Oleh:
Muhammad Azizi
131810401052
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2017
PENDAHULUAN
Grand Watu Dodol (GWD) merupakan salah satu destinasi wisata pantai
yang terletak di kabupaten Banyuwangi. Pantai ini terletak di antara Pantai
Bangsring dan kota utama Banyuwangi. Pantai ini masih tergolong destinasi wisata
yang baru dan sedang tahap pembangunan. Oleh sebab itu masih ada beberapa
material bangunan yang tergeletak di sisi barat dan selatan Grand Watu Dodol.
Hamparan biru lautnya sangat cantik dan eksotik. Pantai ini juga rindang karena
dikelilingi pohon kelapa dan pohon waru. Pantai ini difasilitasi dengan satu
bangunan utama, yang terlihat lebih seperti area terbuka bagi pengunjung, kafetaria,
dan toilet umum. Pemandangan dari pantai ini dapat terlihat Pulau Menjangan dan
Pulau Tabuhan. Pulau Menjangan merupakan wilayah konservasi yang berada di
Taman Nasional Bali Barat yang terkenal dengan wisata bawah lautnya. Sedangkan
Pulau Tabuhan masih berada di wilayah Banyuwangi dan juga menawarkan wisata
bawah laut (Banyuwangikab.go.id).
Produk wisata utama pantai ini yaitu wisata lautnya,terhitung adda sekitar
enam kapal tradisional milik warga sekitar yang siap mengantar pengunjung untuk
menyeberang ke Pulau Menjangan atau ke Pulau Tabuhan. Kapal tradisional itu
juga bisa melayani pengunjung yang hanya berkeliling di tengah laut dan melihat
pemandangan dari atas kapal. Meski tak menyeberang kita masih bisa menikmati
pemandangan dari pantai Grand New Watu Dodol. Ada beberapa gazebo atau balai-
balai yang bisa digunakan untuk beristirahat bersama. Di tepi-tepi pantai terdapat
bangku-bangku yang dibuat dari pohon kelapa. Sebelah selatan ada belasan kios-
kios yang menjual aneka minuman dan menu makanan. Selain itu juga terdapat area
bermain anak-anak serta wahana ATV. Pantai ini juga memiliki jembatan yang
terbentang ditengah tempat wisata untuk melihat pemandangan laut serta taman
yang indah (Banyuwangikab.go.id).
Kekurangan dari destinasi wisata pantai ini menurut saya yaitu sarana dan
prasarana yang masih kurang memadai seperti halnya tempat sampah yang masih
sedikit, kemudian masih terdapat pedagang asongan serta tidak adanya peta lokasi
wisata. Hal lain yang menjadi kekurang dari pantai ini yaitu tentang administrasi
biaya masuk dan parkir kendaraan. Tidak adanya kejelasan oleh pihak pengelola
atau pemerintah dalam hal administrasi membuat banyak oknum yang
memanfaatkan hal tersebut.
Pantai Grand Watu Dodol untuk saat ini masih dalam tahap pembangunan.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi
Mohamad Yanuarto Bramuda pembangunan tersebut meliputi tiga zonasi area.
Zona privat akan dibangun resort, zona umum untuk wisatawan, dan zona minat
khusus bagi pengunjung yang ingin membuka tenda. Harapan saya untuk
pembangunan kedepannya bisa lebih baik lagi seperti halnya tempat sampah yang
memadai, cafetarian serta pusat oleh-oleh yang layak sehingga tidak ada lagi
pedagang asongan yang mengurangi kenyamanan pengunjung, kemudian perlunya
peta lokasi wisata agar pengunjung lebih mudah untuk menuju tempat-tempat di
kawasan wisata tersebut. Serta hal yang paling penting adalah adanya penetapan
administrasi atau biaya masuk di pantai ini agar tidak menimbulkan kerancuan
dalam hal administrasi dan mencegah oknum-oknum untuk berbuat curang.
2. Pantai Cacalan
Wisata Pantai Cacalan dibagi dua area. Satu area seluas 1,2 hektar di
sepanjang garis pantai. Sedangkan 2,2 hektare lainnya digunakan untuk kuliner dan
arena bermain. Pantai Cacalan yang bergaris pantai memanjang 12,5 km memiliki
hamparan pasir hitam dan ombak pantai yang kecil, sehingga aman bagi
pengunjung untuk bermain di bibir pantai. Fasilitas yang tersedia di Pantai Cacalan
mulai tempat parkir yang luas, sentra kuliner, toilet, mushola, ayunan kayu di
pinggir pantai, payung-payung peneduh, bangku dari kayu sampai arena bermain
anak. Di pantai ini juga terdapat sebuah kolam ikan air tawar.
Kekurangan dari destinasi wisata pantai cacalan ini menurut saya yaitu
sarana dan prasarana yang masih kurang memadai seperti halnya tempat sampah
yang masih minim, kemudian tempat singgah atau berteduh yang juga masih
minim, serta produk wisata yang ditawarkan juga terbatas yaitu hanya menikmati
keindahan laut. Hal lain yang menjadi kekurang dari pantai ini yaitu lagi-lagi
tentang administrasi biaya masuk dan parkir kendaraan. Pihak pengelola atau
pemerintah tidak menetapkan biaya administrasi yang jelas untuk memasuki
kawasan wisata ini, sehingga oknuk-oknum yang tidak bertanggung jawab
memanfaatkan hal tersebut.
Harapan saya untuk pantai Cacalan kedepannya bisa lebih baik lagi seperti
halnya tempat sampah yang memadai, cafetarian serta pusat oleh-oleh yang layak
juga memadai, kemudian perlunya produk wisata lain seperti halnya taman bermain
bagi anak-anak, supaya obyek wisata tersebut tidak terkesan monoton. Serta adanya
penetapan administrasi atau biaya masuk di pantai ini agar tidak menimbulkan
kerancuan dalam hal administrasi dan mencegah oknum-oknum untuk berbuat
curang. Selain itu pemerintah harusnya juga harus ikut andil dalam pengelolaan
pantai ini, karena menurut masyarakat di pantai tersebut dana untuk membenahi
dan mempercantik pantai Cacalan ini bahkan tanpa melalui dana APBD, melainkan
dana dari CSR perusahaan yang ada serta hasil dari swadaya masyarakat.
3. Pantai Boom
Setelah sebelumnya sempat tidak terkelola dengan baik, pantai ini kini
terbilang sudah cukup terawat. Para penduduk setempat yang berdagang di sekitar
pantai kini telah menempati kios-kios baru yang lebih rapi, berbagai macam
fasilitas untuk pengunjung seperti kursi dan juga payung telah disedikan, dan
sampah-sampah di sekitar pantai juga mulai berkurang. Sebelumnya, citra Pantai
Boom sempat tercoreng setelah lokasi pantai ini dipenuhi dengan sampah dan juga
dijadikan sebagai salah satu wilayah prostitusi. Meskipun begitu, hingga saat ini,
pemerintah setempat telah berusaha untuk memperbaiki citra objek wisata pantai
yang cukup populer di Banyuwangi ini (Rosyid, 2016).
Harapan saya untuk Pantai Boom kedepannya bisa lebih baik lagi seperti
halnya tempat sampah yang memadai, toilet dan tempat ibadah yang layak,
kemudian perlunya produk wisata lain seperti halnya taman bermain ataupun olah
raga air seperti jet ski, snorkeling dan lain-lain. Kemudian pemerintah Banyuwangi
seharusnya lebih tegas lagi dalam pengaturan biaya administrasi untuk masuk ke
tempat wisata di Kabupaten Banyuwangi. Pantai-pantai yang saya kunjungi di
Kabupaten Banyuwangi masih rancu dalam hal administrasi, sehingga
menimbulkan kerugian bagi pengunjung serta dalam jangka panjang juga akan
berdampak pada pemasukan daerah di kabupaten Banyuwangi sendiri.
4. Taman Sritanjung
Taman Sritanjung Banyuwangi merupakan salah satu ikon kota
Banyuwangi. Lokasi Taman Sritanjung berada di tengah kota dari Kabupaten
Banyuwangi, yang masih didasarkan pada sistem tata letak macapat yaitu sistem
tata kota yang didasarkan pada jumlah empat dengan pusat kota berada di tengah-
tengah dengan beberapa fasilitas pendukung berupa bangunan-bangunan penting,
seperti kraton, tempat ibadah, pasar serta penjara yang tersebar di empat penjuru
mata angin dengan alun-alun sebagai representasinya (Avinda et al, 2016).
Nama Sritanjung diambil dari nama tokoh wanita dalam Legenda
Banyuwangi. Mulanya, Taman Sritanjung disebut sebagai Lapangan Tegal Masjid
karena letaknya yang berada di depan Masjid Agung Baiturrahman. Kini, taman ini
digunakan untuk rekreasi keluarga dan tempat berkumpul. untuk sekadar duduk-
duduk bersantai atau pun menikmati jajanan sekitar. Letaknya yang berada di
tengah kota membuat taman ini sepertinya mempunyai fasilitas yang lumayan
untuk sebuah taman, mulai dari jogging track yang mengitari sepanjang Taman
Sritanjung, batu refleksi yang terletak di tengah jogging track
(Banyuwangikab.go.id).
Fasilitas serta sarana dan prasarana di Taman Sritanjung sudah sangat
memadai seperti adanya area cafetaria, taman bermain, tempat duduk dan lain-lain.
Serta pengelolaan kebersihan Taman juga sangat baik, mungkin yang harus
dioptimalkan lagi yaitu mengacu pada sistem tata letak kota yang menganut sistem
macapat, pemerintah Banyuwangi sendiri mengclaim sistem tata letak kotanya
menganut sistem macapat tetapi pada kenyataannya hanya terdapat 3 bangunan
penting yang mengelilingi alun-alun ini. Bangunan tersebut meliputi Pendapa
Swagata Blambangan di sebelah utara, Masjid Agung Baiturrohman di sebelah
barat dan Pasar Banyuwang di sebelah selatan. Pada sisi timur dulunya merupakan
penjara yang kini berubah fungsi menjadi Mall of Sritanjung yang sepertinya masih
terbengkalai dalam pengelolaan serta pengoprasiannya.
KESIMPULAN
Avinda, B., I Nyoman, S. dan Oka, K. 2016. Strategi Promosi Banyuwangi Sebagai
Destinasi Wisata. Jurnal IPTA Vol. 4 No. 1, 2016.
Pawitra, M. dan Taufiq Rahman. 2016. Peran Direktorat Jendral BEA dan Cukai
dalam Hukum Kepabeanan Terhadap Kawasan Berikat PT Lundin
Industry Invest ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
tentang Kepabeanan. Jurnal Reposity Universitas Gadjah Mada.