Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan merupakan salah satu sifat essensial kehidupan. Pertumbuhan ini berlangsung
menurut aturan. Pada organisme dewasa, dalam keadaan fisiologik pada sebagian jaringan tidak
terdapat pertumbuhan lagi, dalam hal ini pembuatan sel-sel baru berada dalam keseimbangan
dengan hilangnya sel-sel lama.
Dalam keadaan tertentu, suatu sel dapat terjadi perubahan sifat yang mengakibatkan
pertumbuhan sel-sel yang abnormal(neoplasma/tumor)Tumor bisa berupa tumor jinak maupun
tumor ganas.Sarcoma merupakan tumor ganas (kanker) yang berasal dari jaringan mesodermal.
Sarcoma tumbuh secara ekspansif tapi terjadi pula pertumbuhan yang infiltratif ke jaringan
sekitarnya.
Metastasis berlangsung dengan cara hematogen. Sarcoma dapat terjadi pada semua bagian
tubuh tetapi yang sering ialah pada tulang, jaringan subcutis, fascia dan otot.Semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan pendidikan maka penyakit-penyakit ganas seperti
sarcoma dapat dicegah dan diobati. Tapi lebih ditekankan bagaimana mencegah hal tersebut
sehingga prevelensi dari kanker ganas dapat diperkecil

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan Definisi Fibrosarkoma?
2. Jelaska Etiologi Fibrosarkoma?
3. Jelaskan Patofisiologi Fibrosarkoma?
4. Jelaskan Tanda dan Gejala Klinis Fibrosarkoma?
5. Jelaskan Diagnosis Banding Fibrosarkoma?
6. Jelaskan Penegakan Diagnosis Fibrosarkoma?
7. Jelaskan Penatalaksanaan Fibrosarkoma?
8. Jelaskan Pencegahan Fibrosarkoma?
9. Jelaskan Prognosis Fibrosarkoma?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami penjabaran tentang penyakit fibrosarcoma
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, penyebab, klasifikasi, tanda dan gejala,
patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, serta komplikasi dari penyakit
fibrosarcoma.

1.4 Manfaat
1. Megetahui Definisi Fibrosarkoma
2. Megetahui Etiologi Fibrosarkoma
3. Megetahui Jelaskan Patofisiologi Fibrosarkoma
4. Megetahui Tanda dan Gejala Klinis Fibrosarkoma
5. Megetahui Diagnosis Banding Fibrosarkoma
6. Megetahui Penegakan Diagnosis Fibrosarkoma
7. Megetahui Penatalaksanaan Fibrosarkoma
8. Megetahui Pencegahan Fibrosarkoma
9. Megetahui Prognosis Fibrosarkoma

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sarkoma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel sel yang tumbuh terus
menerus secara tidak terbatas / berlebihan (proliferasi), tidak berkoordinasi dengan jaringan
sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh,yang berasal dari jaringan mesodermal (Tjarta, Achmad.
1973).
Jaringan fibrosa, kadang-kadang disebut sebagai FCT,
merupakan jaringan terdiridari kekuatan tinggi, serat yang
sedikit melar. Serat ini terutama terdiri dari kolagen, air, dan helai kompleks karbohidrat yang
disebut polisakarida. Mereka memberikandukungan dan penyerapan kejutan ke organ
sekitarnya dan tulang. Sepertisel-sel danserat dalam jaringan ini begitu padat bersama-sama,
mereka kadang-kadang hanyadisebut sebagai jaringan ikat padat.
Berdasarkan pengertiannya Sarkoma adalah keganasan yang berasal dari jaringanlunak/
jaringan ikat (seperti : otot, tendon, lemak, saraf, pembuluh darah, atau tulang rawan) dantulang.
Sedangkan Fibroblas adalah sel - sel yang secara normal menghasilkan jaringanfibrous di seluruh
tubuh.Jadi Fibrosarkoma adalah tumor ganas sel jaringan ikat dankolagen. Pada awalnya
fibrosarkoma didiagnosis atas dasar adanya tumor sel spindle yangmembentuk kolagen,
termasuk disini adalahmalignant fibrous histiocytoma, sarcomasynovial tipe fibrous
monofasik,malignant schwannoma, neurofibrosarkoma.
Fibrosarkoma adalah neoplasma ganas yang berasal dari sel mesenkim, dimana secara
histologi sel yang dominan adalah sel fibroblas. Pembelahan sel yang tidak terkontrol dapat
menginvasi jaringan lokal serta dapat bermetastase jauh ke bagian tubuh yang lain.

2.2 Etiologi
Penyebab pasti dari fibrosarkoma belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang sering
berkontribusi seperti faktor radiasi yang menyebabkan adanya perubahan genetik oleh karena
hilangnya alel, poin mutasi, dan translokasi kromosom. Selain beberapa penyebab di atas, fraktur
tulang, penyakit paget, dan operasi patah tulang juga dapat menimbulkan fibrosarkoma sekunder.
Fibrosarkoma merupakan keganasan yang sering terjadi terutama akibat paparan radiasi.
Sebagian besar kasus mengenai usia diantaran 30-50 tahun dengan proporsi jumlah laki-laki
yang lebih dominan terkena. Seseorang dengan riwayat infark tulang atau iradiasi merupakan
faktor risiko pada fibrosarkoma sekunder.Fibrosarkoma pada grade yang tinggi merupakan faktor
risiko yang signifikan untuk terjadi metastasis dan kekambuhan lokal.

2.3 Patofisiologi
Fibrosarkoma dapat terjadi akibat pengaruh paparan radiasi dari lingkungan yang
mengakibatkan terjadinya translokasi kromosom pada sekitar 90% kasus.x-radiationdan gamma
radiation paling berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan. Ionisasi radiasi menyebabkan
terjadinya perubahan genetik yang meliputi mutasi gen, mutasimini-satellit( perubahan
jumlah DNA sequences), formasi mikronukleus ( tanda kehilangan atau kerusakan kromosom),
aberasi kromosomal (struktur dan jumlahnya), perubahan ploidi (jumlah dan susunan
kromosom), DNA stand breaks dan instabilitas kromosom. Ionisasi radiasi mempengaruhi semua
fase dalam siklus sel, namun fase G2merupakan yang paling sensitif.
Sepanjang hidup sel pada sumsum tulang, mukosa usus, epitelium testikular seminuferus,
folikel ovarium rentan mengalami trauma dan sebagai akibatnya akan selalu mengalami proses
mitosis. Iradiasi selama proses mitosis mengakibatkan aberasi kromosomal. Tingkat kerusakan
bergantung pada intensitas, durasi, dan kumulatif dari radiasi.DNA dapat mengalami kerusakan
secara langsung maupun tidak langsung melalui interaksi dengan reactive products yang berupa
radikal bebas.
Pengamatan terhadap kerusakan DNA diduga sebagai hasil perbaikan DNA atau sebagai
akibat dari replikasi yang salah. Perubahan ekspresi gen memicu timbulnya suatu tumor. Sebagai
akibat paparan x-radiation dan gamma radiation sangat kuat berkorelasi terhadap timbulnya
keganasan atau kanker. Kerusakan DNA yang dimanifestasikan dalam bentuk translokasi
kromosom gene COL1A1 pada kromosom 17 dan gen platelet-derived growth factor B pada
kromosom 22 mengakibatkan terjadinya keganasan pada jaringan fibrous. Perubahan
fibrosarkoma dicirikan dengan pertumbuhan pola herringbone yang nampak pada klasik
fibrosarkoma.

2.4 Pathway

2.5 Tanda dan Gejala Klinis


Gejala pada fibrosarkoma pada awal mulanya sering tidak tampak atau tanpa dirasakan
adanya nyeri.Biasanya tumor baru tampak setelah timbul gejala dan teraba suatu benjolan.Pada
lesi yang besar terjadi peregangan pada kulit dan nampak mengkilat berwarna keunguan. Pada
massa yang sangat besar terjadi pelebaran pembuluh darah vena.
Tanda dan gejala pada fibrosarkoma sulit dibedakan dari tumor lainnya sehingga diperlukan
pemerikasaan jaringan dengan mikroskop sehingga didapatkan grade dan staging dari
fibrosarkoma.
Tabel 1. Grading (Derajat Keganasan)
TNM two grade System Three grade System Four grade system
Low grade Grade I Grade I
Grade II
High grade Grade II Grade III
Grade III Grade IV

Tabel 2. Stage Grouping


Stage IA T1a N0, Nx M0 Low grade
T1b N0, Nx M0
Stage IB T2a N0, Nx M0
T2b N0, Nx M0
Stage IIA T1a N0, Nx M0 High Grade
T1b N0, Nx M0
Stage IIB T2a N0, Nx M0
Stage IIIB T2b N0, Nx M0
Stage IV Any T N1 M0 Any grade
Any T Any N M1 Any grade

Keterangan :
1 Primary Tumor
Tx Primary tumor canot be assessed
T0 No evidence of primary tumor
T1 Tumor 5 cm or less in greatest dimension
T1a Superficial tumor
T1b Deep tumor
T2 Tumor more than 5 cm in greatest dimension
T2a Superficial tumor
T2b Deep tumor
N Regional Lymph Nodes
Nx Regional lymph nodes cannot be assessed
N0 No regional lymph node metastasis
N1 Regional lymph node metastasis
M Distant metastasis
Mx Distant metastasis cannot be assessed
M0 No distant metastasis
M1 Distant metastasis

2.6 Diagnosis Banding


1. Mallignant fibrous histiocytoma
Malignant fibrous histiocytoma (MFH) merupakan sarkoma jaringan lunak yang banyak
ditemukan terutama pada ekstremitas, yaitu 70%-75%. MFH berupa massa kelenjar tumor
jaringan lunak, besar, dan tidak nyeri.
2. Giant cell tumor
Giant cell tumor merupakan tumor yang agresif tetapi merupakan tumor jinak pada
metafisis atau epifisis pada tulang panjang.
3. Osteolytic osteosarcoma
Osteolytic osteosarcoma adalah keganasan yang paling umum dari tulang belakang
multiple myeloma, kasusnya terjadi sekitar 50% di sekitar lutut.

2.7 Penegakan Diagnosis


1. Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan terdapat benjolan. Hal-hal yang perlu digali adalah:
Kapan benjolan tersebut mulai muncul?
Bagaimana sifat pertumbuhannya, apakah cepat atau lambat?
Keluhan penekanan pada jaringan sekitar
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang perlu dicari adalah:
Lokasi tumor
Deskripsi tumor, meliputi:
Batas tegas atau tidak
Ukurannya
Permukaannya
Konsistensinya
Nyeri tekan atau tidak
Kelejar getah bening regional apakah teraba atau tidak

2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto Rontgen
Pada foto rontgen biasanya tampak massa isodens berlatar belakang bayangan otot. Selain itu
juga bisa menunjukkan reaksi tulang akibat invasi tumor jaringan lunak seperti destruksi, reaksi
periosteal atau remodeling tulang.
2. Ultrasonografi
Pada pemeriksaan tumor jaringan lunak, ultrasonografi memiliki dua peran utama yaitu dapat
membedakan tumor kistik atau padat dan mengukur besarnya tumor.
3. CT-scan
Pada kasus fibrosarkoma pemeriksaan CT-scan biasanya digunakan untuk mendeteksi
klasifikasi dan osifikasi serta melihat metastase tumor di tempat lain.
4. MRI
MRI merupakan modalitas diagnostik terbaik untuk mendeteksi, karakterisasi, dan
menentukan stadium tumor. MRI mampu membedakan jaringan tumor dengan otot di sekitarnya
dan dapat menilai bagian yang terkena pada komponen neurovaskuler yang penting dalam limb
salvage surgery. MRI juga bisa digunakan untuk mengarahkan biopsi, merencanakan teknik
operasi, mengevaluasi respon kemoterapi, penentuan ulang stadium, dan evaluasi jangka panjang
terjadinya kekambuhan lokal.

5. Histopatologi
Pemerikaan histopatologi dilakukan dengan melakukan biopsi.Biopsi terbuka meliputi incisi
dan eksisi.Incisi dilakukan bila ukuran tumor lebih dari 3cm sementara pemeriksaan eksisi
dilakukan jika ukuran tumor kurang dari 3cm. Biopsi tertutup meliputi core biopsy / Tru-cut
biopsy dan biopsi aspirasi jarum halus.
Pada gambaran histologi fibrosarkoma memiliki pola pertumbuhan fascicula sel berbentuk
fusiform ataupun spindle.Batas antar sel nampak tidak jelas dengan sedikit sitoplasma dan
serabut kolagen membentuk anyaman paralel.Histologi grading terutama berdasarkan derajat
selularitas, diferensiasi sel, gambaran mitotik dan jumlah kolagen yang dihasilkan oleh sel
nekrosisnya.
Pada grade rendah nampak sel spindle yang beraturan dalam fasikula dengan selularitas
rendah sampai sedang dan nampak seperti herringbone.Terdapat nuklear pleomorfisme derajat
rendah dan jarang bermitosis dan nampak stroma kolagen.Pada grade tinggi terlihat nuclear
pleomorfisme yang tajam, selularitas lebih luas, dan mitosis atypical.Nukleus dapat berbentuk
spindle, oval atau bulat.Penampilan histologi fibrosarkoma grade tinggi mirip dengan tumor
lainnya seperti malignant fibrous histiocytoma, liposarcoma atau synovial sarcoma.

2.9 Penatalaksanaan
Surgical resection dengan wide margins adalah penatalaksanaan yang biasa
dilakukan.Pada fibrosarkoma dengan low grade operasi biasanya adekuat, meskipun
kekambuhan lokal terjadi dalam 11% pada pasien.Sedangkan pada fibrosarkoma dengan high
grade sering membutuhkan preoperatif atau anjuvant chemotherapisetelah operasi untuk
memenuhi kelangsungan hidup. Kemoterapi merupakan hal yang kontroversial namun
kemoterapi baik digunakan dalam lesi tulang.
Dalam penatalaksanaan fibrosarkoma pada ekstremitas kadang diperlukan amputasi
untuk menciptakan margin yang aman tetapi dengan pertimbangan berupa :
1. Massa jaringan lunak luas dan atau dengan adanya keterlibatan kulit
2. Keterlibatan arteri atau nervus utama
3. Keterlibatan tulang yang luas yang mengharuskan whole bone resection
4. Rekuren tumor yang sebelumnya sudah di radiasi adjuvant.
Pendekatan baru pada fibrosarkoma yaitu pengangkatan dengan pembedahan dengan
mengisolasi dan disambung ke sirkuit ekstrakorporal dengan pengaturan suhu dan oksigenasi.
Dalam hal ini toksisitas dapat dihindari karena adanya isolasi.

2.10 Pencegahan
Mengingat belum pastinya penyebab dari fibrosarkoma maka pencegahannya pun sulit
dilakukan.Salah satu yang bisa dilakukan yaitu dengan menghindari faktor risiko seperti radiasi
yang menyebabkan adanya perubahan genetik.

2.11 Prognosis
Pada penderita fibrosarkoma dengan lesi medula high grade harapan hidup selama 5 tahun
mendekati 30% sedangkan pada penderita fibrosarkoma di permukaaan tubuh dan derajat rendah
harapan hidup selama 5 tahun ke depan 50-80%.
Faktor lain yang berhubungan dengan usia harapan hidup yang buruk adalah usia >40 tahun,
tumor primer di axial skeleton, lesi eksentris, dan stadium penyakit saat ditemukan. Tidak ada
data kondusif yang dapat membedakan antara tumor primer dan tumor skunder.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan lain-lain.
2. Keluhan Utama
Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh.Keluhan utama pasien SJL daerah
ekstremitas tersering adalah benjolan yang umumnya tidak nyeri dan sering dikeluhkan muncul
setelah terjadi trauma didaerah tersebut.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Perlu ditanyakan kapan terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya, keluhan yang berhubungan
dengan infiltrasi dan penekanan terhadap jaringan sekitar, dan ketuhan yang berhubungan dengan
metastasis jauh.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan riwayat kesehatan klien, tertama untuk penyakit penyakit yang dapat memperberat
kondisinya saat ini, misalnya memiliki DM. Dapatkan juga informasi sejak mulai kapan dan
bagaimana riwayat pengobatannya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Ditanyakan apakah ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama ataupun menderita tumor
atau kanker jenis yang lain. Ditanyakan juga penyakit penyakit menular dan menurun yang
diderita oleh keluarga yang lain seperti hipertensi, DM, Gangguan Jantung, Astma, TBC, dll.

2. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita dan tanda-tanda metastasis
pada paru, hati dan tulang.
2. Pemeriksaan status lokalis meliputi:
a. Tumor primer:
Lokasi tumor
Ukuran tumor
Batas tumor, tegas atau tidak
Konsistensi dan mobilitas
Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi motorik/sensorik dan tanda-tanda
bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain-lain sesuai dengan lokasi lesi.

b. Metastasis regional:
Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.

3. Pengkajian Fungsional
Pengkajian selanjutnya adalah untuk mengkaji kebutuhan klien dapat menggunakan dasar
kebutuhan manusia berdsarkan Henderson atau dengan adaptasi dari Calista Roy.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).


2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri, dan
amputasi.
3. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu
dalam waktu yang lama.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut teratasi
seluruhnya.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
b. Klien tampak rileks, tidak meringis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
c. Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan
d. Skala nyeri 0-2.
Intervensi:
1. Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
R / : Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
R / : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
3. Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
R / : Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
4. Berikan lingkungan yang tenang.
R / : Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress.
5. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan
rasa nyeri.
R / : Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri, dan
amputasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
1. Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan,
2. Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam
aktivitas,
3. Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
4. Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.

Intervensi :
1. Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi
tersebut.
R /: Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
2. Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
R / : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan
perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
3. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak
digunakan.
4. Bantu pasien dalam perawatan diri.
R / : Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi,
meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
5. Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin , dan mineral.
R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi
biasanya terjadi penurunan BB.
6. Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.
R / : Untuk menentukan program latihan.
3. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu
dalam waktu yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
integritas kulit / jaringan teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak
berlanjut.
Intervensi :
1. Kaji adanya perubahan warna kulit.
R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
2. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
3. Ubah posisi dengan sesering mungkin.
R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko
kerusakan kulit.
4. Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit / kerusakan kulit.
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotic.
R / : Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi tidak
terjadi.
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
2. Leukosit dalam batas normal, dan
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi
laesa.
R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
2. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
3. Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptic
R/ : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
4. Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada
daerah luka.
R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
5. Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
R/ : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.
3.4 Implementasi
Adalah mengelola dan mewujudkan rencana perawatan meliputi tindakan yang direncanakan
oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan didalam rumah sakit.

3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, evaluasi merupakan
kegiatan yang disengaja dan terus menerus yang melibatkan klien, perawat dan tim kesehatan
lain. Evaluasi juga hanya menunjukkan masalah mana yang telah dipecahkan yang perlu dikaji
ulang rencana kembali dilaksanakan dan rencana evaluasi kembali.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Fibrosarkoma merupakan keganasan yang sering terjadi terutama akibat paparan radiasi.
Sebagian besar kasus mengenai usia diantaran 30-50 tahun dengan proporsi jumlah laki-laki
yang lebih dominan terkena. Seseorang dengan riwayat infark tulang atau iradiasi merupakan
faktor risiko pada fibrosarkoma sekunder. Fibrosarkoma pada grade yang tinggi merupakan
faktor risiko yang signifikan untuk terjadi metastasis dan kekambuhan local

4.2 Saran
Perawat ataupun mahasiswa keperawatan harus banyak membaca danmemperbanyak
referensi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentangfibrosarcoma.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8. EGC. Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rahmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskletal. Banjarbaru: Akper
Depkes.
Reeves, J. Charlene.Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. I. Salemba medika.
Jakarta
Tucker, Susan Martin et al.1999, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai