Anda di halaman 1dari 127

HEMATOLOGI I

UNTUK MAHASISWA SEMESTER 3

OLEH :
SITI ZAETUN, SKM, MKed

2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami haturkan ke-Hadirat Allah SWT, berkat Rahmat dan


Hidayah-Nya Buku Saku “Hematologi I untuk Mahasiswa Semester 3“ sebagai
buku pegangan para klinisi serta rekan-rekan di laboratorium klinik dapat
diselesaikan.
Buku ini disusun untuk memudahkan mahasiswa, tenaga analis memahami
materi teori kuliah Hematologi dasar yang di dalamnya berisi materi tentang
Hematopoesis, eritropoesis, granulopoesis dan lain-lain.
Pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada Direktur
Politeknik Kesehatan Mataram Kemenkes RI, Ketua Jurusan Analis Kesehatan
Mataram yang telah memberi suport tersusunnya buku saku Hematologi I untuk
Mahasiswa Semester 3 ini sehingga dapat tersusun dengan baik.
Akhir kata saya mengucapkan banyak terima kasih kepada para Dosen
yang telah mendukung saya dan mahasiswa yang membantu mengambil gambar
di lab Hema, serta semua pihak yang telah membantu untuk penyempurnaan
makalah ini. Semoga buku saku ini dapat bermanfaat dan membantu mahasiswa
memahami materi kuliah teori ini dalam bentuk buku saku.

Mataram, Agustus 2021

Siti Zaetun,SKM,MKed

2
DAFTAR ISI

Halaman judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Hematologi 4
Hematopoesis 7
Eritropoesis 11
Leukosit/Granulopoesis 17
Monositopoesis 28
Limfopoesis 31
Trombopoesis 38
Morfologi Sel Darah 45
Pemeriksaan Hematologi (Pemeriksaan Darah Lengkap) 53
Instrumentasi 55
Antikoagulan 62
Pengambilan Darah Kapiler 65
Pengambilan Darah Vena 68
Pemeriksaan Kadar Hemoglobin 75
Standarisasi Hemometer (Kalibrasi Sahli) 81
Pemeriksaan Kada Hb Metode Sahli 86
Pemeriksaan Kadar Hb Metode Cyanmeth 90
Pemeriksaan Kadar Hb Metode Cupri Sulfat (CuSO4) 94
Pemeriksaan Nilai Laju Endap Darah 96
Pemeriksaan Nilai Hematokrit 104
Pengenceran dalam Penghitungan Jumlah Sel Darah 109
Pemeriksaan Hitung Jumlah Sel-sel Darah 111
Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit 111
Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit 117
Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit 122

3
HEMATOLOGI

Hematologi terdiri dari dua kata; hema (latin) yang berarti darah dan logi
(logos, latin) yang artinya ilmu. Jadi hematologi adalah suatu ilmu tentang darah,
di dalamnya mempelajari tentang sel-sel darah termasuk pembentukan, morfologi
serta fungsinya, baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan tidak normal
(patologis).
Darah termasuk cairan ekstraseluler, yang terletak di dalam saluran
tersendiri yaitu pembuluh-pembuluh darah. Sistem pembuluh darah arteri
membawa darah dari jantung ke organ-organ atau jaringan-jaringan tubuh,
sedangkan pemuluh darah balik atau vena membawa darah dari organ-organ
kembali ke jantung.
Cairan intravasal atau darah penting peranannya dalam transport oksigen
yang dilakukan sel darah merah atau eritrosit, trasport zat-zat makanan, bahan-
bahan metabolik, hormon-hormon elektrolit atau bahan-bahan lain untuk menjaga
keseimbangan yang ada di dalam organ-organ tubuh.
Darah terdiri dari dua komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel
darah atau dapat pula disebut sebagai benda-benda darah. Perbandingan
keduanya ditunjukkan dengan terminologi tersendiri yaitu hematokrit. Pada
keadaan normal nilainya kurang lebih 45 %, berarti 45 % volume sel-sel darah
dan 55 % adalah volume plasma darah. Sedangkan volume darah secara
keseluruhan adalah 7-8 % dari berat badan (Normal Circulating Blood Volume).
Berat jenis darah berkisar antara 1035-1065, dengan kekentalan atau veskositas
antara 3-4 dibandingkan dengan air (relatif viskositas), apabila hematokrit dalam
keadaan normal. Sedangkan Ph atau derajat keasaman darah berkisar antara
7,35-7,45.
 Fungsi utama darah:
1. Sebagai alat pengangkut sari-sari makanan dan oksigen keseluruh bagian
tubuh dan sebaliknya mengangkut hasil-hasil oksidasi yang tidak
digunakan dari jaringan tubuh ke alat-alat ekskresi.
2. Menjaga agar tempratur tubuh tetap, yaitu dengan memindahkan panas
dari alat-alat tubuh yang aktif ke bagian lain yang tidak aktif.

4
3. Mengedarkan air ke seluruh bagian tubuh.
4. Mengedarkan getah-getah hormon dari kelenjar buntu.
5. Menghindarkan tubuh dari infeksi dengan anti body, sel darah putih dan
sel darah merah membeku.
6. Mengatur keseimbangan asam dan basa untuk menghindari kerusakan
jaringan- jaringan tubuh.
Bagian-bagian darah:
1. Plasma darah
Adalah cairan berwarna kuning yang dalam reaksi bersifat alkali. Fungsi
plasma darah adalah:
a. Mengatur tekanan osmosis darah
b. Sebagai medium (perantara) untuk penyaluran makanan, mineral, lemak,
glukosa dan asam amino ke jaringan. Juga merupakan medium untuk
mengangkut bahan buangan: urea, asam urat dan sebagian CO2.
Komposisi plasma arah:
 Air : 91,0 %
 Protein : 8,0 % (albumin, globulin, protrombin, dan fibrinogen)
 Mineral : 0,9 % (NaCl Na2CO3, garam dari Ca, P, Mg, danseterusnya)
2. Sel darah
Terbagi menjadi 3 yaitu:
a. Sel darah merah (eritrosit)
Berupa cakram kecil bikonkaf, berfungsi untuk mentransfer oksigen.
b. Sel darah putih (leukosit)
Berbentuk lebih besar dari sel darah merah, bening dan tidak berwarna.
Leukosit terdiri dari:
 1. Granulosit, meliputi:
 Neutrofil (65-75 %)
Sel ini mewarnai dirinya dengan pewarna netral (campuran pewarna
asam dan basa) dan tampak berwarna ungu.
 Eosinofil (2-5 %)
Sel ini menyerap pewarna yang bersifat asam (eosin) dan berwarna
merah.

5
 Basofil (0,5 %)
Sel ini menyerap pewarna yang bersifat basa dan berwarna ungu.
 2. Agranulosit, meliputi:
 Limfosit (20-25 %)
Berfungsi untuk pertahanan dan tidak bergerak.
 Monosit (2-6 %)
Dapat bergerak dengan cepat dan bersifat fagosit (pemakan).
c. Keping-keping darah (trombosit)
Berperan penting dalam proses pembekuan darah.

6
HEMATOPOIESIS

Hematopoiesis adalah pembentukan sel-sel darah di dalam tubuh. Dikenal


beberapa teori tentang hematopoiesis, yaitu:
1. TEORI MONOPHYLETIK
Menurut teori ini semua sel berasal dari satu sel asal (stemcell) yang
bersifat pluri
potential yaitu membentuk semua sel-sel darah.
2. TEORI POLYPHYLETIK (SABIN)
Menurut teori ini sel-sel darah berasal dari banyak sel asal misalnya:
- eritrosit dari erythroblast
- granulosit dari myeloblast
- monosit dari monoblast
- plasmosit dari plasmoblast
- trombosit dari megakaryoblast
- lymphosit dari lymphoblast
Kedua teori tersebut dianggap benar dan ini dibuktikan oleh Till. Ditemukan
pada tikus, koloni sel-sel yang bersifat pluripotential pada sistema lymphatika
ditemukan sel asal dari lymphosit. Dengan demikian dibedakan dari sistem cell:
CFU cells. CFU (Colony Forming Unit). Cells ini dapat berkembang dan dapat
berdiferensiasi sehingga terjadi:
- seri eritrosit
- seri granulosit
- seri monosit
- seri thrombosit
Sedangkan lymphosit akan berdiferensiasi menjadi:
- seri thymosit
- seri lymphosit
- plasma sel
Hematopoesis dimulai sejak fetus berada dalam kandungan yaitu mulai
sejak saat terjadinya saccus vitellinus sebelum terjadi organ-organ yang lain.

7
 Fase-fase hematopoiesis:
1. Fase mesoblastik
Sel-sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitellinus. Sel-sel darah di sini
masih serupa dan merupakan sel asal. Ini berlangsung pada bulan
pertama sampai kedua dalam kandungan. Minggu pertama kehamilan
indung telur (yolk-sac) merupakan tempat utama hematopoiesis. Dari enam
minggu sampai 6-7 bulan kehidupan janin, hati dan limpa adalah organ-
organ utama yang diperlukan dan keduanya terus menghasilkan sel darah
sampai sekitar dua minggu setelah lahir.
Prosesnya: mula-mula terbentuk pulau-pulau, kemudian dihubungkan
dengan pembuluh darah primitif. Sel yang dihasilkan adalah sel eritrosit
yang masih berinti dan mengandung Hb embrio. Sebelum hematopoiesis
pada yolk-sac berhenti, terjadi migrasi sel induk hematopoiesis ke hati.
2. Fase hepatik
Sel-sel darah dibuat di dalam hepar, lien dan sum-sum tulang. Disamping
sel asal atau stem cell sudah terjadi diferensiasi menjadi erythroblast,
megakaryosit, granulosit, lymposit, monosit dan plasmosit. Ini berlangsung
pada waktu fetus berumur 1 1 bulan sampai dengan 9-10 bulan. Eritrosit
2

yang dihasilkan sudah tidak berinti tapi ukurannya lebih besar dari eritrosit
normal.
3. Fase myeloid
Sel-sel darah dibuat oleh sumsum tulang merah dan terus berlangsung
sejak fetus berumur empat bulan sampai orang itu meninggal.
Terbentuklah sel-sel dan diferensiasi menjadi bermacam-macam sel darah
dari yang muda sampai dengan yang tua setelah bayi dilahirkan,
hematopoiesis hanya di dalam sumsum tulang system lymphatica namun
demikian dalam keadaan abnormal dapat saja terjadi pada organ-organ
lain misalnya lien dan kelenjar getah bening. Pada fase ini, sel induk
hemapoiesis migrasi dari hepar dan spleen ke sumsum tulang yang
merupakan hemapoiesis yang permanen. Dari sumsum tulang terjadi
migrasi sel hemos ke tymus, limfe dan jaringan limfoid lainnya sehingga

8
hemos pada organ-organ tersebut berlangsung terus-menerus. Sel darah
yang dihasilkan adalahsemua sel darah yang ada di daerah tepi termasuk
darah kapiler dan darah vena. Eritrosit sudah tidak berinti, ukurannya
sudah normal dan mengandung HbF dan setelah bayi lahir sampai kurang
lebih anak berumur 1 tahun, kemudian diganti dengan HbA (dewasa).
Apabila sudah terbentuk HbA sampai sel darah tepi maka tidak ditemukan
lagi sel darah muda yang berinti sebab sel darah muda hanya diproduksi di
dalam sumsum tulang belakang.

SKEMA PEMBENTUKAN SEL DARAH ( HEMATOPOIESIS )

Gambar 1. Skema Hematopoesis

9
Gambar 2. Hematopoesis

10
ERITROPOESIS

1. NORMOBLAST terdiri dari empat jenis menurut tahap maturasinya, yaitu :


a. Pronormoblas sangat besar, sitoplasmanya biru, kromatinnya sangat halus
dan nukleolusnya terlihat dengan jelas
b. Normoblas basofil sitoplasmanya biru, kromatinnya agak kasar,
nukleolusnya tidak selalu tampak
c. Normoblas polikrom sitoplasmanya merah kebiru-biruan (karena
mengandung hemoglobin), kromatinnya bertambah kasar, tidak
mengandung nukleolusnya
d. Normoblas ortokrom ukuran dan warna sitoplasmanya mendekati eritrosit,
kromatinnya sangat kasar dan menunjukkan tanda-tanda piknosis.
Pada umumnya dari pronormoblas sampai normoblas ortokrom terjadi empat
sampai lima kali mitosis. Normoblas ortokrom tidak dapat lagi bermitosis.
A. Perkembangan sel darah merah dalam sumsum tulang
* Proeritroblas:
sel termuda dan terbesar dalam eritropoesis. Intinya bulat, ungu tua, struktur
kromatin teratur dan rapat. Nukleolus menonjol tapi tidak jelas, tiga sampai lima.
Sitoplasma berwarna biru muda, bagian tertentu tampak lebih muda berbercak
atau berbentuk sabit (Hialoplasma), mirip dengan Zona Golgi dan Mitokondria
yang mengandung lipid. Saat mengalami gangguan mekanis maka cenderung
membentuk tonjolan plasma (seperti daun telinga kecil). Mitokondria selama
proses mitosa membelah dan tersebar sehingga membentuk bagian-bagian
terang bagaikan jala, tersebar diseluruh baguan sitoplasma.
Makroblast : bentuk sel ini terjadi akibat pembelahan selproeritroblast secara
hemi-heteroplastis. Dipandang dari segi morfologis mirip sekali dengan
proeritroblas, hanya penampang selnya lebih kecil. Struktur inti terlihat rapat,
sehingga sudah dikenali beberapa tahap peralihan ke generasi berikutnya.

11
B. Sel-sel yang terbentuk setelah proses pembelahan sel
* Normoblas, basofil: penampang sel lebih kecil dibandingkan dengan
penampang makroblas. Intinya bulat dengan ciri khas: kromatin berkelompok
dengan warna yang kontras sekali satu dengan yang lain (lekuk-lekuk berwarna
muda diantara gumpalan kromatin ungu tua). Meskipun kurang tepat, bentuk sel
ini disebut juga “struktur jari roda (radier)”. Sitoplasma bersifat basofilik sedang.
* Normoblas, ortokromatis (oksifil): pada generasi ini sel inti semakin kecil.
Sejajar dengan itu kromatin inti juga menjadi lebih padat (piknosis) sampai
stadium sisa inti yang berwarna hitam homogen. Sitoplasma berwarna merah abu
kekuningan, batas luar seringkali tidak jelas.
Pada stadium ini hemoglobinisasi telah sempurna.

Gambar 3. Eritropoesis

 Keterangan Gambar dari kiri ke kanan :


NORMOBLAS terdiri dari empat tahap :

12
a. pronormoblas; paling besar, sitoplasmanya biru, kromatinnya halus dan
nukleolusnya selalu tampak;
b. normoblas basofil; sitoplasmanya biru, kromatinnya agak kasar,
nukleolusnya tidak selalu tampak;
c. Normoblas polikrom; sitoplasmanya merah kebiruan (karena mengandung
hemoglobin), kromatinnya kasar, nukleolusnya tidak tampak;
d. Normoblas ortokrom, ukuran dan warna sitoplasmanya mendekati eritrosit,
kromatinnya kasar & menunjukkan tanda piknosis.
Fase pelepasan inti normoblas, masuknya elemen-elemen sel darah merah
yang tidak berinti kedarah tepi dan struktur eritrosit.
ERITROSIT dalam arti yang luas terdiri dari retikulosit dan eritrosit yang
sebenarnya. Retikulosit dapat dibedakan dengan eritrosit yang sebenarnya
dengan pewarnaan supravital, umpama dengan biru metilin.
a. Retikulosit khas karena mengandung bintik-bintik seperti jala berwarna
biru, ukurannya lebih besar dari eritrosit (yang tidak mengandung bintik)
b. Eritrosit normal berbentuk bundar dengan bagian tengah yang tipis
(kelihatan pucat), ukurannya hampir sama semuanya
c. Sferosit berbentuk bulat, bagian tengahnya tidak pucat, biasanya
diameternya lebih kecil dari pada eritrosit normal (disebut mikrosferosit)
seperti terlihat pada gambar
d. Ofalosit disebut demikian karena bentuknya yang lonjong, kelonjongannya
berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang lain

Gambar 4. Pematangan Eritrosit

13
Retikulosit: ditandai khas dengan adanya substansia granulo atau
retikulofilmentosis = stuktur intern pada sekitar 5 – 15 % dari semua eritrosit,
berbentuk jala, tetapi hanya tampak setelah pewarna vital dengan biru kresil
muda. Kondisi warna: eritrosit kehijauan muda. Substansia retikulofilamentosis
biru hitam. Pada keadaan patologis: akromoretikulosit = substansia
retikulofilamentosis, tanpa terlihat organel lain, seringkali merupakan artejak.
Ekivalen morfologis dari retikulosit.
Polikromasi: Masing- masing eritrosit warnanya keunguan pada
pewarnaan Pappenheim, memperlihatkan bintik-bintik basofil terhalus. Agaknya
ini merupakan fenomena regenerasi.
Bintik-bintik basofil dari eritrosit: bintik-bintik biru hitam terhalus yang
terbagi dan tersebar di dalam sel, hanya nampak dengan pewarnaan Pappenheim
konvensionil atau dengan pewarnaan Manson-Schwartz dengan larutan biru
metilen alkalis 1 %. Eritrosit berbintik basofil jarang terlihat dalam darah normal.
Semakin banyak eritrosit ini, selalu berkaitan dengan keadaan retikulositosis dan
merupakan regenerasi eritropoesis yang semakin kuat atau gangguan Hb (lihat
anemi hemolitik, keracunan timah hitam).
Bintik-bintik basofil ini menyatakan terangsangnya ribososm yang mengandung
RNA dan terjadi akibat mengeringnya sediaan darah. Keadaan yang disebutkan
sebelum ini sebagaisubstansi basofil dalam eritrosit merupakan bagian-bagian
sisa dari sitoplasma eritroblas (ribosom) yang mengandung RNA. Eritrosit
polikromatis (= retikulosit) selalu lebih besar dibandingkan dengan normosit,
membrannya belipat-berlipat.
Produk akhir eritropoesis
Eritrosit (normosit): Bentuk cincin berwarna merah yang hamper sama
besarnya satu dengan yang lain tanpa struktur interna (garis tengah 7-8 mikro).
Bagian tengah tampak terang karena bentuk kepingan bikonkav.
Struktur interna lainnya.
Badan Jolly (Benda-benda kecil Howel-Jolly): Sisa inti dalam eritrosit
yang mengandung RNA (kromosom yang mengalami degenerasi). Pertanda
defisiensi fungsi limpa.

14
Cincin Cobot: Benda patologis berbentuk jerat dalam eritrosit pada
pembentukan darah ektra medular atau dis-eritropoesis. Keadaan ini terbentuk
selama proses mitosis eritroblas (mikrotubuli yang abnormal).
Sideroblas (tipe fisiologis ): = Molekul feritin, yang ditemui disebut
siderosom (sampai 5 masih normal) di dalam 20 – 60 % normoblas. Sideroblas ini
tidak diketemukan pada defisiensi Fe dan juga anemia karena infeksi.
Siderosit: Mengandung sidero-mitokondria, kebanyakan terlihat pada
retikulosit. Sel ini mempunyai makan diagnosis.
D. Ketentuan dasar eritropoesis
 Sel dan terutama intinya selalu bundar.
 Sitoplasma basofil = mengandung asam ribonukleat (RNA) = pertanda kurang
dewasa (misalnya, proses hemoglobinisasi yang tidak sempurna).
 Sitoplasma oksifil = mengandung hemoglobin = pertanda cukup dewasa.
 Sitoplasma dari tahap awal eritrosit yang mengandung inti selalu bebas dari
granulasi spesifik.
 Substansi retikuloeilamentosis, granula basofil pada eritrosit dan polikromasi
merupakan ciri khas sel dan merupakan tanda eritropoesis mengalami
degenerasi, atau hemoglobin eritropoesis pseudoregeneratorik atau
gangguan sintesa Hb.
 Elemen sel darah merah yang mengandung inti bukan bagian fisiologis dari
darah tepi (= apusan darah).

15
1. 2.

3. 4.

5. 6.

Gambar 5 Struktur bagian eritrosit ( Inclution bodies)


Keterangan gambar:
1 dan 3 . Howeljolly Bodies
2. Skizon Malaria
4. Gamet Malaria
5. Retikulosit
6. Basofilik Stippling

16
LEUKOSIT
GRANULOPOESIS

A. Perkembangan pembentukan sel darah putih dalam sum-sum tulang


Mieloblast adalah bentuk sel tahap granulopoesis yang paling muda,
belum banyak ditemukan didalam sum-sum tulang. Garis tengah sedikit lebih
kecil dibandingkan garis tengah proeritroblast. Bentuk sel tidak seragam. Inti
pada umumnya oval dan pada satu sisi agak berlekuk. Kromatin transparan
berserabut halus, terjalin rapat. Nukleolus dua sampai lima, tampak jelas,
mampu berkelompok. Sitoplasma kecil, basofil sedang sampai lemah. Tidak
banyak terlihat bagian-bagian yang jernih perinuklear.
Promielosit adalah generasi sel yang terbentuk dari berbagai jenis
elemen, terutama berkaitan dengan rasio inti-plasma dan varian-varian
kepadatan granulasi.
Ciri khas sel yang pada dasarnya serupa:
- Inti oval, sering kali berlekuk atau rata pada satu sisi tertentu
- Kromatin agak padat, stuktur jala tidak homogen
- Nukleolus sering terlihat
- Sitoplasma berwarna biru muda, tak ada bagian-bagian yang jernih
dan berbintik didekat lekuk inti (sentrosfer), granulasi azurik (= merah
ungu)
Promielisit I adalah generasi sel dari granulopoiesis yang belum
dewasa yang paling sering ditemukan. Bentuk terdini masih memperlihatkan
hubungan morfologis yang dekat dengan mieloblas. Inti sering mengandung
nukleolus (dapat dilihat). Tampak jelas granulasi azurik pada sitoplasma.
Promielosit I yang telah berkembang sempurna merupakan bentuk sel
terbesar dari seri darah putih, karena semakin membesarnya sitoplasma.
Bagian ini mengandung banyak granula azurofilik, sebagian dengan inti yang
lebih kasar. Kadang-kadang tampak plasma dengan granulasi yang khas.

17
Sel-sel yang terbentuk setelah proses pembelahan sel
Promielosit II atau mielosit yang setengah dewasa: garis tengah sel
mengecil, nucleolus berkurang, basofil plasma dan granulasi azurofilik
semakin sedikit. Kadang-kadang sitoplasma sudah mulai berwarna.
Mielosit, neutrofil (pertama kali munculnya granulasi yang khas): Garis
tengah sel dan inti semakin mengecil. Stuktur kromatin mulai berkelompok
kasar, nucleolus jarang terlihat. Sitoplasma colekat abu-abu muda lembut atau
cokelat merah muda, tidak lagi basofilik. Granula terhalus berwarna ungu
kecoklatan (= netrofil) bermunculan pada tempat granulasi azurofil. Tampak
bagian yang terang berbatas jelas didekat lekukan inti yang dalam
(Sentrosfer).
Akhir pembelahan sel. Perkembangan sel lebih lanjut melalui proses
pendewasaan inti sel
Metamielosit (muda), netrofil: Inti sel berubah khas, bentuknya
menyerupai kacang atau ginjal. Kromatin berkelompok kasar, dikedua
ujungnya mengalami penebalan berbercak-bercak. Sitoplasma menyerupai
mielosit netrofil tanpa sentrosfer.

Myeloblast

15-20 mikron, nukleus bulat besar di tengah-tengah sel , tipis , struktur kromatin
halus , memiliki 2-5 nucleoles, jumlah yang relatif kecil dari sitoplasma biru,
kadang-kadang dengan zona yang jelas, tidak bergranula

18
Promyelosit

12-24 mikron, berbentuk Oval , m, struktur kromatin yang sedikit kasar dari
myeloblast . memiliki 3-4 nucleoles, sitoplasma berwarna biru pucat,

Myelosit

10-18 mikron, bulat dengan inti oval,struktur kromatin kasar, tidak memiliki
nukleous, sitoplasma berwarna kebiruan, memiliki granula

19
Metamyelosit

10-16 mikron, Inti indentasi , kasar mengelompok struktur kromatin agak kasar.
Tidak memiliki nukleous, sitoplasma berwarna pink pucat,memiliki granula
sekunder.

Band Neutrofil
10-15 mikron, batang berbentuk inti dengan kasar , struktur kromatin
mengelompok. Tidak memiliki nukleous, sitoplasma berwarna pink, bergranula
halus.

20
Eosinofil

10-15 mikron,struktur kromatin kasar,memiliki 2-3 lobus (ruang) . tidak memiliki


nukleous, Sitoplasma berwarna pink pucat,bergranula.

Neutofil Segmen
10-15 mikron, struktur kromatin kasar . memiliki 3-5 lobus (ruang). Tidak memiliki
mukleous. sitoplasma berwarna Pink pucat. Memiliki granula.

21
Basofil

10-15 mikron, struktur kromatin kasar. Memiliki 3-4 lobus. Tidak memiliki
nukelous, sitoplasma berwarna Merah muda pucat hingga biru keunguan,granula
tersebar merata

Gambar 6. Granulopoesis

Stadium migrasi sel fisiologis kedalam darah tepi


Netrofil, granulosit (Leukosit) berinti batang: Inti mengecil, bentuk inti
berubah semakin menyerupai huruf C atau S, tanpa kerutan melingkar yang
jelas (Bentuk ikatan melingkar). Kromatin semakin kasar (Pola kulit macan
tutul). Sitoplasma seperti pada metamielosit.
Netrofil, granulosit (leukosit) berinti segmen: Generasi sel ini
mencangkup seluruh seri leukosit dewasa yang nukleusnya dihubungkan
dengan serabut. Biasa ditemukan tiga sampai lima segmen. Kromatin inti dan
sitoplasma seperti pada berinti batang.

B. Stuktur pertanda jenis kelamin pada inti granulosit


 Drumstick (pemukul gendering): Paling sedikit 6/500 garnulosit
membuktikan kaitannya jenis kelamin wanita.
 Nodul sesil: Tahap awal drumstick (wanita).
 Tongkat pemukul kecil: Tidak spesifik, lebih banyak pada pria.
 Raket: Tidak spesifik atau jarang.

22
C. Perkembangan Lekosit eosinofil
Eosinifiloblast: Pada keadaan fisiologis tidak hanya terbatas pada
sumsum tulang.
Promielosit eosinofil: Ciri sel yang khas dari promielosit, tetapi kecuali
itu granula eosinofil terkumpul didalam sitoplasma, menutupi granulasio
azurofil sesuai dengan jumlah yang ada. Tergantung dari pewarnaan ( nilai pH
dari larutan cair giemsa ), granula eosinofil tampak sebagai butir-butir kecil
berwarna merah bata atau merah muda, abu kebiruan, hitam keabuan, kadang
juga menutupi inti sel. Granula yang berwarna hitam keabuan masih belum
dewasa dibandingkan dengan granula yang berwarna kemerahan sehingga
hanya ditemukan pada generasi awal leukosit eosinofil.
Mielosit eosinofil: Sering kali terlihat didalam sumsum tulang sebagai
promielosit eosinofil. Bentuk inti dan rasio nukleus-plasma serupa dengan
keadaan yang terdapat pada mielosit netrofil.
Sitoplasma terisi granula eosinofil yang terutama berwarna merah kecoklatan
atau kemerah-merahan. Sitoplasma tidak ditutupi granula, sehingga dapat
terlihat basofil ringan.
Metamielosit eosinofil dan leukosit eosinofil berinti batang: Proses
pematangan inti berlangsung dengan cepat sehingga kedua jenis sel ini jarang
ditemui. Dipandang dari segi morfologis kedua sel ini menyerupai bentuk
ekuivalen dari seri netrofil, tetapi dilengkapi dengan granula eosinofil yang
dewasa.
Leukosit eosinofil berinti segmen: Bentuk sel paling dewasa dari
granulopoesis eusinofil, siap untuk bermigrasi kedalam aliran darah tepi. Inti
sebagian besar bersegmen ganda (bentuk lornet) dengan jembatan segmen
berserabut halus. Kromatin berbentuk gumpalan kasar dan berbercak ditengah
segmen. Sitoplasma biasanya cukup berkembang sempurna dipenuhi dengan
granula eosinofil yang dewasa, dapat dibedakan ukuran yang satu dengan
yang lain. Warna dasar dari sitoplasma adalah basofil terang hanya dapat
dilihat diarea yang bebas granula.

23
Gambar 7. Eosinofil

D. Perkembangan lekosit basofil


Basofiloblas: Sel yang jarang ditemukan di dalam sum-sumtulang dan
mempunyai inti yang mirip mieloblas, kromatin sedikit banyak dapat terlihat.
Nucleolus terlihat samar-samar bahkan jading-kadang tidak tampak sama
sekali. Sitoplasma agak lebar, memiliki beberapa granula ungu tua (= basofil).
Ukuran granula berbeda-beda. Kecuali itu masih terdapat vakuola kecil yang
mirip dengan granula yang sudah tumbuh dewasa. Granula basofil terkadang
juga menutupi inti sel. Jarang bermitosis.

24
DERET BASOFIL khas karena granulanya yang berwarna coklat tua sampai hitam, tersebar tidak merata dan ada yang
menaungi inti. Ada kalanya inti tidak jelas tampak karena “tertutup” oleh granula. Granula basofil mudah larut
dalam cairan fiksasi waktu pewarnaan; yang tinggal tersisa hanya sebagian saja.
Granula yang larut meninggalkan “bekas” berupa vakuol dalam sitoplasma (tampak jelas pada sel dikiri bawah).

Gambar 8 basofil

Stadium pendewasaan inti disertai sedikit terdiferensiasi tanpa


pembentukan sel mielosit yang khas
Lekosit basofil: Bentuk sel tak banyak memperlihatkan tanda-tanda
kedewasaan. Hanya inti yang kebanyakan melekuk pada beberapa tempat
(bentuk daun semanggi), yang lain terbagi dalam segmen-segmen besar.
Kromatin sedikit berbecak, tak dapat dikatakan seluruhnya bergumpal kasar.
Sitoplasma relative kecil, disana sini bertebaran granula basofilik, secara
keseluruhan menyerupai bingkai kerona. Warana dasar dari sitoplasama biru
pucat atau merah mudu pucat. Sebagian inti tertutup oleh granulasi tertentu.
E. Ketentuan dasar granulopoesis
 Mieloblas = satu-satunya sel lekosit tanpa granulasi (Tipe I); sel-sel
granulopoesis yang mofologis adalah termuda. Tipe II: granula azurofilik
pertama yang dapat terlihat.
 Empat bentuk granulasi yang berbeda, dengan pembagian sebagai berikut:
 Granulasi azurofilik: Mieloblas (Tipe II), promielosit, promonosit, monosit.

25
 Granulasi netrofil: mielosit, metamielosit dan metamielosit netrofil, berinti
batang dan segmen
 Granulasi esinofil: promielosit, mielosit dan metamielosit eosinofil, berinti
batang dan segmen
 Granulasi basofil: basofiloblas dan lekosit basofil
 Bentuk inti dengan pertukaran perkembangan sel yang cukup maju,
diferensiasi inti dari netrofil sampai basofil berkurang secara bertahap.
 Sifat morfologis dari sel netrofil
 Mielosit netrofil (Mielo): Granulosit netrofil dengan plasma yang dewasa
dan sebuah inti yang bulat atua oval. Perbandingan dari penampang dari
suatu nucleolus oval tidak boleh lebih dari 1:2.
 Metamielosit netrofil meta (Sinonim: fase muda): granulosit netrofil
dengan inti berbentuk ginjal dan plasma dewasa. Lekuk ke dalam dari
inti tidak boleh lebih dalam dari separuh sumbu pendek dari inti yang
berbentuk oval.
 Granulosit netrofil berinti batang (stab): Granulosit netrofil dngan plasma
dewasa dan inti yanbg berbentuk telapak kuda atau huruf S. Inti
memperlihatkan bentuk pitayang jelas dan terang. Penampang dari
tempat bagian paling tipis inti tersebut harus lebih besar dari 1/3 garis
tengah bagian tertebal dari inti.
 Granulosti netrofil berinti polimor ( Poli ) ( Sinonim: berinti segmen;
berinti filamen ): Granulosit netrofil dengan plasma dewasa dan sebuah
inti, biasanya terdapat dua atau lebih dari dua segmen inti, atau satu
buah inti, yang tidak tergolong mielosit, metamielosit yang tersebut di
atas, khususnya yang berinti batang.
 Susunan lekosit fisiologis dari darah tepi
Seluruh lekosit 4,0-9,0 x 109/I
Lekosit basofil:
0-1 % (absolute: 0-0,09)
Lekosit eosinofil:
1-4 % (absolute: 0,04-0,36)
Netrofil berinti batang:

26
-04 % (absolute: 0-0,36)
Netrofil berinti segmen
50-70 % (absolute: 2,00-6,30)
Monosit
2-8 % (absolute: 0,08-0,72)
Kecuali itu: Limfosit:
25-45 % (absolute: 1,00-4,05)
 Monosit = lewat dalam tahap awal makrofage yang beredar dalam
darah.
CATATAN: Ditemukan bentuk-bentuk sel lain di dalam jajaran sel darah putih
pada apusan darah harus di anggap patologis!

27
MONOSITOPOESIS

Perkembangan Monosit
Monoblas = Dalam sum-sum tulang normal tak jelas perbedaannya
dengan mieloblas.
Promonosit: (Diferensiasi yang tepet hanya mungkin dengan reaksi
sitokimiawi: esterase yang tidak spesifik): Sel besar yang terutama bersifat
promielositer hanya ditemukan dalam sum-sum tulang. Inti dengan lekuk
disatu sissi yang sering kali tidak teratur, kromatin agak jarang, milai
berserabut kasar. Mulai tampak nucleolus-nucleolus tunggal. Sitoplasma
putih, basofil muda dan mempunyai sentrosfer kecil, bergranulasi lembut.
Peralihan sel yang menuju generasi sel berikutnya.
Monosit: Sel terbesar dari darah periferia. Inti bermacam bentuk lebih
besar dan khas compang-camping, seringkali juga berbentuk kacang atau
sosis. Kromatin berserat kasar dan jarang, lebih rapat disana sini, secara
keseluruhan tampak transparan. Tampak nucleoli kecil. Sitoplasma
be5rwarna biru keabuan atau basofilik muda, seringkali bertaburkan azurofil.

Monoblast
Bentuk hampir sama dengan mieloblast

28
Promonosit
Promonosit adalah sel yang timbul dari monoblast dan berkembang menjadi
monosit.Morfologi promonosit yaitu berukuran 5-20 mikron, tidak teratur berbentuk inti
tanpa lobus (ruang). Struktur kromatin halus dengan nukleou. sitoplasma berwarna biru
keabu-abuan. memiliki beberapa granula.

Monosit

Gambar 9. Monopoesis

29
Monosit adalah jenis sel darah putih (leukosit) . monosit merupakan yang terbesar dari
semua jenis leukosit. Morfologi monosit yaitu berukuran 12-24 mikron, berbentuk ginjal ,
menggelembung atau tersegmentasi inti , struktur kromatin sangat longgar,memiliki
granula,vakuola sering muncul di sitoplasma

DERET MONOSIT, disebut juga sistem fogosit berinti satu, untuk menggantikan
nama lama : sistem retikulo-endotelium. Deret monosit terdiri dari monoblas
(tidak ada dalam gambar, sukar dibedakan dengan meloblas), promonosit (tiga
sel di kiri atas), monosit (semua sel lainnya) dan makrofag (tidak ada pada
gambar, terdapat dalam jaringan).
Promonosit; intinya oval berlekuk dangkal, terkadang mengandung nukleolus,
sitoplasmanya berwarna abu;
Monosit; khas karena intinya besar, berlekuk dalam pada satu sisinya, seperti
bentuk ginjal; sitoplasmanya abu kemerahan mengandung granula halus yang
terisi enzim proteolisis. Monosit keluar dari pembuluh darah, lalu tersebar di
seluruh jaringan menjadi makrofag.

30
LIMFOPOESIS

A. Berbagai bentuk limfosit tunggal

Limfoblas ( = Bentuk blas limfatis yang reaktif ): Hasil reaksi dari limfosit
kecil tanpa fungsi sel asal / induk.
Garis tengah biasanya lebih besar dibandingkan garis tengah sel blas pada
eritropoesis dan lekopoesis. Bentuk sel terutama bulat. Inti memiliki stuktur
kromatin bagi jala kasar dengan banyak bagian yang trasparan, biasanya 1-2 inti
berwarna biru atau pucat. Sitoplasma berbeda lebarnya, basofil terang dan tidak
bergranulasi, banyak bintik-bintik halus yang tampak terang, terkadang juga
memiliki zona hialoplasma yang menyatu dan perinuklear. Besar sel bervariasi
sekali.
Bentuk-bentuk blas di bawah ini keadaan normal tidak ditemukan dalam
aliran darah perifer, tapi hanya ada di dalam jaringan limfatik. Ini ada kaitannya
dengan sentroblas dan imunoblas. Pengertian ‘limfloblas’ kini sebaiknya dipakai
hanya untuk keadaan dan ketentuan patologis saja.
Promlimfosit ; Diantara benuk-bentuk blas limfatis yang besar dan limfosi-
limfosit ditemukan suatu bentuk peralihan yang dipandang dari segi morfologis
tidak terlalu tegas ciri khasnya, dikenl dengan sebutan prolimfosit.
Bentuk sel ini pun dalam keadaan normal hanya ditemui dalam jaringan
limfatik reaktif. Bagi prolimfosit juga berlaku bahwa kaitannya tidaklah dengan sel
pemula dari limfosit tapi dengan suatu bentuk sel reaktif. Pada keadaan patologis
maka prolimfosit itu tampak semakin banyak.
Limfosit : sesungguhnya diferensiasi antara limfosit yang ‘dewasa’ dan
‘muda’ kurang dapat dipertanggung jawabkan, karena kini sudah diakui adanya
jalur-jalur baru pembentukan sel limfatik. Lagipula limfosit yang ‘tua’ tersebut pada
dasarnya ‘belum tua’ dan setiap saat sel itu masih dapat berubah manjadi sel
blas, lagi yang dipandang dari segi fungsi diberi nama sesuai dengan susunan
besar sel yang bersangkutan. Karena itu kita bedakan antara limfosit besar dan
limfosit kecil.

31
Kecuali itu masih ada pembagian limfosit lebih lanjut sesuai dengan asal
usul dan fungsinya (kini tidak diakui) yang dipandang dari segi morfologis tidak
terlalu penting. Pada gambar 27 diperlihatkan kemungkinan sitologi tertentu,
khususnya diferensiasi sitokimiawi. Dari dapat disimpulkan bahwa apa yang
disebut limfosit B dipandang dari segi morfologis kurang tepat diferensiasinya
dibandingkan dengan yang disebut limfosit T. hanya dengan penggunaan
antibody monoklanal dimugkinkan penandaan subpopulasi limfositer masing-
masing. Limfosit dari sum-sum tulang masuk kedalam saluran timus dan
menempati area organ limfatifus sekunder, sementara limfosit B memilih jalan lain
dari sum-sum tulang langsung menuju nodulus limfatik jaringan limfe yang
bersangkutan, terutama pusat-pusat genitalia. Kecuali itu di dalam sumsum tulang
juga diterima limfosit-limfosit khusus yang sudah terspesialisasi, yang memiliki
ciri-ciri khas sel awal hematopoesis secara keseluruhan.
Limfosit T bertanggung jawab atas imunitas seluler sedangkan limfosit B
bertanggung jawab atas tanggapan reaksi imunitas humoral (melalui transformasi
menjadi sel plasma). Limfosit T di dalam aliran darah perifer berjumlah sekitar 60-
80%, sedang limfosit B 15-20%. Sisanya maksimum 10% disebut sel nol,
terutama yang disebut dengan sel NK (sel Natural Killer = sel pembunuh
alami). Kurang lebih 1/3 dari sel T merupakan sel-sel pembantu, sisanya
merupakan sel supresor, khususnya sel efektor sitotoksik. Limfosit B2 dan T2
berfungsi sebagai apa yang disebut sel-sel memori.
Limfosit kecil: Limfosit kecil sedikit lebih besar dibandingkan eritrosit dan
memiliki sitoplasma basofil yang kecil, yang sering kali nampak bervakuolisasi
dengan jelas. Inti sel bulat atau agak berbentuk ginjal, pola kromatinnya rapat,
bergumpal kasar, berpola seperti batu pualam. Nucleoli tampak tanpa pewarnaan
yang khusus, kadang-kadang sebagai bagian-bagian berwarna muda/teerang
kecil. Pada limfosit kecil yang memiliki sitoplasma yang agak lebih lebar sering
kali ditemui granulasi yang halus ataupun lebih kasar; agaknya mengarah pada
sel-sel supresor.
Semakin banyaknya basofil plasma menghasilkan pengertian bentuk khas
suatu jaringan limfatik, sering kali sebagai asal usul perubahan menjadi sel-sel
plasma (Plasmoblas).

32
Limfosit besar: Limfosit besar ditandai terutama derngan semakin
melebarnya sitoplasma. Warna sitoplasma biasanya biru terang; granula azurik
terkadang tampak banyak sekali. Inti dapat dibedakan sesuai bentuk, besar dan
struktur kromatin; biasanya transparan sebagaimana pada limfosit kecil. Sel NK
(sel pembunuh alami) agaknya ikut masuk kedalam kategori sel ini (LGB =
limfosit granula besar); demikian juga sel-sel limfoid.
Catatan; Limfosit terkadang berubah bentuk menjadi bentuk pasak atau
kumparan, biasanya dinilai sebagai suatau artefakt (tidak alami); masih
diperdebatkan kemungkinan akibat rusaknya bentuk-bentuk perubahan tertentu
pada saat membuat sediaan darah.

C. Ketentuan dasar limfopoesis


 Pengertian ‘limfoblas’ tetap terbatas untuk wawasan leukemia akut saja. Bentuk
blas yang dibawah keadaan fisiologis tertentu sudah ditemui di dalam jaringan
limfatika (sediaan bintik nodul limfatik) sesuai dengan sentroblas atau
imunoblas (lihat gambar 25 a,b)
 Limfosit morfologis samapi batas tertentu dapat diubah dan disusun dengan
tehnik sediaan dan pewarnaan
 Penelitian limfosit modern dengan petunjuk nyata kemampuan limfosit untuk
berubah menjadi bentuk blas pada kultur *PHA juga melalui pengamatan
proses dari dari pembagian limfosit sesuai dengan criteria yang murni
morfologis. Pada umumnya semua sel-sel limfatik dari aliran darah perifer
disebut secara sebagai limfosit dan hanya bentuk-bentuk khusus tertentu saja
yang mendapat tambahan sebutan tertentu (misalnya bergranulasi azurik,
bentuk reaksi atau rangsangan tertentu; limfoid)
 Perbedaan antara limfosit-T (timus) dan limfosit B (sumsum tulang) beserta sub
populasi masing-masing (dengan mempertimbangkan fungsi-fungsi imunologis
khusus masing-masing) hanya dapat dinyatakan sebagian dengan metode
pewarnaan khusus (fosfatase asam, esterase asam, DAP IV). Tapi dengan
antibody monoclonal perbedaan itu dapat ditentukan sebaik mungkin (misalnya
Le 3 a = sel-sel pembantu, Le 2a = sel-sel supresor/limfosit sitotoksis).

33
 Tahun-tahun awal kanak-kanak memperlihatkan keadaan fisiologis limfosit
sekitar 50-70%, dan persentase tersebut sedikit demi sedikit terbentuk kembali
selama masa sekolah. Limfosit kanak-kanak tersebut tidak memperlihatkan
keistimewaan morfologis tertentu.
 Jumlah persentase limfosit pada susunan lekosit darah perifer di bawah
keadaan fisiologis tertentu tidak jelas batasan tingkat kenaikannya. Nilai limfosit
dari 40-50% dapat terus naik tanpa mempunyai makna penyakit apapun, tapi
setidaknya perlu selalu dikontrol. Dengan limfosit di bawah 20% (=1000/ul)
ditemui keadaan limfopenia yang absolut, sejauh jumlah granulosit pada
gambar sediaan apus/diferensiasi sel dari darah yang normal cukup tinggi
kenaikannya.

 Bentuk-bentuk limfosit pada pewarnaan pappenheim dan


prilaku diferensiasi sitokimiawinya yang relevan :
a. Sel supresor yang bergranulasi azurik
b. Sel NK (LGB)
c. Plasmoblas Limfatik (sel B)
d. Sel plasma limfatika
e. Limfosit dengan inti satelit kecil (Aberasi kromosom)
f. Apa yang disebut dengan limfosit pasak
g. Sel-sel limfoid
h. Sentrosit
i. Limfosit Y dengan reaksi fosfastase asam positif fokal
j. Limfosit dengan reaksi fosfastase asam positif granuler
(lebih sering pada limfosit B)
k. Limfosit T dengan reaksi esterase asam positif fokal
l. DAP IV (reaksi atas dipeptidilpeptidase) lomfosit T positif
m. Limfosit T tunggal anak panah kebawah, dibawah limfosit B
pada LLK (reaksi DAP IV)
n. Kasus sama seperti pada n, tetapi dengan pewarnaan
peppenheim ↑ : Sel pembantu (helper)

34
Catatan : Hanya pada populasi yang hampir seluruhnya terdiri
dari limfosit B maka sel-sel T pembantu – II mungkin dapat
ditemukan dengan tehknik pewarnaan konvensionil sebagai
tipe sel yang lebih kecil dengan kromatin inti yang padat sekali.

Tahapan Limfopoesis nampak pada gambar berikut ini :

Limfoblast

Sitoplasma lebih banyak daripada di limfosit , inti di mana kromatin yang lebih
halus dalam limfosit (tapi kasar daripada di myeloblast) , dan satu atau dua
nukleolus agak menonjol.

35
Prolymphocyte

Bentuk bulat telur atau sedikit menjorok inti memiliki minimal gumpalan kromatin
kasar, parachromatin tidak jelas , besar , nucleolus pucat kebiruan, organel yang
tidak jelas, sitoplasma biru dan lebih besar

Limfosit Kecil

Ukuran limfosit kecil 7-8 mikron, bulat atau inti berbentuk ginjal, struktur kromatin
kompak, tepi sitoplasma yang sempit, bewarna terang atau biru tua

Limfosit besar Gambar 10. Limfosit

36
Ukuran limfosit besar 9-15 mikron, Oval, struktur kromatin agak longgar daripada
limfosit kecil, tidak ada nucleole, sitoplasma bewarna biru muda

37
TROMBOPOESIS

B. Perkembanagn trombosit dalam sum-sum tulang


Morfologi trombopoesis selama ini tidak dapat dibandingkan dengandari
proses eritropoesis-granulopoesis, karena perkembangan pematangan fungsi
sel dari sel primitive yang muda berbeda dengan criteria morfologis yang
jelas tidak berlangsung. Sebagai gantinya lebih banyak muncul proses
poliploidisasi yang melalui endoreduplikasi dari berbagai jenis DNA sel dari
2N-32N (64N), khususnya 2c-32/64c sampai pada suatu tahap
perkembangan yang menyatakan berbagai tahap fungsionil yang berbeda
satu dengan yang lain. Kadang-kadang endomitosis tidak akan merubah
prinsip proses poliploidisasi itu sendiri. Dapat dibedakan 3 jenis bentuk sel:
Megakarioblas : Badan sel pada umumnya jelas lebih besar di bandingkan
dengan proeritroblas. Perbandingan inti-plasma ternyata inti lebih besar. Inti
sel sering berbentuk tetra atau oktoploid, kromatin inti tampak rapat sekali,
nucleolus biasanya tersembunyi tetapi terdapat dalam jumlah yang cukup
banyak. Tempak sentrosfer kecil-kecil disisi dalam lekuk inti. Sel berinti
kebanyakan satu tetapi kadang ditemukan yang berinti dua sampai empat
hasil (endomitosis yang langka). Sitoplasma bersifat basofilik kuat, tak
terdapat granulasi dan disisinya sering kali agak berrumbai (sering tampak)
trombosit yang melekat.
Promegakariosit (Megakariosit yang setengah dewasa):
Hasil poliploidisasi dari megakarioblas yang lebih besar ukurannya. Inti
raksasa yang agak berlapis-lapis disamping bentuk dengan kecenderungan
semestasi-yang sudah dapat dilihat dengan jelas. Kromatin ini sebagian
besar terjalin rapat sekali, dan nucleolus yang ada biasanya tertutupi.
Sitoplasma berwarna basofil pucat dengan area-area tunggal azurofilik,
menyatakan awal aktivitas trombopoetik. Tampak jelas melebarnya
sitoplasma. Trombosit melekat pada tepi sel.

Megakariosit matang ( dewasa ) : sel terbesar dari hemopoesis sum-sum


tulang dalam keadaan normal. Hasil pematangan promegakariosit dengan

38
pembentukan khas lokasi inti dan plasma azurofilik berbintik-bintik. Yang
terakhir ini merupakan tanda kegiatan pembentukan trombosit. Terkadang
tampak bagian-bagian plasma yang azurofilik yang menyatakan proses
persiapaan dikeluarkanya trombosit darah.keadaan ini tampak jelas sekali
pada pewarnaan PAS.
Sebagian kecil dari megakariosit (dibawah 10 %) semakin kecil garis
tengah selnya dan tampak bermunculan inti-inti tunggal atau ganda yang
berbentuk bulat –oval (disebut mikrokariosit). Elemen-elemen ini juga
memiliki kegiatan trombopoetik. Fenomena yang istimewa adalah
emperipolesis, yaitu perubahan granulosit dewasa ke arah sitoplasma dari
megakariosit tanpa melibatkan intergrasi dari sel, juga tanpa petunjuk adanya
kejadian fagositosis.
Stadium pembebasan trombosit: struktur sitoplasma dari megakariosit
yang selama ini sesuai dengan megakariosit yang dewasa, kini dalam
perubahan seluruhnya, maka banyak sekali bermunculan partikel mikro
dengan granulasi azurofilik yang halus, mirip dengan trombosit yang telah
dewasa. Sisa inti yang tanpa plasma sampai pada saat kehancuranya oleh
makrofag tetap berada didalam sum-sum tulang (perhatian : dapat terjadi
kesalahan diaknostik saat mencari sel-sel asing !).
Trombosit: produk pematangan plasma dari megakariosit, dikelurkan
kedalam daerah darah perifer. Elemen kecil didalam sedian hapus darah
(kurang lebih 1/4 sampai 1/5 besar sebuah eritrosit), terdiri dari sitoplasma
basofil yang pucat ( hialomer ) dan granulasi azurofil (granulomer). Pada
keadaan fisiologis maka autoaglutinasi (akibat agregasi) menyebabkan
banyak trombosit yang saling melekat satu dengan yang lain pada sedian
hapus; karena itu dianjurkan mengadakan penilitian EDTA.

39
Gambar 11 Deret Trombosit

DERET THROMBOSIT terdiri dari megakaryoblas, promegakaryosit,


megakaryosit dan thrombosit. Megakaryosit terbentuk karena endomitosis
dari sel yang lebih muda, sedangkan thrombosit terbentuk karena
fragmentasi sitoplasma megakaryosit. Megakaryoblas poliploid (dua sel di
sebelah kiri); khas karena besarnya dan karena sitoplasmanya berjurai-jurai
tanpa granula; pada promeganula dalam sitoplasmanya, biasanya mulai
dibagian tepi; Megakaryosit; intinya berlonus, sitoplasmanya merah muda
sarat dengan granula yang akan menjadi thrombosit; Thrombosit; bagian
tengahnya berwarna ungu tua bergranula, bagian tepinya merah muda tanpa
granula.

C. Ketentuan Dasar Thrombopoesis


 Megakarioblas = Bentuk sel trombopoesis yang paling muda.
Kemampuan poliploidisasi (pembelahan inti) inti sel karena endo-

40
reduplikasi dari kromosom atau karena endomitosis (pembelahan
endoreduplikasi ) inti.
 Promegakariosit = Proses poliploidisasi hasil kelanjutan, yang dimulai
pada megakarioblas. Biasanya belum terbentuk trombosit.
 Banyaknya megakariosit yanh sesungguhnya ada dalam aspirat sumsum
tulang hanya dapat dinilai pada apusan aspirit yang sempurna.
 Trombosit adalah satu – satunya jenis sel darah yang merupakan hasil
pendewasaan sitoplasmatik yang sebenarnya.
 Semua eleman dari trombopoesis memiliki kemampuan aglutinasi yang
khas pada masing-masing sel ( kemampuan aglunitasi yang khas pada
masing-masing sel ( kemampuan agregasi ) dengan trombosit, sehingga
sering ditemukan sel induk di tepi sitoplasma. Keadaan ini juga terjadi
antar trombosit sendiri.

B. Sel-sel plasma
Dengan semakin banyaknya sel-sel plasma di dalam system sel limfatik
muali dimengerti terjadinya sel-sel plasma pada limfosit B di bawah keadaan
reaktif tertentu. Dipandang dari segi morfologisgenesis lifatik ini terutama ditemui
hanya pada generasi awal yang blastoid dan banyak mengandung asam
ribonukleus pada jaringan limfatik. Pembentukan tersebut dipandang dari segi
morfologis ada pengaruhnya pada sel-sel plasma sumsum tulang.
Sel-sel plsma yang ditemukan di dalam sumsum tulang ataupun di dalam
jaringan limfatik membentuk imunglobin.
Sulit menentukan perbedaan prinsip morfologis antara kedua kategori sel-
sel plasma tersebut. Selsel plasma limfatik pada dasarnya merupakan elemen
yang lebih kecil (kalau kita perhatikan perkembanagn sel-sel akhirnya); sel-sel
tersebut biasanya agak bervakuolisasi. Bagian-bagian perinuklear yang tampak
terang tampak agak menonjol . Perlu diperhatikan bahwa sel-sel plasma itu
sajalah yang tampaknya masuk ke dalam darah perifer di bawah keadaan reaktif
tertentu.
Sel-sel plasma sum-sum tulang pada sediaan (gumpalan) sum0sum tulang
letaknya terisolasi atau berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, seringkali

41
mengitari suatu sel sinusoid. Inti sel biasanya terletak eksentris, bulat lonjong dan
struktur kromatinnya bagaikan bintik-bintik kasar. Antara partikel-patikal kromatin
tunggal ditemui bagian-bagian kecil yang terang sehingga timbul kesan ‘struktur
roda sepeda’. Terkadang ditemui sel berinti dua atau berinti banyak. Sitoplasma
biasanya berwarna biru bunga gandum, pada banyak elemen juga berwarna biru
langit, lebar dan biasanya ada bagian-bagian perinuklear yang tampak terang dan
berbecak. Sitoplasma sering bervakuola, jumlah dan banyaknya berubah-ubah.
Vakuola tersebut pada keadaan fungsionil tertentu dipenuhi dengan bentuk-
bentuk opalesen (badan-badan kecil Russel), mirip dengan globulin. Skala lebih
luas dari bintik-bintik tunggal sampai terpenuhinya badan sel dengan bentuk
kumparan yang besar, seringkali sampai memenuhi nucleus dan sesuai dengan
kelenturan dari membrane sel tersebar di antara elemen-elemen sumsum lainnya.
Sel plasma sering memilki badan Russell yang memperlihatkan reaksi PAS
positif. Terkadang saja ditemui kristal-kristak putih telur interplasmik, juga
terkadang saja di temui bentuk bintik-bintik dan plsma azurofil di dalam inti sel.
Sitoplasma yang berwarna kemerah-merahan dikaitkan dengan sel plasma
yang ‘menyala’; dasar fungsionilnya belum dapat dijelaskan sepenuhnya, mungkin
merupakan gambar semakin tingginya kadar IgA (imunoglobulin A).
Kuriosum sitologis pada pembentukan sel-sel plasma yang bersangkutan.
Kromatin inti semakin terang, sitoplasma semakin besardan memperlihatkan
struktur-struktur sisa berupa (berbentuk) kumparan.

42
Gambar 12 Deret Plasmosit

PLASMOSIT, ialah tahap maturasi akhir dari limfosit B; aktif mensitesis dan
mengekresikan imunolglobulin; terdapat terutama dalam jaringan limfoid dan
sumsum tulang, jarang dalam darah.
Ciri utama : inti terletak menepi, sekitar inti tampak zona bening, dalam
sitoplasma sering terdapat vakuol. Kadang-kadang masih dapat bermitosis
(bawah, tengah, profas awal).

Sel-sel plasma :
A) Plasmoblas limfatik (sel awal dari sel-sel plasma darah)
b)-c) Sel-sel plasma sumsum tulang yang khas (pada jangkauan normal
perbedaan besar sel)
d) Sel-sel plasma sumsum tulang berinti ganda
e)-g) Tonjolan putih telur didalam sel-sel plasma

43
h) Badan-badan Rusel didalam sel plasma (Globuline yang kaku) dengan
reaksi PAS positif.
i) Yang disebut sel-sel plasma menyala
k) Perubahan regresif didalam sel plasma yang sedang berdegenerasi
Catatan : Sel-sel plasma x pada c agaknya muncul sesaat sebelum mitosis dam
memperlihatkan ukuran besar maksimum

44
MORFOLOGI SEL DARAH

A. PLASMA DARAH
Darah disusun oleh dua komponen yaitu komponen darah dan sel-sel
darah. Plasma darah termasuk dalam kesatuan cairan ekstraselluler, dengan
volume kira-kira 5% dari berat badan.
Misal. B.B = 70 kg
C Plasma = 5% × 70.000 cc = 3500 cc = 3,5 liter
Perbedaan dengan cairan interstitiel adalh komponen protein yang ada di
dalamnya :
C Plasma___________Kadar protein = 7%
C Interstitiel________Kadar protein = 2%
Kadar protein ini merupakan perbedaan yang mencolok, sedangkan kadar
bahan-bahan yang lain tidaklah begitu besar yaitu antara lain glukose, elektrolit-
elektrolit.
 Komposisi plasma :
Bahan cairan berupa air yang merupakan bagian terbesar = 91%
Bahan padat : Organis dan Inorganis = 9%
Darah penuh ( whole blood ) apabila dibiarkan beberapa lama, maka di
dalamnya akan terjadi pembekuan dan bila bekuan tersebut diambil, maka tinggal
cairannya dan cairan tersebut disebut SERUM. Serum ini mempunyai komposisi
hampir sama dengan plasma, kecuali :
 Tidak mengandung fibrinogen
 Tidak mengandung faktor-faktor pembekuan: antara lain F, II , V,dan VIII.
 Mengandung serotinin tinggi oleh karena perusakan platelets (Ganong).

B. ERITROSIT
Di bawah mikroskop, eritrosit akan tampak bulat dan merah oxypil.
Pemeriksaan kelainan eritrosit meliputi besarnya, bentuk dan warnanya karena
konsentrasi hemoglobinnya, yang lazim disebut trias “8” ( size shape, staining ).
Besar atau ukuran eritrosit normal antara 7,2 – 7,9 µ, sedang tebalnya 1,6 -2,1 µ.

45
Bentuk eritrosit adalah bikonkaf dengan daerah pucat di bagian tengah 1/3 -1/2 ×
diameter sel.

a. Variasi kelainan dari besar eritrosit


1. Makrositosis
Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit lebih dari 8,5 mikron
dengan tebal rata-rata 2,3 mikron.
2. Mikrositosis
Keadaan dimana diameter rata-rata eritrosit kurang dari 7 mikron dan
tebal rata-rata 1,5-1,7 mikron.
3. Anisositosis
Keadaan dimana ukuran besarnya eritrosit bervariasi. Jadi terdapat
makrositik , normositik dan mikrositik sedang bentuknya sama.
Ditentukan misalnya pada anemia kronika yang berat.
b. Variasi warna Eritrosit
1. Normokromia
Keadaan dimana eritrosit dengan konsentrasi Hb normal.
2. Hipokromia
Keadaan eritrosit dengan konsentrasi kurang dari normal.
3. Polikromasi
Keadaan dimana beberapa warna pada eritrosit , misalnya Basofilik
Asidofilik ataupun Polikromatifilik. Ditemukan misalnya pada eritrosit yang
aktif atau Retikulositosis.
c. Variasi bentuk eritrosit
o Echnosit : crenated aerythrocyte, misalnya eritrosit pada media
hipertonik.
o Sferosit :eritrosit dengan diameter kurang dari 6,5 mikron tetapi
hiperkrom, misalnya pada Sferositosis.
o Leptosit : misalnya pada Hemoglobinopati Ca atau E.
o Cell target : bull’s Eyo Cell, misalnya pada Thalasemia.
o Ovalosit : elliposit, misalnya pada Elliptositosis Hereditaria.
o Drepanosit : sickle Cell, misalnya pada sickle cell anemia.

46
o Sehistocyte : helmet cell merupakan pecahan eritrosit, misalnya
pada anemia hemolitika.
o Stomatosit : misalnya pada Thallasemia dan anemia pada
penyakit hati yang menahun.
o Tear drop cell : misalnya pada anemia megaloblastik.
o Poikilositosis : keadaan dimana terdapat bermacam-macam
bentuk eritrosit dalam satu sediaan hapus, misalnya
pada hemoposis extramedullariss.
 Disamping itu, dapat ditemukan pada benda Inklusi seperti:
1. Basophilic Stippling.
2. Benda Pappenheinmer.
3. Benda Howell-Jolly.
4. Benda Heinz.
5. Cabut ring.
6. Nucleated Red Cells, misalnya Rubrisit dan Metarubrisit.
7. Susunan Rouleanx.

C. LEUKOSIT
Untuk mempelajari mikroskopik, jenis-jenis Leukosit maka dibutuhkan sediaan
hapus yang diwarnai dengan baik.
 Leukosit dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu:
1. Leukosit bergranula; Eosinofil, Basofil dan Netrofil.
2. Leukosit non bergranula; Limfosit, Monosit dan Plasma Cell.
a. Leukosit Bergranula
 Eosinofil
Besar sel, yaitu antara 10-15 mikron.
1. Inti sel:
- Letaknya dalam sel : central
- Bentuk inti : bersegmen
- Warna inti : kebiru-biruan
- Kromatin : kasar
- Membran inti : ada

47
- Butir inti : tidak ada
3. Sitoplasma:
- Luas/besarnya : relatif lebih besar
- Warna : eosinofil kemerahan
- Perinuclear Zone : tidak ada
- Granula dalam Sito : banyak, sama besar-bulat, warna
Orange merah kekuningan mengkilap.
 Basofil
1. Besarnya sel , yaitu antara 8-14 mikron.
2. Inti sel:
- Letak dalam sel : central.
- Bentuk inti : tidak jelas karena tertutup oleh
granula.
- Warna inti : kebiru-biruan.
- Kromatin : kasar.
- Membran inti : ada
3. Sitoplasma:
- Luas/lebarnya : sedang.
- Warna : oxyphil.
- Perinuclear Zone : tidak ada.
- Granula dalam Sitoplasma : sedikit/banyak, kasar-tidak sama
dan warna biru tua/gelap.
 Netrofil
Netrofil; dalam darah Perifer terdapat 2 macam yaitu :
a.Netrofil batang:
1. Besarnya sel , yaitu antara 10-15 mikron.
2. Inti sel:
- Letak dalam sel : central.
- Bentuk inti : berbentuk batang
- Warna inti : biru keunguan.
- Kromatin : kasar dan bergerombol.
- Membran inti : tidak ada

48
3. Sitoplasma:
- Luas/lebarnya : relatif lebih lebar.
- Warna : oxyphil.
- Perinuclear Zon : tidak ada.
- Granula dalam Sito : biasanya oxyphil, basophil
atau netrofilik.
b. Netrofil Segmen:
1. Besarnya sel, yaitu antara 10-15 mikron.
2. Inti sel :
- Letak dalam sel : central.
- Bentuk inti : bersegmen 2-3 lobi.
- Warna inti : biru pucat-keunguan.
- Kromatin : kasar dan kompak.
- Butir inti : ada
3. Sitoplasma:
- Luas/lebarnya : relatif lebih lebar.
- Warna : oxyphil.
- Perinuclear Zone : tidak ada.
- Granula dalam Sito : tersebar halus dan berwarna ungu.

b. Leukosit Tidak Bergranula


 Limfosit
1. Besarnya sel, ada yang besar – limfosit besar
ada yang sedang - limfosit sedang
ada yang kecil - limfosit kecil
2. Inti sel :
- Letaknya dalam sel : excentric.
- Bentuk inti : oval bulat dan relatif besar
- Warna inti : biru gelap.
- Kromatin : kompak memadai
- Membran inti : kurang jelas terlihat
- Butir inti : tidak ada

49
3. Sitoplasma:
- Luas/lebarnya : relatif sempit
- Warna : oxyphil
- Perinuclear Zone : umumnya tidak ada
- Granula dalam Sito : tidak ada; jika ada granula disebut
granula Azurophil
 Monosit
1. Besarnya sel, yaitu antara 10-22 mikron.
2. Inti sel:
- Letaknya dalm sel : exentric
- Bentuk inti : sesukanya mis. seperti otak
- Warna inti : kemerah-merahan/keunguan
- Kromatin : tersusun lebih kasar
- Membran inti : halus
- Butir inti : tidak ada
3. Sitoplasma:
- Luas/lebarnya : relatif lebih besar terkadang ada
Pseudopodia
- Warna : biru pucat
- Perinuclear Zone : tidak ada
- Granula dalam Sito : kadang-kadang ada granula Azurophil
 Plasma sel
1. Besarnya sel, yaitu antara 8-20 mikron
2. Inti sel:
- Letaknya dalam sel : excentric
- Bentuk inti : bulat atau lonjong
- Warna inti : keungu-unguan
- Kromatin :tersusunreticulair seperti jari-jari sepeda.
- Membran inti : tidak jelas
- Butir inti : tidak ada
3. Sitoplasma:
- Luas/lebarnya : sedang

50
- Warna : daerah perinuclear luasnya Oxyphil
makin ke pinggir ke pola yang berhadap
an dengan letak inti tercat kebiru-biruan.
- Perinuclear Zone : ada
- Granula dalam Sito : tidak ada

D. TROMBOSIT
a. Penafsiran jumlah trombosit dan pemeriksaan atas morfologinya
Untuk pemeriksaan ini digunakan minyak emersi. Bila pada hapusan yang
baik ( trombosit-trombosit tidak menggerombol pada bagian terakhir dari
hapusan atau pada tempat terakhir ) sukar ditentukan trombosit maka ini
menandakan bahwa jumlah trombosit berkurang.
b. Perhatikan tentang kesan dari jumlah trombosit
1. Kesan jumlah normal, jika pada tiap lapangan pandang ditemukan
trombosit.
2. Kesan jumlah menurun, jika sulit untuk menemukan trombosit.
3. Kesan jumlah meningkat, apabila mudah ditemukan/banyak ditemukan
bergerombol.
 Perhatikan morfologinya :
Kadang-kadang ditemukan “giant trombosit” yang dijumpai setelah
pendarahan akut.
c. Kelainan trombosit
1. Kelainan kuantitas
Trombopenia : adalah penurunan jumlah trombosit. Didapat pada ITP
( Idiopati Trombocytopenic Purpura )
Trombocytosis :adalah peningkatan jumlah trombosit oleh karena
proses benigna
Trombocytaemia : adalah peningkatan jumlah trombosit oleh karena
proses maligna.
2. Kelainan kualitas
Trombophaty = Thombostenia merupakan kelainan fungsi dari

51
trombosit, sedangkan dalam hal jumlah tetap normal, misalnya
didapatkan pada “Glnzmanu Disease”.

d. Sifat-sifat Trombosit yang perlu diketahui


Besarnya 2-4 mikro berbentuk bulat, oval seperti pemukul tenis
dan sering berkelompok. Di dalam darah tidak merat, mudah
menggumpal dan rusak. Mudah terikat pada bagian-bagian fibrin,
dinding-dinding gelas dan cairan-cairan pengencer. Atas dasar ini tidak
ada cara memuaskan untuk menghitung jumlah trombosit. Dengan
pulasan-pulasan polychrom, granula-granula di dalamnya kelihatannya
merah.

52
PEMERIKSAAN HEMATOLOGI (PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP)

Pemeriksaan darah lengkap sering diartikan sama dengan pemeriksaan


darah rutin. Hal ini perlu diluruskan pengertiannya sehingga pemahaman yang
keliru selama ini bisa lebih dimengerti dengan menarik benang merahnya.
Pemeriksaan darah rutin diklasifikasikan sebagai pemeriksaan yang rutin
dilakukan antara lain : pemeriksaan Hemoglobin, hitung jumlah leukosit,
Differencial counting, pemeriksaan nilai laju endpa darah. Sedangkan
pemeriksaan screening hematologi antara lain meliputi: pemeriksaan hematokrit,
hitung jumlah eritrosit, hitung jumlah trombosit, hitung indeks eritrosit, gambaran
darah tepi (hemogram) dan hitung persentase retikulosit. Gabungan pemeriksaan
darah rutin dan pemeriksaan screening hematologi merupakan pemeriksaan
darah lengkap. Untuk lebih jelaskan dapat digambarkan sebagai berikut ini:

Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Darah Penyaring :
Rutin : Hematokrit
Hemoglobin Juml. Eritrosit
Juml. Leukosit Juml. Trombosit
Hitung jenis Indeks Eritrosit
LED GDT
Retikulosit

Pemeriksaan Darah Lengkap

Gambar 13. Bagan pemeriksaan darah lengkap hematologi

Sebelum melakukan pemeriksaan darah lengkap seorang laboran, analis,


klinisi atau rekan-rekan yang berkaitan dengan laboratorium klinik perlu

53
mengetahu dasar-dasar persiapan pemeriksaan klinik antara lain, instrumentasi,
antikoagulan dan penggunaannya, teknik sampling dan pemeriksaan darah
lengkap. Berdasarkan hal tersebut di buku ini akan dijelaskan hal-hal tersebut.

54
INSTRUMENTASI

Alat-alat yang umum digunakan di laboratorium hematologi antara lain :


Hemositometer
Alat ini dipakai untuk menghitung jumlah sel darah.
Alat ini terdiri dari :
1. Kamar hitung (Improved Neubauer)
2. Kaca penutup (Cover glass)
3. Dua macam pipet (Pite thoma eritrosit dan pipet thoma lekosit)
Ad 1 Kamar hitung
Kamar hitung yang sebaiknya dipakai ialah yang memakai garis bagi
(Improved Neubauer). Luas seluruh bidang yang dibagi adalah 9 mm2 dan
bidang itu dibagi menjadi 9 bidang besar, yang luasnya masing-masing 1mm2 .
Bidang besar dibagi lagi menjadi 16 bidang sedang yang luasnya masing-masing
1/4 x 1/4 mm2 . Bidang besar yang letaknya di tengah-tengah berlainan
pembagiannya. Ia dibagi menjadi 25 bidang sedang dan tiap bidang dibagi
menjadi 16 bidang kecil. Dengan demikian jumlah bidang kecil itu seluruhnya 400
buah, masing-masing luasnya 1/20 x 1/20 mm2 . Tinggi kamar hitung yaitu jarak
antara permukaan yang bergaris garis dan kaca penutup yang terpasang adalah
1/10 mm .
Maka volume di atas tiap-tiap bidang menjadi sbb:
Seluruh bidang yang dibagi = 3 x 3 x 1/10 = 9/10 mm3
1 bidang besar = 1 x 1 x 1/10 = 1/10 mm3
1 bidang sedang = 1/4 x 1/4 x 1/10 = 1/160 mm3
1 bidang kecil = 1/20 x 1/20 x 1/10 = 1/4000 mm3
Ad 2 Kaca penutup (Cover glass)
Kaca penutup kamar hitung lebih khusus dari bentuk dan ketebalannya dan dibuat
dengan sangat datar. Kaca penutup untuk menghitung trombosit harus lebih tipis
dari biasanya karena trombosit dihitung dengan tehnik fasekontras lebih tipis.

55
Ad3 Pipet
Pipet thoma untuk mengencerkan eritrosit (pipet eritrosit) terdiri dari :
1 buah pipa kapiler yang bergaris bagi dan yang membesar pada salah
satu ujung menjadi bola. Dalam bola itu terdapat sebutir kaca merah. Pada
pertengahan pipa kapiler itu ada garis bertanda 0,5 dan pada bagian
atasnya dekat bola tertanda 101. Angka-angka itu bukan menandakan satu
voluma yang mutlak melainkan perbandingan voluma/ derajad
pengencerannya saja. Seandainya darah dipipet 0,5 kemudian cairan
pengencer dipipet 101 maka pengencerannya menjadi 200 x. Hasil ini
didapat dari 101 – 1 / 0,5 = 200 x.
Pipet thoma untuk mengencerkan leukosit (pipet leukosit) terdiri dari :
1 buah pipa kapiler yang bergaris bagi dan yang membesar pada salah
satu ujung menjadi bola. Dalam bola itu terdapat sebutir kaca merah. Pada
pertengahan pipa kapiler itu ada garis bertanda 0,5 dan pada bagian
atasnya dekat bola tertanda 11. Angka-angka itu bukan menandakan satu
voluma yang mutlak melainkan perbandingan voluma/ derajad
pengencerannya saja. Seandainya darah dipipet 0,5 kemudian cairan
pengencer dipipet 11 maka pengencerannya menjadi 20 x. Hasil ini didapat
dari 11 – 1 / 0,5 = 20 x.
4.Hemometer (Hemoglobinometer)
Hemometer Sahli adalah alat pengukur kadar Hb berdasarkan cara hematin
asam.
Alat ini terdiri dari :
1. Batang standar (alat pembanding warna)
2. Tabung pengencer
3. Pipet darah (pipet Hb)
4. Pipet pengencer (pipet tetes)
5. Batang pengaduk
6. Pembersih tabung
7. Botol HCL 0,1 N

56
5. Tabung Wintrobe
Tabung wintrobe adalah tabung yang terbuat dari kaca tebal, panjang kira-kira 12
cm dan diameter 2,5 mm. Garis milimeter yang terdapat pada permukaannya
bertandakan 0 sampai 100 pada sebelah satu dan 100 sampai 0 di sebelah lain.
6. Pipet Westergren
Panjangnya kira-kira 300 mm dan diameter di dalamnya 2,5 mm. Pada
pipet ini terdapat garis-garis milimeter dari 0 sampai 200, garis 200 mm
ada dipucuk bawah pipet.
7. Kaca objek dan kaca penutup (cover glass)
Kaca objek berukuran 1 x 3 inci. Kaca yang mempunyai pinggiran yang diratakan
baik sekali untuk mebuat sediaan apus.
Kaca penutup harus tipis sehingga dapat dipakai untuk pemeriksaan mikroskopis
memakai lensa imersi.
Pemeliharaan alat alat Hematologi seperti :
Kamar hitung segera sesudah dipakai dicuci dengan air suling dan dikeringkan
dengan kain halus yang bersih. Kamar hitung yang sering dipakai sekali-kali
direndam selama semalam dalam larutan ditergent yang khusus dibuat untuk alat-
alat laboratorium.
Pipet thoma sebaiknya dibersihkan dengan air berulang kali kemudian aseton
atau campuran alkohol dan ether sama banyak dan dikeringkan. Jangan meniup
pipet karena akan menimbulkan embun dan mengotori pipet. Jika darah yang
dipipet membeku maka dapat ditusuk dengan kawat baja sebelum dicuci.
Batang standar sangat peka terhadap sinar oleh karena itu selesai dipakai harus
diletakakan terbalik untuk menghindari cahaya.

A. HAEMOCYTOMETER
1. Guna: untuk pemeriksaan hitung jumlah sel-sel darah (lekosit, erytrosit,
trombosit, dan eosinofil).

57
2.
Gambar 14 Hemositometer
GaGG
3. Alat ini terdiri dari:
a. Pipet Throma
Terdiri dari 2 jenis yaitu:
1) Pipet Throma Leukosit
Guna : Untuk mengencerkan darah dalam pemeriksaan jumlah lekosit dan eosinofil
Ciri-ciri :
Mempunyai skala 0,5 sampai 11
Didalamnya terdapat bola kaca warna putih
Pengenceran darah yg dilakukan:
o 20 kali untuk pemeriksaan aanthal leukosit.
o 10 kali untuk pemeriksaan aanthal eosinofil.

Gambar 15. Pipet thoma leukosit

2) Pipet Throma Erytrosit


Guna : Untuk mengencerkan darah dalam pemeriksaan jumlah erytrosit dan trombosit.
Ciri-ciri :
Mempunyai skala dari 0,5 sampai 101
Didalamnya terdapat bola kaca warna merah

58
Pengenceran darah yg dilakukan: 200 kali untuk pemeriksaan erytrosit dan
trombosit.
Gambar:

Gambar 16. Pipet thoma eritrosit

b. Kamar Hitung
Guna : Untuk menghitung jumlah sel-sel darah.
Jenis-jenis kamar hitung:
Kamar hitung Improve Neubauer
Gambar: Dilihat dari mikroskop Dilihat dilihat dari luar

Gmbar 17. Kamar hitung Improved Neubauer

Kamar hitung Original Neubauer


Kamar hitung Burker
Kamar hitung Turk
Kamar hitung Thoma

Cara menghitung sel:


Sel Leukosit :Dalam 4 kotak besar ditepi dengan perbesaran objektif 10X.
Sel Erytrosit :Dalam 5 kotak sedang ditengah dengan objektif 40X.

59
Sel Trombosit :Dalam 25 kotak sedang ditengah dengan objektif 40X.
Sel Eosinofil :Dalam 9 kotak besar dengan perbesaran 10X.
Dengan kriteria :
Sel-sel yg menyinggung garis kiri atas dihitung.

Gambar 18. Bilik hitung sel darah


Cara pengisian sampel darah yg sudah diencerkan ke kamar hitung:
a) Siapkan kamar hitung yg bersih dan bebas lemak
b) Taruh kaca penutup/deck glass diatasnya.
c) Kocok pipet yg berisi sampel selama 3 Menit (secara terus-menerus jangan
sampai cairan keluar)
d) Buang cairan 3-4 tetes, kemudian sentuhkan ujung pipet(sudut 30 derajat)
dengan kaca penutup.Biarkan kamar hitung terisi cairan perlahan-lahan.
e) Biarkan 2-3 menit agar sel-sel mengendap.
f) Periksa dibawah mikroskop.
Gambar:

Gambar 19. Langkah pemeriksaan sel darah


B. PIPET LED (LAJU ENDAP DARAH)
Guna: Untuk pemeriksaan Laju Endap Darah.
Ada 2 jenis macam pipet yg digunakan dalam pemeriksaan Laju Endap Darah:

60
1. Pipet Wintrobe
Pipet ini kurang baik untuk pemeriksaan LED karena memakan waktu yg lama,
dan kemungkinan hemolisa cukup besar.

Gambar 20. Tabung Hematokrit


2. Pipet Westergreen
Pipet ini banyak digunakan dalam pemeriksaan LED karena ketelitiannya ckup
baik dan memerlukan waktu yg tidak lama.
Gambar:

Gambar 21. Pipet Westergren

Gambar 22. Rak Westergren

61
ANTIKOAGULAN

Definisi Antikoagulan
Antikoagulan adalah Golongan zat yang digunakan untuk menghambat
pembekuan darah. Tidak semua macam antikoagulans dapat dipakai karena ada
yang terlalu bayak berpengaruh erhadap bentuk eritrosit atau leukosit yang akan
diperiksa morfologinya. Yang dapat dipakai antara lain:
1. EDTA (ethylenediaminetetraacetate)
Sebagai garam natrium atau kaliumnya. Garam-garam itu mengubah ion
calcium dari darah menjadi bentuk yang bukan ion. EDTA tidak
berpengaruh terhadap besar dan bentuknya eritrosit dan tidak juga
terhadap bentuk leukosit. Selain itu EDTA mencegah trombosit bergumpal,
karena itu EDTA sangat baik dipakai sebagai antikoagulans pada hitung
trombosit. Tiap 1 mg EDTA menghindarkan membekunya 1 ml darah.
Hindarkan memakai EDTA dalam jumlah berlebihan, bila dipakai EDTA
lebih dari 2 mg per ml darah maka nilai HCT menjadi lebih rendah dari
yang sebenarnya.
EDTA sering dipakai dalam bentuk larutan 10 %. Kadang di lapangan
sering menggunakan EDTA 4 %.
2. Heparin berdaya seperti antitrombin, tidak berpengaruh terhadap bentuk
eritrosit dan leukosit. Tiap 1 mg heparin menjaga membekunya 10 ml darah.
3. Natrium sitrat dalam larutan 3,8%, yaitu larutan yang isotonik dengan
darah.Dapat dipakai untuk beberapa macam percobaan hemoragik dan untuk
LED cara westergren.
4. Campuran amoniumoxalat dan kaliumoxalat menurut Paul dan Heller
yang juga dikenal sebagai campuran oxalat seimbang. Dipakai dalam
keadaan kering agar tidak mengencerkan darah yang diperiksa.
Jika memakai amoniumoxalat tersendiri maka eritrosit membengkak,
sedangkan kalium oxalat menyebabkan eritrosit mengkerut.
Campuran kedua garam ini dalam perbandingan 3 : 2 tidak berpengaruh
terhadap besarnya eritrosit ( tetapi berpengaruh terhadap morfologi leukosit).

62
Larutan pokok : amoniumoxalat 12 gr, kaliumoxalat 8 gr, aquadest ad 1000
ml. Botol atau tabung diisi dengan 0,2 atau 0,5 ml larutan tersebut.kemudian
dikeringkan pada suhu < 70OC. Ke dalam botol itu nanti dimasukkan 2 atau 5
ml darah untuk pemeriksaan hematologi.
Perhitungan pengenceran EDTA
Antikoagulans EDTA 1 mg : 1ml darah
Cara menyiapkan larutan EDTA
1. Dibuat larutan stock EDTA 10 % ( 10 gr dalam 100 ml)
Dari larutan 10 % ini dapat diencerkan menjadi 4 % dengan cara:
Misal: diperlukan 50 ml EDTA 4 % dibuat dari larutan stock 10 % maka :
N1 = konsentrasi yang akan dibuat
V1 = volume larutan yang akan dibuat
N2 = konsentrasi yang akan diencerkan
V2 = volume yang akan diencerkan
Maka : N1 x V1 = N2 x V2
4 % x 50 ml = 10 % x V2
10 V2 = 200
V2 = 200/10
V2 = 20 ml
Berarti 20 ml larutan EDTA 10 % dipipet kemudian dimasukan dalam
wadahdan diadkan 50 ml. Dengan demikian didapatkan larutan EDTA
4% sebanyak 50 ml.
Untuk mengetahui kandungan EDTA dalam larutan dapat dicari dengan
cara sbb:
Misal : 4 % = 4 gr dalam 100 ml
= 4000 mg dalam 100 ml
Untuk 1 mg EDTA 4 % berapa yang harus dipipet jika EDTA
dalam bentuk larutan sehingga mengandung 1 mg?
Maka 1mg/4000 x 100
= 0,025 ml
Jadi 0,025 ml EDTA 4% mengandung EDTA 1 mg atau setara dengan
1 mg EDTA 4%.

63
Jika 1mg mengandung 0,025 ml larutan EDTA 4 % maka untuk 3 ml
darah membutuhkan 0,075 ml larutan EDTA 4% .

Membuat darah EDTA


1. Sediakan botol yang berisi 2 mg EDTA
Alirkan 2 ml darah vena ke dalam botol tersebut dari semprit
tanpa jarum
2. Tutuplah botol dan segera campur darah dengan antikoagulans EDTA
selama 60 detik atau lebih.
3. Ambil darah tersebut untuk pemeriksaan . Bila pemeriksaan tidak dapat
dilakukan segera maka simpanlah botol dalam lemari es. Biarkan dalam
suhu kamar dulu sebelum darah akan diperiksa.

Batas waktu pemeriksaan darah EDTA


Darah EDTA dapat dipakai untuk beberapa macam pemeriksaan hematologi,
seperti penetapan kadar Hb, hitung jumlah leukosit, eritrosit, trombosit, retikulosit,
HCT, LED menurut westergren dan wintrobe, tetapi tidak dapat dipakai untuk
percobaan hemoragik dan pemeriksaan faal trombosit. Pemeriksaan dengan
memakai darah EDTA sebaiknya dilakukan segera atau disimpan pada suhu 4 oC
selama 24 jam memberi nilai HCTlebih tinggi. Untuk membuat apusan darah
paling tahan disimpan selama 2 jam. Pada umumnya darah EDTA dapat
disimpan dalam lemari es 24 jam tanpa efek apapun yang bermakna kecuali bagi
jumlah trombosit dan nilai HCT.

64
PENGAMBILAN DARAH KAPILER

Sebelum melakukan pemeriksaan darah lengkap hal yang tidak kalah


penting dilakukan adalah teknik sampling dan plebotomi. Hal ini akan sangat
mempengaruhi kualitas hasil yang didapatkan oleh seorang tenaga laboratorium
jika tidak dilakukan sesuai standar operasional prosedur. Ada beberapa teknik
sampling yang dilakukan untuk mengambil bahan pemeriksaan laboratorium
klinik, antara lain : Teknik sampling darah kapiler untuk pemeriksaan yang
membutuhkan jumlah sampel darah sedikit, Darah vena untuk pemeriksaan klinik
yang jumlah besar, untuk mebuat serum/ plasma. Teknik sampling untuk darah
arteri untuk pemeriksaan gas darah.

Pengambilan Darah Kapiler

I. Tujuan :
Untuk mendapatkan spesimen darah kapiler tanpa anti koagulan yang memenuhi
persyaratan untuk pemeriksaan kimia klinik dan imunoserologi

II. Probandus : Biasakan mengisi data identitas pasien atau probandus


selengkap mungkin sesuai dengan SOP seperti :
Nama :__________________________
Umur :__________________________
JenisKelamin :__________________________
Teknik Sampling :__________________________
Tanggal Pengambilan:_________________________
Petugas :__________________________
Tanda Tangan :__________________________dst

III. Alat Dan Bahan


a) Blood lancet
b) Kapas
c) Alkohol 70%

65
IV. Lokasi Pengambilan darah :

 Ujung jari tangan (fingerstick) atau anak daun telinga.


 Untuk anak kecil dan bayi diambil di tumit (heelstick) pada 1/3 bagian tepi
telapak kaki atau ibu jari kaki.
 Lokasi pengambilan tidak boleh menunjukkan adanya gangguan
peredaran, seperti vasokonstriksi (pucat), vasodilatasi (oleh radang,
trauma, dsb), kongesti atau sianosis setempat.

V. Prosedur :

 Siapkan peralatan sampling : lancet steril, kapas alkohol 70%.


 Pilih lokasi pengambilan lalu desinfeksi dengan kapas alkohol 70%,
biarkan kering.
 Peganglah bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan sedikit supaya
rasa nyeri berkurang.
 Tusuk dengan lancet steril. Tusukan harus dalam sehingga darah tidak
harus diperas-peras keluar. Jangan menusukkan lancet jika ujung jari
masih basah oleh alkohol. Hal ini bukan saja karena darah akan
diencerkan oleh alkohol, tetapi darah juga melebar di atas kulit sehingga
susah ditampung dalam wadah.
 Setelah darah keluar, buang tetes darah pertama dengan memakai kapas
kering, tetes berikutnya boleh dipakai untuk pemeriksaan.
 Pengambilan darah diusahakan tidak terlalu lama dan jangan diperas-
peras untuk mencegah terbentuknya jendalan/ mikro clot.
 Langkah-langkah/tahapan pengambilan darah vena Nampak jelas pada
gambar berikut ini :

66
Persiapan alat dan bahan

Penusukan ujung jari Hasil Tetesan darah kapiler

Gambar 23. Teknik Sampling Darah Kapiler

CATATAN:
Pengambilan darah kapiler dilakukan untuk tes-tes yang memerlukan sampel
dengan volume kecil, misalnya untuk pemeriksaan kadar glukosa, kadar Hb,
hematokrit (mikrohematokrit) atau analisa gas darah (capillary method).

67
PENGAMBILAN DARAH VENA

Sebelum melakukan pemeriksaan darah lengkap hal yang tidak kalah


penting dilakukan adalah teknik sampling dan plebotomi. Hal ini akan sangat
mempengaruhi kualitas hasil yang didapatkan oleh seorang tenaga laboratorium
jika tidak dilakukan sesuai standar operasional prosedur.

I. Tujuan :

Untuk mendapatkan spesimen darah vena tanpa atau dengan antikoagulan yang
memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan darah rutin dan yang lainnya yang
berkaitan dengan darah.

II. Probandus :
Sebaiknya ditulis selengkap mungkin untuk menghindari kesalahan yang tidak
diinginkan. Misalnya minimal ditulis sebagai berikut :
Nama :__________________________
Umur :__________________________
JenisKelamin :__________________________
Tanggal pengambilan sampel :__________________________
Phlebotomis :__________________________ dst.

III. Alat Dan Bahan


a) Spuit/disposible syringe
b) Karet pengikat lengan/torniquet
c) Kapas, plester
d) Alkohol 70%

III. Wadah Spesimen


a) Untuk darah vena, memerlukan wadah/botol terbuat kaca, atau tetap di dalam
spuit.
b) Untuk darah kapiler tidak memerlukan wadah.
c) Wadah dapat berukuran kecil atau ukuran volume 5 ml.

68
IV. Prosedur :

 Persiapkan alat-alat yang diperlukan : syring, kapas alkohol 70%, tali


pembendung (turniket), plester, dan tabung. Untuk pemilihan syring,
pilihlah ukuran/volume sesuai dengan jumlah sampel yang akan diambil,
pilih ukuran jarum yang sesuai, dan pastikan jarum terpasang dengan erat.
 Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan pasien
senyaman mungkin.
 Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar permintaan.
 Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat bila
pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
 Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan
aktifitas.
 Minta pasien mengepalkan tangan.Pasang tali pembendung (turniket) kira-
kira 10 cm di atas lipat siku.
 Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan
(palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa
kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan
pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5
menit daerah lengan.Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil
dengan kapas alcohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah
dibersihkan jangan dipegang lagi.
 Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika
jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk ke dalam
semprit (dinamakan flash). Usahakan sekali tusuk kena.
 Setelah volume darah dianggap cukup, lepas turniket dan minta pasien
membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali
jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
 Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan
kapas beberapa sat lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik
jarum sebelum turniket dibuka.

69
Langkah-langkah/tahapan pengambilan darah vena Nampak jelas
pada gambar berikut ini :

Persiapan alat dan bahan plebotomi Pemasangan Tourniquet

Penusukan vena Teknik penarikan sampel darah

70
Pelepasan Tourniquet Penarikan jarum

Teknik memasukan jarum ke penutupnya Darah dimasukkan ke botol sampel

Gambar 24. Teknik Pengambilan Darah Vena

71
Tinjauan Teoritis Plebotomi

Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy yang


berarti proses mengeluarkan darah. Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3
macam cara memperoleh darah, yaitu : melalui tusukan vena (venipuncture),
tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi. Venipuncture adalah
cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy sering
dikaitkan dengan venipuncture.
Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya
diambil dari vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku).
Vena ini terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada
pasokan saraf besar. Apabila tidak memungkinkan, vena chepalica atau vena
basilica bisa menjadi pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena basilica harus
dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan arteri brachialis
dan syaraf median. Jika vena cephalica dan basilica ternyata tidak bisa
digunakan, maka pengambilan darah dapat dilakukan di vena di daerah
pergelangan tangan. Lakukan pengambilan dengan dengan sangat hati-hati dan
menggunakan jarum yang ukurannya lebih kecil.

Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :

 Lengan pada sisi mastectomy


 Daerah edema
 Hematoma
 Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
 Daerah bekas luka
 Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
 Daerah intra-vena lines Pengambilan darah di daerah ini dapat
menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau
menurunkan kadar zat tertentu.

72
Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan cara vakum.
Cara manual dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syring), sedangkan
cara vakum dengan menggunakan tabung vakum (vacutainer).
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengambilan darah
vena adalah :

 Pemasangan turniket (tali pembendung)


o pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat
menyebabkan hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PCV
dan elemen sel), peningkatan kadar substrat (protein total, AST,
besi, kolesterol, lipid total)
o melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan
hematoma
 Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga
mengakibatkan masukknya udara ke dalam tabung dan merusak sel darah
merah.
 Penusukan
o penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan
jaringan sehingga dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu,
penusukan yang berkali-kali juga berpotensi menyebabkan
hematoma.
o tutukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena
menyebabkan darah bocor dengan akibat hematoma
 Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis
sampel akibat kontaminasi oleh alcohol, rasa terbakar dan rasa nyeri yang
berlebihan pada pasien ketika dilakukan penusukan.

Pengambilan Darah Vena dengan Syring


Pengambilan darah vena secara manual dengan alat suntik (syring) merupakan
cara yang masih lazim dilakukan di berbagai laboratorium klinik dan tempat-
tempat pelayanan kesehatan. Alat suntik ini adalah sebuah pompa piston
sederhana yang terdiri dari sebuah sebuah tabung silinder, pendorong, dan jarum.

73
Berbagai ukuran jarum yang sering dipergunakan mulai dari ukuran terbesar
sampai dengan terkecil adalah : 21G, 22G, 23G, 24G dan 25G.
Pengambilan darah dengan suntikan ini baik dilakukan pada pasien usia lanjut
dan pasien dengan vena yang tidak dapat diandalkan (rapuh atau kecil).

74
PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN

A. Definisi
Hemoglobin adalah protein kompleks yang mengandung molekul
haem ( pigmen besi kompleks) dan globin ( protein polipeptida).
Satu molekul Hb mengandung 4 molekul haem dan 1 molekul globin.
Dimana
 Haem merupakan ikatan antara Fe2+ yang memberi warna merah
pada darah dan protoforfirin. Disintesa dalam mitokondria yang
merupakan bagian dari sel.
- Globin merupakan rantai polipeptida, rantai-rantai ini dapat membentuk
globin, yaitu α, β, δ, ε, γ. Disintesa dalam ribosom yang merupakan bagian
dari sel. Tiap rantai polipeptid terbentuk dari beberapa macam asam
amino.
 Jenis rantai polipeptida dan susunan asam amino menentukan jenis
dan tipe HB. Tipe Hb dikendalikan secara genetik. Misalnya, Hb
dewasa normal teror dari 4 rantai polipeptida  2  2  .
 Sintesa (tempat terbentuknya) Hb dimulai dari rubriblast -------
metarubrisi. 65% dalam eritoblast dan 35% pada stadium retikulosit.
Dalam keadaan normal 100 ml darah mengandung 15 gram hemoglobin
yang mampu mengangkut 0,03 gram oksigen.

B. Fungsi Hb
 Mengatur pertukaran O2 dengan CO2 di dalam jaringan tubuh.
 Mengambil O2 dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan
tubuh sebagai bahan bakar. Yang mengikat O2 adalah Haem, yaitu
Fe2+. Dimana satu molekul haem dapat mengikat dua molekul O 2.
Satu Hb dapat mengikat Hb O8, karena terdapat 4 haem dalam satu
hemoglobin.
 Membawa CO2 dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil
metabolisme ke paru-paru untuk dibuang.

75
Sejumlah ± 25% dibawa dalam ikatan Hb(CO2)4 yang dibuang melalui
paru-paru. Ada jenis ikatan yang membahayakan yaitu HbCO ( Hb
monoksit / Karbon monoksit ). CO merupakan hasil pembakaran yang
tidak sempurna, karena hemoglobin tidak dapat mengikat CO2
sehingga dapat mengakibatkan keracunan.
 Inti dari fungsi Hb yaitu :
~ Mengikat O2 atau mengangkut O2
~ Mengangkut CO2

C. Macam-macam Hemoglobin
Menurut bentuk dan jenis ikatan rantai polipeptidanya, Hemoglobin
dapat dibedakan menjadi :
1. Hb Normal
Ada tiga periode Hb normal yaitu
a. Masa embrio : - Hb Gower I (ε4)
- Hb Gower II ( α2 ε2 )
b. Janin : Hb Foetal (α2 γ2 )
c. Dewasa : - Hb A1 (α2 β2 )
- Hb A2 ( α δ2 )
2. Hb Abnormal
Merupakan penyimpangan dari Hb normal yang biasanya
dibawa sejak lahir (Congential) atau diturunkan ( Herediter ).
Kelainan genetik hemoglobin
Dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
2. Kelainan yang mengakibatkan berkurangnya sintesis satu atau
lebih rantai globin (thalasemia ). Thalasemia yang terbanyak
adalah thalasemia a dan b, dimana terdapat kelainan pada
pembentukan salah satu rantai polipeptida terganggu ( tertekan
atau tidak terbentuk sama sekali ). Pada penderita thalasemia
terjadi gangguan sintesis rantai globin sehingga terjadi penurunan
kadar hemoglobin yang mengakibatkan anemia.

76
Secara patofisiologis anemia dapat digolongkan menjadi :
1. Anemia perdarahan
2. Anemia hemolitik, Penyebab dari anemia hemolitik
adalah intrakorpuskuler ( kelainan membran eritrosit,
kelainan enzim dalam eritrosit dan kelainan
hemoglobin ) dan ekstrakorpuskuler ( Anemia Hemolitik
Autoimun, penyakit sistemik, obat-obatan, hemolitik pada
bayi dan incompatibilitas ABO). Pada penderita anemia
hemolotik juga ditemukan splenomegali, keadaan ini
menunjukkan fagisitosis terhadap sel darah merah
meningkat Pada penderita ini dengan adanya riwayat
transfusi berulang sejak usia 10 tahun, splenomegali dan
anemia hemolitik, penyebab anemia hemolitik diduga oleh
karena kelainan bawaan maka direncanakan untuk
pemeriksaan elektroforesis Hb.

3. Kegagalan sumsum tulang.


Secara morfologis anemia dapat digolongkan menjadi :
hipokrom mikrositer, normokrom normositer dan makrositer.
2. Kelainan struktur globin ( varian hemoglobin ).
Tergantung jenis mutasi yang mendasarinya, kelainan struktur
globin dapat juga disertai dengan gangguan sintesis rantai globin
dan disebut sebagai sindrom thalasemia. Prevalensi dari varian
hemoglobin ditentukan oleh lokasi geografi dan ras. Ada 4 varian
hemoglobin yang tersering adalah Hb S, Hb C, Hb E dan Hb D
Punjab. Penyakit Hb E paling sering di Asia Tenggara termasuk
Indonesia.
Beberapa pemeriksaan yang penting disamping anamnesis
dan pemeriksaan fisik juga pemeriksaan laboratorium yang meliputi
darah lengkap, hapusan darah, retikulosit, aspirasi sumsum tulang
serta pemeriksaan penunjang yang lebih karakteristik untuk masing-
masing penyebab. Pada sindrom thalasemia akan mengakibatkan

77
anemia hemolitik. Proses hemolisis akan mengakibatkan
terbentuknya batu kandung empedu.

Ada 3 tipe dari batu kandung empedu yaitu : kolesterol, batu


pigmen hitam dan batu pigmen coklat. Batu kandung empedu tersering
adalah tipe kolesterol, dengan konsistensi utama adalah kolesterol ( 51 –
99% ), disamping mengandung komponen lainnya. Batu pigmen hitam dan
batu pigmen coklat merupakan batu kandung empedu yang mengandung
kolesterol £ 30%. Batu pigmen hitam sering diakibatkan oleh proses
hemolisis . Molekul hemoglobin yang utuh terdiri dari dua pasang rantai
globin normal yang berikatan dengan heme yang mengandung 1 atom
ferro. Tetramer rantai globin pada orang dewasa terdiri dari satu pasang
rantai globin a dan satu pasang rantai globin non a ( b, d dan g ) yang
berikatan satu sama lain . Pada masa fetus dibentuk Hb F, dan pada masa
dewasa dibentuk Hb A ( 96-98% dari Hb dewasa ), Hb A2 ( 1.5-3.0% ), Hb
F ( 0.5-1% ). Perubahan susunan asam amino rantai globin seperti pada
varian hemoglobin dapat merubah interaksi globin dengan globin maupun
dengan heme, sehingga terjadi gangguan angkutan oksigen . Penyakit Hb
E disebabkan oleh karena mutasi dari rantai b dari hemoglobin.
Peningkatan Hb A2 1 % - 7 % menunjukkan Thalasemia b dan
peningkatan 15 %– 30% menunjukkan Thalasemia b penyakit Hb E.

D. Senyawa Hemoglobin

Didalam tubuh Hemoglobin dapat membentuk senyawa tertentu dan


menurut bentuknya dapat dibagi menjadi :

1. Hb inaktif

a. Met Hb : Merupakan pigmen Hb yang berwarna


cokelat hasil oksidasi dari 4 atom Fe 2+ dari haem,
yaitu oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Terdapatnya O2

78
dalam darah akan mendorong terjadinya oksidasi
dalam tubuh.
b. Sulf Hb : Merupakan ikatan Fe2+ bila terhadap
sulfur ( belerang ) akan membentuk warna
kehijauan. Sulfur inilah yang dapat berubah
manjadi sulf Hb. Keracunan sulf Hb ( tubuh
kebiruan ), karena sulf Hb tidak mampu
mengantarkan O2.
c. Carboxy Hb : Merupakan karbon monoksit Hb ( CO
). Ikatan COHb ini lebih lama terurai daripada
ikatan O2, sehingga Hb tidak dapat mengikat O2 
Anoxia dan Hipoxia.

2. Hb Aktif

a. Oksi Hb : Merupakan proses atau hasil dari Hb yang


teroksigenasi ( Hb yang mengikat O8). Ikatan oksi Hb bersifat
reversibel(bolak-balik).
b.Reduced Hb ( Hb tereduksi ): Merupakan kebalikan dari Oksi Hb,
yaitu Hb yang melepaskan O2.

F. Harga Normal Hemoglobin

Terdapat beberapa cara untuk mengukur kandungan hemoglobin


dalam darah, namun kebanyakan dilakukan secara automatik oleh mesin
yang dibuat khusus untuk membuat beberapa ujian terhadap darah. Di
dalam mesin ini, sel darah merah dipisahkan untuk mengasingkan
hemoglobin dalam bentuk larutan. Hemoglobin yang terbebas ini dicampur
dengan bahan kimia yang mengandung cyanide yang terikat kuat dengan
molekul hemoglobin untuk membentuk cyanmethemoglobin. Dengan
menyinarkan cahaya melalui larutan cyanmethemoglobin dan mengukur
jumlah cahaya yang diserap (khususnya bagi gelombang antara 540
nanometer), jumlah hemoglobin dapat ditentukan.

79
Harga normal Hemoglobin :

1. Baru lahir : 17-22 gr/dl


2. Usia seminggu : 15-20 gr/dl
3. Usia sebulan : 11-15gr/dl
4. Kanak-kanak: 11-13 gr/dl
5. Lelaki dewasa: 14-18 gr/dl
6. Wanita dewasa: 12-16 gr/dl
7. Lelaki separuh usia: 12.4-14.9 gr/dl
8. Wanita separuh usia: 11.7-13.8 gr/dl

Harga hemoglobin yang rendah merupakan satu keadaan yang


dikenal sebagai anemik. beberapa penyebab utama biasanya kehilangan
darah (kecederaan teruk, pembedahan, pendarahan kanser kolon
bleeding), kekurangan vitamin (besi, vitamin B12, folate), masalah sum-
sum tulang (penggantian sum-sum tulang oleh barah, pemendaman oleh
rawatan dadah chemotherapy, kegagalan buah pinggang (ginjal)), dan
hemoglobin tidak normal (anemia sel sabit). Harga hemoglobin yang tinggi
juga terdapat pada mereka yang tinggal di kawasan tanah tinggi dan
perokok. Kekeringan menghasilkan kadar hemoglobin tinggi palsu yang
hilang apabila kandungan air bertambah.

Penetapan Kadar Hemoglobin


Secara umum pemeriksaan kadar Hemoglobin dibagi menjadi 4 antara lain :
1. Kolorimetri
2. Kimiawi
3. Gasometri
4. Gravimetri

80
STANDARISASI HEMOMETER( KALIBRASI SAHLI )

I. Dasar Teori
Hemoglobin adalah suatu struktur protein yang merupakan bagian
dari sel darah merah dan menyebabkan warna merah pada darah. Kadar
hemoglobin dapat ditentukan dengan cara kolorimetrik ( Cyanmeth )
ataupun berdasarkan pembentukan hematin asam ( Sahli ). Metode
Cyanmeth mempunyai tingkat kesalahan 2% sedangkan Metode Sahli
mempunyai tingkat kesalahan 10%. Berhubungan dengan hal ini, perlu
diadakan kalibrasi atau quality control terhadap alat agar tidak
menimbulkan kesalahan yang lebih besar.
Quality Control (QC) merupakan pengawasan atau pengujian
sistematis periodik terhadap : alat, metode, dan reagen. Quality Control
lebih berfungsi untuk mengawasi, mendeteksi persoalan dan membuat
koreksi sebelum hasil dikeluarkan. Quality control mencakup kalibrasi
atau verifikasi dari suatu akurasi dan presisi alat ukur yang sesuai
dengan rancangannya. Kalibrasi biasanya dilakukan dengan
membandingkan suatu standar yang terhubung dengan standar nasional
maupun internasional.. kalibrasi pada umumnya merupakan proses untuk
menyesuaikan pengeluaran atau indikasi dari suatu perangkat
pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang digunakan
dalam akurasi tertentu.

II. Tujuan
Untuk mengetahui kualitas kontrol pemeriksaan hemoglobin metode
Sahli dengan menggunakan faktor koreksi.

III. Prinsip Kerja


Membuat tiga katergori Hb dari suspense sel 100% yang telah
diperiksa kadar Hb-nya. Kemudian ketiga kategori Hb ini diperiksa
dengan metode Cyanmeth dan metode Sahli, dihitung faktor koreksinya.

81
IV. Alat
 Haemometer set
 Photometer
 Tissue
 Tabung reaksi
V. Bahan:
 Larutan drabkins
 Darah sampel
 Saline

VI. Prosedur
1. Pembuatan Suspensi Sel 100%
 Dilakukan pengambilan darah vena + EDTA
 Disentrifugasi darah pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit
 Diperoleh endapan eritrosit
 Dicuci dengan saline sebanyak 3 kali

2. Pemeriksaan Kadar Hb Suspensi Sel 100% Metode Cyanmeth


 Dimasukkan larutan Drabkins ke dalam 2 tabung, masing-masing
5 ml ( untuk blanko dan untuk sampel )
 Dipipet 20 µl suspensi 100% dan dimasukkan ke salah satu
tabung yang telah berisi larutan Drabkins ( larutan sampel )
 Dimasukkan blanko pada photometer dan tekan zero
 Dimasukkan larutan sampel pada photometer menggunakan
program C/F dengan faktor 36,5 dan panjang gelombang 546
 Dicatat hasil pembacaan

3. Pembuatan Kategori Kadar Hb Untuk Masing-Masing Kategori


 Ditentukan kadar Hb untuk masing-masing kategori (rendah = 9
gr%, sedang = 12 gr%, tinggi = 18 gr%)
 Dilakukan pengenceran suspensi sel 100% untuk masing-masing
kategori sesuai rumus

82
 Diperiksa kadar Hb untuk masing-masing kategori dengan
menggunakan metode Cyanmeth sebanyak 1 kali dan metode
sahli sebanyak 3 kali ( hasilnya dirata-ratakan )
 Dihitung factor koreksi Hb

VII. Rumus Perhitungan

Pengenceran = C1.V1 = C2.V2

Faktor Koreksi =

VIII. Latihan Soal kalibrasi

1. Kadar Hb Cyanmeth 100% = 19,2 gr%

2. Kategori rendah ( Hb 9 gr% )


C1.V1 = C2.V2

V1 =

= 93,75 94 µl ( darah ) dan 106 µl ( pz )

3. Kategori sedang ( Hb 12 gr% )


C1.V1 = C2.V2

V1 =

= 125 µl ( darah ) dan 75 µl ( pz )

4. Kategori tinggi ( Hb 18 gr% )


C1.V1 = C2.V2

V1 =

= 187,5 188 µl ( darah ) dan 12 µl ( pz )

83
IX. Hasil

1. Kadar Hb Cyanmeth untuk masing-masing kategori

Kategori Kadar Hb ( gr%)


Rendah 10,8
Sedang 12,4
Tinggi 18,2

2. Kadar Hb Sahli untuk masing-masing kategori

Kadar Hb ( gr% )
Kategori
1 2 3 Rata-rata
Rendah 10,6 10,2 10,4 10,4
Sedang 12 12,4 12,6 12,3
Tinggi 18,2 18 18 18,1

X. Perhitungan

1. FK rendah =  1,04

2. FK sedang =  1,01

3. FK tinggi =  1,01

Dari pemeriksaan kalibrasi Hb metode Sahli diperoleh hasil yaitu


faktor koreksi untuk masing-masing kategori adalah rendah = ±1,04 ;
sedang = ±1,01 ; dan tinggi = ± 1,01. Sehingga apabila melakukan
pemeriksaan harap diperhatikan factor koreksinya.

84
Tinjauan Klinis:
Pada praktikum ini, praktikan melakukan uji quality control terhadap
haemometer untuk pemeriksaan hemoglobin metode Sahli. Praktikum ini
bertujuan untuk menguji kelayakan alat dengan mencari faktor koreksi
dari masing-masing kategori nilai hemoglobin. Oleh karena itu, pada
praktikum ini dibuat 3 (tiga) kategori nilai hemoglobin yang terdiri dari :
kategori rendah yaitu 9 gr%, kategori sedang yaitu 12 gr%, dan kategori
tinggi yaitu 18 gr. Pembuatan kategori ini dilakukan dengan pengeceran
sehingga harus diketahui hemoglobin dari sampel darah 100%. Suspensi
darah 100% ini diperiksa menggunakan metode Cyanmeth yang mana
fotometer yang digunakan dianggap sudah terkalibrasi sehingga
didapatkan hasil yang lebih akurat untuk lebih memudahkan dalam
penganceran. Pada saat melakukan pengenceran, volume darah 100%
yang akan dipipet dihitung menggunakan rumus. Namun, pada
pengenceran untuk kategori nilai hemoglobin rendah tidak didapatkan
kesesuaian hasil dari hasil perhitungan dengan hasil praktikum dimana
pada hasil perhitungan bernilai 9 gr%, sedangkan pada hasil praktikum
bernilai 10,4 gr%. Hal ini diakibatkan karena kesalahan praktikan pada
waktu pemipetan mengingat volume yang dipipet relatif kecil.

85
PEMERIKSAAN KADAR Hb METODE SAHLI

Setelah melakukan standarisasi alat Hemometer maka selanjutnya dilakuan


pemeriksaan kadar Hb metode Sahli. Hasil yang didapat hendanya dikoreksi
dengan faktor konversi yang ada pada masing-masing alat /Hemometer yang
sudah distandarisasi.

I. Tujuan
Untuk mengetahui kadar hemoglobin darah dengan menggunakan metode
Sahli

II. Prinsip Kerja


Hemoglobin darah diubah menjadi asam hematin dengan penambahan
larutan HCl 0,1 N lalu kadar dari asam hematin ini diukur dengan
membandingkan warnanya dengan warna standarnya secara visual.

III. Alat
1. Tempat standar (pembanding warna)
2. Tabung pengencer dengan pembagian gram % dan % normal
3. Pipet tetes
4. Pipet sahli volume 20µl
5. Batang pengaduk

IV. Reagensia
1. Larutan HCl 0,1 N
2. Aquadest

V. Bahan
Darah vena + antikoagulan

86
VI. Prosedur Kerja
1. Tabung pengencer diisi dengan HCl 0,1 N sampai tanda 2 gr %
2. Darah vena dengan antikoagulan diisap kedalam pipet sahli sampai
tepat pada tanda 20 µl
3. Bagian luar dari pipet dibersihkan dengan tisu atau kapas kering
4. Darah segera ditiup dengan hati-hati kedalam larutan HCl dalam
tabung pengencer tanpa menimbulkan gelembung udara
5. Sebelum dikeluarkan, pipet dibilas dahulu dengan menghisap dan
meniup HCl yang ada dalam tabung beberapa kali, bagian luar pipet
dibersihkan juga dengan aquadest
6. Ditunggu 10 menit untuk pembentukan asam hematin (95%)
7. Asam hematin ini diencerkan dengan aquadest tetes demi tetes
sambil diaduk sampai didapatkan warna yang sama dengan warna
standart
8. Miniskus bawah dari larutan dibaca dan dinyatakan dalam gram %.

VII. Nilai normal


Laki-laki : 13,4 -17,7 gr %
Perempuan : 11,4 -15,7gr %

VIII. Hasil
Hemoglobin sebenarnya = Kadar Hb Sampel ± faktor koreksi
Jadi jika kadar Hb yang diperiksa adalah 12,2 gr% maka kadar Hb sebenarnya
adalah 12,2 ± faktor koreksi. Misalnya kadar Hb 12,2 gr% termasuk kategori
normal maka 12,2 ± 1,01 maka bisa jadi kadar Hb sebenarnya adalah 13,21 gr%
atau 11,19 gr%.

87
Dipipet HCl 0,1 N sampai tanda 2 / 20 gr%Ditambahkan sampel darah 20 cmm / 0,02 ml

Dihomogenkan Ditambahkan aquadest hingga sesuai


dengan standar

Gambar 25. Langkah-langkah Penetapan Kadar Hb Metode Sahli

88
Tinjauan Klinis dan Interpretasi Hasil Pemeriksaan Kadar Hb
Tingkat kesalahan pada pemeriksaan kadar Hb dengan metode sahli ini
adalah 10 %. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kadar
Hb metode sahli :
1. Sampel :
- Pengaambilan
- Terlalu banyak anticoagulant
- Pencampuran yang tidak rata
- Banyak bahan pengganggu ( bilirubin dan lemak )
2. Alat :
- Tidak bersih
- Volume yang tidak tepat
- Ujung yang sudah patah
3. Warna standar :
- Makin pucat warna standar maka hasilnya akan tinggi palsu.
4. Reagen :
- Kotor
- Konsentrasinya tidak tepat
- Larutan pengencer yang tidak jernih
5. Teknisi ( Faktor manusia ) :
- Waktu pengerjaan, pipetnya lupa dibilas
- Waktu membaca, kurang sinar
- Waktu reaksi
- Ada gelembung udara diatas miniskus
- Buta warna atau tidak teliti

89
PEMERIKSAAN KADAR Hb METODE CYANMETH

I. Tujuan
Untuk mengetahui kadar hemoglobin darah dengan menggunakan metode
Cyanmeth

II. Prinsip :
Darah diencerkan dengan larutan Drabkins yang mengandung potassium cyanida
dan potassium ferrycyanida. Bahan pertama mengoxsider Hemoglobin menjadi
Methemoglobin, dan ini selanjutnya bereaksi dengan potasium cyanida menjadi
sianmethemoglobin. Dengan cara ini semua jenis Hemoglobin (kecuali sulf -
Hemoglobin) terukur.

III. Alat :
1. Fotometer 4010
2. Pipet Sahli
3. Pipet Ukur
4. Tabung Reaksi + Rak tabung
5. Kuvet
IV. Bahan : Darah kapiler atau darah vena + anticoagulant

V. Reagen :Larutan Drabkins


NaHCO2…………….1,0 gr
KCl ………………….50 mg
K3Fe(CN)6………….200,0 mg
Aquadest…………….1000 ml
VI. Prosedur :
1. Darah kapiler atau darah venaa dengan anticoagulant
dihisap dengan pipet Hb sampai tanda 20 mm3.
2. Bagian luar dari pipet ini dibersihkan dengan kapas kering.
3. Darah ini dimasukan kedalam dasar dari tabung reaksi yang
berisi 5 ml larutan Drabkins

90
4. Pipet dibilas beeberapa kali dengan larutan drabkins tadi,
lalu untuk tujuan mencampur dan oksigenasi pipet ditiup
keras-keras pada dasar tabung.
5. Larutan darah ini dipindahkan kedalam Kuvet dari fotometer
dan transmitant atau optical density dibaca dengan panjang
gelombang 540 nm dan larutan Drabkins dipakai sebagai
blangko.
6. Pembacaan sekala diubah menjadi gram % Hemoglobin

Gambar 26. Langkah-langkah Penetapan Kadar Hb Metode Cyanmeth

91
VII. Harga Normal Pemeriksaan Kadar Hb Metode Cyanmet pada :

 Laki-laki : 13,4 - 17,7 gr %


 Perempuan : 11,4 - 15,7 gr %
 Wanita hamil : 11,0 - 16,5 g %
 Anak - anak (3 -6 tahun) : 12,0 - 14,0 g %
 Bayi : 13,5 - 19,5 g %

VIII. Perhitungan

= Absorbance sampel x kadar Hb standar = ........... gr %


Absorbance standart
atau
= Abs sampel x Faktor (36,8) atau 36,5 gr% (tergantung dari hasil
kalibrasi terakhir)

Rangkuman Teoritis :
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kadar Hb dengaan
metode cyanmet:
1. Sampel :
- Tidak tepat
- Sampel yang didapat haarus langsung dikerjakan
2. Alat :
- Tidak pernah dikalibrasi
3. Reagen
4. Tekhnisi :
- Volume sample
- Tidak membaca blangko sampel “ O ”
- Kuvet tabung baca tidak diisi penuh

92
Perbandingan pemeriksaan kadar Hb dengan menggunakan metode
Sahli dan Cyanmet :
Hb Sahli Hb Cyanmet
 Keuntungan :  Keuntungan :
- Reagennya murah - Tepat dan teliti, kesalahannya ± 2%
- Mudahdibawa kelapangan - Mudah distandarisasi/dikalibrasi
- dll. - Ada larutan standar yang masih bisa
 Kerugian : digunakan (dijual)
- Tidak mudah distandarisasi - Stabil angkanya (rasio
- Warna reaksi tidak stabil angkanya)
- Tidak praktis untuk banyak - Praktis untuk banyak sample
sample  Kerugian :
- Tidak punya larutan standar - Harga relatif mahal (reagen)
- Perlu peralatan secara kontinyu
(terus menerus)

93
PEMERIKSAAN KADAR Hb METODE CUPRI SULPAT (CuSO4)

I. Tujuan :
Melakukan pemeriksaan Hemoglobin ( Hb ) pada donor sebelum dilakukan
penyadapan darah.

II. Prinsip :
Pemeriksaan Hb dengan Cupri Sulfat adalah mengukur kadar Hb berdasarkan
perbedaan berat jenis darah dengan berat jenis suatu larutan Cupri Sulfat.

III. Alat : Beaker glass 100 ml


Mikrokapiler/pipet kapiler
Blood lancet

IV. Bahan : Kapas Alkohol 70%


Larutan Cupri sulfat BJ 1053

V. Prosedur :

1. Semua alat dan bahan/reagen disiapkan dan diletakkan didekat probandus

2. Lakukan pengambilan darah kapiler

3. Hisap darah yang keluar dengan pipa kapiler dengan posisi miring sehingga
terpenuhi ¾ pipet

4. Jatuhkan 1 tetes dara tersebut ke dalam larutan CuSO4 BJ 1053 (Kira-kira 1


cm di atas permukaan larutan)

94
Gambar 27 : Langkah-langkah Penetapan Kadar Hb metode CuSO4

VI. Pembacaan Hasil :


Keadaan tetesan darah di dalam larutan diamati dalam waktu 15 detik sejak
diteteskan dan diberikan penilaian.
1. Darah tenggelam / langsung tenggelam bertanda + ( kadar Hb lebih dari 12,5
g % atau kira kira diatas 80 %.
2. Darah melayang beri tanda +- ( kadar Hb 12,5 g % atau kira kira 80 %.
3. Darah mengapung bertanda - ( kadar Hb kurang dari 12,5 g % atau kira kira
dibawah 80 %.
VII. Harga Normal : Melayang sampai tenggelam (-)

Catatan interpretasi hasil :

Kadar Hb dengan metode ini dapat diukur dengan metode semi kuantitatif yaitu
metode penetapan kadar Hemoglobin yang sudah mulai menyatakan secara
kuantitatif/angka, tetapi belum mencapai nilai kadar dengan tepat.
Cara ini hanya dipakai untuk menetapkan kadar hemoglobin dari donor yang
diperlukan untuk transfusi darah. Hasil metode ini adalah persen hemoglobin.
Kadar hemoglobin dari seorang donor cukup kira-kira 80% hemoglobin. Kadar
minimum ini ditentukan dengan setetes darah yang tenggelam dalam larutan
cupri sulfat dengan berat jenis 1,053 (Anonim, 1989).

95
PEMERIKSAAN NILAI LAJU ENDAP DARAH

I Tujuan :
Untuk mengetahui kecepatan mengendapnya eritrosit dari suatu sampel
darah pasien atau probandus yang diperiksa dalam suatu alat tertentu yang
dinyatakan dalam mm per jam.

II. Prinsip :
Darah dengan antikoagulan dibiarkan dalam pipet dengan ukuran tertentu dan
dalam posisi tertentu. Kecepatan pengendapannya diukur dalam jangka waktu
tertentu dan dinyatakan dalam mm per jam.

III. Alat :
Peralatan Phlebotomi
Pipet Westergren
Rak Westergren
Botol sampel atau tabung reaksi

IV. Reagensia:
Na Sitrat 3,8 % atau NaCl 0,9%

V. Bahan :
Darah Vena

VI. Prosedur Pemeriksaan LED

1. Metode Westergreen
o Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan
sampel darah citrat 4 : 1 (4 bagian darah vena + 1 bagian natrium
sitrat 3,8 % ) atau darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0.9 %
4 : 1 (4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.9%). Homogenisasi
sampel sebelum diperiksa.

96
o Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan
ke dalam tabung Westergreen sampai tanda/skala 0.
o Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari
getaran maupun sinar matahari langsung.
o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.
2. Metode Wintrobe
o Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-
kalium oksalat. Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
o Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet
Pasteur sampai tanda 0.
o Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.
o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.

Gambar 28 : Pembacaa LED metode Wintrobe (yang dibaca tinggi plasma)


Pembacaan HCT metode Makro dengan menggunaan alat yang sama ( dengan
melihat tingginya endapan Eritrosit dengan satuan (% atau
Vol%)

97
Gambar 29 : Teknik pembacaan LED yang benar

VII. Nilai Normal:


Metode Westergren
- Dewasa Pria : 0 – 15 mm/jam
- Dewasa Wanita : 0 – 20 mm/jam
- Anak-anak : 0 – 10 mm/jam

98
Metode Wintrobe :

o Pria : 0 - 9 mm/jam
o Wanita 0 - 15 mm/jam

Rangkuman Teoritis dan tinjauan klinis.


Laju Endap Darah (LED) adalah kecepatan mengendapnya eritrosit dari
suatu sample darah yang diperiksa dalam suatu alat tertentu yang dinyatakan
dalam mm per jam.
Laju Endap Darah (LED) juga sering diistilahkan:
 BBS : Blood Bezenking Snelheid
 BSR : Blood Sedimentation Rate
 BSE : Blood Sedimentation Erythrocyte
 BS : Blood Sedimentation
 ESR : Erythrocyte Sedimentation Rate
 KPD : Kecepatan Pengendapan Darah
Metode-metode yang digunakan antara lain:
1. Westergen (Asli)
Specimen yang digunakan yaitu darah dengan anticoagulant larutan
Natrium Sitrat 3,8 % dengan perbandingan 4 : 1.
2. Westergen Modified (Cara Modifikasi)
Spesimen yang digunakan yaitu darah dengan anticoagulant EDTA.
3. Wintrobe & Landsberg
Specimen yang digunakan yaitu darah dengan anticoagulant EDTA
atau K/Amm. Oxalat.
Menurut Azas Wintrobe, sedimentasi eritrosit ada disebabkan oleh
perubahan dari sruvase charge eritrosit yang menyebabkan eritrosit-
eritrosit tersebut saling menyatukan diri sehingga mengendap.
Perubahan-perubahan dari sruvase charge eritrosit tersebut
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan plasma, terutama oleh sifat
physical dari plasma colloid.

99
Metode Pemeriksaan LED
Metode-metode yang digunakan antara lain adalah:
1. Metode Westergen (Diakuai oleh ICSH)
a. Westergen Asli
Menggunakan specimen darah dengan anticoagulant larutan Natrium
Citrat 3,8% dengan perbandingan 4 : 1.
b. Westergen Modifikasi
Menggunakan specimen darah dengan anticoagulant EDTA dan
Natrium Citrat/ PZ sebagai pengencer dengan perbandingan 1 : 4.
2. Metode Wintrobe & Landsberg
Menggunakan specimen darah dengan anticoagulant EDTA atau
K/Amm.Oxalat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi LED
2. Viskositas darah
Viskositas meningkat, maka LED menurun. Protein/fibrinogen meningkat,
maka LED meningkat.
3. Jumlah Eritrosit
Anemia LED meningkat, bila jumlahnya banyak (polycythaemia) LED
lambat turunnya.
4. Pembentukan Roulleaux
Bila roulleaux banyak terbentuk maka LED meningkat ;
- Pada anisocytosis, roulleeaux terhambat maka LED menurun
- Plasma pada infektie:
a. Fibrinogen dan globulin meningkat, roulleaux meningkat, maka LED
meningkat.
b. Fibrinogen dan globulin meningkat, viskositas darah meningkat,
maka LED turun pengaruh a lebih besar dibandingkan pengaruh b.
c. Demikian juga albumin, lecithin, cholesterol akan memperlambat
LED
5. Bentuk eritrosit
Sickle cell maka LED lambat turun.
6. Besar Eritrosit

100
 Macrocytair, maka LED lambat cepat.
 Spherocytair, maka LED cepat turun.
 Microcytair, maka LED lambat turun.
7. Temperatur
Semakin tinggi suhu, maka LED cepat turun.
8. Letak Posisi Pipet
Jika posisi pipet miring maka akan cepat turun.
9. Penampang Pipet
Semakin besar diameter maka akan semakin cepat turun.

Proses Pengendapan Darah


Pengendapan eritrosit dalam penentuan LED itu tidak sekaligus melainkan
fase demi fase sebagai berikut:
 Phase Pertama
Disebut juga phase of aggregation oleh karena dalam fase ini eritrosit baru
mulai menyatukan diri atau membentuk rolleaux sehingga pengendapan
eritrosit dalam fase II.
 Phase Kedua
Dalam fase ini pengendapan eritrosit dengan cepat (kecepatan maksimal)
oleh karena telah terjadi agregasi atau pembentukan rolleaux atau dengan
kata lain partikel-partikel eritrosit menjadi lebih besar dengan permukaan
yang lebih kecil dan oleh karena lebih cepat pula mengendapnya.
Seandainya ada suatu faktor yang mempercepat terbentuknya rolleaux
atau sebaliknya memperlambat maka LED menjadi lebih tinggi atau
rendah.
 Phase Ketiga
Dalam fase ini kecepatan mengendapnya eritrosit soda mulai berkurang
oleh karena soda mulai terjadi pemantapan dari eritrosit.
Oleh karena itu pemeriksaan dilakukan selama 2 jam, karena mungkin saja
selama 1 jam masih dalam pengendapan tahap pertama, sehingga masih
menunjukkan angka 1 atau bahkan tetap pada nol (0).

101
Kegunaan LED
 Untuk diagnosa atau screening penyakit-penyakit tertentu yang LED nya tinggi.
LED tinggi bias karena penyakit-penyakit tertentu dan juga faktor fisiologis,
misalnya pada wanita yang sedang menstruasi dan infeksi panggul.
CRP (C. Reactive Protein) yaitu suatu bahan yang dikeluarkan oleh tubuh
bila terjadi peradangan, oedema, degenerasi dan mikosis jaringan (jaringan
mati/rusak).
Defferensial Diagnosis
Untuk membedakan dua penyakit yang berbeda dengan gejala yang sama,
misalnya infeksi panggul dan hamil di luar kandungan.
Mengikuti atau memantau perjalanan penyakit (follow up suatu penyakit),
misalnya TBC atau Rheumatoid acut.
 Untuk mengetahui secara dini penyakit-penyakit yang akut, misalnya
Appendicitis acut atau Rheumatoid acut.
Memperkirakan adanya Ikterus (penyakit Kuning). Hal ini dapat dilihat dari
plasmanya yang berwarna kuning.
Beberapa Penyakit yang Menyebabkan LED Tinggi
 TBC
 Infeksi kronik
 Demam rematik
 Nefritis (Pembekakan pada Daerah ginjal)
 Infeksi pada daerah panggul terutama pada wanita
Hal-hal yang Dapat Meningkatkan LED :
Ukuran Sel Darah
 Ukuran besar dapat mempercepat/meningkatkan LED
 Ukuran kecil dapat memperlambat LED
Faktor plasma yang dikandung
Misalnya berupa Globulin, Fibrinogen, dan C. Reactive Protein.
Suhu
Suhu yang tinggi dapat mempercepat LED.
Letak Posisi Pipet
Posisi pipet yang miring akan mempercepat pengendapan LED.

102
Penampang Pipet
Makin besar penampang akan mempercepat pengendapan LED.
Hal-hal yang Dapat Menurunkan/menghambat LED :
Ukuran dan Bentuk Sel Darah
Ukuran eritrosit kecil dan bentuk yang tidak beraturan mempersulit
terbentuknya roulleaux.
Faktor plasma yang dikandung
Misalnya berupa Albumun dan Lecitin.
Suhu
Suhu yang rendah dapat memperlambat LED.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan :
Titik meniscus darah masih diijinkan di atas atau di bawah titik 0 dengan
toleransi 1 – 2 mm.
Darah EDTA harus sudah diperiksa sebelum 2 jam dari saat pengambilan.
Pipet Westergen harus bersih, kering dan bebas lemak.
Sumber-sumber Kesalahan:
 Keadaan persiapan sampling.
 Keadaan sample, yaitu harus maksimal 2 jam, segera dikerjakan serta
2˚ - 8˚ C maksimal 6 jam.
 Letak pipet tidak vertical (kemiringan 30˚ dapat menyebabkan
kesalahan 30%).
 Pencampuran anticoagulant yang kurang merata menyebabkan
bekuan-bekuan local. Bila hal ini terjadi pemeriksaan harus diulang.
 Sentuhan atau getaran pada pipet selama pemeriksaan dapat
menyebabkan hasil rendah palsu.
 Terdapat gelembung-gelembung udara dalam darah.
 Kenaikan Suhu.

103
PEMERIKSAAN NILAI HEMATOKRIT

I. Tujuan :
Untuk mengukur kosentrasi sel darah merah di dalam darah.
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan Hematokrit terbagi menjadi 2 , yaitu:
1. Makrohematokrit
2. Mikrohematokrit

1. MAKROHEMATOKRIT
II. Prinsip :
Darah dengan anticoagulan diputar pada kecepatan 3000 rpm dengan waktu
tertentu akan terjadi pengendapan pada dasar tabung dan dihitung sebagai
pemeriksaan hematokrit.

III. Alat :
1. Tabung Wintrobe
2. Centrifuge
3. Pipet tetes
4. Rak tabung
IV. Bahan :
Darah Vena dengan anti coagulan ( EDTA )

V. Prosedur :
1. Tabung diisi dengan darah vena sampai tanda 10 dengan
menggunakan tabung Wintrobe.
2. Kemudian tabung diputar dengan kecepatan 3000 rpm selama 30
menit ( bila yang diperiksa 1 penderita, tabung yang lain diisi
sebagai seimbangan ).
3. Letakkan tegak lurus pada rak tabung.
4. Baca hasilnya pada skala di sebelah kanan.
 Pada pemeriksaan Makrohematokrit terdapat Buffy Coat yang
merupakan campuran antara leukosit dan trombosit.

104
 1mm Buffy coat = 10.000 perµl darah.

VI. Hasil Pemeriksaan

Gambar 30: Pembacaan Hematokrit dengan melihat tingginya


endapan eritrosit dengan satuan persen (%)

2. MIKROHEMATOKRIT
I.Prinsip :
Darah dengan antikoagulan diputar pada kecepatan 11.500 rpm-16.000 rpm
dalam jangka waktu tertentu akan terjadi pengendapan pada dasar tabung dan
dihitung sebagai pemeriksaan hematokrit.

II. Alat :
1. Tabung kapiler.
2. Mikrohematokrit centrifuge.
3. Mikrohematokrit reader/ skala hematokrit.

105
4. Tutup tabung, dapat berupa: lilin malan, karet atau dibakar
ujungnya.
III. Bahan :
Darah dengan antikoagulan.

IV. Prosedur :
1. Tabung kapiler diisi dengan darah Kapiler/Vena sampai 2/3-3/4
panjang kapiler .
2. Kemudian tabung kapiler tsb dimasukkan pada lekukan radial dari
centrifuge dengan tutup menghadap keluar menjauhi sentral.
3. Lalu putar selama 5 menit dengan kecepatan 11.500-16.000 rpm.
4. Baca hasilnya pada skala Mikrohematokrit.

Gambar 31: Cara membaca Hematokrit mikro (Nilai Hct menunjukan hasil 40%)

106
V. Nilai normal:
 Menurut Wells;
Laki-laki: 42-50%
Perempuan: 40-48%
 Menurut Hepler;
Laki-laki: 40-54%
Perempuan: 37-47%

Rangkuman Teoritis dan Interpretasi Hasil :


Hematokrit berasal dari kata “ Heme “ yang artinya darah dan “ Tokrit “
yang berarti krenein ( memisahkan ). Jadi Hematokrit adalah volume eritrosit dari
plasma dengan cara memutarnya didalam tabung khusus yang nilainya
dinyatakan dalam persen. Nama lain dari Hematokrit adalah Packed Cell Volume
( PCV ).
Nilai Hematokrit adalah volume semua eritrosit dalm 100 ml darah dan
disebut dengan % dari volume darah tsb. Biasanya darah itu ditentukan dengan
darah Vena atau darah Kapiler.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan hematokrit:


 Kecepatan pemutaran ( centrifuge ), semakin cepat pemutaran yang
dilakukan maka semakin cepat pula eritrositnya mengendap.
 Waktu pemutaran, semakin lama pemutaran yang dilakukan semakin
sedikit eritrosit yang mengendap.
 Banyaknya darah yang digunakan, semakin banyak darah yang
digunakan maka semakin banyak sel eritrosit yang mengendap.
 Radius pemutaran, semakin kecil radius pemutaran maka semakin
cepat kecepatan pemutaran sehingga semakin cepat eritrosit
mengendap.
 Padatnya kolom eritrosit yang didapat dengan cara memusing ( memutar )
darah ditentukan oleh faktor; radius centrifuge, kecepatan centrifuge dan
lamanya pemusingan tsb. Dalam centrifuge yang cukup besar, dengan
menggunakan metode Makro dicapai kekuatan pelantingan ( Relative

107
Centrifugal Force ) sebesar 2.260 gram. Untuk memadatkan sel-sel merah
dengan menggunakan centrifuge tsb diperlukan rata-rata 30 menit.
“ Centrifuge Mikrohematokrit mencapai kecepatan yang jauh lebih tinggi,
maka dari itu lamanya pemusingan dapat diperpendek. Tabung Mikrokapiler yang
khusus dibuat untuk hematokrit panjangnya 75 mm dan diameter kedalamannya
1,2-1,5 mm. Ada tabung yang telah dilapisi Heparin. Tabung itu dapat dipakai
untuk darah kapiler, ada pula tabung kapiler yang tanpa heparin yang
dipergunakan dengan darah oxalat atau darah EDTA dari Vena”.
“ Nilai hematokrit disebut dengan % normal untuk pria 40-48 vol% dan
untuk yang wanita 37-43 vol %. Penetapan hematokrit dapat dilakukan dengan
sangat teliti. Kesalahan metode ini rata-rata lk 2%. Pada metode Makro, tebalnya
Buffy Coat dengan millimeter tiap 1 mm Buffy Coat secara kasar sesuai dengan
10.000 leukosit per µl darah. Pada Mikrometode Buffy Coat sukar untuk dilihat,
sedangkan intensitas warna kuning plasma juga kurang nyata”.
“Lama-kelamaan penetapan nilai hematokrit dengan Mikrometode
menggeser Makrometode , sebab hasilnya dapat diperoleh dalam waktu singkat.
Hasil tsb kadang-kadang sangat penting untuk menentukan keadaan klinis yang
menjurus kepada tindakan darurat”.

108
PENGENCERAN DALAM PENGHITUNGAN JUMLAH SEL DARAH

Pengenceran bukan hal yang asing dalam kegiatan aktivitas laboratorium


khususnya untuk memudahan penghitungan sel-sel darah.
Pengenceran sendiri ada 2 metode :
1. Metode Pipet ( yang biasa dilakukan dengan pipet thoma leukosit dan eritrosit)
2. Metode Tabung ( ada yang tunggal dana ada yang berseri)
Metode tabung sangat jarang dilakukan. Terkadang tidak semua jenjang
pendidikan memberikan teknik pengenceran dengan metode ini. Padahal hal ini
sangat memudahkan jika suatu saat di laboraorium klinik tidak tersedianya alat
yang modern sehingga salah satu alasan mengapa metode ini perlu untuk
dipelajari adalah:
- Jika terjadi peningkatan jumlah sel yang signifikan
- Memudahkan pengenceran berseri sehingga dapat menghemat
reagen.
I. Tujuan :
Untuk memudahkan pengenceran jika dengan pengenceran metode pipet tidak
bisa dilakukan karena jumlah sel yang dihitung melampauan batas normal.

II. Prinsip :
Darah diencerkan dengan pengenceran tertentu dengan teknik yang sederhana
dan ketelian yang sama dengan metode pipet thoma

III. Alat :
Pipet Hb, Pipet ukur, Botol sampel

IV. Bahan dan Reagens:


Sampel darah dengan antikoagulan
Larutan pengencer tergantung dari parameter pemeriksaan.

109
V. Prosedur:
1. Pengenceran Metode Tabung Tunggal:
Contoh untuk pemeriksaan hitung jumlah leukosit
Dilakukan pengenceran 20 x maka 20 x 0,02 ml = 0.4 ml maka 0,4 ml larutan
Turk dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung / botol pereaksi. Lalu dibuang
larutan turk dari botol sampel tadi sebanyak 0,02 ml sehingga volume larutan turk
menjadi 0,38 ml. Selanjutnya dipipet darah sebanyak 0,02 ml dan dimasukkan
kedalam botol yang berisi larutan turk sehingga campuran menjadi 0,4 ml.
Dengan demikian pengenceranyang dilakukan secara tabung tunggal ini menjadi
20 kali.

2. Pengenceran Metode Seri


Contoh untuk pemeriksaan hitung jumlah eritrosit
Dilakukan pengenceran 200x maka dilakukan pengenceran pada tabung I 10 x
dan tabung ke II 20 x
Misal : 10 x 0,02 = 0,2 ml larutan Hayem dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung
Ilalu hayem dibuang 0,02 ml sehingga larutan hayem yang ada ditabung
sebanyak 0,18. Selanjutnya dipipet larutan hayem sebanyak 0,4 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung II untuk pengenceran 20 x ( 20 x 0,02 ml = 0,4 ml)
lalu dibuang larutan hayem dalam tabung II sebanyak 0,02 ml sehingga volume
hayem dalam tabung II menjadi 0,38 ml. Kemudian dipipet darah 0,02 ml dmpur
rata dan dipipet campuran tabung I sebanyak 0,02 ml kemudian dimasukkan ke
dalam tabung II. Terakhir campuran tabung II inilah yang digunakan untuk
pemeriksaan hitung jumlah eritrosit metode tabung seri.
Penghitungan tabung seri menjadi Tabung I : 10 x 0,02 = 0,2
Tabung II : 20 x 0,02 = 0,4
Sehingga 10 x 20 = 200
Jadi pengenceran yang didapat menjadi 200 x.

110
PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH SEL-SEL DARAH
PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH LEUKOSIT
I.Tujuan :
Dapat mengethaui jumlah leukosit dalam darah pasien atau probandus dengan
satuan cmm atau mm3

II. Prinsip :
Darah diencerkan dalam pipet leukosit, kemudian dimasukkan ke dalam
kamar hitung. Jumlah leukosit dihitung dalam volume tertentu, dengan
menggunakan faktor konversi jumlah leukosit per l darah dapat
diperhitungkan.

III. Alat :
1. Hemositometer
 Pipet Themo :
1. Pipet Leukosit
2. Pipet Eritrosit
 Kamar Hitung (Emproved Naubauet)
2. Mikroskop

IV. Reagensia :
1. Larutan Turk
2. Darah Kapiler/Vena
3. EDTA
4. Kapas + Alkohol 70%
V. Bahan : Darah kapiler atau darah vena dengan antikoagulant
VI. Prosedur :
A. Mengisi Pipet Leukosit
1. Isaplah darah kapiler atau darah vena (EDTA atau Oxalat) sampai pada
garis tanda 0,5 tepat.
2. Hapuslah kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet.

111
3. Masukkan ujung pipet dalam larutan Turk sambil menahan darah pada
garis tanda tadi jangan sampai keluar. Pipet dipegang dengan sudut ±
45 derajat dan larutan Turk diisap perlahan-lahan sampai garis tanda
11. hati-hatilah jangan sampai terjadi gelembung udara pada pipet.
4. Angkatlah pipet dari dalam cairan, tutup ujung jari lalu lepaskan karet
penghisap.
5. Kocoklah pipet itu selama 15-30 detik. Jika tidak segera akan dihitung,
letakkanlah dalam sikap horizontal.
B. Mengisi Kamar Hitung
1. Letakkanlah kamar hitung yang bersih benar dengan kaca penutupnya
terpasang mendatar diatas kamar hitung.
2. Kocoklah pipet yang diisi itadi selama 3 menit terus-menerus, jagalah
jangan sampai ada cairan terbuang dari dalam pipet itu selama waktu
mengocok.
3. Buanglah cairan yang ada didalam pipet 3-4 tetes dan segeralah
sentuhkan ujung pipet itu dengan sudut 30 derajat pada permukaan
kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan
kamar hitung itu terisi cairan perlahan-lahan dengan daya kapilaritasnya
sendiri.
4. Biarkan kamar hitung itu selama 2 atau 3 menit supaya luekosit dapat
mengendap. Jika tidak dapat dihitung dalam sebuah cawan petri
tertutup yang berisi segumpal kapas basah.
Prosedur kerja pemeriksaan hitung jumlah leukosit nampak jelas
pada gambar berikut ini :

112
Persiapan Alat dan bahan Pemipetan sampel darah

Pemipetan larutan Turk Campuran diteteskan ke bilik hitung


Gambar 32. Langkah-langkah Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit

C. Menghitung Jumlah Sel


1. Pakailah lensa objektif kecil, yaitu dengan perbesaran 10x. Turunkan
lensa kondensor atau kecilkan diafragma. Meja mikroskop harus dalam
posisi mendatar.
2. Kamar hitung dengan bidang bergarisnya diletakkan dibawah lensa
objektif atau letakkan pada meja mikroskop dan fokusa mikroskop
harus diarahkan kepada garis-garis bagi pada kamar hitung itu. Dengan
sendirinya leukosit-leukosit jelas terlihat.

113
3. Hitunglah semua leuksit yang terdapat dalam keempat ”bidang besar”
pada sudut ”seluruh semua permukaan yang terbagi”
 Mulailah menghitung dari sudut kiri atas, terus kekanan , kemudian
turun kebawah dan dari kiri ke kanan., lalu turun lagi kebawah dan
dimulai lagi dari kiri kekanan. Cara seperti itu lakukan pada keempat
bidang besar.
 Kadang-kadang ada sel-sel yang letaknya menyinggung garis batas
sesuatu bidang. Sel- sel yang menyinggung garis batas sebelah kiri
atau garis batas atas haruslah dihitung. Sebaliknya jika sel-sel
menyinggung garis batas kanan dan bawah tidak boleh dihitung.

Gambar 33. Leukosit nampak jelas pada pembesaran obyektif 10 x

114
D. Perhitungan
Pengenceran yang terjadi dalam pipet ialah 10x atau 20x. Apabila
pengenceran dilakukan dengan pengenseran 20x. Jumlah semua sel yang
dihiutng dalam keempat bidang itu dibagi 4 menunjukkan jumlah leukosit
dalam 0,1 l.
Kalikan angka itu dengan 0,1 (untuk tinggi) dan 20 (untuk pengenceran)
untuk mendapat jumlah leukosit dalam 1 per l darah. Jumlah sel yang
dihitung kali 50 = jumlah leukosit per l darah. Atau dengan kata lain
volume keempat bidang 4 x 0,1 = 0,4 cmm. Dengan pengenceran 20x jadi
jumlah sel leukosit adalah 1/0,4 x 20 x N = 50N.( N adalah jumlah sel yang
dihitung ).
Harga Normal Nilai Leukosit
Laki-laki : 4700 - 10.300 cmm
Perempuan : 4300 - 11.300 cmm
Bayi : 9000 – 12.000 cmm

Kesalahan-kesalahan pada tindakan menghitung Leukosit :


1. Jumlah darah yang diisap ke dalam pipet tidak tepat jika :
 Bekerja terlalu lambat sehingga ada kebekuan darah.
 Tidak mencapai garis tepat 0,5
 Membaca dengan paralaks
 Memakai pipet yang basah
 Mengeluarkan lagi sbagian darah yang telah diisap karena melewati
garis tanda 0,5.
2. Pengenceran dalam pipet salah jika :
 Kehiolangan cairan dari pipet, karena mengalir kembali ke dalam botol
berisi larutan Turk.
 Tidak mengisap larutan Turk tepat sampai garis tanda 11
 Terjadi gelembung udara di dalam pipet pada waktu mengisap Turk
atau sewaktu mengisap darah.
 Terbuang sedkit cairan pada waktu mengocok pipet atau pada waktu
mencabut karet pengisap dari pipet.

115
3. Tidak mengocok pipet segera setelah mengambil larutan Turk ataupun
waktu mengisi kamar hitung.
4. Tidak membuang beberapa tetes dari isi pipet sebelum mengisi kamar
hitung.
5. Yang berkaitan dengan mengisi kamar hitung dan tehnik menghitung :
 Kamar hitung atau kaca penutup kotor.
 Adanta gelembung udara yang masuk bersama cairan.
 Letak kaca penutup salah
 Meja mikroskop tidak dalam posisi mendatar.
 Salah sewaktu menghitung sel yang menyinggung garis-garis batas.
Kaca penutup bergeser karena tersentuh dengan lensa mikroskop.

Gambar 34. Leukosit pada kamar hitung dengan pembesaran 10 x

116
PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH ERITROSIT

I. Tujuan :
Untuk mengethaui jumlah leukosit dalam darah pasien atau
probandus dengan satuan cmm atau mm3
II. Prinsip :
Darah diencerkan dalam pipet eritrosit, kemudian dimasukkan ke dalam
kamar hitung . jumlah eritrosit dihitung dalam volume tertentu, dengan
menggunakan faktor konversi jumlah eritrosit per l darah dapat
diperhitungkan.

III. Alat :
1. Hemositometer
 Pipet Themo :
1. Pipet Leukosit
2. Pipet Eritrosit
 Kamar Hitung (Emproved Neaubauer)
2. Mikroskop

IV. Reagensia :
1. Larutan Hayem
2. Darah Kapiler/Vena
3. EDTA
4. Kapas + Alkohol 70%

V. Prosedur :
A. Mengisi Pipet Eritrosit
1. Isaplah darah kapiler (EDTA atau Oxalat) sampai pada garis tanda 0,5
tepat.
2. Hapuslah kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet.
3. Masukkan ujung pipet dalam larutan Hayem sambil menahan darah
pada garis tanda tadi jangan sampai keluar. Pipet dipegang dengan

117
sudut ± 45 derajat dan larutan Hayem diisap perlahan-lahan sampai
garis tanda 101. hati-hatilah jangan sampai terjadi gelembung udara
pada pipet.
4. Angkatlah pipet dari dalam cairan, tutup ujung jari lalu lepaskan karet
penghisap.
5. Kocoklah pipet itu selama 15-30 detik. Jika tidak segera akan dihitung,
letakkanlah dalam sikap horizontal.
B. Mengisi Kamar Hitung
1. Letakkanlah kamar hitung yang bersih benar dengan kaca penutupnya
terpasang mendatar diatas kamar hitung.
2. Kocoklah pipet yang diisi itadi selama 3 menit terus-menerus, jagalah
jangan sampai ada cairan terbuang dari dalam pipet itu selama waktu
mengocok.
3. Buanglah cairan yang ada didalam pipet 3-4 tetes dan segeralah
sentuhkan ujung pipet itu dengan sudut 30 derajat pada permukaan
kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan
kamar hitung itu terisi cairan perlahan-lahan dengan daya kapilaritasnya
sendiri.
4. Biarkan kamar hitung itu selama 2 atau 3 menit supaya Erotrosit dapat
mengendap. Jika tidak dapat dihitung dalam sebuah cawan petri
tertutup yang berisi segumpal kapas basah.

118
Prosedur kerja pemeriksaan hitung jumlah Eritrosit nampak jelas
pada gambar berikut ini :

Persiapan alat dan bahan pemeriksaan Pemipetan sampel darah

Pemipetan larutan Hayem Campuran diteteskan ke Bilik hitung


Gambar 35. Langkah-langkah Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit

C. Menghitung Jumlah Sel


1. Pakailah lensa objektif kecil, yaitu dengan perbesaran 40x. Naikan
lensa kondensor atau besarkan diafragma. Meja mikroskop harus
dalam posisi mendatar.

119
2. Aturlah fokus terlabih dahulu dengan memakai lensa objektif kecil (10x),
kemudian lensa itu diganti dengan lensa objektif besar (40x) sampai
garis-gasris bagi dalam bidang besar bagian tengah terlihat jelas
3. Hitunglah semua erotrosit yang terdapat dalam 5 bidang yang tersusun
dari 16 bidang kecil, umpamanya pada keempat sudut bidang besar
ditambah dengan bidang kecil yang bagian tengah.
4. Hitunglah semua eritrosit yang terdapat dalam kelima ”bidang kecil”
pada sudut ”seluruh semua permukaan yang terbagi”
 Mulailah menghitung dari sudut kiri atas, terus kekanan , kemudian
turun kebawah dan dari kiri ke kanan., lalu turun lagi kebawah dan
dimulai lagi dari kiri kekanan. Cara seperti itu lakukan pada kelima
bidang kecil..
 Kadang-kadang ada sel-sel yang letaknya menyinggung garis batas
sesuatu bidang. Sel- sel yang menyinggung garis batas sebelah kiri
atau garis batas atas haruslah dihitung. Sebaliknya jika sel-sel
menyinggung garis batas kanan dan bawah tidak boleh dihitung.

VI. Perhitungan
Pengenceran dalam perhitungan eritrosit adalah 100x dan 200x.
Contohnya ; pengenceran dalam pipet eritrosit 200x. Luas tiap bidang
0,0025 mm2 dan tingginya 0,1 mm, sedangkan eritrosit dihitung dalam 5 x
16 bidang kecil = 80 bidang kecil yang luasnya 0,2 mm2. Faktor untuk
mendapat jumlah eritrosit per l darah menjadi 5 x 10 x 200 = 10000N.

120
Gambar 36: Eritrosit dibilik hitung 16 bidang sedang pembesaran obyektif 40x

VI. Nilai Normal jumlah Eritrosit :


Laki-laki : 4.330.000 - 5.950.000 cmm
Perempuan : 3.900.000 – 4.820.000 cmm

Kesalahan-kesalahan pada tindakan menghitung jumlah Eritrosit :


Pada umumnya kesalahan pada perhitungan eritrosit sama seperti telah
diterangkan pada menghitung jumlah leukosit. Satu kesalahan yang sering
dibuat ialah menghitung jumlah eritrosit memakai lensa objektif kecil (10x)
sehingga sangat tidak teliti hasilnya.

121
PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH TROMBOSIT

I. Tujuan :
Untuk mengetahui jumlah trombosit dalam darah pasen atau
Probandus dengan satuan cmm

II. Prinsip :
Darah diencerkan serta dicat dengan suatu larutan. dalam pipet
pengencer, kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung . jumlah eritrosit
dihitung dalam volume tertentu, dengan menggunakan faktor konversi jumlah
eritrosit per l darah dapat diperhitungkan.

III. Alat :
1. Hemositometer
 Pipet Themo :
 Pipet eritrosit
 Kamar Hitung (Emproved Naubauet)
2. Mikroskop
3. Obyek glass

IV. Reagensia :
1. Larutan Rees Ecker
2. EDTA
3. Kapas + Alkohol

V. Bahan :
Darah kapiler atau darah vena dengan antikoagulan

VI. Cara menghitung Trombosit ada 2 :


 Cara tidak langsung
 Cara langsung

122
VII. Prosedur :
A. Cara langsung (Rees Ecker)
Darah diencerkan dengan larutan Rees Ecker dan jumlah Treombosit
dihitung dalam kamar. Larutan Rees Ecker: Natriumsitrat 3,8 g; Larutan
Formaldehida 40 % 2 ml; Brilliantcresylblue 30 mg; Aquadest 100 ml.
Larutan disaring sebelum dipakai :
1. Isaplah cairan Rees ecker ke dalam pipet eritrosit samapai dengan
garis tanda 1 dan buanglah lagi cairan itu.
2. Isaplah darah sampai garis tanda 0,5 dan cairan Rees ecker samapai
101 dan segeralah kocok selama 3 menit.
3. Buanglah cairan yang ada didalam pipet 3-4 tetes dan segeralah
sentuhkan ujung pipet itu dengan sudut 30 derajat pada permukaan
kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan
kamar hitung itu terisi cairan perlahan-lahan dengan daya kapilaritasnya
sendiri.
4. Biarkan kamar hitung itu selama 2 atau 3 menit supaya Trombosit dapat
mengendap. Jika tidak dapat dihitung dalam sebuah cawan petri
tertutup yang selama 10 menit agar Trombosit mengendap.
5. Hitunglah semua Trombosit dalam seluruh bidang besar dalam kamar
hitung memakai lensa objektif besar.
6. Jumlah itu dikali 2000 menghasilkan jumlah Trombosit per l darah.

123
Prosedur kerja pemeriksaan hitung jumlah Eritrosit nampak jelas
pada gambar berikut ini :

Persiapan alat dan bahan pemeriksaan Pemipetan sampel darah

Pemipetan larutan Rees Ecker Campuran diteteskan ke bilik hitung

Gambar 37. Langkah-langkah Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit

124
Gambar 38: Trombosit pada kamar hitung dengan pembesaran 40 x

B. Cara tidak Langsung (Fonio):


Darah dibuat apusan, dengan cara :
1. Bersihkan ujung jari dengan alkohol dan biarkan mengering.
2. Taruhlah diatas ujung jari itu setetes besar larutan magnesiumsulfat
14%.
3. Tusukkan ujung jari dengan lanset melalui tetesa magnsium sulfat
itu.
4. Setelah jumlah darah keluar menjadi kira-kia ¼ dari jumlah
magnesiumsulfat campurlah darah dan magnesiumsulfat itu.
5. Kemudian dilakukan pengecatan dengan cat Giemsa stain
6. Dihitung jumlah Trombosit per 1000 eritrosit
7. Dilakukan perhitungan jumlah eritrosit dari bahan/sempel darah
yang sama.
8. Perhitungkanlah jumlah trombosit per l darah atas dasar kedua
angka itu.

125
Untuk menghitung jumlah trombosit secara tidak langsung adalah dengan
menghitung jumlah trombosit pada 40 lapangan pandang dengan minyak emersi
dan mengalikan hasilnya dengan 1000.
C. Perhitungan
1. Cara langsung
Luas masing-masing 4 persegi ialah 1 mm2 dan volumenya 1 cmm.
Misalnya jumlah trombosit yang akan dihitung adalah N. Jadi N
trombosit tercatat dalam 0,4 cmm. Jumlah trombosit dalam 1 cmm =
1/0,4 x N. Pengenceran larutan darah ialah 200x. Jadi trombosit darah
= 1/0,4 x 200 x N = 500 N / cmm.
2. Cara tidak langsung
Misalkan didapatkan jumlah trombosit (N) per 2000 eritrosit dan jumlah
ertrosit ialah E/cmm, maka jumlah trombositnya adalah :
E
N
1000
Cara lain untuk menghitung jumlah trombosit secara tidak langsung
ialah sebagai berikut : kita menghitung jumlah trombosit pada 20
lapangan pandang dan mengalikan hasilnya dengan
1000.

Cara penghitungan jumlah trombosit metode apusan darah tepi

lp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

 5 6 4 6 8 9 7 8 9 5 8 9 6 7 8 6 9 8 9 7
n = 5+6+4+6+8+9+7+8+9+5+8+9+6+7+8+6+9+8+9+7 = 144

Jumlah trombosit = 144 x 1000 = 144.000/mmk

Gambar 39. Cara penghitungan trombosit pada apusan

126
Kesalahan-kesalahan pada tindakan menghitung jumlah trombosit
Penghiutngan yang kurang teliti, kebersihan alat-alat dan larutan
pengencer penting sekali karena sukar sekali untuk membedakan trombosit
yang sama dengan kotoran-kotoran. Pengenceran harus cepat dilakukan
kalau tidak trombosit-trombosit yang akan kita hitung menggerombol dan
darah akan membeku. Penghitungan trombosit harus selalu dikontrol dengan
pemeriksaan darahnya.

127

Anda mungkin juga menyukai