Anda di halaman 1dari 4

Ada beberapa kondisi mengapa mayat perlu diawetkan.

Kondisi yang pertama


yaitu mayat tersebut mengalami penundaan pemakaman atau kremasi lebih dari 24 jam.
Dalam waktu lebih dari 24 jam mayat sudah mengalami pembusukan, mengeluarkan
bau tidak sedap, dan mengeluarkan cairan yang bisa mencemari lingkungan. Kondisi
yang kedua yaitu mayat harus dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada
proses pemindahan, diusahakan agar mayat tidak rusak dan membusuk. Kondisi ketiga
yaitu mayat menderita penyakit menular. Khusus untuk kondisi ini, meskipun mayat
tidak mengalami penundaan pemakaman tetap harus diawetkan agar penyakit tersebut
tidak menular pada petugas kesehatan, keluarga, dan orang-orang disekitarnya. Kondisi
keempat yaitu pihak keluarga mengiginkan mayat tersebut diawetkan agar kondisinya
sama seperti semasa hidup.

Proses pengawetan mayat yang ada pada zaman modern sebenarnya hampir
sama dengan cara yang digunakan pada proses mumifikasi dari mesir. Perbedaannya
terletak pada bahan pegawet yang digunakan dan lamanya mayat tersebut dapat
bertahan. Pada zaman modern ini digunakan bahan pengawet berupa formalin yang
dapat mengawetkan mayat dalam jangka waktu yang relatif singkat, biasanya 7 hari
karena tujuan dari pengawetan mayat dengan formalin yaitu agar mayat tidak
membusuk selama penundaan pemakaman.

Proses pengawetan mayat dengan formalin diawali dengan mempersiapkan alat


dan bahan yang terdiri dari formalin murni, spuit 50 cc No.II, spuit 25 cc no III, needle
no 16, apron sejumlah mayat yang akan diawetkan, jarum suntik, masker dan kain
kassa. Langkah kedua yakni merendam mayat dengan formalin murni 1,5-2 liter
(tergantung ukuran mayat) hingga formalin meresap. Langkah ketiga yakni penyuntikan
spuit 50 CC No.II dan spuit 25 cc no III. Prinsip penyuntikannya adalah suntikkan
cairan pada bagian tubuh yang berongga. Dimulai dari bagian mata (epikantus medialis
dan epikantus lateralis) masing-masing 5 cc, jika dua mata totalnya adalah 20 cc.
Bagian berikutnya adalah klavikula dextro dan klavikula sinistra yang berjarak satu
jengkal dari mata masing masing 10 cc. Turun lagi satu jengkal menuju daerah tulang
rusuk kanan dan tulang rusuk kiri, cairan disuntikkan masing-masing 10 cc. Bagian
selanjutnya adalah femur hingga metatarsal kaki. Dilakukan penyuntikan cairan
sejumlah 10 kali suntikan sepanjang femur hingga metatarsal kaki, masing-masing
suntikan 10 cc cairan. Bagian yang terakhir adalah perut. Perut disuntik paling akhir
karena pada daerah perut terdapat berbagai macam organ pencernaan yang
menimbulkan bau tidak sedap ketika orang tersebut sudah meninggal. Jika ingin
mengawetkan mayat selama 3-4 hari, maka spuit 50 cc disuntik di daerah perut 4 arah
mata angin (timur, barat, utara, dan selatan) masing masing 50 cc. akan tetapi jika ingin
mengawetkan mayat selama seminggu, perlu ditambahkan spuit 50 cc yang disuntikkan
pada bagian tengah perut. Dengan proses yang sedemikian rupa mayat dapat awet
selama proses penundaan pemakaman atau kremasi.

Formalin digunakan sebagai pengawet karena memiliki sifat antimikroba.


Formalin merupakan larutan yang dibuat dari 37% formaldehida dalam air. Di dalam
larutan formalin biasanya ditambahkan alkohol (metanol) sebanyak 10-15% yang
berfungsi sebagai stabilisator agar formaldehida tidak mengalami polimerisasi.
Formalin murni tidak tersedia secara komersial, tetapi biasanya dijual dalam bentuk
larutan yang mengandung 30-50% formaldehida. Dalam bentuk padat,
formaldehidadiperdagangkan sebagai trioxane (CH2O)2 dan polimernya
paraformaldehyde yang memiliki 8-100 unit formaldehida.

Formalin memiliki nama IUPAC metanal. Nama lain dari formalin antara lain
formol, morbicid, formic aldehyde, methyl oxide, oxymethylene, dan formoform.
Aldehida adalah senyawa utama pembentuk formalin yang berasal dari hidrokarbon
aldehid yang paling sederhana dengan rumus molekul H2CO atau HCOH.

Rumus struktur dari formalin

Formalin memiliki sifat yang sama dengan aldehida yakni sangat reaktif; mudah
terbakar; memiliki bau yang tajam; tidak berwarna; mudah mengalami polimerisasi
pada suhu ruang; larut dalam air, aseton, benzena, dietil eter, kloroform, dan etanol; titik
leleh -118 C hingga -92 C; titik didih -21 C hingga -19 C; satu-satunya aldehida
yang berwujud gas pada suhu kamr; dan mudah dioksidasi oleh oksigen di atmosfer
membentuk asam format yang kemudian diubah menjadi Co2 oleh sinar matahari.

Sifat-sifat yang dimiliki formalin menyebabkan formalin dapat digunakan sebagai


pengawet mayat; pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya; bahan pembuatan
sutra sintetis, zat pewarna, cermin, kaca; pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam
dunia fotografi; bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea; bahan untuk pembuatan
produk parfum; bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku; pencegah korosi
untuk sumur minyak; dalam konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%), formalin
digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang
rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil,
lilin, pasta gigi, dan pembersih karpet.

Kemampuan formaldehida sebagai senyawa antimikroba disebabkan oleh


kemampuannya menginaktivasi protein dengan cara mengadakan kondensasi dengan
asam amino bebas dalam protein menjadi hidrokoloid, akibatnya protein akan mengeras
dan tidak dapat larut. Kemampuan ini meningkat seiring dengan adanya peningkatan
suhu. Fazier dan weshoff (1988) menyatakan bahwa formaldehida dapat merusak
bakteri karena bakteri adalah protein. Dalam hal ini, formaldehida berkmbinasi dengan
asam amino bebas dari protein pada protoplasma sel, merusak nukleus dan
mengkoagulasi protein. Selain membunuh mikroba, formaldehida juga berintegrasi
dengan sel inang yang mengakibatkan sel inang menjadi keras dan kaku akibat
koagulasi protein. Reaksi antara formaldehida dengan protein terjadi karena
formaldehida berikatan silang dengan gugus amina dari asam amino lisin, histidin, dan
tirosin. Bentuk ikatan silang tersebut dapat digambarkan di bawah ini :

Protein lys NH CH2 NH - Lys Protein

Menurut WHO (2002) larutan formaldehida 0,5 % dalam waktu 6-12 jam dapat
membunuh bakteri dan dalam waktu 2-4 hari dapat membunuh spora. Alasan
penggunaan formalin digunakan sebagai pengawet adalah harga formalin lebih murah
dibandingkan dengan pengawet lain, jumlah formalin yang digunakan lebih sedikit
dibandingakan dengan dengan pengawet lain, formalin mudah digunakan karena
bentuknya larutan, waktu yang diperlukan untuk proses pengawetan relatif singkat, dan
formalin mudah didapatkan dalam jumlah besar.

KESIMPULAN

Pengawetan mayat dari sudut pandang biologi

Makhluk hidup tersusun atas senyawa-senyawa organik. Saat makhluk hidup


tersebut mati, proses pembusukan sel tubuh oleh sel bakteri seharusnya tidak perlu
dihambat oleh zat-zat yang dapat mengawetkan (mengeraskan protein), sehingga proses
dekomposisi sel sel tubuh oleh bakteri menjadi lebih cepat dan hasil dekomposisinya
tidak mencemari lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai