Hipospadia
Hipospadia
1. Pendahuluan
Hipospadia merupakan salah satu kelainan congenital yang sering ditemui,
kemungkinannya sekitar 1:250 samapi 1:300 pada bayi baru lahir. Pada pasien
dengan hipospadia yang berat, kadang tampak seperti ambiguous genitalia.
Mengakibatkan stres emosional dan beban psikologis bagi orang tua, dan
menjadi pertanyaan mengenai jenis kelamin anak mereka. (Baskin, 2000)
Hipospadia, merupakan konsekuensi dari suatu fusi yang tidak lengkap,
kulit uretra terdapat pada sisi alur uretra pada permukaan tengah dari lubang
kelamin. Pada 8 minggu perkembangan janin terjadi deferensiasi alat kelamin.
Setelah itu, pada pria, tepi medial dari lipatan uretra secara progresif menyatu
di garis tengah pada ventrum dari lubang kelamin; uretra penis benar-benar
tertutup pada minggu ke 14. Kelenjar dari uretra dibentuk pada minggu ke 16,
namun mekanisme yang mendasari langkah ini masih kontroversial.
Organogenesis uretra sebagian besar tergantung oleh hormone androgen.
Testosterone diproduksi oleh sel Leydig janin di kompartemen testis
interstisial dan kemudian dikonversi dalam kulit kelamin menjadi
dihidrotestosteron (DHT), yang bertindak sebagai pengikat reseptor androgen.
Hipospadia adalah contoh virilisasi lengkap di mana meatus uretra normal
ditempatkan pada bagian ventral penis bukan ujung glansFungsi lainnya dari
hormone androgen adalah diferensiasi alat kelamin laki-laki seperti fusi
lipatan labioscrotal, pembesaran lubang kelamin, dan penurunan testis. (Rey,
2005)
2. Anatomi
3. Etiologi
Hipospadia hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi
pada usiua kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-
laki pada umumnya tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron,
dan ekspresi reseptor androgen oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangan
sistem endokrin baik faktor-faktor endogen atau eksogen dapat menyebabkan
hipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor risiko lain juga telah dilaporkan.
Namun, etiologi hipospadia masih belum diketahui. (Brouwers, 2006)
a. Metabolisme Androgen
Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron dan
metabolismenya bersamaan dengan kehadiran reseptor androgen
fungsional. Gangguan genetik dalam jalur metabolisme androgen
(misalnya disfungsi 5 -alfa-reduktase II atau gangguan reseptor androgen)
dapat menyebabkan hipospadia. Meskipun kelainan dalam metabolisme
androgen dapat menyebabkan hipospadia yang berat, namun tidak dapat
menjelaskan etiologi terjadinya hipospadia yang sedang dan ringan.
(Baskin, 2000)
b. Sinyal Seluler Abnormal
Hipotesis lain mengenai hipospadia adalah adanya abnormalitas dari
perantara seluler selama perkembangan alat kelamin. Hipotesis ini
berdasarkan penemuan terjadi perubahan diferensiasi otot halus pada
perkembangan genitalia pria dan wanita. (Baskin, 2000)
4. Klasifikasi
Pembagian hipospadia berdasarkan anatomi :
a. Anterior
Dimana meatus tampak pada bagian inferior dari glands penis. (Wang,
2008)
b. Coronal
Dimana meatus tampak pada alur batang penis. (Wang, 2008)
c. Distal
Dimana meatus tampak pada bagian bawah batang penis. (Wang, 2008)
5. Patofisiologi
Perkembangan uretra secara genetik dipengaruhi oleh diferensiasi sel,
aktivitas hormonal dan enzimatik, serta transformasi jaringan. Sebelum
minggu ke-7 kehamilan, struktur gential antara pria dan wanita tidak dapat
dibedakan. Setelah itu, terjadi diferensiasi jaringan, termasuk pemanjangan
lubang kelamin, pembentukan uretra penis, dan pengembangan kulit
preputium, dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya androgen dan sinyal dari
gen SRY-. Penelitian yang lebih baru mendukung teori diferensiasi
endodermal. Menurut teori ini, seluruh uretra berasal dari sinus urogenital.
Perkembangan terus-menerus uretra ke tuberkulum genital diikuti oleh fusi
ventral lipatan uretra. Gangguan pada metabolisme androgen, misalnya, 5-
Reduktase defisit, cacat dari reseptor androgen, atau cacat gen adalah faktor
etiologi mungkin untuk hypospadia, yang hanya ditemukan pada <5% dari
pasien. (Djacovic, 2008)
6. Diagnosis
Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat
obat-obatan di awal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan aliran
kemih dan adanya penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik
meliputi kesehatan umum dan perkembangan pertumbuhan dengan perhatian
khusus pada sistem saluran kemih seperti pembesaran salah satu atau kedua
ginjal dan amati adanya cacat lahir lainnya. Khas pada hipospadia adalah
meatus uretra pada bagian ventral dan perselubungan pada daerah dorsal serta
terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan hipospadia
berat berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding
uretra (corpus spongiosum) pada proksimal meatus juga berbeda. Derajat
hipospadia sering digambarkan sesuai dengan posisi meatus uretra dalam
kaitannya dengan penis dan skrotum. Ini harus dilakukan dengan sangat hati-
hati untuk kemungkinkunan timbul keraguan karena dengan adanya chordee
yang signifikan. Sebuah meatus yang berada di wilayah subcoronal mungkin
sebenarnya juga sangat dekat dengan persimpangan penoscrotal dan karena itu
setelah koreksi chordee, meatus akan surut ke daerah proksimal batang penis
memerlukan rekonstruksi uretra yang luas. Sebaliknya, meatus yang terletak
di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordee cocok dengan hipospadia
ringan. Oleh karena itu karena kehadiran chordee yang signifikan, posisi
meatus uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan
penoscrotal dan korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan
induksi ereksi dengan mengompresi kavernosum terhadap rami pubis.
Kehadiran satu atau kedua testis di skrotum harus dicatat. Pada sebagian besar
kasus, pasien dengan testis hipospadia ringan sampai sedang dan kedua testis
yang dapat turun secara genotif adalah laki-laki normal. Namun dalam kasus
hipospadia yang berat, terutama bila dikaitkan dengan testis yang tidak turun
baik unilateral atau bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks. (Man,
1985)
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks
internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk
mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.
(Cafici, 2002)
7. Diagnosis Banding
Hipospadia yang terkait dengan pemisahan dari kantung skrotum, testis
yang tidak turun (UTD), alat kelamin yang belum jelas (ambiguous genitalia),,
dan hernia inguinalis (mengandung gonad). (Pai, 2007)
8. Pengobatan
Bedah rekonstruksi mungkin terapi pilihan untuk hipospadia. Tujuan
utama dari rekonstruksi adalah untuk membuat celah vertikal meatus, untuk
meluruskan penis pada kasus kelengkungan dan menghasilakn bentuk yang
baik secara kosmetik. Aspek penting lainnya untuk rekonstruksi adalah untuk
menghindari penis yang memendek dan penggunaan kulit yang optimal tanpa
menggunakan kulit scrotum untuk menutup penis. Usia optimal untuk koreksi
hypospadia adalah antara usia 6 dan 24 bulan. Adanya dihidrotestosteron
memungkinkan untuk mengoptimalkan ukuran penis pada usia awal bila
dilakukan operasi. Dalam sebagian besar kasus, operasi dapat dilakukan dalam
satu langkah. Operasi dua-langkah jarang dilakukan, misalnya dalam kasus,
insufisiensi dari kulit uretra atau hipoplasia kulit seperti yang sering
ditemukan dalam hipospadia pasca operasi. Operasi hipospadia mengikuti
langkah: meluruskan penis (orthoplasty), rekonstruksi dari uretra
(urethroplasty), rekonstruksi meatus (meatoplasty), rekonstruksi kelenjar
(glanuloplasty) dan rekonstruksi kulit penis serta skrotum bila diperlukan.
(Djakociv, 2008)
a. Hipospadia Anterior
Teknik yang dilipih untuk hipospadia anterior tergantung pada posisi
anatomi dari penis yang hipospadia. Teknik yang paling sering digunakan
adalah MAGPI (meatal advance glansplasty), GAP (glans approximation
procedure), metode Mathieu atau disebut flip-flap dan incise pipa
uretroplasti. (Baskin, 2000)
1) Teknik MAGPI (meatal advance glansplasty)
Teknik MAGPI dirancang oleh Duckett pada tahun 1981 (20).
Teknik ini akan memberikan hasil yang maksimal jika pasien
mengikuti dengan tepat. Penis dengan hipospadia yang cocok untuk
dilakukan MAGPI adalah dengan jaringan pada punggung dalam
glands yang mengalirkan urin baik dari koronal atau sedikit ke meatus
subcoronal. Setelah pasien tertidur, uretra itu sendiri harus memiliki
dinding ventral yang normal, tanpa ada bagian yang tipis atau atresia
uretra spongiosum. Uretra juga harus menjadi mobile sehingga dapat
maju ke glands. (Baskin, 2000)
2) Teknik GAP (glans approximation procedure)
Prosedur GAP berlaku pada pasien dengan hipospadia anterior
kecil yang memiliki alur glands luas dan mendalam. Pada pasien ini
tidak memiliki jembatan jaringan kelenjar yang biasanya mngalirkan
aliran kemih, seperti yang terlihat pada pasien yang akan lebih tepat
diobati dengan teknik MAGPI. Dalam teknik GAP, uretra yang
berlubang lebar akan dilakukan tubularisasi primer dengna
mnggunakan stent. (Baskin, 2000)
Secara historis, jika alur uretra tidak cukup lebar untuk tubularisasi
di situ, seperti pada teknik GAP atau prosedur Thiersch Duplay,
kemudian pendekatan alternatif seperti Mathieu atau untuk penanganan
hipospadia yang lebih parah, flap pedikel dengan vascularisasi bias
dilakukan. Baru-baru ini konsep sayatan di kulit uretra dan
dilakukannya tubularisasi dan penyembuhan sekunder telah
diperkenalkan oleh Snodgrass. Hasil jangka pendek sangat baik dan
prosedur ini memiliki popularitas yang luas. Salah satu aspek yang
menarik adalah adanya celah yang menyerupai meatus, yang dibuat
dengan sayatan pertengahan garis punggung. Baru-baru ini, teknik ini
telah diterapkan untuk bentuk-bentuk hipospadia posterior. Secara
teoritis, ada kekhawatiran tentang kemungkinan stenosis meatus dari
jaringan parut, dimana sering terjadi striktur uretra pada pasien dengan
urethrotomy internal yang sering menyebabkan striktur berulang. Pada
hipospadia, pada jaringan dengan suplai darah yang sangat baik dan
aliran pembuluh darah yang besar, tampaknya dapat merespon baik
terhadap sayatan primer dan sekunder pada penyembuhan tanpa
meninggalkan bekas luka. (Baskin, 2000)
Pada perbaikan hipospadia distal, meskipun tingkat morbiditas
relative rendah, hasil kosmetik yang mungkin sulit untuk menilai dan
memuaskan dalam proporsi yang signifikan, terutama setelah
perbaikan Mathieu.
4) Hipospadia Posterior
Kita sudah cukup puas dengan teknik onlay island flap untuk
hipospadia untuk kasus pada hipospadia pada batang penis dan kasus-
kasus yang lebih parah dari hipospadia. Onlay island flap telah
berhasil diuji dengan hasil jangka panjang yang sangat baik. Tidak
membuang kulit uretra pada teknik onlay island flap telah
menyingkirkan striktur anastomosis bagian proksimal dan telah
mengurangi kejadian formasi fistula. Ketika kelengkungan penis
diperlukan, dapat dikoreksi dengan lipatan punggung. Laporan terbaru
telah memperkenalkan teknik standar dan variasi yang lebih halus.
Kadang-kadang operasi yang luas diperlukan dan dalam beberapa
kasus, beberapa operasi menyebabkan hasil yang kurang optimal pada
beberapa anak, pasien kemudian diklasifikasikan sebagai " cacat
hipospadia ". Untuk hipospadia yang sangat parah, kulit preputium
yang dapat dirancang sebagai gaya tapal kuda untuk menjembatani
jarak yang luas. (Baskin, 2000)
9. Komplikasi
a. Fistula
Fistula uretrokutan merupakan masalah utama yang sering muncul
pada operasi hipospadia. Fistula jarang menutup spontan dan dapat
diperbaiki dengna penutupan berlapis dari flap kulit lokal. Dilakukan
fistuloraphy. (Arap, 2000)
Pembentukan fistula sebagian besar di persimpangan neourethra
dengan uretra asli, dan frekuensi tinggi di kasus hipospadia proksimal.
(Ahmed, 2010)
b. Stenosis meatus
Stenosis atau menyempitnya meatus uretra dapat terjadi. Adanya aliran
air seni yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan atas adanya
stenosis meatus. (Arap, 2000)
Masalah teknis seperti pembuatan meatus lumen yang sempit atau
terlalu ketat glanuloplasty dapat menjadi penyebab stenosis meatus.
(Ahmed, 2010)
c. Striktur
Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi jangka panjang dari
operasi hipospadia. Keadaan ini dapat diatasi dengan pembedahan, dan
dapat membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis. (Arap, 2000)
d. Divertikula
Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan adanya
pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat
mengakibatkan obstruksi aliran dan berakhir pada divertikula uretra.
Divertikula dapat terbentuk walaupun tidak terdapat obstruksi pada bagian
distal. Hal ini dapat terjadi berhubungan dengan adanya graft atau flap
pada operasi hipospadia, yang disangga dari otot maupun subkutan dari
jaringan uretra asal. (Arap, 2000)
e. Terdapatnya rambut pada uretra
Kulit yang mengandung folikel rambut dihindari digunakan dalam
rekonstruksi hipospadia. Bila kulit ini berhubungan dngan uretra, hal ini
dapat menimbulkan masalah berupa infeksi saluran kemih dan
pembentukan batu saat pubertas. Biasanya untuk mengatasinya digunakan
laser atau kauter, bahkan bila cukup banyak dilakukan eksisi pada kulit
yang mengandung folikel rambut lalu kemudian diulang perbaikan
hipospadia. (Arap, 2000)
Daftar Pustaka
2. Rey, RA., Codner, E. 2005. Low Risk of Impaired Testicular Sertoli and
Leydig Cell : Functions in Boys with Isolated Hypospadias. J Clin
Endocrinol Metab, November 2005, 90(11):60356040.
9. Ismail, KA. 2009. Proximal Hypospadias: Is Still There a Place for Two
Stage Urethroplasty?. Annals of Pediatric Surgery. Vol 5, No 4, October
2009, PP 274-281.
14. Pai, W., Tseng H. 2007. Ambiguous Genitalia during Neonatal Period : A
15-Year Experience at a Medical Center. Clinical Neonatology 2007 Vol.
14 No.2.
HIPOSPADIA
Oleh:
Bekti Siswati G0005070
Pembimbing:
dr. Amru Sungkar, Sp.B, Sp. BP