (-)
al. Otot pegal
at. Trismus
: (-)
: (-)
am.Lumpuh
au. Kejang pertama usia : (-)
: (-) av. Riw. Trauma kepala : (-)
an. Kejang : (-)

aw.
ax. Alat Kelamin
ay. Hernia : (-)
az. Bengkak : (-)

7
ba.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


2.3.1 PEMERIKSAAN UMUM
bb. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
bc. Kesadaran : compos mentis
bd. Posisi : berbaring
be. BB : 20 kg
bf. PB : 125 cm
bg. Gizi : gizi kurang
bh. Edema : (-)
bi. Sianosis : (-)
bj. Dyspnoe : (-)
bk. Ikterus : (-)
bl. Anemia :
(-)
bm. Suhu : 38,3 C
bn. Respirasi : 24 x / menit
bo. Tipe pernapasan : Torakoabdominal
bp. Turgor : baik (< 2 detik)
bq. Tekanan darah : 100/60 mmHg
br. Nadi :
- Frekuensi : 112 x / i - Pulsus tardus : (-)
- Isi/kualitas : cukup - Pulsus celler : (-)
- Equalitas : cukup - Pulsus trigeminus : (-)
- Regularitas : reguler - Pulsus magnus : (-)
- Pulsus defisit : (-) - Pulsus parvus : (-)
- Pulsus Alternan : (-) - Pulsus bigerminus: (-)
- Pulsus paradox : (-)
bs.
bt. Kulit
bu. Warna : Sawo matang
bv. Hipopigmentasi : (-)
bw. Hiperpigmentasi : (-)
bx. Ikterus : (-)
by. Bersisik : (-)
bz. Makula : (-)
ca. Papula : (-)
cb. Vesikula : (-)
cc. Pustula : (-)
cd. Sikatriks : (-)
ce. Edema : (-)
cf. Eritema : (-)
cg. Haemangiom : (-)
ch. Ptechiae : (-)
ci.
2.3.2 PEMERIKSAAN KHUSUS
cj. KEPALA cp. Alopesia
ck. Bentuk : : (-)
Normocehepal cq. Sutura : t.a.k
cl. Rambut cr. Fontanella mayor
: Lurus : tidak menonjol
cm. Warna : Hitam (datar)
cn. Mudah Rontok cs. Fontanella minor
: (-) : dbn
co. Kehalusan ct. Cracked pot sign
:+ : (-)
cu. Cranio tabes : (-)
cv.
cw. MUKA
cx. Roman muka : wajar
cy. Bentuk muka : simetris
cz. sembab : (-)
da. Simetris : (+)
db.
dc. ALIS
dd. Kerapatan : cukup
de. Mudah rontok : (-)
df. Alopesi : (-)
dg.
dh. MATA
di. Sorot mata dn. Endophthalmus
: wajar : (-)
dj. Hipertelorisme do. Exophthalmus
: (-) : (-)
dk. Sekret dp. Nistagmus
: (-) : (-)
dl. Epifora dq. Starbismus
: (-) : (-)
dm. Pernanahan dr. Cekung
: (-) : (-)
ds.
dt. KELOPAK MATA
du. Cekung : (-) dz. Ektropion : (-)
dv. Edema : (-) ea. Entropion : (-)
dw. Ptosis : (-) eb. Haemangioma : (-)
dx. Lagoptalmus : (-) ec. Hordeolum : (-)
dy. Kalazion : (-)
ed.
ee. KONJUNGTIVA
ef. Pelebaran vena eh. Infeksi
: (-) : (-)
eg. Perdarahan subconj. ei. Bitot spot
: (-) : (-)
ej. Xerosis el. Refleks
: (-) : (-)
ek. Ulkus
: (-)
em.
en. SKLERA
eo. Ikterik : (-)
ep.
eq. IRIS
er. Bentuk : bulat et. Isokor : (+)
es. Ukuran : eu. Refleks cahaya lgs
3 mm : (+)
ev.
ew. TELINGA fa. Tophi : (-)
ex. Bentuk fb. Membran timpani : sulit
: dbn dinilai
ey. Kebersihan fc. Nyeri tekan mastoid : (-)
: cukup fd. Nyeri tekan daun telinga
ez. Sekret : (-)
: (-)
fe.
ff. HIDUNG fj. Coryza
fg. Bentuk : (-)
: dbn fk. Mukosa edema
fh. Saddle nose : (-)
: (-) fl. Epistaksis
fi. Gangren : (-)
: (-) fm. Deviasi septum
: (-)
fn.
fo. BIBIR fq. Warna : merah
fp. Bentuk : dbn muda
fr. Bibir kering fv. Sianosis
: (+) : (-)
fs. Rhagaden fw. Labioschiziz : (-)
: (+) fx. Bengkak : (-)
ft. Sikatrik fy. Vesikel: (-)
: (-) fz. Oral rush : (-)
fu. Cheitosis ga. Trismus : (-)
: (-) gb. Bercak koplik : (-)
gc. Palatoschizis : (-)
gd.
ge. GIGI
gf. Kebersihan gh. Hutchinson
: cukup : (-)
gg. Karies : (-) gi. Gusi : (+)
gj.
gk. LIDAH
gl. Bentuk : dbn gq. Hiperemis
gm. Gerakan : dbn : didaerah tepi
gn. Tremor: (-) gr. Atropi papil
go. Warna :coated tongue : (-)
gp. Selaput gs. Makroglosia : (-)
: (-)
gt. Mikroglosia : (-)
gu.
gv.
gw. FARING-TONSIL
gx. Warna : ha. Pembesaran tonsil
Merah muda : (-)
gy. Edema : (-) hb. Ukuran
gz. Selaput : T1/T1
: (-) hc. Simetris
: (-)
hd.
he. LEHER
hf. Inspeksi
hg. Struma : (-) hk. Tortikolis
hh. Bendungan vena : (-)
: (-) hl. Bullneck
hi. Pulsasi : (+) : (-)
hj. Limpadenopati hm. Parotitis
: (-) : (-)
hn. Palpasi
ho. Kaku kuduk : (-) hq. Struma : (-)
hp. Pergerakan
: bebas
hr.
hs. THORAK DEPAN DAN PARU
ht. Inspeksi Statis :
hu. Bentuk hy. Sternum
: simetris : dbn
hv. Simetris hz. Bendungan vena
: (+) : dbn
hw. Vousure cardiac ia. Tumor : (-)
: (-) ib. Sela iga
hx. Clavikula : (-)
: dbn
ic. Inspeksi Dinamis ie. Retraksi
id. Bentuk pernapasan : (-)
: abdominotorakal if. Palpasi
ig. Nyeri tekan ii. Krepitasi
: (-) : (-)
ih. Fraktur iga
: (-)
ij. Perkusi
ik. Bunyi ketuk : sonor im. Batas paru-hati
il. Nyeri ketuk : dbn
: (-) in. Peranjakan
: dbn
io. Auskultasi
ip. Bunyi napas pokok iq. Bunyi napas
: vesikuler tambahan : (-)
ir.
is. Jantung
it. Inspeksi teraba di ICS V linea
iu. Vousure cardiac midclavicularis sinistra
: (-) iz. Thrill : (-)
iv. Ictus cordis ja. Defek pulmonum
: tidak tampak : (-)
iw. Pulsasi jantung jb. Aktivitas jantung ka:
: tidak tampak dbn
ix. Palpasi jc. Aktivitas jantung ki:
iy. Ictus cordis dbn
: dbn ictus cordis
jd. Perkusi
je. Batas kiri jj. Auskultasi
: ics IV linea jk. Bunyi jantung I
midclavicula sinistra : regular
jf. Batas kanan jl. Bunyi jantung II
: ICS IV linea : regular
midclavicula dekstra jm. Bising jantung
jg. : (-)
jh. jn. Murmur : (-)
ji. jo. Gallop : (-)
jp.
jq. THORAK BELAKANG
jr. Inspeksi Statis
js. Bentuk jw. Khiposis
: simetris : (-)
jt. Proc. Spinosus: dbn jx. Lordosis
ju. Scapula : (-)
: dbn jy. Gibus : (-)
jv. Skoliosis
: (-)
jz. Palpasi kb. Auskultasi
: tidak dilakukan : tidak dilakukan
ka. Perkusi
: tidak dilakukan
kc.
kd. ABDOMEN
ke. Inspeksi
kf. Bentuk : ki. Gambaran usus
cembung (+) : (-)
kg. Spider nevi kj. Gamb. peristaltik usus
: (-) : (-)
kh. Bendungan vena kk. Turgor : baik
: (-)
kl. Palpasi
km. Nyeri tekan ko. Defans muskular
: (-) : (-)
kn. Nyeri lepas
: (-)
kp. Perkusi
kq. Timpani kr. Shifting dullness
: (+) : (-)
ks. Auskultasi
kt. Bising usus ku. Ascites : (-)
: (+) normal
kv.
kw. HEPAR
kx. Pembesaran : (-)
ky. Nyeri tekan : (-)
kz.
la. LIEN
lb. Pembesaran : (-)
lc. Nyeri tekan : (-)
ld.
le. GINJAL
lf. Pembesaran : (-)
lg. Nyeri tekan : (-)
lh.
li. LIPAT PAHA DAN GENITAL
lj. Kulit : dbn ln. Desensus testikulorum
lk. Kel. Getah bening : : dbn
dbn lo. Genitalia :
ll. Edema : (-) dbn
lm. Sikatrik : lp. Anus : dbn
(-)
lq.
lr. EKSTREMITAS
ls. Bentuk : lx. Tremor :
simetris (-)
lt. Deformitas : ly. Chorea :
(-) (-)
lu. Edema : (-) lz. Lain-lain
lv. Tropi : (-) : (-)
lw. Pergerakan :
bebas
ma.
mb. Rectal Toucher
mc. Sfingter ani: tonus dan kontraksi adekuat
md. Mukosa: licin, tidak ada massa dan darah, terdapat sisa feses
me. Ampula : tidak ada masaa dan darah

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


mf. 1. Pemeriksaan Lab Darah (8 Oktober 2016)

mg. mh. mi. Hasil mj. Satuan mk. Rujukan


No.
ml. mm. Hb mn. 10,9 mo. g/dl mp. 11,0
1. 16,0
mq. mr. HCT ms. 32,3 mt. % mu. 35,0
2. 49,0
mv. mw. Leuk mx. 5,0 my. 103 / ul mz. 4,0 10,0
3. osit
na. nb. trom nc. 154.0 nd. Ul ne. 150.000-
4 bosit 00 400.000
nf. ng. Eritro nh. 4,41 ni. 106/ul nj. 3,5 5,5
5. sit
nk. nl. GDS nm. 86 nn. mg/100 no. < 180
6. ml
np. nq. Calci nr. 1,02 ns. mg/dl nt. 1,19
7. um 1,23
nu. nv. Natri nw. 138,8 nx. mmol/l ny. 135 148
8. um
nz. oa. Kaliu ob. 3,84 oc. mmol/l od. 3,6 - 6,1
9. m
oe. of. Chlor og. 103,8 oh. mmol/l oi. 98 110
10. ida
oj.

ok. 2. Pemeriksaan Serologi

ol. 0 H
om. Pem. Typhi : + 1/360 -
on. Pem. Paratyphi A : - -
oo.
2.5 DIFERENSIAL DIAGNOSIS
op. - Demam Dengue
oq. - Malaria
or. - Bronchitis
os.- Broncho Pneumonia
ot. - Gastroenteritis
ou. - Sepsis
ov.
2.6 DIAGNOSIS KERJA
ow. Demam Tifoid
ox.
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Rencana terapi: (BB : 20 kg)
perhitungan cairan BB 20 Kg
oy. Cairan maintenance = (10 x 100cc) + (10 x 50cc) = 1500 cc
oz. Kenaikan suhu 1oCelcius + 12,5% dari cairan maintenance
pa. = 12,5 % x 1500 = 187.5 cc
pb. Total cairan = 1500cc + 187.5cc = 1687,5cc
pc. Tetesan infus = 1687,5 cc x 15tts = 17,5 tpm 18 tpm
pd. 24 x 60
pe.
pf. - IVFD RL 18 ttm
pg. - IVFD kaen 3A 18 TPM
ph. - IVFD DS NS 18 tpm
2. Injeksi ondansentron 3 x amp
pi. Bb ( 20 kg ) = 4 mg
3. Injeksi ranitidine 2 x amp
pj. Bb ( 20 kg ) = 2 mg / kg / hari = 2 x 20 kg= 40 mg
4. Paracetamol syrup 4 x 1 cth, bb ( 20 kg )

pk. Paracetamol syrup : 10/kg bb/x , syrup 120mg/5ml


pl. 20 kg X 10 mg = 140 mg /x ( 3 4x sehari )
5. Dulcolax sup 1 tablet
pm. Umur 9 tahun = 1 tablet / hari = 5mg
6. Injeksi Ceftriaxone 2 x 500 mg
pn. Dosis = 20 50 mg / kgbb/ hari ( 2- 4 x sehari )
po. Bb ( 20 kg ) = 20 x 50 mg / hari = 1000 mg / hari
pp.
pq.
pr.
ps.
2.8 PROGNOSIS
pt. Ad vitam : bonam
pu. Ad fungsionam : dubia ad bonam
pv.Ad sanasionam : bonam
pw.
px. Tanggal py. Catatan pz. Keterangan
qa. 06 oktober qb. S : tidak bab 4 qn. HGB : 13,7 gr /
2016 hari,muntah,mual dl
qc. O : K/U lemah, Kes : qo. GDS : 86 gr /dl
compos mentis
qd. N : 112x/menit
qe. R : 24 x/ menit
qf. T : 38,3C
qg. A : masalah belum
teratasi
qh. P : IVFD RL 200 cc habis
4 jam ,maintenen RL 18
ttm
qi. Injeksi ondansentron 3 x
amp
qj. Injeksi ranitidine 2 x
amP
qk. Paracetamol syrup 4 x 1
cth
ql. Dulcolax sup 1 tablet
qm.
qp. 07 Oktober qq. S : tidak bab 4 rc.
2016 hari,muntah,mual rd.
qr. O : K/U lemah, Kes :
compos mentis
qs. N : 100x/menit
qt. R : 24 x/ menit
qu. T : 38,0 C
qv. A : masalah belum
teratasi
qw.P : IVFD kaen 3A 18
TPM
qx. Injeksi ondansentron 3 x
amp
qy. Injeksi ranitidine 2 x
amp
qz. Paracetamol syrup 4 x 1
cth
ra. Dulcolax sup 1 tablet
rb.
re. 08 Oktober rf. S : sudah mulai BAB, rq. Cek Widal
2016 muntah (-) rr. Widal = +
rg. O : K/U lemah, Kes :
compos mentis
rh. N : 100x/menit
ri. R : 24 x/ menit
rj. T : 38,5 C
rk. A : observasi febris ec
Suspect Tifoid
rl. P : IVFD DS NS 18
tpm
rm. Injeksi ondansentron 2 x
amp
rn. Paracetamol 4 x cth
ro. Injeksi Ceftriaxone 2 x
500 mg
rp.
rs. 09 Oktober rt. S : sudah mulai BAB, se.
2016 muntah (-)
ru. O : K/U lemah, Kes :
compos mentis
rv. N : 100x/menit
rw. R : 24 x/ menit
rx. T : 38,3 C
ry. A : Deman Tifoid
rz. P : IVFD DS NS 18
tpm
sa. Injeksi ondansentron 2 x
amp
sb. Paracetamol 4 x cth
sc. Injeksi Ceftriaxone 2 x
500 mg
sd.
sf. 10 Oktober sg. S : sudah mulai BAB, sq.
2016 muntah (-)
sh. O : K/U lemah Kes :
compos mentis
si. N : 100x/menit
sj. R : 24 x/ menit
sk. T : 37,8C
sl. A : Deman Tifoid
sm.P : IVFD DS NS 16
tpm
sn. Paracetamol 4 x cth
so. Injeksi Ceftriaxone 2 x
500 mg
sp.
sr. 11 Oktober ss. S : sudah mulai BAB, ta.
2016 muntah (-)
st. O : K/U lemah, Kes :
compos mentis
su. N : 100x/menit
sv. R : 24 x/ menit
sw. T : 37,3 C
sx. A : Deman Tifoid
sy. P : IVFD DS NS 16
tpm
sz. Injeksi Ceftriaxone 2 x
500 mg
tb. 12 Oktober tc. S : sudah mulai BAB, tl.
2016 muntah (-)
td. O : K/U baik, Kes :
compos mentis
te. N : 100x/menit
tf. R : 24 x/ menit
tg. T : 37,0 C
th. A : Deman Tifoid
ti. P : IVFD DS NS 16
tpm
tj. Injeksi Ceftriaxone 2 x
500 mg
tk.
tm. 13 Oktober tn. S : sudah mulai BAB, tw.
2016 muntah (-)
to. O : K/U baik, Kes :
compos mentis
tp. N : 100x/menit
tq. R : 24 x/ menit
tr. T : 37,0 C
ts. A : Deman Tifoid
tt. P : IVFD DS NS 16
tpm
tu. Injeksi Ceftriaxone 2 x
500 mg
tv.
tx.
ty.
tz. BAB III
ua. TINJAUAN PUSTAKA
ub.

uc. 3.1. Defenisi Demam Tifoid

ud.
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam
tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus)
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1,2,3

ue. 3.2. 2 Antigen

uf. Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk
spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini
dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu.
Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600 C) selama 15 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 1,2,3

ug. 1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap
formaldehid.

uh. 2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol. Universitas Sumatera Utara

ui. 3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh
penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut
aglutinin.

uj.
uk.

ul. 3.3. Patogenesis

um. Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. 1,2,3

un. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat
hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus
kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah
lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut. 1,2,3

uo. 3.4. Gejala Klinis

up. Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan
penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan
gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu : 1,2,3,5, ,9,10

uq. a. Demam Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsurangsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 1,2,3,5, ,9,10
ur.b. Ganguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap.
Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal
bahkan dapat terjadi diare. 1,2,3,5,8,9,10

us. c. Gangguan kesadaran . Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak


berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
1,2,3,5,8,9,10

ut. 3.5. Epidemiologi Demam Tifoid

uu. 3.5.1. Distribusi dan Frekwensi

uv. a. Orang Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang
nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia
12 30 tahun 70 80 %, usia 31 40 tahun 10 20 %, usia > 40 tahun 5 10 %.15 Menurut
penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77 % penderita demam
tifoid pada umur 3 19 tahun dan tertinggi pada umur 10 -15 tahun dengan insiden rate 687,9
per 100.000 penduduk. Insiden rate pada umur 0 3 tahun sebesar 263 per 100.000 penduduk.
1,2

uw. b. Tempat dan Waktu Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden
rate demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per
100.000 penduduk.6 Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta
Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun
2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk. 1,2

ux. 3.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)

uy. a. Faktor Host Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi.
Terjadinya penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama
dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang
berada dalam bakterimia kepada bayinya.18 Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono
(2009) dengan desain case control , mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai
resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan
kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci
tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan
dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7). 1,2

uz. b. Faktor Agent Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman
yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 109 kuman yang tertelan melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang
tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid. 1,2

va. c. Faktor Environment Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara
luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai
dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya
penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan
standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Berdasarkan hasil
penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan desain case control , mengatakan
bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid
20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik (OR=20,8) dan
kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit
demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar berat coliform
(OR=6,4) 1,2

vb. 3.6. Sumber Penularan (Reservoir)

vc. Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui
makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid. 1,2,3,5

vd. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :

ve. 3.6.1. Penderita Demam Tifoid

vf. Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang
dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung
bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya. 1,2,3,5

vg. 3.6.2. Karier Demam Tifoid

vh. Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin)
mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis.
Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 3 bulan masih dapat ditemukan
kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan. 1,2,3,5

vi. Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan
ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-
mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau
memperbaiki kelainan anatominya. 1,2,3,5

vj. Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis. 1,2,3,5

vk. a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah
menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung
unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit
poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.

vl. b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi
telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan,
seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis.

vm. c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh
dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit
tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai tiga
bulan umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan pada dipteri.

vn. d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama
seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.

vo.
vp.

vq.

vr.
3.7 Tatalaksana1,6,7,8,9,10

vs. 3.7.1 Penggunaan Antibiotik pada Demam Tifoid

vt. Penggunaan antibiotik merupakan terapi utama pada demam tifoid, karena pada
dasarnya patogenesis infeksi Salmonella Typhi berhubungan dengan keadaan
bakterimia.Pemberian terapi antibiotik demam tifoid pada anak akan mengurangi komplikasi dan
angka kematian, memperpendek perjalan penyakit serta memperbaiki gambaran klinis salah
satunya terjadi penurunan demam.Namun demikian pemberian antibiotik dapat menimbulkan
drug induce fever, yaitu demam yang timbul bersamaan dengan pemberian terapi antibiotik
dengan catatan tidak ada penyebab demam yang lain seperti adanya luka, rangsangan infeksi,
trauma dan lain-lain. Demam akan hilang ketika terapi antibiotik yang digunakan tersebut
dihentikan. Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada terapi demam tifoid, hal ini
dapat dibenarkan apabila sensitivitas Salmonella Typhi masih tinggi terhadap obat tersebut.Tetapi
penelitian-penelitian yang dilakukan dewasa ini sudah menemukan strain Salmonella Typhi yang
sensitivitasnya berkurang terhadap kloramfenikol,untuk itu antibiotik lain seperti seftriakson,
ampisilin, kotrimoksasol atau sefotaksim dapat digunakan sebagai pilihan terapi demam tifoid.

vu. 1. Kloramfenikol
vv. Kloramfenikol merupakan antibiotik lini pertama terapi demam tifoid yang
bersifat bakteriostatik namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisid terhadap kuman-
kuman tertentu serta berspektrum luas.Dapat digunakan untuk terapi bakteri gram positif maupun
negatif.Kloramfenikol terikat pada ribosom subunit 50s serta menghambat sintesa bakteri
sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.Sedangkan
mekanisme resistensi antibiotik ini terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang
diperantarai faktor-R.Masa paruh eliminasinya pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar
24 jam.Dosis untuk terapi demam tifoid pada anak 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4
dosis.Lama terapi 8-10 hari setelah suhu tubuh kembali normal atau 5-7 hari setelah suhu
turun.Sedangkan dosis terapi untuk bayi 25-50 mg/kgBB.
vw.
vx.
vy.
vz.
wa.2. Seftriakson
wb. Seftriakson merupakan terapi lini kedua pada kasus demam tifoid dimana bakteri
Salmonella Typhi sudah resisten terhadap berbagai obat. Antibiotik ini memiliki sifat bakterisid
dan memiliki mekanisme kerja sama seperti antibiotik betalaktam lainnya, yaitu menghambat
sintesis dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase dalam rangkaian reaksi
pembentukan dinding sel.Dosis terapi intravena untuk anak 50-100 mg/kg/jam dalam 2 dosis,
sedangkan untuk bayi dosis tunggal 50 mg/kg/jam.
wc.3. Ampisilin
wd. Ampisilin memiliki mekanisme kerja menghambat pembentukan mukopeptida
yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba.Pada mikroba yang sensitif, ampisilin akan
menghasilkan efek bakterisid.Dosis ampisilin tergantung dari beratnya penyakit, fungsi ginjal
dan umur pasien.Untuk anak dengan berat badan <20 kg diberikan per oral 50-100 mg/kgBB/hari
dalam 4 dosis, IM 100-200 mg/kg/BB/hari dalam 4 dosis.Bayi yang berumur <7 hari diberi 50
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sedangkan yang berumur >7 hari diberi 75 mg/kgBB/hari dalam 3
dosis.
we.4. Kotrimoksasol
wf. Kotrimoksasol merupakan antibiotik kombinasi antara trimetoprim dan
sulfametoksasol, dimana kombinasi ini memberikan efek sinergis.Trimetoprim dan
sulfametoksasol menghambat reaksi enzimatik obligat pada mikroba.Sulfametoksasol
menghambat masuknya molekul P-Amino Benzoic Acid (PABA) ke dalam molekul asam folat,
sedangkan trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara
selektif.Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksasol lebih rendah daripada masing-
masing obat, karena mikroba yang resisten terhadap salah satu komponen antibiotik masih peka
terhadap komponen lainnya.Dosis yang dianjurkan untuk anak ialah trimetoprim 8 mg/kgBB/hari
dan sulfametoksasol 40 mg/kgBB/hari diberikan dalam 2 dosis.
wg.5. Sefotaksim
wh. Sefotaksim merupakan antibiotik yang sangat aktif terhadap berbagai kuman
gram positif maupun gram negatif aerobik.Obat ini termasuk dalam antibiotik betalaktam, di
mana memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel mikroba.Mekanisme
penghambatannya melalui reaksi transpeptidase dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding
sel.Dosis terapi intravena yang dianjurkan untuk anak ialah 50 200 mg/kg/h dalam 4 6
dosis.Sedangkan untuk neonatus 100 mg/kg/h dalam 2 dosis.
wi. Pada penelitian penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, menyebutkan
bahwa pasien dengan deman tifoid menunjukkan respon klinis yang baik dengan pemberian
seftriakson sehari sekali.Lama demam turun berkisar 4 hari, hasil biakan menjadi negatif pada
hari ke 4 dan tidak ditemukan kekambuhan.Pada kasus MDRST anak, seftriakson merupakan
antibiotik pilihan karena aman.Sedangkan pada penggunaan antibiotik kloramfenikol lama
demam turun berkisar 4,1 hari, efek sampingnya berupa mual dan muntah terjadi pada 5 %
pasien.Kekambuhan timbul 9 -12 hari setelah obat dihentikan pada 6 % dari kasus, hal ini
berhubungan dengan lama terapi yang < 14 hari.
wj. Antibiotik terpilih untuk MDRST adalah siprofloksasin dan
seftriakson.Pemberian siprofloksasin pada anak usia < 18 tahun masih diperdebatkan karena
adanya potensi artropati, sehingga seftriakson lebih direkomendasikan.22 Penelitian lainnya juga
ada yang menyebutkan bahwa terjadi resistensi terhadap antibiotik kloramfenikol, ampisilin,
amoksisilin dan trimetoprim, tetapi penelitian yang dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan
Anak RSHS sejak tahun 2006 2010 menunjukkan Salmonella Typhi masih sensitif terhadap
antibiotik kloramfenikol, ampisilin dan kombinasi trimetoprim- sulfametoksasol
(kotrimoksasol).Dengan antibiotik kotrimoksasol demam turun berkisar 5 hari, sedangkan
dengan ampisilin berkisar 7 hari.
wk.3.7.2 Sensitivitas Salmonella typhii terhadap Antibiotik
wl. Sensitivitas atau tingkat kepekaan bakteri Salmonella Typhi terhadap terapi
antibiotik yang diberikan bisa terlihat dari perbaikan gambaran klinis atau dengan melakukan uji
sensitivitas antibiotik.Uji sensitivitas antibiotik adalah tes yang digunakan untuk menguji
kepekaan suatu bakteri terhadap antibiotik.Tes ini bisa berasal dari hasil kultur darah, urin, feses
dan spesimen lain yang positif terhadap bakteri Salmonella Typhi.Uji senstivitas ini bertujuan
untuk mengetahui daya kerja dari suatu antibiotik dalam membunuh bakteri.
wm. Metode uji sensitivitas antibiotik yang sering digunakan adalah metode Kirby
Bauer.Metode ini adalah uji sensitivitas dengan metode difusi agar menggunakan teknik
disc diffusion dalam media selektif, yaitu media Muller Hinton Agar.Hasil dari uji ini
terlihat pada zona pertumbuhan bakteri di sekitar disc dan mengukur diameter zona
hambatannya.

wn.

wo.3.7.3 Intepretasi Ukuran Zona untuk Bakteri yang Cepat Tumbuh Menggunakan Teknik
Kirby Bauer

wp.Agen Antimokroba wq.Diameter Zona Inhibisi


(mm)
wr. Potensi ws. Resisten wt. Intermedi wu.Sensitif
Cakram et
wv.Klora ww. 30 g wx.< 12 wy.13 - wz.>18
mfeni 17
kol
xa. Seftria xb. 30 g xc. < 13 xd. 14 - xe. >21
kson 20
xf. Ampis xg. 10 g xh. < 13 xi. 14 xj. >17
ilin 16
xk. Kotri xl. 25 g xm. < 10 xn. 11 - 15 xo. 16
moksa
sol
xp. Sefota xq. 30 g xr. < 14 xs. 15 xt. >23
ksim 22
xu.

xv. 3.8. Komplikasi

xw. Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : 1,2,3,5

xx. 3.8.1. Komplikasi Intestinal 1,2,3,5

xy. a. Perdarahan Usus

xz. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang
tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami
syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak
5 ml/kgBB/jam. 1,2,3,5

ya. b. Perforasi Usus


yb. Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan
perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah
turun dan bahkan sampai syok. 1,2,3,5

yc. 3.8.2. Komplikasi Ekstraintestinal 1,2,3,5

yd. a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,


trombosis dan tromboflebitis.

ye. b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler


diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

yf. c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis

yg. d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis

yh. e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

yi. f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis

yj. g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,


psikosis, dan sindrom katatonia.

yk. 3.9. Pencegahan Demam Tifoid

yl. Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan


penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. 1,2,3,5

ym. 3.9.1. Pencegahan Primer1,2,3,5

yn. Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat
dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang
dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :

yo. a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. 1,2,3,5


yp. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu
satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam,
sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.

yq. b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. 1,2,3,5

yr. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine
(Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 12 tahun 0,25 ml dan
anak 1 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah
demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi
demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.

ys. c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. 1,2,3,5

yt. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi
pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi
adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier
tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.

yu. Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan
pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci
tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa
menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak
awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi
lingkungan.

yv. 3.9.2. Pencegahan Sekunder 1,2,3,5

yw. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara
dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium.

yx. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu : 1,2,3,5

yy. a.Diagnosis klinik1,2,3,5


yz. Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas
pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit
lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam
beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.

za. b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman1,2,3,5

zb. Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih
dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini
menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%.
Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90%
positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin
meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme
dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3%
penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang
lama.

zc. c.Diagnosis serologik1,2,3,5

zd. c1. Uji Widal

ze. Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid,
pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan
vaksin demam tifoid. 1,2,3,5

zf. Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. 1,2,3,5

zg. Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula
kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin
akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari.
Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis
demam tifoid. 1,2,3,5

zh. Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut : 1,2,3,5

zi. a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut

zj. b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah
menderita infeksi

zk. c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

zl. Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain : 1,2,3,5

zm. 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita

zn. a. Keadaan umum gizi penderita Gizi buruk dapat menghambat pembentukan
antibodi.

zo. b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit Aglutinin baru dijumnpai


dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai
puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit.

zp. c. Pengobatan dini dengan antibiotik Pemberian antibiotik dengan obat


antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

zq. d. Penyakit-penyakit tertentu Pada beberapa penyakit yang menyertai demam


tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan
karsinoma lanjut.

zr. e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat pembentukan


antibodi.

zs.f. Vaksinasi Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun,
sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh
karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai
nilai diagnostik.

zt. g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya Keadaan ini dapat
menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah. Di daerah endemik
demam tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat.

zu. 2. Faktor-faktor teknis 1,2,3,5

zv. a. Aglutinasi silang Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen
O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga
menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies Salmonella
penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji widal.

zw. b. Konsentrasi suspensi antigen Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan


pada uji widal akan mempengaruhi hasilnya.

zx. c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen Universitas Sumatera
Utara Daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik
daripada suspensi antigen dari strain lain.

zy. c.2. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) 1,2,3,5

zz. a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen

aaa. Salmonella typhi belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang
dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini
tergantung dari jenis antigen yang dipakai.

aab. b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi 1,2,3,5

aac. Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau
urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA
yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu
double antibody sandwich ELISA. Pencegahan sekunder dapat berupa : 1,2,3,5
aad. a. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha
surveilans demam tifoid.

aae. b. Perawatan umum dan nutrisi Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis
jelas sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas
perawatan. Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk
mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita
harus istirahat total. Bila penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Universitas Sumatera Utara
Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet. Penderita
harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan
parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi penurunan
kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang
optimal. Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya
rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid
biasanya diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.

aaf. c. Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan
bila diagnosa telah dibuat. Kloramfenikol masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan
efikasi dan harga. Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama, serta
cukup sering menimbulkan karier dan relaps. Kloramfenikol tidak boleh diberikan
pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus
prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman
diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin. Universitas Sumatera
Utara

aag. 3.9.3. Pencegahan Tersier 1,2,3,5

aah. Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan
akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap
menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari
infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan
pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.
Universitas Sumatera Utara

aai.

aaj.

aak.

aal.

aam.

aan.

aao.

aap.

aaq. BAB IV
aar. ANALISIS KASUS
1. Penegakan Diagnosa
aas. Pada kasus ini diagnosis pasien adalah : Demam Tifoid

aat. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Demam tifoid disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil,

aau. Pada kasus ini dilaporkan anak laki-laki umur 9 tahun dengan berat badan 20 kg
dan panjang badan 125 cm. Pasien datang ke IGD RSUD Raden Mataher Provinsi Jambi pada
tanggal 6 September 2016. Pada anamnesis pasien belum BAB sejak 4 hari. Ibu os mengatakan
bahwa anaknya demam , demamnya ini timbul perlahan, demam meningkat pada sore hingga
malam hari dan menurun saat pagi hari. Demam tidak disertai menggigil dan tidak ada kejang.
.Kepala sakit (-), mual (+), muntah (+) berisi makanan tidak disertai darah. Nafsu makan
menurun dan os merasa lemas. Batuk (+) berdahak tidak disertai darah , pilek (+), Tidak BAB
selama 4 hari. BAK tidak ada keluhan, mimisan (-), gusi berdarah (-), riwayat pergi keluar kota
(-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang, gizi kurang, organ lain normal.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu darah rutin, elektrolit dan tes widal. Didapatkan pada
tes widal pemeriksaan Thypi Titer O + 1/ 360 , menanadakan bahwa pasien sakit Demam Tifoid
disertai gejala yang menyertai.
2. Medikamentosa
1. IVFD RL 200 cc
2. IVFD kaen 3A 18 TPM
3. IVFD DS NS 20 tpm
4. Injeksi ondansentron 3 x amp
5. Injeksi ranitidine 2 x amP
6. Paracetamol syrup 3 x 1 cth
7. Dulcolax sup 1 tablet
8. Injeksi Ceftriaxone 2 x 500 mg

aav.BAB V

aaw. PENUTUP
aax.
aay. Berdasarkan penelusuran literatur tersebut dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
aaz. 1. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

aba. 2. Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari
Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora,
motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Dasar patofisiologi
karena tidak adanya gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari
sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau
disganglionosis pada usus besar.

abb. 3. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu Antigen O (Antigen somatik),
Antigen H (Antigen Flagella), Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope)

abc. 4. Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan
penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 20 hari. Setelah masa inkubasi maka
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu demam,
ganguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering
dan pecah-pecah (ragaden) .Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun
tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

abd. 5. Pemeriksaan penunjang diantaranya pemeriksaan darah rutin,elektrolit dan tes Widal.
abe. 6. Tatalaksana yaitu perbaiki gejala dengan pemberian antipiretik,anti emetik da
pemeberian anti biotik disertai tirah baring
abf. 7. Komplikasi demam tifoid dapat diagi dua yaitu komplikasi intestinal dan
ekstraintestinal
abg. 8. Umumnya, terapi adekuat selama 5 10 hari dapat memberikan prognosis yang baik
abh. DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, SS . Garna H.dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua. Ikatan
Dokter Anak Indonesia . Jakarta : 2002
2. BAG / SMF Ilmu Kesehatan Anak. Pedoman Diagnosis dan Terapi Edisi III. Universitas
Airlangga. Surabaya : 2008
3. Marcdante, KJ. Kliegman, RM. Jenson, HB. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi
Keenam. Saunders Elsevier. Singapura: 2011
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi Pertama.
IDAI. Jakarta : 2004
5. Matondang CS. Wahidiyat, Iskandar. Satroasmoro, Sudigdo. Diagnosis Fisis Pada Anak
Edisi Kedua. CV Sagung Seto. Jakarta : 2003
6. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta : 2008
7. Nelwan RHH. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI/ RSCM
8. WHO. Guidelines for the Management of Typhoid Fever. Ministry of Health and Child
Welfare. July 2011
9. Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines and Biologicals.
Background document : The diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever.
World Health Organization. May 2007
10. Hadinegoro SR, dkk. Update Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal
Disorders. Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jakarta : 2012

Anda mungkin juga menyukai