Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laboratorium klinik sebagai penunjang diagnosis, dituntut untuk

dapat memberikan hasil yang akurat atau memberikan hasil yang dapat

mendeteksi kondisi sebenarnya penderita, karena dengan hasil yang diperoleh

akan dapat ditegakkan diagnosis dan diberikan tindakan dan terapi terhadap

pasien.

Karenanya laboratorium klinik merupakan unit terpenting dalam

menegakkan diagnosa suatu penyakit. Banyak jenis pemeriksaan yang dapat

dilakukan di Laboratorium klinik, salah satunya di bidang hematologi yaitu

permintaan pemeriksaan jumlah sel darah diantaranya hitung trombosit

(Hardjoeno, 2003).

Trombosit adalah sel darah tak berinti berasal dari sitoplasma

megakariosit. Sel ini memegang peranan penting pada hemostasis dengan

pembentukan sumbat hemostatik untuk menutup luka. Sumbat hemostatik

dibentuk melalui tahapan adhesi trombosit, reaksi pelepasan dan agregasi

trombosit dan aktivitas prokoagulan (Hoffbrand. et al,2005).

Pemeriksaan hitung sel darah terutama trombosit merupakan

pemeriksaan yang banyak diminta di Laboratorium klinik. Hal ini disebabkan

oleh peranannya yang penting dalam upaya membantu menegakkan diagnosis,

memberikan terapi, gambaran prognosis, dan follow up penyakit

(Hardjoeno, 2003).
2

Metode pemeriksaan untuk menghitung trombosit secara langsung

dapat menggunakan dua metode yaitu dengan Rees Ecker atau Fase Kontras

(Amonium oxalat 1%), maupun secara otomatis.

Pada pemeriksaan trombosit cara langsung menggunakan metode Rees

Ecker darah diencerkan dengan larutan Rees Ecker . Hitung trombosit ini dapat

dilakukan dengan menghitung dalam 25 kotak sedang. Sebelum melakukan

perhitungan terlebih dahulu diletakkan kamar hitung ke dalam cawan petri

yang di dalamnya telah diletakkan kapas yang sudah dibasahi, kemudian

inkubasi selama 15 menit, hal tersebut dilakukan agar trombosit dapat

mengendap sehingga dalam perhitungannya memberikan gambaran nyata

tentang jumlah trombosit tersebut (Gandasoebrata, R. 2001).

Namun seringkali dengan terjadinya peningkatan permintaan

pemeriksaan hitung trombosit terutama di Laboratorium klinik ataupun

Puskesmas, banyak cara yang dilakukan untuk mempercepat dalam

memperoleh hasil tanpa memperhatikan prosedur yang ditetapkan. Salah

satunya dengan mengubah prosedur yaitu tanpa diinkubasi dalam kapas basah

terlebih dahulu sebelum melakukan perhitungan. Cara tersebut diambil untuk

mempercepat sekaligus mempermudah dalam memperoleh hasil perhitungan

trombosit, sehingga waktu yang dibutuhkan jauh lebih singkat. Tetapi hal

tersebut justru dapat membuat hasil yang diperoleh menjadi bias.


3

Berdasarkan uraian tersebut penulis berkeinginan melakukan penelitian

tentang Perbedaan jumlah trombosit yang diinkubasi menggunakan kapas

basah dan diinkubasi pada tabung reaksi selama 10 dan 15 menit metode Rees

Ecker.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah

terdapat perbedaan jumlah trombosit yang diinkubasi menggunakan kapas

basah dan diinkubasi pada tabung reaksi selama 10 dan 15 menit basah metode

Rees Ecker.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Perbedaan jumlah trombosit yang diinkubasi

menggunakan kapas basah dan diinkubasi pada tabung reaksi selama 10 dan

15 menit metode Rees Ecker.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menentukan jumlah trombosit yang diinkubasi menggunakan

kapas basah metode Rees Ecker.

b. Untuk menentukan jumlah trombosit yang diinkubasi pada tabung

reaksi selama 10 dan 15 metode Rees Ecker.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan bacaan atau informasi mengenai trombosit secara

umum.
4

2. Bagi Akademik

Sebagai bahan tambahan referensi bagi akademik dan sebagai bahan

acuan untuk peneliti selanjutnya.

3. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai perbedaan jumlah

trombosit yang diinkubasi menggunakan kapas basah dan diinkubasi pada

tabung reaksi selama 10 dan 15 metode Rees Ecker.

E. Hipotesis Penelitian

H1 : Terdapat perbedaan jumlah trombosit yang diinkubasi menggunakan

kapas basah dan diinkubasi pada tabung reaksi selama 10 dan 15 metode

Rees Ecker.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Darah

1. Pengertian Darah

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian, bagian cair

yang disebut plasma dan unsur-unsur padat yaitu sel-sel darah. Darah

membentuk 6 sampai 8% dari berat badan tubuh total, volume darah secara

keseluruhan kira-kira 5 liter dan terdiri dari sel-sel darah yang tersuspensi

di dalam suatu cairan yang disebut plasma (Sacher dan McPherson, 2004).

2. Komponen Darah

Tiga jenis sel darah utama adalah sel darah merah (eritrosit), sel

darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Cairan kekuningan

yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah

membentuk 55% dari volume darah total. Sedangkan 45% sisanya adalah

sel terdiri dari:

a. Sel darah merah (eritrosit) sebesar 99%, mengandung hemoglobin yang

berfungsi mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga menjadi penentu

golongan darah seseorang.

b. Trombosit (keping-keping darah), kandungannya berkisar antara 0,6 dan

1,0 %. Fungsi trombosit adalah membantu proses pembekuan darah.

c. Sel darah putih (leukosit), berjumlah 0,2% dari total darah. Fungsi

leukosit adalah menjaga sistem imunitas tubuh dan membunuh virus atau

bakteri yang masuk ke dalam tubuh (Sacher, dan McPherson, 2004).


6

Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia

sekitar 7%-10% berat badan orang normal dan berjumlah sekitar 5 liter.

Keadaan jumlah darah pada tiap-tiap orang tidak sama, tergantung pada

usia, pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah. Darah terdiri

atas 2 komponen utama yaitu sebagai berikut :

a. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air,

elektrolit, dan protein darah.

b. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen-

komponen berikut:

1) Eritrosit : Sel darah merah (SDM-red blood cell).

2) Leukosit : Sel darah putih (SDP-white blood cell).

3) Trombosit : Butir pembeku darah-platelet

(Handayani dan Haribowo, 2008).

3. Hematopoiesis

Hematopoiesis berarti pembentukan sel darah. Pada dasarnya

hematopoiesis terdiri terdiri atas tiga proses, yaitu proses proliferasi,

diferensiasi, dan maturasi. Proliferasi mengakibatkan sel berlipat ganda,

diferensiasi menyebabkan sel memiliki ciri khusus, dan maturasi

menyebabkan sel dapat berfungsi optimum. Pada masa bayi seluruh

sumsum tulang bersifat hemopoietik, tetapi selama masa kanak-kanak

terjadi penggantian sumsum tulang oleh lemak yang sifatnya progresif di

sepanjang tulang panjang. Pada masa dewasa, sumsum tulang hemopoetik

terbatas pada tulang rangka sentral serta ujung-ujung proksimal os femur


7

dan humerus (tabel 2.1). Bahkan pada daerah hemopoietik tersebut, sekitar

50% sumsum tulang terdiri dari lemak. Sumsum berlemak biasanya dapat

berubah kembali untuk hemopoiesis, dan pada banyak penyakit, juga terjadi

perluasan hemopoiesis pada tulang panjang. Lagi pula, hati dan limpa

dapat kembali berperan sebagai hemopoietik seperti pada masa janin

(hemopoiesis ekstramedular) (Hoffbrand dkk, 2005).

Tabel 2.1 Tempat Terjadinya Hematopoiesis

Masa Pembentukan Hematopoiesis


Usia
0-2 Bulan (Kantung Kuning Telur)

Janin 2-7 Bulan (Hati, Limpa)

5-9 Bulan (Sumsum Tulang)


Bayi Sumsum Tulang (Pada semua tulang)
Dew Vertebrata, Tulang Iga, Sternum, Tulang

a Tengkorak, Sacrum, dan Pelvis, Ujung

s Proksimal Femur.

a
(Hoffbrand dkk, 2005).

Hematopoetik pluripoten (stem cell) merupakan sel awal yang

membentuk tiga kelompok sel darah yaitu sel darah merah, sel darah putih,

dan trombosit (gambar 2.1). Sel bakal ini adalah sel pertama dari rangkaian

tahap-tahap yang teratur dan berjenjang pada pertumbuhan dan pematangan

sel. Sel bakal pluripoten mengalami pematangan mengikuti jalur yang

secara morfologis dan fungsional berbeda-beda, tergantung pada rangsangan

pengkondisi dan mediator, serta menghasilkan sel bakal yang lain dan

melakukan regenerasi diri dalam dua jalur utama. Sel-sel bakal akan
8

bergabung untuk berkembang mengikuti jalur sel limfoid untuk

limfopoiesis, eritropoiesis, dan pembentukan trombosit. Secara morfologis,

sel bakal multipoten pluripoten tampak sebagai sel-sel kecil yang mirip

dengan limfosit matang (Sacher dan McPherson, 2004).

Gambar 2.1 Skema tahap-tahap Hematopoetik pluripoten (stem cell)

4. Fungsi Darah

Fungsi darah secara umum ialah sebagai berikut :

a. Alat transpor makanan, yang diserap dari saluran cerna dan diedarkan

keseluruh tubuh.

b. Alat transpor oksigen, yang diambil dari paru-paru atau insang untuk

dibawa ke seluruh tubuh.

c. Alat transpor bahan buangan dari ke jaringan ke alat-alat ekskresi seperti

paru-paru, ginjal dan kulit (bahan terlarut dalam air) dan hati untuk

diteruskan ke empedu dan saluran cerna sebagai tinja ( untuk bahan yang

sukar larut dalam air).


9

d. Alat transpor antar jaringan dari bahan-bahan yang diperlukan oleh suatu

jaringan dibuat oleh jaringan lain.

e. Mempertahankan keseimbangan dinamis (hemostasis) dalam tubuh,

termasuk di dalamnya ialah mempertahankan suhu tubuh, mengatur

keseimbangan distribusi air dan mempertahankan keseimbangan asam-

basa sehingga pH darah dan cairan tubuh tetap dalam keadaan yang

seharusnya.

f. Mempertahankan tubuh dari agresi benda atau senyawa asing yang

umumnya selalu dianggap punya potensi menimbulkan ancaman

(Sadakin, 2001).

Dengan demikian, secara garis besar dapat dikatakan, bahwa fungsi

darah ialah sebagai sarana transpor, alat hemostasis dan pertahanan.

B. Tinjauan Tentang Trombosit

1. Pengertian Trombosit

Trombosit adalah sel darah tak berinti berasal dari sitoplasma

megakariosit. Sel ini memegang peranan penting pada hemostasis dengan

pembentukan sumbat hemostatik untuk menutup luka. Sumbat hemostatik

dibentuk melalui tahapan adhesi trombosit, reaksi pelepasan dan agregasi

trombosit dan aktivitas prokoagulan (Hoffbrand, et al, 2005).

Kelainan jumlah trombosit yang sering terjadi biasanya adalah

trombositopenia yaitu penurunan jumlah trombosit di bawah normal

dan ada juga trombositosis atau trombositemia yaitu peningkatan jumlah

trombosit di atas normal. Sedangkan kelainan fungsi trombosit dengan


10

hitung trombosit yang normal mengisyaratkan kelainan kualitas trombosit.

Gangguan fungsi trombosit ini mungkin diturunkan (penyakit von

willebrand) atau didapat (obat, infeksi, penyakit, ginjal, atau

disproteinemia). Akan tetapi penurunan jumlah trombosit jauh lebih sering

terjadi dari pada gangguan fungsi (Sacher dan McPherson, 2004).

2. Asal Trombosit

Trombosit dihasilkan di dalam sumsum tulang dengan cara

melepaskan diri (fragmentasi) dari perifer sitoplasma sel induknya

(megakariosit) melalui rangsangan trombopoietin. Megakariosit berasal

dari megakarioblas yang timbul dari proses diferensiasi sel asal hemapoetik

prekursor myeloid paling awal yang membentuk megakariosit.

Megakariosit matang, dengan proses replikasi endomitotik inti

secara sinkron, volurne, sitoplasmanya bertambah besar pada waktu

jumlah inti bertambah dua kali lipat. Biasanya pada keadaan 8 inti,

replikasi inti lebih lanjut dan pertumbuhan sel berhenti, sitoplasma menjadi

granular dan selanjutnya trombosit dibebaskan. Setiap megakariosit

menghasilkan sekitar 4000 trombosit. Pada manusia interval waktu dari

diferensiasi sel asal sampai dihasilkan trombosit kurang lebih 10 hari.

Umur trombosit normal 7-10 hari, diameter trombosit rata-rata. 1-2 m

dan volume sel rata-rata 5,8 fl. Hitung trombosit normal sekitar 150

3
400 x 10 / L (Hoffbrand. et al, 2005).
11

Gambar 2.2 Megakariosit dan Trombosit

3. Morfologi Trombosit

Dalam keadaan inaktif trombosit bentuknya seperti cakram

bikonveks dengan diameter 2- 4 m. Dengan mikroskop elektron,

trombosit dapat dibagi menjadi 4 zone dengan masing-masing zone

mempunyai fungsi khusus. Keempat zone adalah zone perifer yang

berguna untuk adhesi dan agregasi, zone sol gel menunjang struktur dan

mekanisme kontraksi, zone organel yang berperan dalam pengeluaran isi

trombosit serta zone membran yang keluar dari isi granula saat pelepasan.

Gambar 2.3 Struktur Trombosit


12

4. Fungsi Trombosit

Fungsi trombosit antara lain :

a. Memelihara agar pembuluh darah tetap utuh secara mikrotrauma yang

terjadi sehari-hari pada endotel.

b. Mengawali penyumbatan darah dengan membentuk sumbat primer.

c. Stabilisasi fibrin.

d. Mencegah tubuh kehilangan darah akibat pendarahan

(Sacher, dan McPherson, 2004).

e. Merupakan salah satu faktor pembekuan / penggumpalan darah

(Harun Yahya, 2008).

5. Trombositopenia

Menurut Price dan Wilson (2004), trombositopenia didefinisikan

sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/ mm3. Jumlah trombosit

yang rendah ini dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau

meningkatnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada

manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/ mm 3 dan lebih

lanjut.

Dipengaruhi oleh keadaan-keadaan lain yang mendasari atau yang

menyertai, seperti leukemia atau penyakit hati. Ekimosis yang bertambah

dan perdarahan memanjang akibat trauma ringan terjadi pada kadar

trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekia merupakan manifestasi utama,

dengan jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. Terjadi perdarahan

mukosa, jaringan dalam, dan intrakranial dengan jumlah trombosit kurang


13

dari 20.000/mm3, dan memerlukan tindakan segera untuk mencegah

perdarahan dan kematian.

Penurunan produksi trombosit, dibuktikan dengan aspirasi dan biopsi

sumsum tulang, dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau

menghambat fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik,

mielofibrosis (penggantian unsur-unsur sumsum tulang dengan jaringan

fibrosa), leukemia akut, dan karsinoma metastatik lain yang menganti unsur-

unsur sumsum normal. Pada keadaan-keadaan defisiensi, seperti defisiensi

vitamin B12 dan asam folat, mempengaruhi megakariopoiesis disertai dengan

pembentukan megakariosit besar yang hiperlobulus. Agens-agen

kemoterapeutik terutama bersifat toksik terhadap sumsum tulang, menekan

produksi trombosit.

Keadaan trombositopenia dengan produksi trombosit normal

biasanya disebabkan oleh penghancuran atau penyimpanan yang berlebihan.

Segala kondisi yang menyebabkan splenomegali (lien yang jelas membesar)

dapat disertai trombositopenia, meliputi keadaan seperti sirosis hati,

limfoma, dan penyakit-penyakit mieloproliferatif. Lien secara normal

menyimpan sepertiga trombosit yang dihasilkan, tetapi dengan

splenomegali, sumber ini dapat meningkatkan sampai 80%, dan

memgurangi sumber sirkulasi yang tersedia. Infeksi kongenital (misalnya

rubella, sitomegalo virus) sering menyebabkan trombositopenia (Price, dan

Wilson, 2004).
14

Akibat yang ditimbulkan dari penurunan jumlah trombosit :

a. Pemanjangan waktu perdarahan dan kelainan retraksi bekuan

(Sacher. et al, 2004).

b. Penurunan trombosit yang bersirkulasi sebanyak <50% dari nilai normal,

maka akan menyebabkan perdarahan.

c. Jika penurunan tersebut termasuk kategori berat (<50.000), hemoragi

dapat terjadi (Joy Le Fever Kee, 2007).

d. Terjadi tanda atau gejala perdarahan di kulit (purpura, patekie) atau di

gastrointestinal (hematemesis, perdarahan rektal)

(Joy Le Fever Kee, 2007).

e. Keadaan yang sering ditemui pada trombositopenia : idiopathic

thrombocytopenic purpura (ITP), congenical immunologic

thrombocytopenia, dan gangguan-gangguan limpa

(Price dan Wilson, 2004).

6. Trombositosis

Trombositosis umumnya didefinisikan sebagai peningkatan jumlah

trombosit lebih dari 400.000/l dan dapat primer atau sekunder.

Trombositosis primer timbul dalam bentuk trombositemia primer, yang

terjadi proliferasi abnormal megakariosit, dengan jumlah trombosit

melebihi 1 juta. Trombositemia primer juga dengan gangguan

mieloproliferatif lain, seperti polisitemia vera atau leukemia granulosit

kronis, yang terjadi proliferasi abnormal megakariosit, bersama dengan

jenis sel-sel lain, di dalam sumsum tulang (Price dan Wilson, 2004).
15

Kelainan-kelainan mieloproliferasi kronis sering kali disertai jumlah

trombosit lebih dari 1.000.000 per L. Trombosit aneh dan fungsinya

abnormal. Keadaan ini lebih umum terjadi pada polisitemia vera,

mielofibrosis primer dan trombositemia primer dibanding pada leukemia

granulosit kronis. Perdarahan lazim terjadi pada penderita-penderita ini,

biasanya jika jumlah trombosit sangat tinggi. Trombosit juga cenderung

berkelompok dalam mikrosirkulasi dan dapat berperan terhadap masalah-

masalah trombotik yang terlihat pada penderita-penderita ini.

Trombositosis sekunder terjadi sebagai akibat adanya penyebab-

penyebab lain, baik secara sementara setelah stress atau olahraga dengan

pelepasan trombosit dari sumber cadangan (dari lien), atau dapat menyertai

keadaan meningkatnya permintaan sumsum tulang seperti pada perdarahan,

anemia hemolitik, atau anemia defisiensi besi. Peningkatan tajam jumlah

trombosit terjadi pada pasien-pasien yang liennya sudah dibuang secara

penbedahan. Karena lien merupakan tempat primer penyimpanan dan

penghancuran trombosit, maka pengangkatan limpa (splenektomi) tanpa

disertai pengurangan produksi didalam sumsum tulang akan mengakibatkan

trombositosis, yang sering melebihi 1 juta/mm3. Pengobatan trombositosis

sekunder atau reaktif umumnya tidak diindikasikan

(Price dan Wilson, 2004).

Akibat yang ditimbulkan dari peningkatan jumlah trombosit :

a. Trombositosis, dikarenakan kegitan fisik yang berlebihan.

b. Bertambahnya produksi trombosit (Price dan Wilson, 2004).


16

C. Tinjauan Tentang Pemeriksaan Trombosit

1. Pemeriksaan dengan Metode Langsung

Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak

langsung. Cara langsung dapat dilakukan dengan cara manual (Brecher

Chonkrite atau Rees Ecker), semi otomatik dan otomatik.

Pada cara manual (Brecher Chonkrite atau Rees Ecker), untuk

larutan pengencer dapai dipakai larutan Rees Ecker atau larutan amonium

oksalat 1%. Untuk pemeriksaan menggunakan rees ecker atau larutan

Amonium Oksalat 1%, mula-mula darah diisap dengan pipet eritrosit

sampai angka 0,5 kemudian dipipet reagen rees ecker 101. Dihomogenkan,

dibuang 3 tetes pertama, kemudian satu tetes pertama dimasukan kedalam

bilik hitung yang sudah ditutup dengan deck glass. Bilik hitung diletakkan

pada cawan petri yang dilapisi dengan kapas basah selama 15 menit

sehingga dalam perhitungannya memberikan gambaran nyata tentang

jumlah trombosit tersebut dan kemudian dihitung trombosit pada 25 kotak

sedang (Gandasoebrata, 2001).

Sedangkan untuk pemeriksaan dengan menggunakan cara semi

automatik dan automatik dipakai alat elekctronic particle counter

(Suharyono, 2008).

2. Pemeriksaan dengan Metode Tak Langsung

Pada cara tak langsung dibuat hapusan darah dari darah kapiler atau

darah EDTA, kemudian dicat dengan giemsa. Dihitung jumlah trombosit

per 1000 eritrosit. Dilakukan perhitungan jumlah eritrosit dari bahan darah
17

yang sama. Jumlah trombosit pada sediaan hapus dibandingkan dengan

jumlah eritrosit kemudian jumlah mutlaknya dapat diperhitungkan dari

jumlah mutlak eritrosit.

Karena sukarnya dihitung, penilaian semi kuantitatif tentang jumlah

trombosit dalam sediaan hapus darah sangat besar artinya sebagai

pemeriksaan penyaring. Pada sediaan hapus darah tepi, selain dapat

dilakukan penilaian semi kuantitatif, juga dapat diperiksa morfologi

trombosit serta kelainan hematologi lain. Bila sediaan hapus dibuat

langsung dari darah tanpa antikoagulan, maka trombosit cenderung

membentuk gumpalan. Jika tidak membentuk gumpalan berarti terdapat

gangguan fungsi trombosit ( Rahajuningsih, 2009).

3. Reagen yang digunakan

a. Larutan Rees Ecker

Komposisi dari larutan Rees Ecker terdiri dari : Natriun Sitrat

3,8 gr, Brillian Cresyl Blue 0,1 gr, larutan Formal Dehida 40% 2 mL,

aquadest 100 mL. Larutan pengencer ini tidak menghancurkan eritrosit,

larutan tersebut tidak tahan lama dan harus disimpan dalam lemari es

dalam botol yang ditutup gelas serta harus disaring sebelum dipakai.

b. Larutan Amonium Oksalat 1%

Komposisi dari larutan Amonium Oksalat 1% terdiri dari :

Amonium aksalat 1 gr, aquadest 100 mL. Larutan ini bersifat melisiskan

eritrosit. Larutan ini harus dibuat dengan menggunakan alat gelas yang
18

benar-benar bersih. Setelah larutan dibuat kemudian disimpan pada suhu

4C (Gandasoebrata, 2001).

4. Prinsip Kerja

a. Pemeriksaan trombosit menggunakan Rees Ecker : Darah diencerkan

dengan larutan Rees Ecker dan jumlah trombosit dihitung dikamar

hitung.

b. Pemeriksaan trombosit menggunakan amonium oksalat : Darah

diencerkan dengan Amonium Oksalat 1% , jumlah trombosit yang

dihitung kemudian dikalikan dengan faktor pengencer lalu dibagi

volume kamar hitung (Gandasoebrata, 2001).

5. Kelebihan dan Kekurangan Larutan Rees Ecker dan Amonium Oksalat

a. Larutan Ress Ecker

1) Kelebihan : Trombosit lebih terlihat jelas.

2) Kekurangan : Tidak dapat melisiskan eritrosit, pengenceran

kecil eritrosit menumpuk sehingga menutupi

trombosit, dan harganya mahal.

b. Larutan Amonium Oksalat 1%

1) Kelebihan : Dapat melisiskan eritrosit dan bayangan leukosit

lenyap, harga lebih murah.

2) Kekurangan : Mempunyai latar belakang yang jernih sehingga

menyebabkan susahnya melihat trombosinya

(Gandasoebrata, 2001).
19

D. Tinjauan Umum Tentang Mikroskop

1. Komponen Mikroskop

Mikroskop merupakan salah satu alat yang penting pada kegiatan

laboratorium sains, khususnya biologi. Mikroskop merupakan alat bantu

yang memungkinkan kita dapat mengamati obyek yang berukuran sangat

kecil (mikroskopis). Hal ini membantu manusia dalam memecahkan

masalah untuk melihat benda yang berukuran sangat kecil

(Wirjosoemarto K, 2008).

Komponen mikroskop antara lain terdiri dari :

a. Kaki

Berfungsi menopang dan memperkokoh kedudukan mikroskop di

atas sebuah meja.

b. Lengan

Dengan adanya engsel antara kaki dan lengan, maka lengan dapat

ditegakkan atau direbahkan. Lengan dipergunakan juga untuk

memegang mikroskop pada saat memindah mikroskop.

c. Cermin

Cermin mempunyai dua sisi, sisi cermin datar dan sisi cermin

cekung, berfungsi untuk memantulkan sinar dan sumber sinar. Cermin

datar digunakan bila sumber sinar cukup terang, dan cermin cekung

digunakan bila sumber sinar kurang. Cermin dapat lepas dan diganti

dengan sumber sinar dari lampu. Pada mikroskop model baru, sudah
20

tidak lagi dipasang cermin, karena sudah ada sumber cahaya yang

terpasang pada bagian bawah (kaki).

d. Kondensor

Kondensor tersusun dari lensa gabungan yang berfungsi

mengumpulkan sinar.

e. Diafragma

Diafragma berfungsi mengatur banyaknya sinar yang masuk dengan

mengatur bukaan iris.

f. Meja preparat

Meja preparat merupakan tempat meletakkan objek (preparat) yang

akan dilihat. Objek diletakkan di meja dengan dijepit dengan oleh

penjepit. Dibagian tengah meja terdapat lengan untuk dilewat sinar. Pada

jenis mikroskop tertentu, kedudukan meja tidak dapat dinaik atau

diturunkan. Pada beberapa mikroskop, terutama model terbaru, meja

preparat dapat dinaik-turunkan.

g. Lensa obyektif

Lensa objektif bekerja dalam pembentukan bayangan pertama.

Lensa ini menentukan struktur dan bagian renik yang akan terlihat pada

bayangan akhir. Ciri penting lensa obyektif adalah memperbesar

bayangan obyek dengan perbesaran beraneka macam sesuai dengan

model dan pabrik pembuatnya, misalnya 10X, 40X, dan 100X dan

mempunyai nilai apertura (NA). Nilai apertura adalah ukuran daya pisah

suatu lensa obyektif yang akan menentukan daya pisah spesimen,


21

sehingga mampu menunjukkan struktur renik yang berdekatan sebagai

dua benda yang terpisah.

h. Lensa Okuler

Lensa mikroskop yang terdapat dibagian ujung atas berdekatan

dengan mata pengamat, berfungsi untuk memperbesar bayangan yang

dihasilkan oleh lensa obyektif.

i. Pengatur Kasar dan Halus

Komponen ini letaknya pada bagian lengan dan berfungsi untuk

mengatur kedudukan lensa objektif terhadap objek yang akan dilihat.

Pada mikroskop dengan tabung lurus atau tegak, pengatur kasar dan

halus untuk menaikturunkan tabung sekaligus lensa onbjektif. Pada

mikroskop dengan tabung miring, pengatur kasar dan halus untuk

menaik turunkan meja preparat.

2. Cara Penggunaan Mikroskop

a. Jarak mata-okuler: Untuk mencegah kelelahan mata, diperlukan

penjagaan jarak antara mata dan okuler. Untuk menentukan jarak ini,

mata mendekati okuler dari suatu jarak maksimum sekitar 1 cm. Jarak

optimum dicapai pada saat medan pandang tampak sebesar-besarnya dan

setajam-tajamnya. Selain itu, mata yang sebelah lagi harus tetap terbuka.

b. Pengamatan dimulai dengan menggunakan lensa objektif dengan

pembesaran lemah (misal : 10x).

c. Sambil mengamati melalui lensa okuler, sekrup pemutar kasar diputar

secara perlahan agar tabung mikroskop naik. Pada saat demikian, gambar
22

dapat teramati meskipun belum begitu jelas. Untuk memperoleh gambar

yang lebih jelas, sekrup pemutar halus diputar sehingga dapat diamati

gambar yang lebih jelas dan lebih fokus.

d. Setelah mengamati gambar dengan menggunakan lensa objektif dengan

pembesaran lemah (10x), objek yang sama coba diamati dengan

menggunakan lensa dengan pembesaran yang lebih kuat (missal 40x)

dengan cara memutar revolver sehingga lensa objektif 40x tepat

mengarah ke lubang pada panggung. Hal yang perlu diingat: selama

pengamatan dengan pembesaran kuat tidak boleh mempergunakan sekrup

pemutar kasar, untuk mendapatkan gambar yang baik (fokus) cukup

digunakan sekrup pemutar halus (Wirjosoemarto K, 2008).

3. Macam-macam Mikroskop

Ada dua jenis mikroskop berdasarkan pada kenampakan obyek yang

diamati, yaitu mikroskop dua dimensi (mikroskop cahaya) dan mikroskop

tiga dimensi (mikroskop stereo). Sedangkan berdasarkan sumber

cahayanya mikroskop dibedakan menjadi mikroskop cahaya dan mikroskop

electron (Wirjosoemarto K, 2008).

4. Pemeliharaan Mikroskop

a. Mikroskop harus disimpan di tempat sejuk, kering, bebas debu, bebas

dari uap asam-basa. Tempat penyimpanan yang sesuai adalah kotak

mikroskop yang dilengkapi silica gel, yang bersifat higroskopis

sehingga lingkungan mikroskop tidak lembab. Selain itu dapat pula

dalam lemari yang diberi lampu.


23

b. Bagian mikroskop non-optik dapat dibersihkan dengan kain flanel.

c. Bersihkan kotoran, bekas jari, minyak dan lain-lain pada lensa

dengan menggunakan kain lensa, tissue atau kain lembut yang

dibasahi sedikit dengan alkohol-eter atau isopropil alkohol.

Jangan sekali-kali membersihkan lensa dengan saputangan atau kain.

d. Bersihkan badan mikroskop dan lengan dengan kain lembut dengan

sedikit deterjen.

e. Bersihkan lensa objektif dengan lixol (Wirjosoemarto K, 2008).


24

E. Kerangka Konseptual

Inkubasi trombosit
menggunakan kapas basah
selama 15 menit Jumlah Trombosit

Inkubasi trombosit tanpa


menggunakan kapas basah
selama 15 menit

Riwayat penyakit, obat-


obatan, infeksi, ginjal dan
sebagainya.

Ket : : Variabel Terikat (Variabel Dependen)

: Variabel Bebas (Variabel Independen)

: Variabel tidak diteliti.

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini, waktu inkubasi dangan menggunakan kapas

basah dan tanpa menggunakan kapas basah merupakan variabel bebas

(variabel independen). Apabila variabel ini berubah maka akan

mengakibatkan perubahan variabel lainnya. Sedangkan jumlah trombosit

merupakan variabel terikat (variabel dependen), yaitu variabel yang

dipengaruhi oleh variabel lain. Sedangkan penyakit seperti : Leukimia,

penyakit hati, defisiensi, polisitemia, leukimia granulosit, anemia hemolitik

dan lain-lain merupakan variabel yang tidak diteliti.

BAB III
25

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat Observasi Analitik, dengan rancangan cross

sectional yaitu untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, yaitu jumlah

trombosit yang diinkubasi menggunakan kapas basah dan tanpa menggunakan

kapas basah metode Rees Ecker dimana pemeriksaannya dilakukan dalam

waktu bersamaan .

B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah rancangan cross sectional.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Sa
Umur/Je Jumlah Trombosit
m
nis
No p
Kela Diinkubasi Diinkubasi
e
min dengan tanpa kapas
l
kapas basah basah
1. S.1
2. S.2
3. S.3
4. S.4
5. S.5
......
.
.
..... .
.
.
.
S.2
28.
8

Ket : S = Sampel
26

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa (i) Akademi

Analis Kesehatan Kendari tingkat IIIB angkatan 2011 sebanyak 40 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa (i) Akademi Analis

Kesehatan Kendari tingkat IIIB angkatan 2011 sebanyak 28 orang yang

terpilih secara acak sebagai sampel (random sampling) dengan rumus

perhitungan sampel sebagai berikut :

Dik :

Z(1-/2)= 5% atau 1,96

d = 0.1

P = 50% atau 0,5

Q = 1-P (1-0,50= 0,50)

N = 40

N . Z ( 1 /2 ) 2 . P(1P)
Rumus : n= Nd 2 + Z(1 /2) 2 P(1P) (Rianto A, 2010).

40. ( 1,96 ) 2 .(0,5)( 0,5)


n=
40. ( 0,1 ) 2 + ( 1,96 ) 2 . 0,5.0,5

( 40 x 3,84 ) .(0,25)
n=
( 40 x 0,01 ) +(3,84 x 0,25)

38,4
n=
1,36
27

n=28,2352 atau28 sampel

Ket : n = Besarnya sampel

N = Populasi

P = Proporsi kejadian, jika tidak diketahui dianjurkan = 0,5

Q = 1-P

Z (1-/2) = Nilai sebaran baku normal, besarnya

tergantung

Tingkat kepercayaan(TK), jika 90%=1,64,

95%=1,96,

99% = 2,57.

d = besarnya penyimpangan = 0,1, 0,05, dan 0,1.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi

Analis Kesehatan Kendari.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2014.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas ( Variabel Independent )

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah inkubasi dengan

menggunakan kapas basah dan inkubasi tanpa menggunakan kapas basah .

2. Variabel Terikat ( Variabel Dependent )

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah trombosit.


28

F. Definisi Operasional

1. Trombosit adalah sel darah tak berinti berasal dari sitoplasma megakariosit.

Sel ini memegang peranan penting pada hemostasis dengan pembentukan

sumbat hemostatik untuk menutup luka.

2. Inkubasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengendapkan sel-sel

trombosit menggunakan kapas basah.

3. Jumlah trombosit adalah keseluruhan jumlah trombosit yang dihitung pada

kamar hitung improved newbauer yang dinyatakan dalam satuan mm3.

4. Metode Rees Ecker merupakan salah satu metode pemeriksaan yang

digunakan untuk menghitung trombosit secara langsung.

G. Instrumen Penelitian

1. Alat

a. Cawan perti

b. Deck glass

c. Kamar hitung improved newbauer

d. Mikroskop binokuler (OLYMPUS)

e. Pipet eritrosit

f. Rak tabung

g. Selang penghisap
29

h. Tabung EDTA

2. Bahan

a. Aquadest

b. Kapas

c. Kapas alkohol 70%

d. Reagen Rees Ecker

e. Spoit

f. Timer atau stopwacth.

H. Prosedur Kerja

1. Pra Analitik

a. Persiapan pasien : Tidak memerlukan persiapan khusus

b. Persiapan sampel : Darah vena

c. Metode : Rees Ecker

d. Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan Rees Ecker,

sehingga semua sel-sel eritrosit hemolisis.

Kemudian dihitung dalam kamar hitung dengan

pembesaran.

Cara pengambilan darah vena :

a. Dibersihkan tempat yang dipilih menggunakan kapas alkohol 70%

dan membiarkannya sampai kering.

b. Jika memakai vena mediana cubiti, memasang turniquet pada lengan atas

dan meminta orang itu mengepal dan membuka tangannya berkali-kali

agar vena jelas terlihat.


30

c. Ditegangkan kulit diatas vena itu dengan jari-jari tangan kiri supaya

vena tidak dapat bergerak.

d. Dilakukan penusukan pada kulit dengan spoit dalam tangan kanan

sampai ujung jarum masuk dalam vena.

e. Dilepaskan turniquet dan di tarik penghisap spuit sampai jumlah darah

yang dikehendaki didapatkan.

f. Diletakkan kapas diatas jarum dan dicabut spoit itu secara perlahan-

lahan.

g. Meminta kepada orang yang diambil darahnya untuk menekan tempat

tusukan beberapa menit dengan menggunakan kapas.

h. Dilepaskan jarum dari spoit, kemudian dialirkan darah (jangan

semprotkan) ke dalam tabung atau wadah yang tersedia melalui dinding.

(Gandasoebrata, 2010).

2. Analitik

Prosedur pemeriksaan trombosit metode Rees Ecker :

a. Dihisap darah EDTA menggunakan pipet eritrosit sampai tanda 0,5.

b. Ditambahkan reagen Rees Ecker sampai tanda 101.

c. Dihomogenkan, dibuang 3 tetes pertama, kemudian satu tetes pertama di

masukan dalam kamar hitung yang sudah ditutup dengan deck glass.

d. Diletakkan kamar hitung pada cawan petri yang dilapisi dengan kapas

basah dan tanapa dilapisi kapas basah selama 15 menit.


31

e. Dihitung trombosit pada 25 kotak sedang menggunakan mikroskop

dengan pembesaran 10x10 (10 kali untuk lensa okuler dan 10 kali untuk

lensa objektifnya) (Gandasoebrata, 2007).

3. Pasca Analitik

Interpretasi hasil : 150.000-400.000 mm3.

I. Kerangka Operasional

Persiapan Responden

Pengambilan Darah

Darah dimasukkan kedalam tabung EDTA

Darah EDTA diencerkan dengan larutan


Rees Ecker (pengenceran 200), dihomogenkan

Kamar hitung 1 : Diinkubasi Kamar hitung 2 : Diinkubasi


Selama 15 menit selama 15 menit
dengan kapas basah tanpa kapas basah

Diperiksa dengan mikroskop pembesaran 100x

Jumlah trombosit

Gambar 3.1 Kerangka Operasional


32

J. Analisis Data

1. Jenis Data

a. Data primer yaitu data yang berasal dari jumlah trombosit setelah

diinkubasi dengan dan tanpa menggunakan kapas basah Rees Ecker.

b. Data sekunder yaitu data yang berasal dari jurnal, literatur-literatur yang

mendukung penelitian ini yaitu sebanyak 15 yang terlampir pada daftar

pustaka.

2. Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari awal penelitian, mulai

dari observasi, pengumpulan jurnal atau literatur-literatur, penentuan jumlah

populasi, penentuan jumlah sampel, lalu kemudian persiapan alat dan bahan

yang akan digunakan, persiapan dan pengambilan sampel serta pencatatan

hasil pemeriksaan jumlah trombosit.

3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh kemudian diolah berdasarkan prosedur yang

telah ditetapkan hingga diperoleh hasil. Kemudian hasil yang diperoleh


33

dimasukkan dalam tabel, dan selanjutnya dilakukan perhitungan dengan

menggunakan uji t statistik (uji t berpasangan).

4. Penyajian Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini selanjutnya disajikan dalam

bentuk tabel, kemudian diuraikan dalam bentuk narasi.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium

Mikrobiologi Analis Kesehatan Kendari terhadap 28 sampel darah yang

diambil dari mahasiswa (i) Analis Kesehatan tingkat IIIB tentang Perbedaan

jumlah trombosit yang diinkubasi menggunakan kapas basah dan tanpa

menggunakan kapas basah metode Rees Ecker diperoleh data hasil penelitian

sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi menurut jenis kelamin.

Jenis kelamin Frekwensi (orang) Persentase (%)


Laki-laki 11 39,3
Perempuan 17 60,7
Total 28 100
(Sumber : Data Primer, 2014)

Berdasarkan (Tabel 4.2) maka dapat diketahui bahwa dari 28 pasien,

frekuensi yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11 pasien (39,3%) dan

frekuensi yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 17 pasien (60,7%). Jadi


34

total frekuensi berdasarkan jenis kelamin sebanyak 28 pasien dengan

persentase 100%.

Tabel 4.3 Distribusi frekwensi berdasarkan hasil perhitungan jumlah trombosit

yang diinkubasi menggunakan kapas basah dan tanpa menggunakan

kapas basah metode Rees Ecker.

Inkubasi Jumlah
tro Jumla
Persentase (%)
mb h
osit

Normal 28 100
Menggunakan
kapasbasah dan
Tanpa menggunakan Abnorm
kapas basah - -
al

Jumlah 28 100
(Sumber : Data Primer, 2014).

Dari (Tabel 4.3) dapat dilihat bahwa persentase untuk jumlah

trombosit yang normal pada pemeriksaan jumlah trombosit yang diinkubasi

menggunakan kapas basah dan tanpa menggunakan kapas basah sebesar

28 orang (100%). Dimana jumlah trombosit yang diinkubasi menggunakan

kapas basah berkisar pada nilai 200.000 398.000 mm 3. Sedangkan untuk

jumlah trombosit yang diinkubasi tanpa menggunakan kapas basah berkisar

pada nilai 192.000 386.000 mm3.

Tabel 4.4 Hasil analisa uji t jumlah trombosit yang diinkubasi dengan

menggunakan kapas basah dan tanpa menggunakan kapas basah

metode Rees Ecker.


35

Std.
Jumlah Dev
No Mean N Sig
trombosit iati
on
1. Diinkubasi
dengan 292.21
28 59.3
kapas 4
basah
.000
2. Diinkubasi
tanpa 256.92
28 53.4
kapas 8
basah
(Sumber : Data Primer, 2014). = 0.05 .

Berdasarkan (Tabel 4.4) yang diperoleh dari hasil analisa uji t

berpasangan pada = 0.05 diperoleh nilai signifikan sebesar = 0.000. Hal

tersebut menunjukan bahwa pada pemeriksaan jumlah trombosit yang

diinkubasi dengan menggunakan kapas basah dan tanpa menggunakan kapas

basah metode Rees Ecker terdapat perbedaan yang signifikan. Sesuai dengan

hipotesis maka dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan antara jumlah

trombosit yang diinkubasi dengan menggunakan kapas basah dan tanpa

menggunakan kapas basah metode Rees Ecker.

B. Pembahasan

Penelitian tentang hitung trombosit ini bersifat observasi analitik

laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan

jumlah trombosit yang diinkubasi menggunakan kapas basah dan tanpa

menggunakan kapas basah metode Rees Ekcer. Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah darah vena pasien yang diambil dari mahasiswa (i)

Akademi Analis Kesehatan Kendari. Sampel penelitian dipilih secara acak

sebanyak 28 sampel. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini hingga


36

diperoleh hasil, sekurang-kurangnya selama dua hari dimulai sejak tanggal 31

Mei - 01 Juni 2014.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang perbedaan jumlah

trombosit yang diinkubasi dengan menggunakan kapas basah dan tanpa

menggunakan kapas basah metode Rees Ecker dan dilanjutkan dengan analisa

jumlah trombosit menggunakan perhitungan uji t berpasangan, maka diperoleh

hasil untuk t hitung = 5,709 dan nilai t tabel = 2,052 pada derajat kebebasan =

27 dan = 0,05. Kemudian berdasarkan nilai korelasi (r) = 0,703 juga

menunjukan secara nyata adanya kolerasi antara dua variabel yang diteliti.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa t hitung > t tabel. Selanjutnya

sesuia dengan hipotesis yang telah dikemukakan oleh peneliti diawal maka

dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan pada pemeriksaan jumlah

trombosit yang diinkubasi dengan dan tanpa menggunakan kapas basah metode

Rees Ecker. Hal ini menunjukan bahwa pemeriksaan jumlah trombosit yang

diinkubasi dengan menggunakan kapas basah metode Rees Ecker lebih baik

dibandingkan dengan pemeriksaan jumlah trombosit yang diinkubasi tanpa

menggunakan kapas basah metode Rees Ecker.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori bahwa pada cara manual

(Brecher Chonkrite atau Rees Ecker), untuk larutan pengencer dapat dipakai

larutan Rees Ecker atau larutan amonium oksalat 1%. Untuk pemeriksaan

menggunakan Rees Ecker atau larutan Amonium Oksalat 1%, mula-mula darah

diisap dengan pipet eritrosit sampai angka 0,5 kemudian dipipet reagen Rees

Ecker 101. Dihomogenkan, dibuang 3 tetes pertama, kemudian satu tetes


37

pertama dimasukan kedalam bilik hitung yang sudah ditutup dengan deck

glass. Bilik hitung diletakkan pada cawan petri yang dilapisi dengan kapas

basah selama 15 menit sehingga dalam perhitungannya memberikan gambaran

nyata tentang jumlah trombosit tersebut dan kemudian dihitung trombosit pada

25 kotak sedang (Gandasoebrata, 2001).

Pada pemeriksaan jumlah trombosit yang diinkubasi menggunakan

kapas basah dan tanpa menggunakan kapas basah metode Rees Ecker, jumlah

trombosit yang diinkubasi tanpa menggunakan kapas basah nilainya cenderung

lebih rendah dibandingkan dengan jumlah trombosit yang diinkubasi

menggunakan kapas basah. Nilainya yang cenderung lebih rendah tersebut

dapat disebabkan dari sifat larutan Rees Ecker yang akan rusak atau tidak tahan

lama pada suhu ruang. Sehingga pada proses penyimpananya harus diletakkan

pada lemari es, pada botol yang ditutup gelas serta harus disaring sebelum

dipakai agar tetap tetap baik pada saat digunakan (Gandasoebrata, 2001).

Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah trombosit yang diinkubasi

menggunakan kapas basah akan membuat reaksi larutan Rees Ecker terhadap

trombosit akan baik karena berlangsung dalam suhu yang diharapkan dengan

bantuan kapas basah. Sedangkan pemeriksaan jumlah trombosit yang

diinkubasi tanap menggunakan kapas basah memberikan hasil yang sebaliknya,

karena proses reaksi yang terjadi berlangsung dalam keadaan yang tidak sesuai

dengan sifat dari larutan Rees Ecker.


38

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian secara statistik maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah trombosit yang

diinkubasi menggunakan kapas basah dan tanpa menggunakan kapas basah

metode Rees Ecker.

2. Perhitungan jumlah trombosit yang diinkubasi menggunakan kapas basah

dan tanpa menggunakan kapas basah memberikan hasil yang normal

terhadap 28 orang (100%) .

B. Saran

1. Pada laboratorium yang menggunakan metode manual Rees Ecker untuk

perhitungan trombosit secara langsung disarankan untuk menginkubasi


39

trombosit terlebih dahulu dalam kapas basah selama 15 menit sebelum

melakukan perhitunagan jumlah trombosit.

2. Bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian ini disarankan agar

menggunakan sampel yang berasal dari pasien yang sedang sakit atau

memiliki riwayat penyakit kemudian membandingkannya dengan sampel

yang berasal dari pasien yang sehat sehingga dapat memberikan hasil yang

lebih valid tentang perbedaan jumlah trombosit yang diinkubasi dengan dan

tanpa menggunakan kapas basah metode Rees Ecker nantinya.

Anda mungkin juga menyukai