Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia, sebagai
penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara
serius. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat
permanen. Di samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses
restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan struktural
yang bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam
kelainan faal paru.1

Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang
penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap 100.000
penduduk.Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah
kasus TB setelah India dan China. Di dunia diperkirakan penyakit ini dapat
menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari terdaftar hampir 400
kematian yang berhubungan dengan TB setiap harinya, atau 140.000 per tahun,
dan kurang lebih ¼ juta penduduk diduga terinfeksi TB setiap tahun.2

Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya


sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin dan berbicara. Untuk mengurangi
bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB paru,
perlu dilakukan penanganan awal yang dapat dilakukan adalah dilingkungan
keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.3

Penyebaran penyakit tuberkulosis paru yang sangat mudah ini, sangat rentan pada
keluarga yang anggota keluarganya sedang menderita penyakit tersebut. Penyakit
dapat menular pada anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu, penyakit
tuberkulosis harus mendapat penanganan yang tepat karena penyakit ini

1
menyerang tidak memandang kelompok usia produktif, kelompok ekonomi lemah
dan berpendidikan rendah. Penyakit TB paru lebih banyak ditemukan di daerah
miskin. Karena faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi penyebab TB
paru.2

Beberapa faktor yang erat hubunganya dengan terjadinya infeksi basil


tuberkulosis yaitu adanya sumber penularan, jumlah basil yang cukup banyak dan
terus menerus memapar calon penderita, virulensi (keganasan basil serta daya
tahan tubuh dimana daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat dengan faktor
lingkungan, misalnya perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis. Keadaan
penyakit yang memudahkan infeksi seperti diabetes militus dan campak serta
faktor genetik.3

2
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Status Pasien


2.1.1 Identifikasi Pasien
Nama lengkap : Tn. B
Tempat /tanggal lahir : Sukarame/01-02-1970
Umur : 48 tahun
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl.Barokah Raya Way Dadi, Kec.
Sukarame, Kab.Kota Bandar
Lampung
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku bangsa : Batak
Agama : Kristen protestan
Pendidikan : SMA
Masuk Rumah Sakit : 13-03-2018
No. MR : 54.03.85

2.1.2 Anamnesis
Diambil dari pasien
Pada tanggal 13 Maret 2018 pukul 05.30 WIB

Keluhan Utama:
Sesak nafas yang semakin memberat sejak 3 jam SMRS

Keluhan Tambahan:
Batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu, demam tinggi disertai
berkeringat pada malam hari sejak 1 minggu yang lalu, BB turun 20 kg,
nafsu makan menurun, lemas.

3
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Abdul Moeloek pada tanggal 13
Maret 2018 pukul 19.00 dengan keluhan sesak nafas yang semakin
memberat sejak 3 jam SMRS. Sesak dirasakan pada seluruh dada
seperti dada terasa penuh dan tegang sehingga kesulitan untuk
mengambil nafas. Sesak sudah dialami pasien sejak 3 minggu yang lalu.
Pasien juga mengeluh batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu. Dahak
diakui berlendir dan berwarna kuning, kental, dan tidak terdapat darah.
Batuk dapat tiba-tiba saja kambuh tanpa faktor yang mendahului.
Pasien mengakui saat batuk dan sesak lebih nyaman dengan posisi
duduk dibandingkan posisi berbaring.

Demam tinggi juga dirasakan pasien sejak 1 minggu SMRS, menggigil


ada, dan berkeringat malam. Nyeri kepala, pusing, nyeri menelan, mual,
muntah, nyeri ulu, nyeri perut tidak ada. Pasien tidak nafsu makan dan
mengalami penurunan berat badan 20 kg selama 3 bulan terakhir tanpa
penyebab yang jelas. Pasien seorang tukang ojek dan saat ini sedang
tidak bekerja karena sakitnya. Riwayat pengobatan sebelumnya pasien
pernah berobat di puskesmas 2 kali diberikan obat penurun panas, obat
batuk, dan antibiotik namun keluhan tidak membaik lalu pasien berobat
ke RS imanuel dan akhirnya dirujuk ke RSAM. Setelah dari IGD pasien
dirawat inap di Ruang Melati Rumah Sakit Abdul Moeloek bagian
penyakit infeksius sampai sekarang.
BAB: Biasa
BAK: Kesan lancar warna kuning

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Riwayat TB
atau minum obat paket, riwayat malaria, riwayat hipertensi, jantung,
dan DM disangkal. Riwayat kontak TB diakui pasien yaitu tetangga
dibelakang rumah pasien yang berjarak 5 meter dari rumah pasien.
Riwayat penyakit keluarga disangkal.

4
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal /Sal. Kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) PenyakitProstat
(-) BatukRejan (-) TifusAbdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes
(+) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Kholera (-) Hipertensi (-) Penyakit
PembuluhDarah
(-) DemamRemat (-) Ulkus Ventrikuli (-) CRF
ikAkut
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Operasi
(-) Pleuritis (-) Dispepsia (-) Kecelakaan
(-) Stroke (-) DBD (-) Demam Tifoid
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit tuberkulosis, hipertensi, kencing manis, asma,
jantung, ginjal, dan lambung di keluarga disangkal oleh pasien.

Umur Jenis Keadaan Penyebab


Hubungan
(th) Kelamin Kesehatan Meninggal
Kakek - Laki-laki Meninggal Tidaktahu
Nenek - Perempuan Meninggal Tidaktahu
Ayah 70 th Laki-laki Meninggal Usia Tua
Ibu 65 th Perempuan Meninggal Usia Tua
Saudara 45 th, 40 th Laki-laki Sehat -
Anak 20 th Laki-laki Sehat -

Riwayat Sosial
Pasien seorang tukang ojek dan sekarang tidak dapat bekerja karena
sakitnya. Pasien merupakan perokok aktif namun sudah berhenti sejak 4
bulan yang lalu. Pasien juga mengaku dahulu sering minum kopi.

Anamnesis Sistem
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (+) Keringat
malam
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala

5
(-) Trauma (-) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus

Mata
(-) Nyeri (-) Gangguan penglihatan
(-) Sekret (-) Ketajaman penglihatan
(-) Kuning/Ikterus
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran
(-) Kehilangan pendengaran

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis

Mulut
(-) Bibir (-) Lidah
(-) Gusi (-) Gangguan pengecap
(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara

Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher

Data (jantung/paru-paru)
(-) Nyeri dada (+) Sesak nafas
(-) Berderbar (-) Batuk darah

6
(-) Ortopnoe (+) Batuk

Abdomen (lambung/usus)
(-) Rasa kembung (-) Perut membesar
(-) Mual (-) Wasir
(-) Muntah (-) Mencret
(-) Muntah darah (-) Tinja berdarah
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul
(-) Nyeri perut, kolik (-) Tinja berwarna ter
(-) Benjolan

Saluran kemih/alat kelamin


(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polaklsuira (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Kencing batu (-) Kencing menetes
(-) Penyakit prostat (-) Ngompol (tidak disadari)

Saraf dan otot


(-) Anestesi (-) Sukar menggigit
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo / hiper – esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (regio tangan kiri) Kedutan (‘tick”)
(-) Amnesis (-) Pusing (vertigo)
(-) Gangguan bicara (diasrti)

Ekstrimitas
(kaki kanan) Edem Pitting
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis

7
(-) Deformitas

Berat badan
Berat badan rata-rata (kg) : 55 kg
Tinggi badan (cm) : 165 cm
Berat badan sekarang (Kg) : 50 kg
Turun (+)
2.1.3 Riwayat Hidup
Tempat lahir : Di rumah
Ditolong oleh : Dukun

Riwayat Imunisasi: tidak pernah


( ) Hepatitis () Campak () Polio
() BCG ()DPT () Tetanus

Riwayat Makanan
Frekwensi/hari : 2-3x/hari
Jumlah/hari : 1 porsi/makan
Variasi/hari : Bervariasi
Nafsu makan : Menurun
Pendidikan
(+) SMA

Kesulitan
Keuangan : Tidak ada
Pekerjaan : Tukang ojek
Keluarga : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

2.1.4 Pemeriksaan Fisik


Pemerisaan Umum

8
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 50 kg
Tekanan darah : 100/60
Nadi : 110x/menit (reguler, tegangan kuat, isi
cukup)
Suhu : 38,1oC
Pernafasan : 30x/menit
Keadaan gizi : 18,36 IMT: normal
Kesadaran : Compos mentis
Sianosis : Tidak ada
Habitus : Astenikus
Cara berjalan : Normal
Mobilitas : Aktif
Umur taksiran pemeriksa : 50 tahun
Aspek kejiwaan
Tingkah laku wajar, perasaan wajar dan proses pikir wajar

2.1.5 Status Generalis


Kulit
Warna : Sawo matang
Jaringan parut : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata
Suhu raba : Hangat
Keringat : Ada
Lapisan lemak : Tidak ada
Efloresensi : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Pembuluh darah : Dalam batas normal
Lembab/kering : Lembab
Turgor : Normal
Ikterus : Tidak ditemukan
Edema : Ditemukan edema pitting pada kaki kanan

9
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : Tidak teraba pembesaran
Supraklavikula : Tidak teraba pembesaran
Lipat paha : Tidak teraba pembesaran
Leher : Tidak teraba pembesaran
Ketiak : Tidak teraba pembesaran

Kepala
Ekspresi wajah : Tampak sakit sedang
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut,
menyebar merata
Simetris muka : Simetris
Pembuluh darah temporal : Tidak terlihat

Mata
Exopthalmus : Tidak ada
Kelopak : Normal
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (-/-)
Lapang penglihatan : Normal
Deviatio konjungtiva : Tidak ada
Enopthalmus : Tidak ada
Lensa : Jernih
Visus : Normal
Gerak mata : Normal
Tekanan bola mata : Normal
Nistagmus : Tidak ada

Leher
Tekanan JVP : Tidak ada peningkatan
Kelenjar tiroid : Tidak membesar

10
Kelenjar limfe : Tidak membesar

Dada
Bentuk : Simetris
Pembuluh darah : Normal
Buah dada : Normal

Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Hemitoraks simetris kiri Hemitoraks kanan dan kiri
dan kanan, retraksi (-), simetris, retraksi (-),
penggunaan otot nafas penggunan otot nafas
tambahan (-) tambahan (-)
Palpasi Nyeri tekan (-), Ekpansi Nyeri tekan (-), Ekpansi
hemitoraks kanan = hemitoraks kanan =
hemitoraks kiri, fremitus hemitoraks kiri, fremitus
taktil menguat di taktil menguat di
hemitoraks kanan dan kiri hemitoraks kanan dan kiri
setinggi ICS III setinggi ICS III
Perkusi Redup hemitoraks kanan Redup hemitoraks kanan
dan hemithoraks kiri dan hemithoraks kiri
Auskultasi Kanan: Ronkhi basah halus Kanan: Ronkhi basah halus
(+) (+)
Kiri: Rhonki basah halus Kiri: Rhonki basah halus
(+) (+)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 6 linea midklavikula
sinistra
Perkusi : Batas jantug kanan  di ics 4 line sternalis
dekstra
Batas jantug kiri  ICS 6 linea midklavikula
sinistra
Batas jantung atas  ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung  ICS 3 linea
parasternalis sinistra

Pembuluh Darah

11
Arteri karotis, radialis, brachialis, femoris poplitea, dorsalis pedis, dan
tibialis posterior teraba

Abdomen
Inspeksi : Datar, distensi (-)
Auskultasi : BU (+) 12x/menit
Palpasi : Nyeri tekan (-) Hepar, ginjal, lien dalam batas
normal
Perkusi : Timpani

Anggota Gerak
Lengan
Kanan Kiri
Otot
- Tonus Normotonus Normotonus
- Massa Eutrofi Eutrofi
Sendi Normal Normal
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5 5

Tungkai dan Kaki


Luka : Tidak
Varises : Tidak
Otot (tonus, massa): Normotonus, eutrofi
Sendi : Normal
Gerakan : Aktif
Kekuatan :5
Edema : superior (-/-), inferior (-/+)

Refleks
Kanan Kiri

12
Bisep Normal Normal
Trisep Normal Normal
Patela Normal Normal
Achiles Normal Normal
Kremaster - -
Refleks Patologis Tidak ada Tidak ada

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Darah Lengkap (14 Maret 2018)
Hemoglobin : 9,7 g/dL
Leukosit : 8.200 g/dL
Eritrosit : 3 juta/µL
Hematokrit : 37
Trombosit : 327.000
MCV : 90
MCH : 32
MCHC : 36
Hitung jenis :
Basofil :0
Eosinofil : 0 (menurun)
Batang : 0 (menurun)
Segmen : 76 (meningkat)
Limfosit : 14 (menurun)
Monosit : 10 (meningkat)
LED : 65 (meningkat)

b. Kimia darah (13 Maret 2018)


Gula darah sewaktu : 134 (normal)
Ureum : 29
Creatinine : 1,05

d. Rontgen Thorax
Hasil intepretasi  kesan:
- Gambaran TB paru aktif

13
- Rongga lusen berdinding relatif tebal di apeks sampai lapang atas
kanan ec DD/cavitas, bulla
- Tidak tampak kardiomegali

e. Pemeriksaan dahak (14 Maret 2018)


BTA 2+

2.1.7 Ringkasan
Seorang laki-laki usia 48 tahun masuk RSAM pada tanggal 13 Maret
2018 dengan keluhan utama sesak yang dialami sejak 3 minggu yang
lalu. Sesak dirasakanka kadang-kadang/ tidak mengganggu aktifitas
namun memberat sejak 3 jam SMRS dan mengganggu aktifitas. Pasien
juga mengeluh batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu. Terdapat lendir
(+), warna kuning (+), kental (+), darah (-). Riwayat demam tinggi 1
minggu terakhir terus-menerus, menggigil, dan berkeringat malam hari.
Anoreksi (+), penurunan BB 20 kg dalam 3 bulan terakhir tanpa
penyebab yang jelas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit
sedang, gizi normal, compos mentis, suhu 38,1⁰C. Konjungtiva anemis
(+). Pada pemeriksaan thorax didapatkan fremitus meningkat, redup,
dan rhonki basah halus pada hemithoraks dextra dan sinistra. Hasil
pemeriksaan lab Hb: 10,1 gr/dl dan BTA positif +2.

Riwayat sakit TB/minum obat paket (-), malaria (-), hipertensi (-),
jantung (-), dan DM (-). Riwayat kontak TB (+), RPK (-), mantan
perokok aktif.

2.1.8 Daftar Masalah


- Sesak nafas yang membuat pasien tidak dapat beraktifitas
- Batuk berlendir, berwarna kuning, kental, dan tidak terdapat darah
yang memperberat sesak nafas
- Penurunan nafsu makan yang membuat berat badan semakin turun

14
- LED yang meningkat pada pemeriksaan laboratorium menandakan
terjadinya infeksi
- Hb yang menurun menandakan anemia penyakit kronik
- Pemeriksaan BTA 2+ menandakan positif TB
- Pemeriksaan rontgen thoraks kesan: gambaran TB paru aktif

2.1.9 Diagnosis Kerja


TB Paru Kasus Baru BTA 2+

2.10 Differential Diagnosis


1. Pneumonia
2. PPOK
3. Asma

2.1.11 Terapi
Adapun terapi yang diberikan adalah sebagai berikut
IUFD RL xx gtt/mnt
O2 4 L/menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
RHZE start
PCT 3x500 mg
Salbutamol 4 mg
Codein 3x10 mg

2.1.12 Rencana Lanjutan


Konsul dengan Spesialis Paru
Rontgen thorax
BTA

2.1.13 Prognosis
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad sanationam : dubia ad bonam

15
Qua ad fungsionam : dubia ad malam

2.1.14 Follow Up
Rabu/14 Maret 2018
05.30 S/ pasien mengeluh batuk berdahak, demam + menggigil. BAK
lancar, BAB lancar
O/ Keadaan umum:
Kesadaran: Composmentis
Tekanan darah: 90/50 mmHg
Nadi: 10 x/m
Suhu: 38,1oC
Pernapasan: 28x/m
SpO2: 80%
Thorax: Th+/+ Wh-/-
A/ TB Paru Kasus Baru
P/
RHZE start
PCT 3x500 mg
Kamis/15 Maret
2018
06.00 S:Os demam sudah mulai turun, batuk berdahak (+).
O:
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi: 108x/mnt x/m
Suhu: 37,8oC
Pernapasan: 28x/m
SpO2: 85%
Thorax: Rh +/+ Wh -/-
A: Tetap
P/ Teruskan
Jumat/16 Maret
2018
06.00 S: Os demam namun sudah mulai turun dan masih batuk
berdahak
O:
Tekanan darah: 140/90 mmHg
Nadi: 88 x/m
Suhu: 35,9oC
Pernapasan: 28x/m
SPo2:90%
Thorax Rh +/+ Wh -/-
A: Tetap
P: teruskan

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tuberkulosis
3.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis komplek. Tuberkulosis paru (Tb paru)
adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim
paru.Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil
dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri dalam paru.1

Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh


pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.Tb paru
dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada
paru batuk, bersin atau bicara.2

3.1.2 Epidemiologi
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan
merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada
SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab
kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa
tuberkulosis adalah penyebab kematian. pertama pada golongan
penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit
TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443
penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan
penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15 –
49 tahun.Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya
muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru menular (BTA positif)

17
pada setiap 100.000 penduduk.Saat ini Indonesia masih menduduki
urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.3

3.2.3 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran
lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm. Dinding M.tuberculosis
sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).
Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord
factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90)
yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester.4

Unsur lain yang terdapat pada diniding sel bakteri tersebut adalah
polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur
dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri
M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam –
alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma
yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen
M.tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi
monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat
molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang
memberikan sensitivitas dan spesifisitias yang bervariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen
M.tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak
disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil
yang hidup, contohnya antigen 30.000 α, protein MTP 40 dan lain lain.5

18
3.2.4 Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang
pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening
di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu keadaan sebagai berikut :6
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
(restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian
dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke
dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian
penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh,

19
jumlah dan virulensi basil. Penyebaran ini dapat
menyebabkan tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosa.

2. Tuberkulosis Post-Primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen
apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang pneumonik akan
mengalami salah satu keadaan sebagai berikut:6
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan
cacat.
2. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal
(kaviti sklerotik) dan akan mengalami salah satu keadaan sebagai
berikut:
- Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.
Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas
- Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan
disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh,
tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
- Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).

20
Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberculosis post primer dan perjalanan
penyembuhannya

3.2.5 Klasifikasi Tuberkulosis


Klasifikasi TB paru sebagai berikut:6
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan BTA
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis
aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M.tuberculosis positif
- Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum
diperiksa.

21
2. Berdasarkan Tipe Penderita
1. Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
2. Kasus kambuh (relaps)
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi
kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan
5. Kasus lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan
6. Kasus kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan
yang baik
7. Kasus bekas TB
- Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan
lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT yang adekuat akan lebih mendukung

22
- Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB
aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2
bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik

3. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru.tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
- TB ekstra paru ringan
Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
- TB ekstra paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kencing dan alat kelamin

3.2.6 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.7
1. Manifestasi Klinis
- Gejala Respiratorik:
1. batuk ≥ 3 minggu
2. batuk darah
3. sesak napas
4. nyeri dada
- Gejala Sistemik:
1. Demam
2. gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia,
berat badan menurun

23
2. Pemeriksaan Fisik
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex
lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara
lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada
perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

3. Pemeriksaan Bakteriologik
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari
dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau
dengan cara:
• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
• Dahak Pagi ( keesokan harinya )
• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

24
Berikut interpretasi pemeriksaan bakteriologik:

Gambar 2. Interpretasi pemeriksaan bakteriologik

25
Gambar 2. Algoritma diagnosis TB paru

4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:8
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
• Bayangan bercak milier
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan
kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator
tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita,

26
sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan
penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/
daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED
sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal
tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun
kurang spesifik.

2. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis.

3. Pemeriksaan Cairan Pleura


Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.

4. Uji Tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di
daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan
prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai
alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini
akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan
satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar
sekali atau bula.

27
3.2.7 Tatalaksana
Berikut penatalaksanaan TB paru berdasarkan kategori pasien:9
Tabel 1. Penatalaksanaan TB berdasarkan kategori pasien
Kate Pasien TB Regimen Pengobatan
gori
Fase Awal Fase Lanjutan
1 TB paru sputum BTA (+), baru, 2HRZE 4H3R3
bentuk TB paru berat, TB
ekstra-paru (berat), TB BTA (-)

2 Relaps, kegagalan pengobatan, 2HRZES/ 5HRE


Kembali ke default HRZE

Berikut dosis dan efek samping OAT:


Tabel 2. Dosis dan efek samping OAT
Nama Obat Dosis Harian (mg/kgBB/hr) Efek Samping

Izoniazid 300 - 400mg Hepatitis, neuritis perifer,


10-20mg/kggbb/hari (anak) Hipersensitivitas
Rifampisin <55kg:450mg/hari Gastrointestinal, hepatitis,
>55kg:600 mg/hari Trombositopenia
10-20mg/kgbb/hari (anak)
Pyrazinamid 10 mg Toksisitas hepar, artralgia,
Dewasa 20-35mg/kg/hari Gastrointestinal
Ethambutol 1000 mg Neuritis optik, penurunan
visus, hipersensitif,
Gastrointestinal
Streptomisin 750 mg/hari intramuscular Ototoksik, nefrotoksik

28
Berikut penatalaksanaan efek samping OAT:
Tabel 3. Penatalaksanaan efek samping OAT
Efek samping ringan OAT
Efek samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, Isoniazid, rifampicin, Diminum sebelum tidur
mual, sakit perut pirazinamid
Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin, parasetamol,
atau obat anti radang non
steroid
Kesemutan-rasa terbakar Isoniazid Beri vitamin B6
di kaki atau tangan (piridoksin) 100 mg/hari
Warna kemerahan pada Rifampicin Beri penjelasan, tidak
air perlu diberi apa-apa
Seni
Efek samping berat OAT
Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Beri antihistamin &
pada kulit dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin
Dihentikan
Bingung dan muntah Hampir semua Hentikan semua OAT
Obat & lakukan uji fungsi
Hati
Ikterik Hampir semua Hentikan semua OAT
OAT sampai ikterik
menghilang
Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol
Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan Rifampisin
(syok)

29
Evaluasi pengobatan tuberkulosis sebagai berikut:

Gambar 4. Evaluasi pengobatan TB

Berikut tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur:

Gambar 5. Tatalaksana pasien berobat tidak teratur

30
3.2.8 Komplikasi
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru
dibedakan menjadi dua, yaitu:8
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut: Komplikasi-komplikasi yang sering
terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau
syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang
pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal,
dan sebagainya

31
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak. Selain itu dari anamnesis
didapatkan riwayat batuk berdahak dan berlendir kurang lebih 3 bulan, demam
tinggi sejak 7 minggu yang lalu, menggigil dan berkeringat malam hari,nafsu
makan menurun disertai dengan penurunan berat badan 20 kg. Berdasarkan dari
keluhan pasien gejala-gejala yang ada merupakan gejala pada infeksi TB paru
sehingga dapat didiagnosis pasien ini mengalami infeksi TB paru.

Pada pasien ini terdapat sesak yang diakibatkan karena kompleks primer yang
dibentuk oleh M. Tuberculosa menyebar secara perkontuinatum ke bronkus
sehingga terjadi penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar. Hal ini menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak dan berlendir hal ini
dikarenakan pada saat bakteri mencapai alveolus maka terjadi reaksi antigen-
antibodi sehingga terjadi reaksi inflamasi sehingga terjadi pengeluaran
sekret/mukus. Akumulasi sekret di jalan nafas menyebabkan respon batuk.10

Gejala lain yang ada yaitu demam. Mekanisme demam yaitu mikroorganisme
yang masuk ke dalam jaringan akan difagosit oleh makrofag. Setelah
memfagositosis sel ini akan mengeluarkan IL-1 yang disebut sebagai pirogen
endogen. IL-1 menginduksi pembentukan prostaglandin akan menstimulus
hipotalamus sebagai pusat termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh
dan terjadi demam. Menggigil dikarenakan saat terjadi peningkatan suhu tubuh
dengan cepat tetapi tidak diikuti dengan pengeluaran panas dengan kecepatan
yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.10

Pasien juga mengalami keringat malam hari, hal ini disebabkan


oleh Mycobacterium Tuberculosis mengadakan metabolisme seperti pembelahan

32
didalam tubuh penderita sehingga terjadilah manifestasi keringat. Nafsu makan
menurun adanya gangguan pada reflek vagal yang menyebabkan peningkatan
hormone lectin sehingga pasien merasa selalu kenyang. penurunan berat badan
disebabkan oleh peningkatan metabolism pada infeksi TB sehingga
terjadi pemecahan pada cadangan makanan yang ada pada tubuh dikarenakan
kebutuhan sel yang meningkat dan nutrisi yang kurang dari tubuh.11

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis hal ini diperkuat dengan
hasil pemeriksaan lab yaitu penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit maka
pasien ini didiagnosis anemia. Anemia ini kemungkinan disebabkan karena
penyakit kronik pada pasien. Anemia dapat juga disebabkan karena defisiensi Fe.
Untuk memastikan hal tersebut perlu dilakukan pemeriksaan Fe serum dan
TIBC.10

Pada pemeriksaan fisik didapatkan fremitus taktil yang menguat di hemithoraks


dextra dan sinistra. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa fremitus
menguat dikarenakan meningkatnya intensitas paru yang dapat terjadi pada
penyakit infiltrat seperti tuberkulosis aktif dan pneumonia. Pada perkusi
didapatkan hasil redup pada hemithoraks dextra dan sinistra dikarenakan bagian
padat jaringan lebih banyak dari udara di dalamnya. Pada auskultasi didapatkan
suara nafas tambahan yaitu ronki basah halus yang menandakan adanya aliran
udara berasal dari alveoli yang melewati cairan. Pada pemeriksaan rontgen thoraks
didapatkan kesan TB paru aktif dengan rongga lusen berdinding relatif tebal di
apeks sampai lapang atas kanan. Hal ini menandakan gambaran radiologi TB
paru aktif.8

Terapi yang sudah diberikan yaitu terapi cairan ringer laktat 10 tpm untuk
memenuhi nutrisi pasien. Kebutuhan cairan pasien dalam sehari:10
1500+20 x (50-20) = 2100 cc/24 jam
Sehingga dibutuhkan ±4 kolf RL dalam 24 jam. Sehingga 1 kolf dihabiskan dalam
6 jam. Perhitungan tetesan sebagai berikut:
500 cc / 6 x 3 = 27 tpm.

33
Seharusnya pasien mendapatkan terapi cairan RL 27 tpm.

Selain itu pasien diberikan terapi oksigen dengan nasal kanul 4L/menit untuk
meningkatkan saturasi oksigen 33%-36%. Terapi oksigen diberikan karena nilai
oksimetri denyut pada pasien 80% sehingga ada indikasi untuk diberikan terapi
oksigen. Pada pasien diberikan injeksi seftiakson yang merupakan antibiotik
spektrum luas. Antibiotik ini diberikan sebagai terapi empiris sebelum keluarnya
hasil BTA. Selanjutnya pasien mulai diberikan obat RHZE untuk tahap intensif.
Dosis obat masing-masing yaitu: rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid
400 mg, dan etambutol 275 mg. Obat RHZE dalam bentuk KDT (Kombinasi
Dosis Tetap). Berat badan pasien 50 kg sehingga pada tahap intensif pasien
minum 3 tablet 4KDT selama 56 hari. Selanjutnya pada tahap lanjutan pasien
minum 3 tablet 2KDT dalam 3x seminggu selama 16 minggu.10

Terapi simptomatis yang diberikan yaitu paracetamol 3x500 mg sebagai


antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh. Selain itu pasien juga diberikan
salbutamol 2x4 mg sebagai bronkodilator golongan agonis B 2 kerja singkat untuk
menangani keluhan sesaknya. Selanjutnya untuk menangani batuknya pasien
diberikan codein 3x10 mg sebagai antitusif golongan opioid untuk meningkatkan
ambang refleks batuk.10

34
Berikut algoritma analisa kasus tuberculosis
M. Tuberculosis

Inhalasi droplet

Bakterimia Bakteri mencapai alveolus

Merangasang interleukin 1 Reaksi antigen-antibody

Reaksi radang
Zat endogen pyrogen

Pengeluaran sekret/mukus
Prostaglandin

Menghalangi proses
Berdistribusi ke hipotalamus Akumulasi sekret di jalan nafas
difusi oksigenasi

Menggeser set poin anterior ke Bersihan jalan nafas tidak efektif


Kompensasi tubuh
titik normal
meningkatkan gerakan
Respon batuk-batuk
pernafasan
Demam

Penggunaan otot-otot abdomen


Sesak nafas
Peningkatan metabolisme tubuh

Refluk vagal
Pemecahan cadangan makanan

Kebutuhan nutris sel meningkat Mual muntah

Nutrisi kurang dari kebutuhan Keringat malam


tubuh

Penurunan BB

Gambar 6. Algoritma analisis kasus

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Tuberculosis Fact Sheet. who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/. March


18th, 2018
2. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013.
3. World Health Organization. Tuberculosis Profile.
http://www.who.int/gho/countries/idn/country_profiles/en/. January 29th,
2017.
4. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2016. Tuberkulosis. www.depkes.go.id/
5. Rukmini C. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian TB Paru
Dewasa di Indonesia (Analisis Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010).
Buletin Penelitian Kesehatan, 4 (14): 320-330.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. http://klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html.
2006. March 18th, 2018.
7. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. www.tbindonesia.or.id /
opendir/ Buku/ bpn_p-tb_2014 . pdf. March 18th, 2018.
8. Baum L. Gerald et al. Textbook of Pulmonary Diseases. 6th ed.
Philadelphia: Lippincott-Raven. p. 570.
9. Laily D Wahyu, Rombot DV, Lampus Benedictus. Karakteristik Pasien
Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tuminting Manado. JKKT, 1(3):1-5.
10. Price S dan Wilson L. 2012.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC
11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pedoman Penatalaksanaan
TB (Konsensus TB). http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf. January
29th, 2017.

36

Anda mungkin juga menyukai