Anda di halaman 1dari 6

Hari Nusantara 2013: Setinggi Langit Sedalam

Samudera, Potensi Pariwisata dan Kreativitas Nusantara


yang Tak Terhingga
Hari Nusantara 2013 kembali digelar dengan puncak acara yang akan diselenggarakan di
Palu, Sulawesi Tengah, pada 13 Desember 2013. Ada banyak kegiatan mewarnai perayaan
Hari Nusantara tahun ini, diantaranya adalah atraksi wisata, seminar nasional dan bincang
tentang laut, gelar seni budaya, pameran produk, tarian, serta musik dengan tema bahari.

Tema yang diangkat untuk acara ini adalah Setinggi Langit Sedalam Samudera, Potensi
Pariwisata dan Kreativitas Nusantara yang Tak Terhingga. Tema ini mendeskripsikan
kekayaan dan keberagaman potensi sumber daya bahari Indonesia yang memberikan manfaat
tak terhingga, baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun budaya. Selain itu, tema Hari
Nusantara tahun ini dimaksudkan untuk memotivasi masyarakat untuk menggali dan
menggerakkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif guna membangun masa depan bangsa.

Akan ada acara pendukung yang tak kalah menarik dalam Hari Nusantara 2013, yaitu
Indonesia World Underwater Photo Contest 2013 dan Indonesia Fishing Tournament yang
terbuka untuk umum. Selain itu, ada pula pemilihan Putera dan Puteri Laut, kegiatan bersih-
bersih laut dan penanaman hutan bakau terkait penyelenggaraan event tahunan tersebut.
Melengkapi kemeriahan acara, rencananya akan ada parade kapal perang di Teluk Palu.

Hari Nusantara digelar setiap tahun di tempat yang berbeda tiap tahunnya dengan
mempertimbangkan potensi bahari yang identik dengan kawasan yang dipilih. Kegiatan ini
dilakukan berawal dari Deklarasi Juanda 1957, yaitu "Bangsa Indonesia menjadi negara
kepulauan sebagai konsepsi kewilayahan untuk mewujudkan wawasan Nusantara.

Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif tidak bisa dipisahkan dengan laut. Oleh karena itu,
kegiatan ini penting pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Ada tujuh wisata
tematik (minat khusus) dan tiga diantaranya terkait dengan pantai dan laut (wisata alam dan
ekowisata, wisata olahraga dan rekreasi, dan wisata kapal pesiar).
Pariwisata Bahari merupakan salah satu sektor ekonomi yang potensial
untuk menarik devisa, ada tiga yang menjadi pilar pariwisata bahari yaitu,
Cruise, Yacht////////Sail dan Diving, salah satu yang paling diminati
oleh wisatawan asing adalah Sail Indonesia dengan rute (Darwin-
Kupang-dst) yang merupakan event tahunan pariwisata, dan akan
dikembangkan lagi seperti Sail Bunaken dan Sail Saumlaki-
Ambon.

Dalam pelaksanaan Sail Indonesia ini terdapat berbagai masalah


terkait adanya kebijakan bahwa kegiatan pemasukan kapal layar
ke wilayah pabean Indonesia dikenakan Peraturan Menteri
Keuangan No.140////////PMK.04////////2007 tentang Barang Impor
Sementara. Kapal peserta Sail Indonesia dapat diberikan
pembebasan bea masuk dan pajak dengan JAMINAN (uang tunai,
jaminan Bank, Asuransi) atau lainnya. Sedangkan untuk
pelaksanaan Sail Indonesia tahu 2006 dan 2007 diberikan izin
impor sementara kepada Yayasan Cinta Bahari Indonesia (YCBI)
dengan jaminan tertulis dari Dirjen Destinasi Pariwisata.
Permasalahan ini diungkapkan oleh Ir. Abdul Alim Salam, M.Sc
selaku Tenaga Ahli Bidang Pariwisata Dewan Kelautan Indonesia
(DEKIN) pada rapat tanggal 12 Juni 2008 yang digagas oleh
Dewan Kelautan Indonesia di Lt.3 Gedung Departemen Kelautan
dan Perikanan.

Menurut Dirjen Destinasi Pariwisata Depbudpar Ir. Firmansyah


Rahim, MM dalam kasus Sail Indonesia ini sangatlah tepat
dibahas di Dewan Kelautan Indonesia untuk mencari solusinya
karena ini merupakan bagian dari tupoksi DEKIN, dan dalam
pelaksanaan Sail Indonesia ini perlu ditentukan aturan mainnya,
bagaimana sistemnya, dan siapa yang akan melakukan
kontrolnya, karena berdasarkan informasi Direktur dari
Depbudpar Ir. Achyar, pada pelaksanaan Sail Indonesia tahun
2006 dan 2007 menyalahi aturan terkait dengan ketentuan
Peraturan Menteri Keuangan tersebut, karena kapal layar (Yacht)
yang masuk ke teritorial Indonesia tidak menyampaikan
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang menjadi ketentuan saat
keluar atau meninggalkan perairan Indonesia, atau kapal layar
tersebut tidak terdeteksi keberadaannya, sehingga pihak
penjamin yang harus menanggung segala resiko yang
ditimbulkan. Dan pihak Budpar sangat keberatan karena upaya
Sail Indonesia hanya semata-mata untuk memajukan pariwisata
Indonesia, untuk memberikan kesejahteraan bagi daerah yang
disinggahi kapal layar (yacht) tersebut, yang sampai saat ini
belum ada aturan mainnya.

Pihak Bea dan Cukai berpendapat bahwa Peraturan Menteri


Keuangan Nomor PMK 140////////PMK.04////////2007 bukan untuk
meningkatkan pendapatan Negara, namun kebijakan ini hanya
untuk pengamanan pemasukan Negara, dikhawatirkan adanya
transaksi atau peralihan bendera pada kapal tersebut, jadi
kebijakan ini hanya berupa monitoring saja.

Menurut pendapat Tenaga Ahli Bidang Pelayaran Capt. Butje


Pitna, bahwa kapal yang masuk ke Indonesia itu harus melalui
agency, dan agen tersebutlah yang mengurus keluar masuknya
dan bertanggung jawab akan kapal tersebut. Masalah
kekhawatiran tentang peralihan bendera kapal, sangat sedikit,
karena jika itu terjadi prosesnya panjang dan akan melibatkan
Ditjen Hubla demikian menurut perwakilan Dephub.

Pada akhir rapat disepakati perlu segera dicari jalan keluarnya


mengenai aturan main atau sistem dari penyelenggaraan Sail
Indonesia, sehingga tidak terjadi permasalahan dikemudian hari,
dan untuk pengontrolannya perlu ada kerjasama instansi terkait,
karena Sail Indonesia 2008 akan segera dilaksanakan pada bulan
Juli 2008 dan sudah ada 130 kapal yang akan masuk ke palayaran
Indonesia.
Jakarta, Tenaga Ahli DEKIN bidang Pariwisata Bahari Ir. Abdul Alim Salam,
M.Sc menjelaskan bahwa arah kebijakan ekonomi sektor wisata bahari
didorong untuk dikembangkan sehingga wisata bahari Indonesia menempati
kelompok 10 besar tujuan wisata dunia serta meningkatkan pengembangan
wisata nusantara yang mampu menjaga integritas budaya nasional. Selain itu,
pengembangan wisata bahari harus dapat memberikan kesempatan kerja
bagi masyarakat lokal dan dikelola secara berkelanjutan, demikian papar
Abdul Alim dalam memimpin rapat POKJA di DEKIN (28/2).
Masih dalam penjelasannya, Abdul Alim mengatakan bahwa berdasarkan
kajian PKSPL-IPB jumlah Wisman wisata bahari (2007) diperkirakan
mencapai 3.0 juta orang. Dengan asumsi lama kunjungan 5 hari dan belanja
US$ 100/hari, maka penerimaan devisa mencapai US$ 1,5 milyar/tahun. Dari
7 sektor ekonomi kelautan persentase PDB Pariwisata Bahari mencapai 1,52
persen, yang merupakan peringkat 5 (lima) terbesar Artinya potensi
pariwisata bahari sangat potensial, ujar Abdul Alim.
Namun dalam pengembangan pariwisata bahari mengalami berbagai kendala,
seperti aksessibilitas, fasilitas pelayanan yang masih minim, kebijakan bias,
seperti masa berlaku visa yang kurang sesuai dengan luas wilayah yang
dikunjungi, penetapan pintu masuk/keluar yang belum jelas pemantauannya,
otonomi daerah yang mengakibatkan kesalapahaman dalam melakukan
retribusi terhadap kapal yacht oleh Pemda, Syahbandar, dan Pelindo, serta
pendekatan high security.
Beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam kunjungan yacht asing di
perairan Indonesia antara lain:
a. Masalah CAIT (Clearence Approval Indonesian Territory) yang masih
memberatkan para yachter karena tidak ada kepastian mengenai biaya,
proses pengurusan yang lama, dan masalah akses masuk dan keluar yang
belum jelas.
b. Masalah Imigrasi tentang visa yang diberikan dirasa sangat singkat untuk
mengunjungi wilayah Indonesia yang sangat luas.
c. Masalah Bea dan Cukai khususnya pemberlakuan 5% bea masuk dan
47,5% jaminan (custom bond) karena kapal yacht dianggap sebagai barang
impor sementara.
d. Masalah Karantina karena sampai saat ini belum ada peraturan yang
mengatur tentang yacht.
e. Masalah Port Clearence, belum ada kejelasan siapa yang berhak
melakukan pemungutan jasa pelabuhan (syahbandar, Pelindo, dan
Pemda).
f. Kapal wisata asing illegal yang menyebabkan kapal yang mempunyai izin
dirugikan.
g. Masalah law enforcement.
Rapat POKJA bidang pariwisata bahari dihadiri instansi terkait, seperti
Kemenhub, Kemenbudpar, Polair, Gahawisri serta asosiasi. Mengingat
permasalah pengembangan pariwisata bahari bersifat lintas sektor, maka
menurut Abdul Alim sudah sepantasnya permasalahan ini dibahas di Dewan
Kelautan Indonesia (DEKIN) yang memang fungsi sebagai sebagai forum
konsultasi untuk keterpaduan kebijakan dan penyelesaian masalah di bidang
kelautan (hms).

DEKIN NEWS. Jakarta. Sesuai dengan amanat UUD 1945 amandemen kedua pasal 25-A,
Indonesia merupakan negara kepulauan yang bercirikan nusantara, namun ironinya, pola
penyusunan kerangka pembangunan belum dilandasi oleh kondisi obyektif bangsa yang
memiliki wilayah laut lebih luas dibandingkan luas daratan sebagai modal bangsa kita. Hal
ini disampaikan oleh Ketua Perumusan Kebijakan Bidang Kelautan dalam rangka
memberikan masukan RPJMN 2015-2019, Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo saat memaparkan
kemajuan kajian yang sedang disusun oleh Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) (13/11).

Kondisi obyektif NKRI sebagai negara kepulauan dengan laut sebagai wilayah utamanya,
seharusnya dapat lebih mengutamakan atau memberikan kesempatan pembangunan kelautan
yang lebih besar, bukan justru pembangunan yang masih bernuansa daratan. Ini sangat
timpang dalam pembangunan nasional ujarnya. Hal tersebut terjadi karena pembangunan
kelautan belum menjadi mainstream, sehingga di tahun 2008 saja kontribusi ekonomi
kelautan terhadap PDB nasional masih hanya sebesar 13%.

Untuk mewujudkan pembangunan kelautan menjadi mainstream pembangunan nasional,


menurut Sugeng yang juga anggota DEKIN, saat ini DEKIN sedang melakukan pengkajian
untuk merumuskan pembangunan bidang kelautan guna memberikan masukan pada RPJMN
2015-2019.
Ada lima pilar yang menjadi arah pembangunan kelautan dan akan diusulkan dalam RPJM
Nasional. Pertama, Pilar Ocean Culture yaitu meningkatkan kemampuan sumberdaya
manusia serta memperkuat nilai-nilai budaya bahari yang bersumber pada nilai-nilai luhur
bangsa, Kedua, Pilar Ocean Governance yakni memperkuat kemampuan nasional untuk
pengelolaan sumberdaya kelautan guna mendorong terwujudnya pembangunan dan
pengembangan usaha kelautan yang efektif, efisien dan sinergis, Ketiga, Pilar Maritime
Security yaitu memperkuat sistem pertahanan dan keamanan yang mencerminkan negara
kepulauan yang bermartabat dan berkedaulatan, Keempat, Pilar Ocean Economic, yakni
membangun ekonomi berbasis sumberdaya alam di laut guna meningkatkan kesejahteraan
rakyat, dan ke Lima, Pilar Marine Environment yaitu memperhatikan kelestarian sumberdaya
lingkungan laut guna kepentingan generasi mendatang (yp).

Anda mungkin juga menyukai