Anda di halaman 1dari 8

METODE PRESERVASI DAN KONSERVASI ARSIP

Arsip merupakan salah satu unsur penting dalam suatu kantor, selain ruangan atau
gedung. Bentuk arsip dapat berupa kertas maupun bahan audiovisual seperti kaset, video, slide,
dan sebagainya. Istilah-istilah baku yan g biasa digunakan untuk melakukan usaha perawatan
arsip adalah preservasi, konservasi, dan reprografi.

Preservasi berarti pemeliharaan koleksi dan obyek individual sedekat mungkin dengan
kondisi asli melalui penempatan, penanganan, reparasi, dan konservasi yang tepat. Adapun
konservasi merupakan perawatan fisik dan kimiawi terhadap materi kearsipan untuk
menghambat kerusakan lebih lanjut. Sedangkan reprografi merupakan kegiatan penggandaan dan
pengulangan sebuah dokumen yang merupakan bagian dari usaha konservasi (Sulistyo-
Basuki,2003: 202).

Arsip menurut Sulistyo-Basuki adalah informasi terekam yang disimpan secara permanen
(Sulistyo-Basuki, 2003: 6). Sedangkan Basir Barthos pada pokoknya menyatakan bahwa arsip
adalah setiap catatan tertulis baik dalam bentuk gambar ataupun bagan yang memuat keterangan-
keterangan mengenai suatu subyek (pokok persoalan) ataupun peristiwa yang dibuat orang untuk
membantu daya ingat orang itu pula (Barthos, 2000:1).

Menurut Undang- undang Nomor 7 Tahun 1971 yang berisi tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kearsipan, yang disebut sebagai arsip sesuai yang tertera pada Bab I pasal 1 adalah:

a. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Llembaga-Lembaga Negara dan Badan-
Badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun
berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan;
b. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-Badan Swasta dan atau perorangan,
dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam
rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.

Arsip dibagi menjadi 2 yaitu arsip statis (archives) dan arsip dinamis (records). Arisp
dinamis merupakan semua arsip atau dokumen yang masih digunakan secara langsung dalam
perencanaan, pelaksanaan, untuk keperluan pengambilan keputusan, dan kegiatan administrasi
lainnya di berbagai kantor, baik kantor pemerintah, swasta, atau organisasi kemasyarakatan
(Amsyah, 1992:2-3). Sedangkan arsip statis merupakan arisp-arsip atau dokumen yang disimpan
permanen karena alas an historis, administrative, hukum, dan ilmu pengetahuan. Pengertian
tersebut sesuai dengan pasal 2 dari Bab I Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 yang
membedakan fungsi arsip sebagai berikut:
a. Arsip dinamis yang dipergunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan,
penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya atau dipergunakan secara
langsung dalam penyelenggaraan administrasi negara;
b. Arsip statis yang tidak dipergunakan secara langsung untuk perencanaan,
penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya maupun untuk penyelenggaraan
sehari-hari administrasi negara.

Arsip berbeda dengan dokumentasi. Dokumentasi memiliki kegiatan yang lebih luas
daripada arsip. Menurut Federation International dInformation et de Documentation (FID),
dokumentasi adalah penyusunan, penyimpanan, temu balik, penyebaran, dan evaluasi informasi,
bagaimanapun cara merekamnya, dalam bidang sains, teknologi, seni, dan kemanusiaan.

Secara tradisional, kegiatan dokumentasi hanya terbatas pada informasi ilmiah,


sedangkan jasa yang diberikannya lebih banyak untuk ilmuwan. Adapun arsip, tidak selalu
terbatas pada ilmuwan dan informasi yang diberikannya tidak selalu bersifat ilmiah.

Media atau bahan yang digunakan untuk merekam arsip berkembang seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada zaman modern ini Milburn D. Smith III
(1986) membagi media arsip ke dalam beberapa kategori, yaitu: 1) media kertas, 2) media
elektronik, 3) media mikro fotografik, dan 4) media audiovisual. Arsip yang bermedia kertas
pada umumnya berbentuk hard-copy, seperti memo-memo, surat, kontrak-kontrak, dan berkas
proyek. Selain itu, ada juga manuscript yang merupakan tulisan tangan asli dan blueprint atau
gambar arsitektur yang merupakan perancangan bentuk bangunan. Media elektronik terdiri dari
disket, pita magnetik, disk optik, dan cd. Media mikro fotografik terdiri dari roll film,
microfilm/microfische, jaket, kartu aperture, mikro buram/mikro-opaque, mikro non standar, dan
Computer Output Microfilm (COM). Sedangkan Media audiovisual terdiri dari piringan hitam,
pita magnetik, video, slide, fotografi, dan film cine.

Preservasi arsip adalah semua aktivitas untuk memperpanjang usia guna arsip, termasuk
kegiatan pemeliharaan dan perawatan arsip. Secara umum preservasi arsip adalah mencegah
hilangnya nilai informasi dalam arsip, oleh karena itu diperlukan aktivitas-aktivitas untuk
menjaga dan merawat arsip-arsip tersebut. Bagian dari proses preservasi ini adalah melakukan
kegiatan perawatan, perbaikan dan pengawetan arsip konvensional dan media baru.

Penyimpanan dokumen merupakan pekerjaan penataan, pemeliharaan, dan


pendayagunaan dokumen sebaik mungkin. Penyimpanan arsip mencakup kegiatan penentuan
bentuk simpanan, sistem penjajaran, besarnya ruang, perlengkapan yang tersedia, dan sistem
penyimpanan yang baik dan benar (Sulistyo Basuki, 1992:37). Ada dua sistem yang dikenal
dalam penyimpanan materi arsip, yaitu sistem Penjajaran Numerik dan Sistem Penjajaran
Sistematik. Sedangkan kegiatan penyimpanan arsip sendiri ada 2(dua), yaitu Arsip disimpan
dalam bentuk aslinya dan arsip disimpan dalam bentuk tidak asli.
Agar dapat melindungi arsip secara tepat dan benar, maka harus dilakukan upaya dengan
perencaan yang matang. Ancaman terhadap arsip dapat dibagi dalam 4(empat) kelompok yaitu
kerusakan, kehilangan, pemalsuan, dan penyingkapan. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi
penyebab kerusakan arsip pada dasarnya ada 4(empat), yaitu faktor alam seperti temperatur dan
kelembaban udara, air, sinar matahari, dan musim(panas,salju, dan hujan), faktor kimiawi/fisika
seperti asam, polusi udara, partikel debu, dan gangguan magnetis, faktor biologi seperti jamur,
lumut, serangga, tikus dan binatang sejenis lainnya, faktor kesalahan penyimpanan.

KBBI (1996:520) menyebutkan pengertian konservasi sebagai proses pemeliharaan dan


perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan
mengawetkan. Dengan demikian, konservasi merupakan perawatan fisik dan kimiawi terhadap
materi kearsipan untuk menghambat kerusakan lebih lanjut (Sulistyo Basuki, 2003: 202).
National Conservation Advisory Council (NCAC) mendefinisikan sifat konservasi benda-benda
budaya sebagai tiga hal yang fungsi eksplisitnya mencakup pemeriksaan, pemeliharaan, dan
perbaikan.

Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan pada media arsip adlaah temperature yang
tidak tepat, kelembaban udara, pencahayaan, polusi udara, serangan mikroba, serangan serangga,
perlakuan yang salah, banjir atau pengaruh air, pengaruh api, musuh-musuh yang menyifati
materi arsip, serta pencurian. Penanganan konservasi untuk mencegah terhadap kerusakan yaitu
penelitian terhadap jenis kerusakan, penetuan metode konservasi, penggunaan bahan kimia atau
bahan lain sesuai dengan hasil penelitian, pelaksanaan, dan penyimpanan.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melaksanakan program konservasi
antaralain: menambal kertas, memulihkan kertas, mengganti halaman yang robek,
mengencangkan benang jilidan yang kendur, memperbaiki punggung buku, engsel, atau sampul
buku yang rusak, vacuum freeze drying, vacuum frying, freezing, pengeringan bantuan udara,
fumigasi, pendinginan, deasidifikasi (menghilangkan keasaman pada kertas), laminasi,
enkapsulasi, konservasi peta, dan slide, dan fotografik.

REPROGRAFI

Arsip sebagai dokumen dapat menjadi rusak ataupun hilang, baik secara fisik maupun
informasinya karena terlalu sering digunakan. Langkah preventif yang dapat dilakukan untuk
menjaga agar dokumen tetap awet dan tidak mudah rusak adalah dengan penduplikasian arsip
atau dokumen dan pengalihan media cetak ke dalam elektronik (microfilm atau compact disk).
Apabila dokumen asli sudah terlanjur tua sehingga dikhawatirkan akan menjadi rusak atau
memang sudah rusak, maka dapat pula dilakukan tindakan laminasi dan enkapsulasi.

Penduplikasian arsip atau dokumen dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1) pembuatan
salinan dengan media stensil, yaitu pembuatan dokumen salinan oleh pejabat di organisasi yang
melakukan penyalinan sebagai penanggung jawab pembuat duplikat. Dokumen salinan biasanya
tidak ditandatangani oleh pembuat dokumen aslinya, 2) pembuatan duplikat dengan mesin
fotokopi, yaitu pembuatan dokumen salinan dengan menggunakan mesin fotokopi, sehingga
akan menghasilkan dokumen salinan yang berupa teks ataupun grafis yang sama persis dengan
aslinya, baik format maupun isinya.

Sedangkan program alih media adalah cara yang sangat populer dalam menjaga dan
merawat arsip atau dokumen. Program ini termasuk dalam kelompok program pemeliharaan,
program ini juga dapat untuk mencapai tujuan lain, yaitu pelayanan yang cepat dan penghematan
ruang kerja. Dokumen yang asli disimpan di ruang arsip, begitu juga dengan dokumen alih
media, sedang di ruang kerja cukup disediakan komputer yang sudah Online dengan data source
yang berupa dokumen alih media. Alih media dapat dilakukan dengan beberapa cara, dan yang
sekarang sedang populer adalah dengan mengalihkan media menjadi microfilm dan image
document. Microfilm sebagai media alih dokumen atau arsip apabila dilihat dari sisi
pemakaiannya memang kurang praktis dibandingkan dengan dokumen yang dicetak dengan
media kertas, karena untuk membacanya harus menggunakan alat baca sehingga mengurangi
kebebasan, baik dalam posisi duduk ataupun jumlah alat pembaca yang tersedia. Untuk dapat
membacanya dengan leluasa, maka dokumen tersebut harus dicetak ke media kertas. Alih media
menjadi image document dilakukan dengan menggunakan CD-ROM. Dokumen kertas yang
dialih mengiakan ke dalam CD-ROM biasanya diubah dalam format image document dan
dokumen grafik dengan tujuan orang yang membukanya tidak mudah mengubah-ubah isi
dokumen yang ada di dalam CD tersebut.

Laminasi dan enkapsulasi adalah program restorasi arsip yang bertujuan untuk
memperbaiki arsip yang sudah rapuh dan mudah sobek ataupun yang sudah sobek namun tidak
dapat lagi disambung dengan kertas tissue. Laminasi dan enkapsulasi merupakan kegiatan yang
hampir sama namun berbeda. Laminasi adalah program restorasi arsip yang dilakukan setelah
arsip dipastikan memang masih dibutuhkan karena nilai guna yang terkandung di dalamnya
masih tinggi. Laminasi dapat dilakukan secara manual dan dapat pula dengan mesin. Laminasi
mesin sendiri dapat dilakukan dengan cara dingin dan panas. Kertas laminasi secara manual dan
dengan cara dingin belum diproduksi di Indonesia, sehingga harus impor dari luar negeri.
Sedangkan enkapsulasi arsip dapat dilakukan dengan cara manual (menggunakan double sided
tape dan plastik transparan, yang dilakukan dengan cara memasukkan arsip yang akan
dienkapsulasi dan menutupnya dengan double sided tape di tiap ujungnya setelah memastikan
tidak adanya gelembung udara) dan enkapsulasi dengan pemanas elektrik yang digunakan untuk
merekatkan plastik transparan yang membungkus arsip. Enkapsulasi dengan menggunakan
pemanas elektrik dilakukan dengan cara yang sama dengan enkapsulasi cara manual, yang
membedakannya hanya pemanas elektrik yang digunakan untuk merekatkan plastik di tiap
sisinya.
PELAYANAN DAN PENGAMANAN ARSIP

Sebagai sumber informasi, arsip, khususnya arsip dinamis, akan selalu digunakan mulai
pada saat terjadi pelayanan baik terhadap masyarakat secara umum maupun konsumen,
pelayanan baik terhadap sesama pegawai, atasan atau pimpinan, dan juga untuk melengkapi data
ketika seseorang akan menindak lanjuti satu rencana kerja, membuat laporan, mengambil
keputusan, ataupun ketika ada pemeriksaan. Pelayanan terhadap masyarakat secara umum atau
sebagai konsumen seperti di kantor-kantor yang banyak berhubungan dengan konsumen secara
langsung dapat berjalan dengan baik, lancar, dan benar apabila data tersedia dengan lengkap dan
dapat disajikan dengan cepat. Selain dalam hal pelayanan, fungsi arsip dalam rangka menunjang
kelancaran kegiatan satu organisasi, juga memerlukan penataan dan pengamanan arsip baik
secara manual maupun dengan komputerisasi.

Pelayanan arsip adalah kegiatan yang sangat penting dalam kearsipan. Pelayanan arsip
sendiri sebetulnya adalah penyajian informasi yang bersumber dari arsip dengan cepat dan tepat,
sehingga arsip harus selalu tersedia, kapan saja setiap ada yang memerlukannya. Ukuran
penyajian arsip yang baik dapat dirumuskan dengan: 1) jangka waktu penemuan kembali arsip
antara 1 s.d 2 menit, 2) terpenuhinya prosedur pelayanan, 3) angka kecermatan %
(perbandingan antara jumlah arsip/warkat yang dapat ditemukan dengan warkat yang tidak dapat
ditemukan). Apabila dituangkan menjadi rumus menjadi:
Jumlah warkat yang tidak ditemukan 1
=
Jumlah warkat yang ditemukan 2 .

Penemuan kembali satu arsip bergantung pada sistem penyimpanan yang digunakan. Arsip
yang ditata dengan menggunakan sistem nomor pengganti nama akan menjadikan pencarian
kembalinya juga harus melalui nama yang dijadikan pedoman penyimpanannya. Begitu juga
arsip yang ditata dengan sistem alfabetis, maka pencariannya juga harus melalui nama yang
dijadikan pedoman penyimpanannya. Permasalahannya adalah data tentang nomor pengganti
nama untuk dokumen yang ditata dengan sistem nomor pengganti nama kadang tidak diketahui
oleh peminta dokumen. Begitu juga dengan nama yang dijadikan pedoman penataan kadang
tidak diketahui juga oleh peminta arsip. Bila hal semacam ini terjadi, maka diperlukan adanya
alat bantu penemuan kembali arsip. Alat bantu tersebut adalah kartu indeks dan lembar tunjuk
silang serta alat bantu penemuan kembali elektronik.

Kartu indeks hanya membantu penemuan kembali arsip dari kata tangkap nama. Oleh
karenanya, penyimpanan yang mendasarkan pada nomor pengganti nama, subjek, tanggal, dan
geografis bisa dibuatkan kartu indeks sebagai alat bantu pencarian arsip. Sedangkan
penyimpanan arsip yang mendasarkan pada nama tidak perlu membuat kartu indeks sebagai alat
bantu penemuan kembali arsip, karena penyimpanannya sama persis. Kartu indeks disimpan
secara khusus, tidak menjadi satu dengan dokumennya. Kartu indeks selalu ditata berdasarkan
sistem alfabetis dengan tujuan untuk membantu pencarian arsip berdasarkan nama pemilik arsip.
Selain kartu indeks, alat bantu penemuan kembali arsip manual yang sering dibuat adalah lembar
tunjuk silang atau Cross reference sheet. Alat bantu ini dibuat karena beberapa alasan, di
antaranya adalah adanya dokumen yang tidak dapat disimpan bersama-sama dengan dokumen
lain, padahal dokumen-dokumen tersebut mestinya disimpan dalam satu berkas. Sebagai contoh,
sampel batu hasil pengeboran jelas tidak mungkin disimpan bersama-sama dengan kertas
laporan. Pembuatan lembar tunjuk silang untuk alasan ini dilakukan dengan menunjukkan bahwa
satu dokumen berakitan dengan dokumen lain yang disimpan dengan kode penyimpanan berbeda
dan disebutkan nama dokumennya serta tempat penyimpanannya. Lembar tunjuk silang juga
dapat dibuat karena alasan lain, seperti adanya dokumen yang masih saling terkait namun
terpaksa disimpan secara terpisah karena sistem penyimpanan yang memaksa dokumen tersebut
harus terpisah. Lembar tunjuk silang jenis untuk alasan ini dibuat dengan cara yang sederhana,
yaitu dengan menempelkan catatan pada masing-masing dokumen atau arsip yang isinya
menunjukkan bahwa dokumen tersebut mempunyai kaitan dengan dokumen lain. Pada dokumen
pertama (misalnya disebut dokumen Y) ditempelkan catatan bahwa dokumen Y adalah
merupakan tindak lanjut dari dokumen lain (misalnya dokumen X) yang disimpan dengan kode
penyimpanan Z1. Sedangkan pada dokumen X juga perlu ditempelkan catatan bahwa dokumen
tersebut ditindak lanjuti dengan dokumen Y yang disimpan dengan kode penyimpanan Z2.

Alat bantu penemuan kembali dengan media elektronik dibuat dengan menggunakan
program seperti database, fox pro, basi, corel, dan software seperti window access. Pembuatan
program alat bantu dengan bahasa program inilah yang sering disebut program alat bantu
penemuan kembali kearsipan elektronik. Alat bantu penemuan kembali arsip yang dibuat secara
elektronik biasanya dapat membantu penemuan dari beberapa kata tangkap. Bisa dari isi
dokumen, nama pemilik dokumen, alamat pemilik dokumen, alamat pemilik dokumen, dan tentu
saja dari kode penyimpanan.

Penemuan kembali arsip yang telah disimpan agar dapat berjalan dengan baik, cepat, dan
tepat memerlukan prosedur yang benar. B. Lewis Keeling dalam bukunya Administrative Office
Management menyebutkan bahwa prosedur penemuan arsip meliputi request for record, search
for record, retrieval for record, dan record sent to requestor. Request for record adalah penemuan
kembali arsip yang menggunakan alat bantu penemuan kembali elektronik yang dilakukan
dengan melakukan permintaan penggunaan arsip dengan dua cara, yaitu sebagai orang yang
berwenang (memiliki password untuk dapat langsung mengakses dokumen tersebut) atau orang
yang tidak memiliki wewenang, sehingga untuk menggunakan arsip atau dokumen tersebut harus
membuat permintaan atau permohonan pemakaian dokumen secara tertulis. Search for record
adalah pencarian arsip dengan menggunakan alat bantu pencarian kembali komputer yang dapat
dilakukan dengan sangat cepat, yaitu dengan memasukkan kode penyimpanan atau kata tangkap
lain yang dikenal. Apabila dokumen masih ada dalam bentuk fisik (kertas, gambar, peta, film,
foto, dan lainnya), maka dengan search (pencarian arsip/dokumen), komputer akan menunjukkan
tempat penyimpanan, baik ruangan, almari, boks, dan bahkan sampai folder penyimpanannya.
Retrieval for record dapat dilakukan dengan mudah ketika informasi dalam search for document
atau record telah didapatkan secara lengkap, yaitu dengan mengambil di tempat penyimanan
sesuai dengan informasi yang telah didapatkan pada search. Terakhir adalah pengiriman
dokumen. Pengiriman arsip atau dokumen kepada pemakai ataupun peminjam harus disertai
dengan tanda terima sekaligus sebagai bon pinjam yang memberitahukan bahwa dokumen harus
dikembalikan ke pengelola arsip pada tanggal tertentu, dan apabila melebihi waktu yang telah
ditentukan, maka petugas kearsipan berkewajiban untuk mengingatkan dan bilamana perlu
menagih terhadap pengembalian arsip.

Salah satu prosedur penemuan arsip adalah pemenuhan terhadap pengawasan arsip.
Pengawasan arsip dilakukan dengan tujuan untuk selalu mengetahui posisi satu dokumen, baik
yang berada pada orang yang bertugas menindak lanjuti, di tempat penyimpanan, pada
peminjam, ataupun di tempat yang lain. Pengawasan tahap awal adalah pengendalian terhadap
dokumen yang masih dalam proses tindak lanjut. Pengendalian dokumen ini minimal dilakukan
dengan menggunakan perangkat lembar disposisi, buku ekspedisi, dan perangkat pencatatan
surat yang bisa menggunakan buku agenda, kartu kendali, ataupun tata naskah atau yang sering
dikenal dengan istilah takah. Banyak juga lembaga atau organisasi yang melakukan pengendalian
tahap awal dengan cara membuatkan duplikasi terhadap dokumen asli.

Pengawasan yang kedua adalah pengawasan terhadap arsip yang keluar dari tempat
penyimpanan. Pengawasan arsip pada tahap ini dilakukan dengan: 1) mencatat setiap arsip yang
keluar dari tempat penyimpanan dalam bon pinjam sebanyak 3 lembar. Lembar pertama
diberikan kepada peminjam sebagai pengingat, lembar kedua disimpan secara kronologis
berdasar tanggal pengembalian (sebagai lembar kontrol dan dasar penagihan arsip jika setelah
tanggal jatuh tempo peminjam belum mengembalikan arsip), dan lembar ketiga berfungsi
sebagai pengganti arsip di tempat penyimpanan, 2) mencatat dalam buku peminjaman dan
mengganti arsip yang keluar dengan slip laut di tempat penyimpanan, dan 3) memastikan lembar
peminjaman arsip atau yang sering juga disebut dengan istilah lembar bon pinjam dibuat rangkap
3. Lembar pertama diberikan kepada peminjam sebagai pengingat, lembar kedua dilampirkan
pada slip out yang menggantikan posisi sementara dokumen yang sedang dipinjam, dan lembar
ketiga disimpan oleh pengelola arsip dan diarsip dengan sistem penyimpanan kronologis
berdasarkan tanggal pengembalian.

Langkah pengawasan yang berikutnya adalah pengawasan terhadap penataan dan


pengembalian arsip dari peminjaman. Untuk mengatasi permasalahan kurang diperhatikannya
pengembalian arsip setelah peminjaman, maka perlu ditempuh beberapa cara: 1) pembuatan label
kode penyimpanan untuk setiap arsip dan bendel arsip yang disimpan di tempat penyimpanan
arsip, 2) pengembalian arsip yang akan digunakan atau yang akan dipinjam sebaiknya dilakukan
hanya oleh petugas kearsipan, 3) penataan arsip yang telah selesai digunakan harus dilaksanakan
oleh orang yang benar-benar mengetahui sistem penataannya, yaitu hanya petugas kearsipan, 4)
waktu pelaksanaan penataan kembali arsip harus sudah selesai sebelum petugas kearsipan pulang
meninggalkan tempat kerja setiap harinya.
Yang terakhir adalah pengawasan terhadap arsip yang sedang disusutkan, yang dilakukan
dengan cara: 1) memastikan nilai guna arsip yang akan disusutkan atau dipindahkan,
dimusnahkan, dan diserahkan ke (ANRI) memang sudah benar, agar tidak terjadi penyusutan
arsip yang memiliki nilai guna tinggi, 2) melengkapi dokumen dengan formulir survei arsip,
daftar ikhtisar arsip, daftar pertelaan arsip, dan berita acara penyusutan arsip agar dapat
membantu pengelola arsip dalam mempertanggungjawabkannya, 3) berita acara pemusnahan
arsip sekurang-kurangnya meliputi keterangan tempat, hari, tanggal, bulan dan tahun
dilakukannya pemusnahan; keterangan tentang pelaksanaan pemusnahan; tanda tangan dan nama
jelas pejabat yang melaksanakan pemusnahan, 4) berita acara penyerahan arsip sekurang-
kurangnya memuat keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya penyerahan;
keterangan tentang pelaksanaan penyerahan; tanda tangan dan nama jelas pejabat yang
melaksanakan penyerahan dan pejabat yang menerima penyerahan, 5) berita acara pemindahan
arsip sekurang-kurangnya memuat keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun; keterangan
tentang pelaksanaan pemindahan; dan tanda tangan dan nama jelas pejabat yang melaksanakan
pemindahan dan pejabat yang menerima pemindahan., 6) uji coba dengan karantina arisp yang
akan disusutkan dalam jangka waktu tertentu.

Anda mungkin juga menyukai