Laporan Praktikum Surveilans
Laporan Praktikum Surveilans
Disusun Oleh :
Kelompok I / Kelas A
Difa Riska Yunata G1B014012
Dewi Kusmaryani G1B014020
Sri Maeliyah G1B014027
Alfianti Nurfadillah G1B014031
Nurfatika G1B014042
Natalia Dessy P N G1B014061
Syifa Waras Utami G1B014068
Rosiana Nurul Hidayati G1B014070
2016
I. TUJUAN
Adapun tujuan surveilans penyakit DBD di Puskesmas Purwokerto Selatan
antara lain:
1. Menentukan besar masalah kasus DBD
2. Mendeteksi sejak dini terjadinya Kasus Luar Biasa DBD
3. Memonitor kecenderungan penyakit DBD secara terus-menerus
III.SUMBER DATA
Jenis surveilans yang digunakan di Puskesmas Purwokerto Selatan
adalah surveilans aktif dan pasif. Surveilans aktif adalah
A. Data primer
Data primer diperoleh melalui wawancara dan mengisi
formuliryang dilakukan petugas surveilans di Puskesmas Purwokerto
Selatan terhadap masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Purwokerto
Selatan.
B. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh darilaporan bulanan dengan KDRS, yaitu
dari bulan Januari hingga bulan Oktober tahun 2016.
Adapun proses pengumpulan data surveilans DBD di Puskesmas
Purwokerto Selatan yaitu melalui surat resmi dari lapangan, surat
elektronik, dan SMS dari instansi terkait dengan frekuensi satu bulan
sekali.
Sedangkan untuk pengolahan data di Puskesmas Purwokerto
Selatan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dengan
mendeskripsikan data yang diperoleh dan interpretasikan dalam bentuk
grafik. Penyebaran informasi surveilans di Puskesmas Purwokerto Selatan
terdiri dari :
1. Internal, melalui Loka Karya Mini Puskesmas.
2. Ekternal, melalui Posyandu, pertemuan kader, dan pertemuan lintas
sektor.
IV. HASIL DAN INDIKATOR
A. Hasil
Tabel berikut adalah jumlah kasus DBD yang dibedakan menjadi
kasus DD, DBD, DSS, dan kematian di Puskesmas Purwokerto Selatan
dari Januari - Oktober tahun 2016.
Jumlah
No Bulan
DD DBD DSS Mati
1 Januari 3 9 0 0
2 Februari 12 17 0 0
3 Maret 7 12 1 0
4 April 4 15 0 0
5 Mei 0 1 0 0
6 Juni 2 12 0 0
7 Juli 0 2 0 0
8 Agustus 1 1 0 0
9 September 0 0 0 0
10 Oktober 0 0 0 0
Tabel 4.1 Jumlah kasus DBD Puskesmas Purwokerto Selatan tahun 2016
Grafik Bulanan Kasus DD, DBD, DSS, dan Mati di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Tahun 2016
18
16
14
12 12
12
DD
10 9
DBD
8 7
DSS
6
4 Mati
4 3
2 2 2
2 1 1 11
0
0 170 0 12 0 150 0 0 00 00 0 00 00 0000 0000
Grafik 4.2 Grafik Bulanan Kasus DD, DBD, DSS, dan Mati di Wilayah
Puskesmas Purwokerto Selatan tahun 2016
Berdasarkan tabel 4.1 dan grafik 4.2, diketahui bahwa kasus DD
tertinggidi Puskesmas Purwokerto Selatan tahun 2016 terjadi pada bulan
Februari yaitu sebanyak12 kasus. Kasus DBD tertinggi di Puskesmas
Purwokerto Selatan tahun 2016 terjadi pada bulan Februari yaitu
sebanyak17 kasus. Kasus DSS tertinggidi Puskesmas Purwokerto Selatan
tahun 2016 terjadi pada bulan Januari yaitu sebanyak 2 kasus. Dan hingga
bulan Oktober 2016, tidak ditemukan kasus kematian akibat DBD di
Puskesmas Purwokerto Selatan.
Grafik Bulanan Kasus DBD Berdasarkan Umur di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Tahun 2016
12 11
10
8 8
8 7 0 - <1 th
1 - 5 th
6
6 - 15 th
4
4 15 - 55 th
>56 th
2 1 1 1
0
0 0
Grafik 4.3 Grafik Bulanan Kasus DBD berdasarkan umur di wilayah
Puskesmas Purwokerto Selatan tahun 2016
Grafik Kasus DBD Per Kelurahan di Wilayah Puskesmas Purwokerto Selatan Bulan Januari-Oktober 2016
25
22
20
15 13 13
10 9 DBD
6
5 3 3
0
Grafik 4.4 Grafik Kasus DBD Per Kelurahan di Wilayah Puskesmas
Purwokerto Selatan Bulan Januari-Oktober 2016
x 100%
V. PEMBAHASAN
Pada tahun 2012, tercatat 200 kasus DBD dengan kematian sebanyak 4
jiwa, jumlah ini meningkat pada tahun 2013 mennjasi 543 kasus dengan
kematian sebanyak 4 jiwa. Pada tahun 2014 terjadi penurunan kasus menjadi
209 kasus dengan jumlah kematian 4 jiwa, dan kembali meningkat pada tahun
2015 sebanyak 264 kasus dengan jumlah kematian 1 jiwa. Dari awal tahun
2016 hingga pertengahan Juni, sudah tercatat 1.111 kasus DBD dengan
kematian mencapai 14 jiwa. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas,
jumlah ini diperkirakan akan bertambah dikarenakan musim hujan yang tak
kunjung selesai (DinKes Kabupaten Banyumas, 2016).
Menurut data surveilans epidemiologi DBD di Puskesmas Purwokerto
Selatan, kasus DBD di Kabupaten Banyumas lebih banyak tersebar di wilayah
jumlah penduduk padat, terletak di daerah dataran rendah dan persawahan
seperti wilayah eks kotatif Purwokerto. Kecamatan Purwokerto Selatan
dimana merupakan wilayah kerja Puskesmas Purwokerto Selatan adalah salah
satu wilayah eks kotatif Purwokerto yang terdiri dari 7 Kelurahan yaitu
Karang Klesem, Teluk, Berkoh, Purwokerto Kidul, Purwokerto Kulon,
Tanjung, dan Karangpucung dengan jumlah penduduk pada bulan Januari-
Oktober tahun 2016 sebanyak 80.835 juwa dan jumlah kasus DBD positif
sebanyak 69 kasus, lebih rendah dibandingkan tahun 2015 yang berjumlah 92
kasus. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2016)
yang mengatakan dari hasil uji analisis statistik spasial ANN berdasarkan
perangkat lunak GIS di peroleh hasil yaitu ada hubungan antara kepadatan
penduduk dengan kejadian DBD di wilayah kerja puskesmas Kedungmundu
Semarang. Ini juga sejalan dengan yang dikatakan Ayu dkk (2016) yang
menyatakan kepadatan penduduk merupakan salah satu faktor resiko
keberadaan dan kepadatan vektor DBD, karena kondisi rumah yang
berdempetan antara rumah satu dengan rumah lain sehingga memudahkan
penyebaran penyakit DBD dan mempermudah nyamuk berpindah dari satu
rumah ke rumah lainnya.
Pada tabel dan grafik di atas jumlah kasus DBD selama bulan Januari-
Oktober 2016 yaitu 69 kasus yang rata-rata dialami oleh usia 15-55 tahun
sebanyak 41 orang. Berdasarkan grafik bulanan kasus DBD di Wilayah
Puskesmas Purwokerto Selatan tahun 2016, menunjukkan kasus tertinggi
terjadi pada bulan Februari sebanyak 17 kasus. Hal ini dapat disebabkan
karena perubahan musim penghujan. Pola kasus DBD meningkat pada awal
tahun sampai pertengahan tahun, tetapi sampai akhir tahun menurun. Pola ini
sejalan dengan pola curah hujan yang tinggi pada awal sampai pertengahan
tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Sunaryo dan Pramestuti (2014),
bahwa penularan kasus DBD dari tahun ke tahun masih mengambarkan pola
yang sama yaitu meningkat pada awal musim penghujan atau sekitar bulan
Januari sampai Mei.
Selain itu dapat dikarenakan di awal tahun banyak penduduk
bermigrasi atau berpergian (mobilitas tinggi) sehingga cenderung terjadi
banyak kasus penyakit menular yang terkait dengan mobilitas penduduk. Hal
ini sejalan dengan penelitian Pramudiyo dkk (2015), bahwa Penduduk
Kabupaten Semarang dengan mobilitas yang tinggi, memiliki risiko lebih
besar untuk mendapatkan infeksi dengue dari keempat serotipe.
Berdasarkan grafik kasus DBD per kelurahan di Wilayah Puskesmas
Purwokerto Selatan bulan Januari-Oktober 2016, bahwa kasus DBD tertinggi
terjadi di kelurahan Tanjung yaitu sebanyak 22 kasus. Hal ini dapat
dikarenakan wilayah tersebut memiliki daerah yang kumuh.
Berdasarkan grafik distribusi kasus DBD per golongan umur pada
bulan Januari-Oktober tahun 2016 ditemukan paling tinggi terjadi pada
golongan umur 15-55 tahun, dimana usia tersebut merupakan usia produktif,
banyak aktivitas, mobilitas, dan pergaulan tinggi yang meningkatkan risiko
terjadinya penularan kasus penyakit menular seperti DBD.
Berdasarkan grafik bulanan kasus DBD di Wilayah Puskesmas
Purwokerto Selatan tahun 2015-2016 terjadi penurunan kasus pada tahun 2016
dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan sudah adanya kegiatan sosialisai
DBD, pemberdayaan masyarakat tentang PSN ke semua sektor baik
Pemerintah Kelurahan, PKK, dan masyarakat, yang dilakukan dengan melihat
hasil dari evaluasi program surveilans 2015. Ini sejalan dengan yang dikatakan
Triyani (2010) yang menyatakan Akhir-akhir ini pencegahan dan
pemberantasan DBD tidak hanya dapat ditempuh melalui 3M, namun cara
yang paling efektif adalah melalui pemberantasan sarang jentik nyamuk
(PSJN) untuk menekan angka kasus DBD. Sama halnya seperti penelitian
yang dilakukan oleh Ayu dkk (2016) yang mengatakan Terdapat hubungan
yang bermakna antara tindakan pemberantasan sarang nyamuk dengan
keberadaan larva vektor DBD di kelurahan Lubuk Buaya. Ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Chadijah dkk (2011) mengatakan
bahwa dari hasil uji T berpasangan mendapatkan hasil pemberdayaan
jumantik dalam PSN DBD memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan ABJ dan penurunan angka HI (p=0,00). Hal ini disebabkan
karena pelaksanaan survei jentik oleh jumantik dilaksanakan setiap Hari
Minggu selama enam kali.
Rumusan indikator kinerja harus sederhana, mudah dilaksanakan,
tetapi tetap mengukur mutu/kualitas kinerja surveilans dengan baik. Setiap
satu indikator kinerja surveilans ditetapkan, maka diperlukan beberapa
variabel data yang perlu direkam, dihimpun, diolah dan dianalisis. Banyaknya
kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan data tersebut akan
memberikan beban kerja dan menggangu upaya meningkatkan kinerja
surveilans. Oleh karena itu, setiap penyelenggaraan sistem surveilans perlu
menetapkan sesedikit mungkin indikator kinerja, sesederhana mungkin, tetapi
tetap dapat mengukur kualitas penyelenggaraan surveilans tersebut.
A. Kelengkapan laporan
B. Ketepatan Laporan
No Bulan Jumlah
DBD Mati
1 Januari 9 0
2 Februari 17 0
3 Maret 12 0
4 April 15 0
5 Mei 1 0
6 Juni 12 0
7 Juli 2 0
8 Agustus 1 0
9 September 0 0
10 Oktober 0 0
Jika dilihat dari tabel diatas puskesmas purwokerto selatan telah
melakukan pelaporan ke Dinkes Banyumas secara periodik pada setiap
bulanya dan dari hasil wawancara dengan petugas surveilans puskesmas
purwokerto selatan mengatakan bahwa pelaporan yang dilakukan sering
mengalami keterlambatan atau pelaporan di lakukan lebih dari tanggal yg
sudah di tetapkan. Sehingga dapat dikatakan ketepatan waktu program
surveilans DBD di Puskesmas Purwokerto Selatan kurang baik.
C. Keakuratan data
Unit Sumber Data, misalnya Rumah Sakit atau puskesmas,
mendapat kasus berdasarkan data kunjungan berobat, atau kunjungan lain,
dan kemudian diperiksa dan didiagnosis oleh dokter. Oleh karena itu,
terdapat makna keakuratan : keakuratan data sebagai ketepatan diagnosis,
dan keakuratan data sebagai ketepatan jumlah kasus yang diidentifikasi,
direkam dan dilaporkan oleh sumber data (misal Rumah Sakit). Untuk
mengetahui kualitas keakuratan jumlah kasus dan diagnosis dilakukan
dengan wawancara (kualitatif) dan observasi kegiatan di lapangan serta
membuka pencatatan kasus-kasus yang datang ke unit pelayanan (Sholah,
2016).
Sedangkan dari hasil wawancara yang kami lakukan dengan
petugas surveilans keakuratan data kejadian DBD di Puskesmas
Purwokerto Selatan dapat dilihat berdasarkan surat keterangan yang
diperoleh dari rumah sakit yang diberikan kepada puskesmas, jika
terdapat surat keterangan dari rumah sakit dapat dikatakan data kasus itu
akurat.
Program surveilans DBD di Puskesmas Purwokerto Selatan sudah
dapat dikatakan berhasil tetapi belum maksimal, dikarenakan adanya
beberapa kendala yang dialami, yaitu SDM yang kurang memadai dan
kesadaran masyarakat yang masih rendah untuk melaporkan saat terdapat
kasus DBD karena jika hanya terjadi 1-2 kasus mereka menganggap tidak
berbahaya.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Surveilanss DBD adalah kegiatan pengumpulan data secara berkala
mengenai kejadian DBD. Dari hasil wawancara yang kami lakukan di
Puskesmas Purwokerto Selatan menunjukan bahwa kegiatan surveilans
DBD dikatakan berhasil tetapi belum maksimal karena masih terdapat
adanya kendala yaitu kurangnya sumber daaya manusia dan kurangnya
kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejadian DBD.
B. Saran
Perlu adanya penambahan petugas surveilans untuk menghindari
terjadinya double job dan adanya upaya peningkatan kesadaran
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Purwokerto Selatan.
DAFTAR PUSTAKA