NIM : 16513122
Kelas : D Teknik Lingkungan 16
Dosen : Suphia Rahmawati Dr.S.T., M.T.
Diungkapkan, ponsel adalah produk elektronik ukuran kecil yang paling sering
diganti. Sebuah laporan dari United Nations University pada tahun 2014 menunjukkan bahwa
sebesar 3 juta metrik ton dari limbah elektronik merupakan barang elektronik ukuran kecil
seperti ponsel pintar dan komputer personal.
Hal tersebut merepresentasikan sumber daya besar yang terbuang percuma dan
sumber kontaminasi bahan kimia berbahaya. Dalam laporan yang sama disebutkan bahwa
pada tahun 2014 jumlah limbah elektronik di Indonesia diperkirakan mencapai 745 ribu ton
dan diperkirakan bahwa setiap warga Indonesia menghasilkan 3 kg limbah elektronik.
Greenpeace menyarankan agar pihak produsen ponsel tak hanya inovatif dan juga
ramah terhadap lingkungan saat memproduksi ponsel.
Kami yakin bahwa inovasi sesungguhnya adalah pada saat gawai didesain untuk
bertahan lama, mudah diperbaiki dan dapat didaur ulang. Ini adalah saatnya bagi para
pemimpin teknologi untuk memikirkan bagaimana mereka bisa membuat produk elektronik
yang tidak hanya inovatif, tapi juga ramah terhadap planet tempat kita tinggal tambahnya.
Menurut saya, perkembangan teknologi zaman sekarang sangatlah cepat, global, dan
makin canggih sehingga orang-orang sangat konsumtif dan sangat mudah terpengaruh dalam
melihat iklan-iklan telepon seluler dan ingin membelinya, belum lagi zaman sekarang akses
untuk membeli sudah sangat mudah seperti beli online, dan jika kita belum mempunyai uang
sekarang namun sangat menginginkan barang tersebut, bisa menggunakan kartu kredit yang
harganya bisa dicicil. sifat seperti ini yang sering berdampak buruk terhadap lingkungan
hidup.
Sampah elektronik tergolong sebagai limbah bahan beracun berbahaya yang harus
diperlakukan berbeda dari limbah umum. Beberapa sampah elektronik, seperti telepon seluler
baterai, aki,, televisi, dan pendingin ruangan, bisa melepaskan timbal dan polychlorinated
biphenyl (PCB) ke lingkungan sekitar. Hampir setiap suku cadang mengandung logam berat
seperti merkuri atau timbal.
Meski berbahaya, hingga kini belum ada infrastruktur daur ulang sampah elektronik
di Indonesia. Pengelolaannya pun hanya sebatas memisahkan (dismantling) komponen
elektronik karena mengandung mineral berharga, seperti tembaga dan emas. Dan jika merek-
merek teknologi ingin membawa konsumen ke masa depan, mereka harus bergerak ke arah
produksi yang tidak hanya dapat mendatangkan manfaat bagi keuntungan mereka, tapi juga
bagi masyarakat dan bagi bumi.
Maka dari itu kita perlu menahan diri untuk tidak sembarangan membuang barang
elektronik seperti handphone yang lama ke tempat sampah rumah, atau bahkan
membuangnya sembarangan seperti dijalan jalan atau disembarangan tempat. Dan tindakan
mengganti hp harus mempertimbangkan soal daya merusak ini. Paling tidak hp edisi lama
kita wariskan/berikan/jual kepada pihak lain yang membutuhkan dengan atau tanpa harga
yang pantas berdasarkan harga pasar yang berlaku.
Sumber : http://www.beritalingkungan.com/2016/09/greenpeace-soroti-
limbah-elektronik.html