Anda di halaman 1dari 20

TUGAS RESUME

MATA KULIAH DASAR EPIDEMIOLOGI

RISET EPIDEMIOLOGI

Disusun Oleh :
Fani Pranidasari (6411420059)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


SEMARANG
2021
RISET EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan penyakit dan/atau
status kesehatan pada populasi, serta penerapannya untuk pengendalian masalah-masalah
kesehatan. Epidemiologi terbagi atas dua kelompok yaitu, kelompok epidemiologi deskriptif
dan epidemiologi analitik.

Epidemiologi Analitik
Epidemiologi analitik adalah ilmu yang mempelajari determinan yaitu faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian dan distribusi penyakit atau masalah yang berkaitan dengan
kesehatan (Lapau, 2009). Epidemiologi analitik merupakan fase kedua dari fase pendekatan
epidemiologi karena pada fase ini dicoba untuk menganalisis penyebab penyakit dengan cara
menguji hipotesis untuk menjawab pertanyaan seperti bagaimana timbulnya dan berlanjutnya
penyakit. Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya
hubungan/ pengaruh paparan terhadap penyakit.
Tujuan epidemiologi analitik:

(1) Menentukan faktor risiko/ faktor pencegah/ kausa/ determinan penyakit,


(2) Menentukan faktor yang mempengaruhi prognosis kasus;
(3) Menentukan efektivitas intervensi untuk mencegah dan mengendalikan penyakit pada
populasi.

Dua asumsi melatari epidemiologi analitik. Pertama, keadaan kesehatan dan penyakit pada
populasi tidak terjadi secara random melainkan secara sistematis yang dipengaruhi oleh
faktor risiko/ kausa/ faktor pencegah/ faktor protektif (Hennekens dan Buring, 1987; Gordis,
2000). Kedua, faktor risiko atau kausa tersebut dapat diubah sehingga dapat dilakukan upaya
pencegahan penya-kit pada level individu dan populasi (Risser dan Risser, 2002).

Penelitian eksperimen merupakan metode yang paling kuat untuk mengungkapkan hubungan
sebab akibat. Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya
hubungan / pengaruh paparan terhadap penyakit.

Studi analitik merupakan studi epidemiologi yang menitikberatkan pada pencarian hubungan
sebab (faktor-faktor resiko) – akibat (kejadian penyakit). Studi epidemiologi analitik adalah
studi epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban tentang penyebab terjadinya
masalah kesehatan (determinal), besarnya masalah/ kejadian (frekuensi), dan penyebaran
serta munculnya masalah kesehatan (distribusi) dengan tujuan menentukan hubungan sebab
akibat anatarafaktor resiko dan penyakit.

Jenis Epidemiologi Analitik


Berdasarkan peran epidemiologi analitik dibagi 2 :
1. Studi Observasional adalah penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan
(observasi) dan mencatat ciri-ciri/fenomena alam. Yang merupakan studi observasional
dalam epidemiologi analitik antara lain studi kasus control (case control), studi potong
lintang (cross sectional) dan studi Kohort.
2. Studi Eksperimental adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat yang
ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan secara sengaja oleh peneliti. Eksperimen
dengan kontrol random (Randomized Controlled Trial /RCT) dan Eksperimen Semu
(kuasi).

Studi Observasional
a. Studi potong lintang (Cross sectional)
Rancangan cross sectional adalah suatu rancangan epidemiologi yang mempelajari hubungan
penyakit dan faktor penyebab yang mempengaruhi penyakit tersebut dengan mengamati
status faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut secara serentak pada individu atau
kelompok pada satu waktu. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian dimana
variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek
diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.
Langkah – langkah penelitian cross sectional :

1. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian dan mengidentifikasi faktor resiko dan


faktor efek
2. Menetapkan subjek penelitian.
3. Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan faktor resiko
dan efek sekaligus berdasarkan status keadaan variabel pada saat itu (pengumpulan data)
4. Melakukan analisi korelasi dengan cara membandingkan proporsi antar kelompok-
kelompok hasil observasi (pengukuran)
Contoh : Ingin mengetahui hubungan antara anemia besi pada ibu hamil dengan Berat Badan
Bayi Lahir (BBL) denagn menggunakan rancanagn atau pendekatan cross sectional.
Ciri khas rancangan cross sectional :

a. Peneliti melakukan observasi / pengukuran variabel pada suatu saat tertentu.


b. Status seorang individu atas ada atau tidaknya kedua faktor baik pemajanan (exposure)
maupun penyakit yang dinilai pada waktu yang sama.
c. Hanya menggambarkan hubungan aosiasi bukan sebab akibat.
d. Apabila penerapannya pada studi deskriptif, peneliti tidak melakukan tindak lanjut
terhadap pengukuran yang dilakukan.
Kelebihan rancangan cross sectional :

a. Mudah dilaksanakan.
b. Sederhana.
c. Ekonomis dalam hal waktu.
d. Hasilnya dapat diperoleh dengan cepat.
e. Dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang banyak, baik variabel resiko
maupun efek
Kekurangan rancangan cross sectional :

a. Diperlukan subjek penelitian yang besar.


b. Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat.
c. Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan.
d. Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan efek paling lemah bila dibandingan dengan dua
rancangan epidemiologi yang lain

b. Kasus kontrol (case control)


Rancangan Kasus Kontrol adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan
antara penyebab suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok
kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status penyebab penyakitnya. Penelitian case
control adalah suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko
dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif.
Tahap-tahap penelitian case control :
a. Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor resiko dan efek.
b. Menetapkan objek penelitian (populasi dan sampel).
c. Identifikasi kasus.
d. Pemilihan subjek sebagai kontrol.
e. Melakukan pengukuran retrospetif (melihat ke belakang) untuk melihat faktor resiko.
f. Melakukan analisis dengan menbandingkan proporsi antara variabel-variabel objek
penelitian dengan variabel-variabel kontrol

Contoh : Peneliti ingin membuktikan hubungan antara malnutrisi (kekurangan gizi) pada
balita dengan prilaku pemberian makanan oleh ibu.
Ciri rancangan kasus kontrol :

a. Subjek dipilih atas dasar apakah mereka menderita (kasus) atau tidak (kontrol) suatu
kasus yang ingin diamati kemudian proporsi pemajanan dari kedua kelompok tersebut
dibandingkan.
b. Diketahui variabel terikat (akibat), kemudian ingi diketahui variabel bebas (penyebab).
c. Observasi dan pengukuran tidak dilakukan pada saat yang sama.
d. Peneliti melakukan pengukuran variabel bergantung pada efek (subjek (kasus) yang
terkena penyakit) sedangkan variabel bebasnya dicari secara retrospektif.
e. Untuk kontrol, dipilih subjek yang berasal dari populasi dan karakteristik yang sama
dengan kasus.
f. Bedanya kelompok kontrol tidak menderita penyakit yang akan diteliti
Kelebihan rancangan penelitian case control :

a. Merupakan satu-satunya cara untuk meneliti kasus jarang atau yang masa latennya
panjang
b. Hasil dapat diperoleh dengan cepat
c. Biaya yang dibutuhkan relatif sedikit
d. Subjek penelitian sedikit
e. Dapat melihat hubungan bebrapa penyebab terhadap suatu akibat
f. Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian lebih tajam
dibanding dengan hasil rancangan cross sectional
Kekurangan rancangan penelitian case control :

a. Sulit menentukan kontrol yang tepat


b. Validasi mengenai informasi kadang sukar diperoleh
c. Sukar untuk menyakinkan dua kelompok tersebut sebanding
d. Tidak dapat dipakai lebih dari satu variabel dependen
e. Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidak dapat dikendalikan

c. Kohort
Rancangan Kohort adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara
penyebab dari suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok
terpajan dan kelompok yang tidak terpajan berdasar status penyakitnya. Penelitian kohort
adalah suatu penelitian yang digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor
resiko dengan faktor efek melalui pendekatan longitudinal kedepan atau prospektif.
Langkah – langkah pelaksanaan penelitian kohort :

a. Identifikasi faktor-faktor resiko dan efek


b. Menetapkan subjek penelitian (menetapkan populasi dan sampel)
c. Pemilihan subjek dengan faktor risiko positif dari subjek dengan efek negatif
d. Memilih subjek yang akan menjadi anggota kelompok kontrol
e. Mengobservasi perkembangan subjek sampai batas waktu yang ditentukan, selanjutnya
mengidentifikasi timbul tidaknya efek pada kedua kelompok
f. Menganalisis dengan membandingkan proporsi subjek yang mendapat efek positif dengan
subjek yang mendapat efek negatif baik pada kelompok risiko positif maupun kelompok
kontrol

Contoh : Penelitian ingin membuktikan adanya hubungan antara cancer (Ca) paru (efek)
dengan merokok (risiko) dengan menggunakan pendekatan atau rancangan prospektif.
Ciri khas dari rancangan kohort :

a. Berasal dari kata romawi kuno yang berarti kelompok tentara yang berbaris maju ke
depan
b. Subjek dibagi berdasar ada atau tidaknya pemajanan faktor tertentu dan kemudian diikuti
dalam periode waktu tertentu untuk menentukan munculnya penyakit pada tiap kelompok
c. Digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dan efek
d. Sekelompok subjek yang belum mengalami penyakit atau efek diikuti secara prospektif
e. Diketahui variabel bebas (penyebab) kemudian ingin diketahui variabel terikat (akibat) f.
Dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif
Kelebihan Rancangan kohort :
a. Merupakan desain terbaik dalam menentukan insiden perjalanan penyakit atau efek yang
diteliti.
b. Desain terbaik dalam menerangkan dinamika hubungan antara faktor resiko dengan efek
secara temporal.
c. Dapat meneliti beberapa efek sekaligus
d. Baik untuk evaluasi pemajan yang jarang.
e. Dapat meneliti multipel efek dari satu pemajan.
f. Dapat menetapkan hubungan temporal.
g. Mendapat incidence rate
h. Biasnya lebih kecil
Kekurangan rancangan kohort :

a. Memerlukan waktu yang lama.


b. Sarana dan biaya yang mahal.
c. Rumit.
d. Kurang efisien untuk kasus yang jarang.
e. Terancam Drop Out dan akan mengganggu analisis.
f. Menimbulkan masalah etika.
g. Hanya dapat mengamati satu faktor penyebab

Studi Observasional
Rancangan studi eksperimen adalah jenis penelitian yang dikembangkan untuk mempelajari
fenomena dalam kerangka korelasi sebab-akibat. Menurut Bhisma Murti rancangan studi ini
digunakan ketika peneliti atau oranglain dengan sengaja memperlakukan berbagai tingkat
variabel independen kepada subjek penelitian dengan tujuan mengetahui pengaruh variabel
independen tersebut terhadap variabel dependen. Berdasarkan penelitian tersebut studi
eksperimen (studi perlakuan atau intervensi dari situasi penelitian ) terbagi dalam dua macam
yaitu rancangan eksperimen murni dan quasi eksperimen.

A. Rancangan eksperimen murni


Eksperimen murni adalah suatu bentuk rancangan yang memperlakukan dan memanipulasi
sujek penelitian dengan kontrol secara ketat. Penelitian eksperimen mempunyai ciri :
1. Ada perlakuan, yaitu memperlakukan variabel yang diteliti (memanipulasi suatu variabel).
2. Ada randominasi, yaitu penunjukan subjek penelitian secara acak untuk mendapatkan salah
satu dari berbagai tingkat faktor penelitian.

3. Semua variabel terkontrol, eksperimen murni mampu mengontrol hampir semua pengaruh
faktor penelitian terhadap variabel hasil yang diteliti

B. Quasi Eksperimen (eksperimen semu)


Quasi Eksperimen (eksperimen semu) adalah eksperimen yang dalam mengontrol situasi
penelitian tidak terlalu ketat atau menggunakan rancangan tertentu dan atau penunjukkan
subjek penelitian secara tidak acak untuk mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat faktor
penelitian.
Ciri dari quasi eksperimen :

1. Tidak ada randominasi, yaitu penunjukkan sujek penelitian secara tidak acak untuk
mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat faktor penelitian. Hal ini disebabkan karena
ketika pengalokasian faktor penelitian kepada subjek penelitian tidak mungkin, tidak etis,
atau tidak praktis menggunakan randominasi.
2. Tidak semua variabel terkontrol karena terkait dengan pengalokasian faktor penelitian
kepada subjek penelitian tidak mungkin, tidak etis, atau tidak praktis menggunakan
randominasi sehinggasulit mengontrol variabel secara ketat

Epidemiologi Deskriptif
Epidemiologi deskriptif merupakan studi epidemiologi yang bertujuan untuk menggambarkan
pola distribusi penyakit dan determinannya menurut populasi, letak geografik, serta waktu.
Epidemiologi deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, berdasarkan
karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, kelas sosial, status
perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya, serta waktu. Epidemiologi deskriptif juga dapat
digunakan untuk mempelajari perjalanan alamiah penyakit.

Tujuan epidemiologi deskriptif:


Epidemiologi deskriptif merupakan studi epidemiologi yang bertujuan untuk menggambarkan
pola distribusi penyakit dan determinannya menurut populasi, letak geografik, serta waktu.
Indikator yang digunakan dalam epidemiologi deskriptif adalah faktor sosial ekonomi, seperti
umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaan maupun variabel gaya hidup, seperti
jenis makanan, pemakaian obat dan perilaku seksual.
Tujuan epidemiologi deskriptif adalah :
1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat diduga
kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang.
2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.
3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan terhadap
masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).
Menurut Murti, 1977, tujuan epidemiologi deskriptif:
(1) Memberikan informasi tentang distribusi penyakit, besarnya beban penyakit, dan
kecenderungan penyakit pada populasi, yang berguna dalam perencanaan dan alokasi
sumber daya untuk intervensi kesehatan;
(2) Memberikan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit;
(3) Merumuskan hipotesis tentang paparan sebagai faktor risiko/ kausa penyakit.
Ciri penelitian epidemiologi deskriptif :
1. Hanya menjelaskan keadaan suatu masalah kesehatan
2. Pengumpulan, pengolahan, penyajian dan interpretasi data hanya pada satu kelompok
masyarakat saja.
3. Tidak bermaksud membuktikan suatu hipotesis.

Upaya yang dilakukan untuk menemukan masalah kesehatan adalah melalui:


 Sensus
 Survei khusus (survei insiden penyakit dan survei prevalen penyakit)
 Penyaringan kasus/screening
 Pencarian kasus/case finding
– Active case finding (backward tracing, forward tracing)
– Pasive case finding
 Surveilans (active surveillance & pasive surveillance)

Penelitian epidemiologi deskriptif meliputi


a. Insidensi
b. Prevalensi
Pengukuran frekuensi masalah
Morbiditas (Penyakit) Moratalitas (Kematian)
1. Insiden 1. Crude death rate
a. Incident rate 2. Abortus rate
b. Attack rate 3. Late abortus rate
c. Secondary attack rate 4. Perinatal mortality rate
2. Prevalen 5. Still death rate
a. Point prevalen rate 6. Neonatal mortality rate
b. Period prevalen rate 7. Infant mortality rate
8. Under five mortality rate
9. Cause specific mortality rate
10. Cause fatality rate

Epidemiologi deskriptif juga akan menjawab 4 pertanyaan berikut:


1. What, yaitu apa masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat dan berapa besarnya
masalah kesehatan masyarakat, maka jawabannya akan mengukur masalah kesehatan.
2. Who, yaitu siapa yang terkena masalah kesehatan masyarakat adalah masyarakat.
Tentunya yang terkena masalah kesehatan masyarakat adalah masyarakat atau
sekelompok manusia (man) yang menjadi host penyakit. Man yang akan dibahas adalah
karakteristiknya, meliputi jenis kelamin, usia, paritas, agama, ras, genetika, tingkat
pendidikan, penghasilan, jenis pekerjaan, jumlah keluarga,dll.
3. Where, yaitu dimana masyarakat yang terkena masalah kesehatan. Jawabannya adalah
menjelaskan tempat (place) dengan karakteristik tempat tinggal, batas geografis, desa-
kota, batas administrative, dll
4. When, yaitu kapan masyarakat terkena masalah kesehatan. Jawabannya adalah
menjelaskan waktu (time) dengan karakteristik periode penyakit atau gangguan kesehatan
jangka penmdek (ukurannya detik, menit, jam, hari, minggu) jangka panjang (bulan,
tahun) periode musiman, dll.

Berdasarkan unit pengamatan/analisis, epidemiologi deskriptif dibagi menjadi


2 kategori :
· Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).
· Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong
Lintang (Cross-sectional).

Adapun Ciri-ciri studi deskriptif sebagai berikut:


a. Bertujuan untukmenggambarkan
b. Tidak terdapt kelompok pembanding
c. Hubunga seba akiba hanya merupakan suatu perkiraan ataau semacam asumsi
d. Hasil penelitiannya berupa hipotesis
e. Merupakan studi pendahluan untuk studi yang mendalam

Hasil penelitian deskriptif dapat di gunakan untuk:


a. Untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
b. Untuk menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang telah dilaksanakan
sebagai bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut
c. Untuk Membandingkan frekuensi distribusi morbiditas atau mortalitas antara wilayah
atau satu wil dalam waktu yang berbeda.

Ruang Lingkup Kajian Epidemiologi Deskriptif


1. Orang (person)
Banyak fokus epidemiologi yang ditujukan pada orang dalam hal penyakit, ketidakmampuan,
cidera, dan kematian. Studi epidemiologi umumnya berfokus pada beberapa karakteristik
demografi utama dari aspek manusia, yaitu umur, jenis kelamin, kelas sosial, jenis pekerjaan,
penghasilan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga,
dan paritas.
a. Umur
Variabel umur memiliki pengaruh yang paling besar dibandingkan dengan semua sifat
manusia yang dapat membawa perbedaan hasil suatu penelitian atau yang dapat membantu
memastikan hubungan sebab-akibat dalam hal hubungan penyakit, cedera, penyakit kronis,
dan penyakit lain yang dapat menyengsarakan manusia. Variabel umur merupakan hal yang
penting karena semua rate morbiditas dan rate mortalitas yang dilaporkan hampir selalu
berkaitkan dengan umur.
Untuk keperluan perbandingan, maka WHO menganjurkan
pembagian-pembagian umur sebagai berikut:
- Menurut tingkat kedewasaan:
0 – 14 tahun : bayi dan anak-anak
15 – 49 tahun : orang muda dan dewasa
50 tahun ke atas : orang tua.
- Interval 5 tahun:
Kurang dari 1 tahun
1–4
5–9
10 – 14 dan sebagainya
- Untuk mempelajari penyakit anak:
0 – 4 bulan
5 – 10 bulan
11 – 23 bulan
2 – 4 tahun
5 – 9 tahun
9 – 14 tahun
Hampir semua penyakit dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi penyakit tertentu lebih
sering terjadi pada satu titik tertentu dalam kehidupan. Pernyataan ini sesuai khususnya untuk
penyakit kronis, karena biasanya membutuhkan waktu untuk berkembang sehingga penyakit
kronis akan lebih sering muncul pada usia lanjut.

Hubungan Umur dengan Mortalitas


Walaupun secara umum kematian dapat terjadi pada setiap golongan umur, tetapi dari
berbagai catatan diketahui bahwa frekuensi kematian pada setiap golongan umur berbeda-
beda, yaitu kematian tertinggi terjadi pada golongan umur 0-5 tahun dan kematian terrendah
terletak pada golongan umur15-25 tahun dan akan meningkat lagi pada umur 40 tahun ke
atas.

Hubungan Umur dengan Morbiditas


Pada hakikatnya suatu penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua golongan umur,
tetapi ada penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak menyerang golongan umur tertentu.
Penyakit-penyakit kronis mempunyai kecenderungan meningkat dengan bertambahnya umur,
sedangkan penyakit-penyakit akut tidak mempunyai suatu kecenderungan yang jelas.
Anak berumur 1-5 tahun lebih banyak terkena infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Ini
disebabkan perlindungan kekebalan yang diperoleh dari ibu yang melahirkannya hanya
sampai pada 6 bulan pertama setelah dilahirkan, sedangkan setelah itu kekebalan menghilang
dan ISPA mulai menunjukkan peningkatan.
Sebelum ditemukan vaksin, imunisasi penyakit-penyakit seperti morbolo, varisela, dan
parotitis, banyak terjadi pada anak-anak berumur muda, tetapi setelah program imunisasi
dijalankan, umur penderita bergeser ke umur yang lebih tua. Walaupun program imunisasi
telah lama dijalankan di Indonesia, tetapi karena kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang
masih rendah terutama di daerah pedesaaan sering kali target cakupan imunisasi tidak
tercapai yang berarti masih banyak anak atau bayi yang tidak mendapatkan
imunisasi. Gambaran ini tidak hanya terjadi pada Negara-negara berkembang seperti
Indonesia, tetapi juga pada negara maju.
Penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung coroner, dan karsinoma lebih banyak
menyerang orang dewasa dan lanjut usia, sedangkan penyakit kelamin, AIDS, kecelakaan
lalulintas, penyalahgunaan obat terlarang banyak sekali terjadi pada golongan umur
produktif, yaitu remaja dan dewasa.
Hubungan antara umur dan penyakit tidak hanya pada frekuensinya saja, tetapi pada tingkat
beratnya penyakit, misalanya staphylococcus dan aescheria coli akan menjadi lebih besar bila
menyerang bayi daripada golongan umur lain karena bayi masih sangat rentan terhadap
penyakit.

Hubungan Tingkat Perkembangan Manusia dengan Morbiditas


Dalam perkembangannya secara alamiah, manusia mulai dari sejak dilahirkan hinggan akhir
hayatnya senantiasa mengalami perubahan fisik maupun psikis. Secara garis besar
perkembangan manusia secara alamiah dapat dibagi menjadi beberapa fase, yaitu fase
bayi dan anak-anak, fase remaja dan dewasa muda, fase dewasa dan lanjut usia.
Dalam setaip fase perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan dalam pola
distribusi dan frekuensi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan terjadinya perubahan
dalam kebiasaan hidup, kekebalan, dan faal.
Di dalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan yang kebanyakan
masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi seperti catatan petugas agama,
guru, lurah, dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak menjadi soal yang berat di kala
mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang telah bersekolah.

b. Jenis kelamin
Selain umur, jenis kelamin atau gender merupakan determinan perbedaan kedua yang paling
signifikan di dalam peristiwa kesehatan atau dalam faktor resiko suatu penyakit. Angka-
angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi pada kalangan
wanita, sedangkan angka kematian lebih tinggi pada pria, juga pada semua golongan umur.
Perbedaan angka kematian ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik.
Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait jenis kelamin, atau ada
perbedaan hormonal. Sedangkan yang kedua diduga oleh karena berperannya faktor-faktor
lingkungan (lebih banyak pria menghisap rokok, minum-minuman keras, candu bekerja
berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya, dan seterusnya).
Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi di kalangan wanita di Amerika Serikat
dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk mencari perawatan. Di
Indonesia keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi bahwa kecuali untuk menyakit alat
kelamin, angka kematian untuk berbagai penyakit lebih tinggi pada kalangan pria.

c. Kelas sosial
Kelas sosial adalah variable yang sering pula dilihat hubungannya dengan angka kesakitan
antau kematian, variable ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang, yang ditentukan
oleh pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat
tinggal atau pemukiman. Karena hal-hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
termasuk pemeliharaan kesehatan maka tidaklah mengherankan apabila kita melihat
perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial.
Masalah yang dihadapi di lapangan adalah bagaimana mendapatkan indikator tunggal bagi
kelas sosial. Di Inggris menggolongkan kelas sosial berdasarkan jenis pekerjaan seseorang,
yaitu:
1. Golongan I (professional)
2. Golongan II (menengah)
3. Golongan III (tenaga terampil)
4. Golongan IV (tenaga setengah terampil)
5. Golongan V (tidak mempunyai keterampilan)
Namun, dewasa ini di Indonesia penggolongan seperti ini sulit karena jenis pekerjaan tidak
memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan.

d. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan dalam timbulnya penyakit melalui
beberapa jalan, yaitu :
1. Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan, seperti
bahan kimia, gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan
keselakaan, dan lain-lain
2. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress, dapat memicu hipertensi dan penyakit
lambung.
3. Ada tidaknya “gerak badan” dalam pekerjaan, di Amerika Serikat ditunjukkan bahwa
penyakit jantung koroner sering ditemukan pada kalangan mereka yang mempunyai
pekerjaan di mana kurang adanya gerak badan.
4. Luas tempat kerja, berkerumun di satu tempat kerja yang relatif sempit maka akan lebih
mudah terjadi proses penularan penyakit di antara para pekerja
5. Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan di
pertambangan.

e. Penghasilan
Penghasilan dapat mempengaruhi tingkat pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan maupun
pencegahan. Penghasilan yang kurang diduga akan mengurangi pula penggunaan fasilitas
kesehatan. Contohnya seseorang kurang memnfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport,
dan sebagainya.

f. Golongan etnik
Perbedaan golongan etnik berperan dalam adanya perbedaan kebiasaan makan, susunan
genetika, daya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan di dalam angka
kesakitan dan kematian.
Penelitian pada golongan etnik juga dapat memberikan keterangan mengenai pengaruh
lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik dalam hal ini adalah
penelitian mengenai angka kesakitan kanker lambung.
Di dalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan penduduk asli Jepang dan keturunan
Jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa penyakit ini menjadi kurang prevalen di kalangan
keturunan Jepang di Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa peranan lingkungan sangat
penting di dalam etiologi kanker lambung.
g. Status perkawinan
Terdapat dugaan bahwa angka kesakitan dan kematian lebih tinggi pada orang yang tidak
kawin, kemungkinan karena adanya kebiasaan kurang sehat dari orang-orang yang tidak
kawin. Kecenderungan bagi orang-orang yang tidak kawin lebih sering berhadapan dengan
penyakit, atau karena adanya perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan
secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit tertentu.

h. Besarnya keluarga
Di dalam keluarga besar dengan penghasilan yang rendah, anak-anak dapat menderita karena
penghasilan yang sedikit masih harus dibagi-bagi untuk memenuhi kebutuhan banyak
anggota keluarga.

i. Struktur keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti penyakit menular
dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar karena
besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesak-desakan di dalam rumah
yang luasnya terbatas hingga memudahkan penularan penyakit menular di kalangan anggota-
anggota keluarganya, karena persediaan harus digunakan untuk keluarga besar maka
mungkin pula tidak dapat membeli makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya.

j. Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan si ibu
maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang
berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara tingkat
paritas dan penyakit-penyakit tertentu seperti asma, bronchiale, ulkus peptikum,
pilorik stenosis, dan sebagainya. Tetapi kesemuanya masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.

k. Budaya atau Agama


Dalam beberapa hal terdapat hubungan antara kebudayaan masyarakat atau agama dengan
frekuensi penyakit tertentu. Misalnya:
a. Balanitis, karsinoma penis banyak terjadi pada orang yang tidak melakukan sirkumsisi
disertai dengan hygiene perorangan yang jelek
b. Trisinensis jarang terdapat pada orang Islam dan Yahudi karena mereka tidak memakan
daging babi.

l. Golongan Darah AB0


Golongan darah juga dapat mempengaruhi insidensi suatu penyakit, misalnya orang-orang
dengan golongan darah A meningkatkan risiko terserang karsinoma lambung, sedangkan
golongan darah 0 lebih banyak terkena ulkus duodeni.

2. Tempat (place)
Pengetahuan mengenai distribusi penyakit berguna untuk perencanaan pelayanan kesehatan
dan dapat memberikan penjelasan mengenai etiologi penyakit.
Hal yang sangat berguna dalam penelitian epidemiologi adalah penempatan penyakit,
kondisi, pengklasterannya pada peta, serta perangkat lainnya untuk menempatkan berbagai
kasus penyakit. Hal tersebut penting, karena KLB (Kejadian Luar Biasa) penyakit tidak dapat
terhenti total jika si pejamu berpindah-pindah tempat. Setiap kasus dan sumber harus
ditentukan letaknya.
Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara:
a. Batas-batas daerah pemerintahan.
b. Kota dan pedesaan.
c. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut, atau padang
pasir).
d. Negara-negara
e. Regional.

Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan menurut


batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas administrasi pemerintahan.
Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-batas alam
ialah: keadaan lingkungan yang khusus seperti temperature, kelembaban, turun hujan,
ketinggian di atas permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat isolasi terhadap
pengaruh luar yang tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi, pendidikan, industry,
pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan hambatan-hambatan
pembangunan, faktor-faktor sosial budaya yang tidak menguntungkan kesehatan atau
pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya vector penyakit
menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu, dan susuanan genetika), dan
sebagainya.
Pentingnya peranan tempat di dalam mempelajari etiologi penyakit menular dapat digambar
dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah, yang akan diuraikan nanti.
Di dalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan pedesaan, faktor-faktor
yang baru saja di sebutkan di atas perlu pula diperhatikan. Hal lain yang perlu diperhatikan
selanjutnya adalah akibat migrasi ke kota atau ke desa terhadap pola penyakit, di kota
maupun di desa itu sendiri. Migrasi antardesa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap
pola dan penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa di
sekitarnya.
Peranan migrasi atau morbilitas geografis di dalam mengubah pola penyakit di berbagai
daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya perhubungan darat, udara, dan laut.
Contohnya adalah penyakit demam berdarah.
Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari etiologi suatu penyakit dapat
digambarkan dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah dan pada penyelidikan-
penyelidikan mengenai kaum migran. Di dalam memperbandingkan angka kesakitan atau
angka kematian antar daerah (tempat) perlu diperhatikan terlebih dulu di tiap-tiap daerah:
1. Susunan umur
2. Susunan kelamin
3. Kualitas data
4. Derajat representative dari dara terhadap seluruh penduduk

Walaupun telah dilakukan standardisasi berdasarkan umur dan jenis kelamin,


memperbandingkan pola penyakit antardaerah di Indonesia dengan menggunakan data yang
berasal dari fasilitas-fasilitas kesehatan, harus dilaksanakan dengan hati-hati, sebab data
tersebut belum tentu representative dan baik kualitasnya.
Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan
lain mungkin berhubungan dengan beberapa faktor sebagai berikut:
a. Lingkungan fisis, kemis, biologis, social, ekonomi, yang berbeda-beda dari satu tempat ke
tempat lainnya.
b. Konstitusi genetis dan etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti karakterisitik
demografi.
c. Variasi kultiral terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene perorangan,
dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat.
d. Variasi administratif termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan efisiensi pelayanan
medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain.

Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya penyakit demam
kuning, kebanyakan di Amerika Latin. Distribusinya disebabkan oleh adanya “:reservoir”
infeksi (manusia atau kera), vector (yaitu aedes aegypty), penduduk yang rentan dan keadaan
iklim yang memungkinkan suburnya agen penyebab penyakit. Daerah di mana vector dan
persyaratan iklim persyaratan iklim ditemukan tetapi tidak ada sumber infeksi disebut
“receptive area” untuk demam kuning.
Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau yang frekuensinya
tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah di mana terdapat vector snail
atau keong (Lembah Nil, Jepang), gondok endemic (endemic goiter) di daerah yang
kekurangan yodium.

3. Waktu (time)
Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar di dalam
analisis epidemioloogis, karena perubahan-perubahan penyakit menurut waktu menunjukkan
adanya perubahan faktor-faktor etiologis.

Dilihat dari panjangnya waktu di mana terjadi perubahan angka kesakitan, maka waktu
dibedakan menjadi:
a. Tren Jangka Pendek (Fluktuasi Jangka Pendek)
Pola perubahan angka kesakitan berlangsung hanya dalam bebrrapa jam, hari, minggu, dan
bulan. Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemic umpamanya epidemic keracunan
makanan (beberapa jam), epidemic influenza (beberapa hari atau minggu), epidemic cacar
(beberapa bulan). Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa:
1) penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan atau hamper
bersamaan
2) waktu inkubasi rata-rata pendek
b. Tren siklus
Tren jangka pendek dan tren jangka panjang beberapa penyakit ternyata membentuk siklus,
di mana perubahan-perubahan angka kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara
beberapa hari, beberapa bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun. Peristiwa semacam ini
dapat terjadi baik pada penyakit infeksi maupun penyakit bukan infeksi. Beberapa siklus
penyakit bersifat musiman, yang lainnya mungkin dikendalikan oleh faktor siklus lain seperti
tahun ajaran sekolah, pola migrasi, durasi dan perjalanan penyakit, penempatan militer dan
perang. Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau kematian suatu penyakit yang
ditularkan melalui vector secara siklus ini adalah berhubungan dengan :
a. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi penyakit oleh vector yang
bersangkutan, yakni apakah temperature atau kelembaban memungkinkan transmisi
b. Adanya tempat perkembangbiakan alami dari vector sedemikian banyak untuk menjamin
adanya kepadatan vector yang perlu dalam transmisi
c. Selalu adanya kerentanan
d. Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan yang menyebabkan
mereka terserang oleh “vector bornedisease”, tertentu.
e. Tetapnya kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit.
f. Adanya factor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya atau berubahnya siklus berarti
ada perubahan dari salah satu atau lebih hal-hal tersebut di atas.

c. Tren sekuler (jangka panjang)


Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode waktu yang panjang
atau dalam waktu yang lama, bertahun-tahun, atau berpuluh tahun. Kecenderungan sekuler
dapat terjadi pada penyakit menular maupun penyakit infeksi non menular. Misalnya
terjadinya pergeseran pola penyakit menular ke penyakit yang tidak menular terjadi di negara
maju pada dasawarsa terakhir.

d. Variasi dan tren musiman


Pola yang konsisten dapat dilihat dalam beberap penyakit atau kondisi yang terjadi dalam
satu tahun. Peningkatan insidensi penyakit atau kondisi pada bulan-bulan tertentu, dengan
variasi siklus berdasarkan tahun dan musim memperlihatkan adanya tren musiman pada suatu
penyakit. Variasi ini telah dihubung-hubungkan dengan perubahan secara musiman dari
produksi, distribusi, dan konsumsi dari bahan-bahan makanan yang mengandung bahan yang
dibutuhkan untuk pemeliharaan gizi maupun keadaan kesehatan individu-individu terutama
dalam hubungan penyakit-penyakit infeksi dan sebagainya.

e. Variasi dan tren random


Dapat diartikan sebagai terjadinya epidemic yang tidak dapat diramalkan sebelumnya,
misalnya epidemic yang tejadi karena adanya bencana alam seperti banjir, tsunami, gempa
bumi.

Penelitian dengan metode deskriptif mempunyai langkah penting seperti berikut.


1. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode
deskriptif.
2. Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas.
3. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
4. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.
5. Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau hipotesis penelitian.
6. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk dalam hal ini menentukan
populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen, mengumpulkan data, dan
menganalisis data.
7. Mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data dengan menggunakan teknik
statistika yang relevan.
8. Melakukan pengolahan dan analisis data (menguji hipotesis)
9. Menarik kesimpulan atau generalisasi.
10. Membuat laporan penelitian.

Jenis penelitian atau studi deskriptif dibagi menjadi dua, yaitu:


1. Studi Populasi terdiri dari studi ekologis/ studi korelasi
Studi ekologi yang merupakan studi awal dengan seluruh populasi sebagai unit. Contohnya
menghubungkan konsumsi garam dengan kanker oesophagus di Cina (Samsudrajat, 2011).
Studi Korelasi merupakan studi epidemiologi yang bertujuan untuk mendeskripsikan
hubungan korelatif antara penyakit dengan karakteristik suatu populasi pada waktu yang sama
atau pada populasi yang sama pada waktu yang berbeda.
Karakteristik dari populasi yang akan di teliti biasanya tergantung pada minat seorang peneliti,
misalnya, mengenai jenis kelamin, umur, kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu, obat-
obatan, rokok, aktifitas, tempat tinggal dan lain-lain. Contohnya adalah :
Hubungan antara tingkat penjualan obat anti asma dengan jumlah kematian yang diakibatkan
oleh penyakit ashma, hubungan antara jumlah konsumsi rokok pada satu wilayah dengan
jumlah kematian yang diakibatkan oleh penyakit paru.
2. Studi Individu terdiri dari :
a. Case series
Menurut National Cancer Institute (NCI) dari National Institue of Health, Departemen
Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan Amerika Serikat, “Case series merupakan serangkaian
laporan pasien (serangkaian case report) yang melibatkan pengobatan yang diberikan. Hal ini
berisi data diri pasien yang meliputi informasi demografis (seperti usia, seks, etnis) dan
informasi tentang diagnosis, pengobatan, perawatan, sampai dengan tindak lanjut setelahnya.”
Case series digunakan ketika penyakit yang diteliti bukan penyakit biasa dan disebabkan oleh
pajanan eksklusif atau hampir eksklusif (seperti vinyl chloride dengan angiosarcoma). Hal ini
merupakan hal pertama yang bisa dilakukan untuk menemukan petunjuk dalam identifikasi
sebuah penyakit baru dan untuk melihat dampak pajanan bagi kesehatan.
Karena merupakan laporan per pasien tanpa populasi kontrol sebagai perbandingan, case series
tidak memiliki validitas statistik.
Case series berguna untuk mendeskripsikan spektrum penyakit, manifestasi klinis, perjalanan
klinis, dan prognosis kasus. Case series banyak dijumpai dalam literatur kedokteran klinik.
Tetapi desain studi ini lemah untuk memberikan bukti kausal, sebab pada case series tidak
dilakukan perbandingan kasus dengan non-kasus. Case series dapat digunakan untuk
merumuskan hipotesis yang akan diuji dengan desain studi analitik.
b. Case report (laporan kasus)
Merupakan studi kasus yang bertujuan mendeskripsikan manifestasi klinis, perjalanan klinis,
dan prognosis kasus. Laporan kasus merupakan rancangan studi yang menggambarkan
kejadian satu kasus baru yang menarik, misalnya terjadi kasus keracunan merthyl mercuri di
Teluk Minimata Jepang. Case report mendeskripsikan cara klinisi mendiagnosis dan memberi
terapi kepada kasus, dan hasil klinis yang diperoleh. Selain tidak terdapat kasus pembanding,
hasil klinis yang diperoleh mencerminkan variasi biologis yang lebar dari sebuah kasus,
sehingga case report kurang andal (reliabel) untuk memberikan bukti empiris tentang gambaran
klinis penyakit.
c. Cross Sectional (Studi potong-lintang)
Cross-sectional meliputi studi prevalensi dan survei) berguna untuk mendeskripsikan penyakit
dan paparan pada populasi pada satu titik waktu tertentu. Data yang dihasilkan dari studi
potong-lintang adalah data prevalensi. Tetapi studi potong-lintang dapat juga digunakan untuk
meneliti hubungan paparan-penyakit, meskipun bukti yang dihasilkan tidak kuat untuk menarik
kesimpulan kausal antara paparan dan penyakit, karena tidak dengan desain studi ini tidak
dapat dipastikan bahwa paparan mendahului penyakit (Murti, 1997).
Studi cross-sectional adalah sebuah studi deskriptif tentang penyakit dan status paparan diukur
secara bersamaan dalam sebuah populasi tertentu. Studi ini mempelajari hubungan penyakit
dengan paparan secara acak terhadap satu individu dimana faktor pencetus dan status penyakit
diteliti pada waktu yang sama.
Studi Cross-sectional berpikir bagaimana menyediakan sebuah snapshot (gambaran) frekuensi
dan karakteristik dari penyakit di populasi pada suatu titik dalam waktu tertentu. Penelitian
yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif, penelitian cross-sectional mampu
menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji
keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara kelompok
sampling Data jenis ini dapat digunakan untuk menilai prevalensi dari kondisi akut atau kronis
di sebuah populasi.
Bagaimanapun, sejak eksposur dan status penyakit yang diukur pada titik yang sama dalam
waktu tertentu, itu tidak akan mungkin untuk dibedakan apakah pemaparan mengawali atau
mengikuti penyakit itu, dan dengan demikian, hubungan penyebab dan efek tidak pasti.
Penelitian cross-sectional tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan
kondisi atau hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta
variabel dinamis yang mempengaruhinya (Nurdini, 2006).
Tujuan penelitian cross sectional menurut Budiarto (2004), yaitu sebagai berikut:
1. Mencari prevalensi serta indisensi satu atau beberapa penyakit tertentu yang terdapat di
masyarakat.
2. Memperkirakan adanya hubungan sebab akibat pada penyakit-penyakit tertentu dengan
perubahan yang jelas.
3. Menghitung besarnya risiko tiap kelompok, risiko relatif, dan risiko atribut.
DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2019). Definisi Epidemiologi Deskriptif. Diambil kembali dari docplayer.info:


https://docplayer.info/73465867-Bab-ii-isi-a-definisi-epidemiologi-deskriptif.html

Ariesta Zubiah Ramadhini, L. S. (2011). Gambaran angka kejadian stroke akibat hipertensi di Instalasi
rehabilitasi medik BLU RSUP prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari – Desember
2011.

Darmawan, A. (2016). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular. JMJ, 196-202.

Eliana, S. M. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan Kesehatan Masyarakat. Jakarta Selatan:
Kementerian Kesehatan RI.

Fahrina, M. J. (2018, September). Sejarah Perkembangan Ilmu Epidemiologi. Diambil kembali dari
ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Muh-Jusman-Rau-
2/publication/327860447_Sejarah_Perkembangan_Ilmu_Epidemiologi/links/5ba9e708a6fdc
cd3cb70c14d/Sejarah-Perkembangan-Ilmu-Epidemiologi.pdf?origin=publication_detail

I Made Rodja Suantara, S. M. (2018). Epidemiologi Gizi. Ponorogo: FORIKES.

Prof. Bhisma Murti, d. M. (2015). Pengantar Epidemiologi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1-31.

Prof. dr. Bhisma Murti, M. M. (2015). Sejarah Epidemiologi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1-30.

Ridwan Amiruddin, A. A. (2011). Modul Epidemiologi Dasar. Diambil kembali dari


https://core.ac.uk/download/pdf/25485753.pdf

SKM.M.Kes, D. I. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta: Absolute Media.

Anda mungkin juga menyukai