Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
BAB I
PENDAHULUAN
Memasuki dunia industrialisasi yang semakin modern akan diikuti oleh penerapan
teknologi tinggi, penggunaan bahan dan peralatan makin kompleks dan rumit, yang akan
mengakibatkan suatu kemungkinan bahaya yang besar, berupa kecelakaan, kebakaran,
peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja, yang diakibatkan oleh
kesalahan dalam penggunaan peralatan, pemahaman dan kemampuan serta ketrampilan
tenaga kerja yang kurang memadai, dan hal inilah yang terjadi pada era industrialisasi
belakangan ini, yaitu adanya penerapan teknologi yang tinggi dan penggunaan bahan
yang beraneka ragam akan tetapi tidak diikuti dengan selaras oleh ketrampilan dan
keahlian tenaga kerjanya yang mengoperasikan peralatan dan mempergunakan bahan
dalam proses produksi tersebut, sehingga menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.
1.2. Tujuan
3. Mempelajari cara pendekatan yang ideal yang dapat dijalankan sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik industri, sehingga K3 dapat menjadi suatu budaya
kerja dan sistim manajemen K3 dapat diterapkan secara efektif.
1.3 Identifikasi dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi
2. Perumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 OHSAS-18001:2007
Memberikan kerangka kerja dan panduan bagi organisasi dalam upaya menurunkan
resiko bahaya terkait keselamatan dan kesehatan pekerja
Meningkatkan hubungan yang harmonis antar pekerja dan pihak-pihak lain dalam
organisasi dengan cara memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan yang layak
terhadap pekerja.
Meningkatkan effisiensi dalam upaya organisasi untuk memenuhi peraturan dan regulasi
terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku.
2.1.3 Ukuran Keberhasilan dalam Penerapan OHSAS-18001
K3 yang disingkat dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (bukan kesehatan dan
keselamatan kerja) perlu perancangan yang sangat-sangat baik. Beberapa hal yang perlu
direkayasa dalam upaya menciptakan kondisi seminimum mungkin sebagai penyebab kesalahan
dan kecelakaan kerja antara lain adalah
1. Hardware
2. Software
3. Peopleware
4. Methods
5. Enviroware
6. Organiware
7 tahapan umum dari suatu proses (produksi secara umum) maka masin-masing tahapan tersebut
bisa saja terjadi suatu kesalahan. Beberapa kesalahan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Kesalahan desain
Kesalahan desain merupakan kesalahan yang terjadi pada tahap desain. Bisa saja hal ini terjadi
karena salah saat memperkirakan beban yang sesungguhnya dengan tidak menambahkan faktor
keamanan (safety factor) sehingga salah dalam menentukan perhitungan, dapat juga terjadi
karena tidak menambahkan unsur manusia di dalamnya sehingga penggunaan hanya berdasar
pada sudut pandang pendesain bukan sudut pandang pengguna (user), dan dapat juga disebabkan
karena masalah buku petunjuk petunjuk (user guide).
2. Kesalahan produksi
Kesalahan produksi dapat terjadi karena salah fabrikasi, salah rakit, salah inspeksi.
3. Kesalahan distribusi
Kesalahan distribusi atau diartikan sebagai kesalahan pengiriman barang/jasa dari produsen ke
konsumen dapat terjadi karena kesalahan pengemasan atau disebabkan oleh faktor-faktor lain
selama perjalanan.
4. Kesalahan instalasi
4 kesalahan di atas terjadi pada fase di mana barang/jasa berada pada tangan produsen,
dan sebagai langkah kerekayasaan agar tidak terjadi kesalahan maupun kecelakaan kerja saat
penggunaan oleh user, maka suatu proses desain perlu memerhatikan hal-hal berikut, yaitu :
Secara teori memang banyak hal yang bisa dilakukan dalam mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, namun pada saat aplikasi ternyata program-program tersebut tidak juga
membuahkan hasil terutama di Indonesia, dimana banyak faktor yang mempengaruhi. Untuk itu
SMK3 (Sistem Manajemen K3) dapat dilaksanakan dengan baik jika melihat unsur 5E dan
semua itu harus dilaksanakan dengan baik. Apa saja 5E itu ?
1. Engineer
Merupakan tahapan desain dimana segala sesuatu harus dipertimbangkan. Seperti pada poin
sebelumnya di atas yakni menciptakan kondisi seminimum mungkin sebagai penyebab terjadinya
kesalahan dan kecelakaan kerja.
2. Educate
Yakni mengajari pengguna (user) tentang bagaimana suatu proses (prosedur) harus berlangsung.
Selain itu adanya materi pengajaran tentang pentingnya keselamatan kerja dalam kerja harus
perlu dipahami oleh semua pihak baik dari lini bawah, menengah maupun atasan.
3. Empower
Merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tahapan desain (engineer). Di mana segala hal yang
dirancang maupun dikonsepkan harus disesuaikan dengan kondisi lapangan. Sama halnya
dengan suatu kebijakan yang diputuskan oleh suatu organisasi, lembaga, perusahaan atau bahkan
negara harus sesuai dengan kondisi sesungguhnya dan tidak boleh sepihak. Terkadang keputusan
yang dibuat oleh lini manajerial tidak mempertimbangkan pendapat dari lini operasional
sehingga keputusan yang dibuat menjadi not implemntable (tidak bisa diaplikasikan).
4. Enable
Merupakan tahapan yang sangat penting atau bahkan dapat saya katakan paling penting. Enable
di sini diartikan sebagai peran manajemen dalam membina, merancang dan menjaga sistem
tersebut (SMK3). Banyaknya kecelakaan transportasi di Indonesia sebenarnya banyak
disebabkan oleh faktor manajerial. Kesalahan banyak terjadi di saat semua orang mengatakan
bahwa terjadinya kecelakaan diseabkan oleh human error padahal jika ditelusuri sebenanrnya
tidak lepas dari unsur manajerial Seperti bagaimana kondisi kerja pekerja tersebut? Apakah jam
kerjanya sesuai atau bahkan terlalu lama sehingga meningkatkan potensi terjadinya kantuk?
Bagaimana kelayakan gaji pekerja tersebut, sehingga pada saat jam kerja pekerja tidak
menyambi pekerjaannya untuk mendapat penghasilan tambahan. Kondisi tidak layaknya gaji
saya amati secara langsung, yaitu kepada seorang penjaga rel kereta api. Di mana saat ia harus
mnjaga rel kereta ia harus ikut angkut-angkut barang atau bahkan sekedar menambal ban.
Sungguh miris jika dipikir lebih dalam lagi karena kelayakan gaji yang diberikan sangatlah
rendah.
5. Enforce
Merupakan suatu langkah terakhir yang harus dilakukan agar menjaga SMK5 berlangsung
dengan baik, yakni dengan adanya pemaksaan. Suatu pemaksaan perlu dilakukan untuk
menjamin berlakunya SMK3 yang telah dibuat sedemikian rupa, dan pemaksaan ini ahrus benar-
benar dilakukan tanpa ada rasa ragu. Pemaksaan dirasa perlu jika aturan yang sudah dibuat
banyak dilanggar sehingga potensi kecelakaan kerja tidak diperhatikan sama sekali.
Seperti kasus yang terjadi pada ledakan SPBU yang disebabkan oleh penumpang yang
merokok (Semarang, 2007). Aturan memang sudah ada, dan terpampang jelas di setiap
SPBU namun tidak ada langkah enforce dari pihak terkait.
Memasuki dunia industrialisasi yang semakin modern akan diikuti oleh penerapan
teknologi tinggi, penggunaan bahan dan peralatan makin kompleks dan rumit, yang akan
mengakibatkan suatu kemungkinan bahaya yang besar, berupa kecelakaan, kebakaran,
peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja, yang diakibatkan oleh kesalahan
dalam penggunaan peralatan, pemahaman dan kemampuan serta ketrampilan tenaga kerja yang
kurang memadai, dan hal inilah yang terjadi pada era industrialisasi belakangan ini, yaitu adanya
penerapan teknologi yang tinggi dan penggunaan bahan yang beraneka ragam akan tetapi tidak
diikuti dengan selaras oleh ketrampilan dan keahlian tenaga kerjanya yang mengoperasikan
peralatan dan mempergunakan bahan dalam proses produksi tersebut, sehingga menimbulkan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.Bagaimana mengidentifikasi serta bagaimana
mengelolah bahaya tersebut adalah rangkaian dari suatu system yang dikenal dengan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang telah diundang-undangkan oleh
pemerintah Republik Indonesia dalam UU No. 1 tahun 1970 n peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. 5 tahun 1996.
(Definisi tempat kerja : darat/perairan/udara/dalam tanah, ada kegiatan usaha, ada tenaga
kerja yang bekerja, ada sumber bahaya)
Sesuai Pasal 3 Permenaker 05/MEN/1996, perusahaan yang mempekerjakan minimal 100 tenaga
kerja dan atau ada potensi bahaya ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja,
wajib menerapkan SMK3.
PRINSIP DASAR
1. Penetapan kebijakan K3
2. Perencanaan penerapan K3
3. Penerapan K3
4. Pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja K3
5. Peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara berkesinambungan
ELEMEN
2. Perencanaan
3. Penerapan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menejemen Keselamatan dan Kesehatan adalah bagian dari sistem perusahaan secara
keseluruhan yang menunjang akan perkembangan perusahaan itu sendiri. Dalam pelaksanaan
Sistem Menejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengginakan standar OHSAS 18001.
Elemen Kunci dari pelaksanaan Sistem Menejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja meliputi
Penetapan Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Menjamin komitmen,
Perencanaan, Penerapan, Pengukuran dan Evaluasi, serta Peninjauan ulang dan Peninngkataan
Sistem Menejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja oleh Menejemen.
3.2 Saran
Tambahkan komentar
Industrial_09
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
TEORI TANJAKAN
INSPIRATIF
Antropometri _ ali
Tips....!
http://arkanaali.blogspot.com/
BY DIKi- OR
Akuntansi nEEhhhhhhhhh
Ergonomi
reNuNgan_ ali
NylEneH...'
ex_Komarudin PERENCANAAN TATA
LETAK PABRIK (PTLP)
PERENCANAAN TATA LETAK PABRIK (PTLP)
Dalam PTLP ini pada dasarnya akan meupakan proses pengurutan dari suatu perencanaan tata
letak yang sistematis. Urutan proses tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Pemilihan Lokasi
2. Opeation Process Chart (OPC)
3. Routing Sheet
4. Multi Product Process Chart (MPPC)
5. Menentukan Gudang
6. Ongkos Material Handling (OMH)
7. From To Chart (FTC)
8. Outflow, Inflow
9. Tabel Skala Prioritas (TSP)
10. Activity Relationship Diagram (ARD)
11. Activity Relationship Chart (ARC)
12. Area Alocation Diagram (AAD)
13. Template
PEMILIHAN LOKASI
Pemilihan lokasi pada dasarnya adalah menentukan suatu tempat
atau lokasi yang tepat untuk suatu perisahaan atau perkantoran
atau lokasi untuk tujuan tertentu, dengan memperhitungkan
kelebihan dan kekurangan lokasi tersebut. Dalam pemilihan
lokasi kita akan membandingkan suatu lokasi dengan lokasi
lainnya, berdasarkan nilai break even point lokasi tersebut.
Contoh :
Sebuah perusahaan akan mendirikan pabrik baru dengan calon
lokasi didirikan di Bandung, Cirebon, dan Bogor dengan data
sebagai berikut :
Bandung Cirebon Bogor
Pajak / th 1.000.000 500.000 1.200.000
Listrik / th 2.000.000 1.500.000 2.100.000
Ongkos buruh / unit 1.000 1.200 850
Ongkos operasi / unit 3.000 3.500 2.000
Kapasitas produksi = 1000 unit / th
Penyelesaian :
ROUTING SHEET
Langkah selanjutnya dalam merencanakan tata letak pabrik
adalah pembuatan routing sheet.
Routing sheet ini digunakan untuk :
1. Menghitung jumlah mesin yang diperlukan
2. Menghitung jumlah part yang harus dipersiapkan dalam usaha
memperoleh sejumlah produk jadi yang diinginkan.