Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Leukemia adalah neoplasma ganas yang paling sering diderita pada masa anak-
anak, yaitu sekitar 41 persen dari seluruh keganasan yang terjadi pada anak usia
kurang dari 15 tahun1,2,3. Pada tahun 2000, kurang lebih 3600 anak didiagnosis
menderita leukemia di United States, dengan insiden per tahunnya adalah 4,1
kasus baru per 100.000 anak usia kurang dari 15 tahun1.
Akut limfoblastik leukemia merupakan jenis yang paling banyak yang
terjadi pada seluruh kasus leukemia pada anak-anak, yaitu sekitar 75 persen1,2,3.
Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus
kanker baru di seluruh Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di Jakarta.
Umumnya, pasien kanker anak datang setelah masuk stadium lanjut yang sulit
untuk disembuhkan. Sebanyak 70% merupakan penderita leukemia atau kanker
darah4. Pada tahun 2006 jumlah penderita leukemia rawat inap di Rumah Sakit di
Indonesia sebanyak 2.513 orang5. Insiden puncak ALL pada anak di United State
terjadi pada usia 2 dan 6 tahun pada orang kulit putih 1,2,4. Akut limphoblastik
leukemia pada anak terjadi lebih banyak pada anak laki-laki dari pada perempuan.
Telah dilaporkan di United State dan seluruh dunia bahwa terdapat variasi
geografi mengenai insidens, tingkat dan subtipe leukemia1,2.
Leukemia dapat didefinisikan sebagai kelompok penyakit keganasan yang
mana abnormalitas genetik pada sel hematopoietik memberikan peningkatan pada
proliferasi sel-sel klonal yang memiliki kemampuan untuk tumbuh melebihi sel
normal sehingga terjadi peningkatan laju proliferasi, dan penurunan laju apoptosis
atau keduanya. Akibatnya terjadi gangguan fungsi normal sumsum dan akhirnya
kegagalan fungsi sumsum tulang.
Gambaran klinis leukemia merupakan manifestasi dari gagalnya fungsi
sumsum tulang seperti anemis, mudah lelah, adanya manifestasi perdarahan akibat
trombositopenia dan mudah mengalami infeksi karena terjadi neutropenia 1,2,3.

1
Faktor resiko leukemia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi,
factor hormonal, dan infeksi virus6.
Prognosis bagi anak dengan ALL meningkat secara dramatis dalam empat
dekade terakhir karena penggunaan yang optimal dari agen antileukemia dan
adanya penemuan baru dalam terapi ALL 5. Akut limfoblastik leukemia pada anak
merupakan keganasan yang paling dapat diterapi, yaitu mencapai 80 persen7,8,9,10.
Di bawah ini kami sajikan laporan kasus Akut Limfoblastik Leukemia
dengan Gizi Kurang pada anak perempuan berusia 11 tahun.

Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :
1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang
terdapat pada kasus.
3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : An. E
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 11 tahun
Alamat : Sanga-sanga
Anak ke : 6 dari 7 bersaudara
MRS A. W Sjahranie : Tanggal 14 Januari 2010 pukul 00.15

ANAMNESA
Autoanamnessa dan Alloanamnesa (oleh ibu kandung pasien)
Keluhan Utama : Bengkak dan nyeri pada sendi tangan kanan dan kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Bengkak dan nyeri pada sendi tangan kanan dan kaki kiri dialami pasien
sejak lebih dari 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pada siku ini
dirasakan semakin berat dan membesar. Pasien juga mengeluhkan panas lebih dari
1 minggu sebelum masuk rumah sakit, panas bersifat hilang timbul, tidak ada
menggigil, mengigau, dan berkeringat banyak. Batuk (+), tidak berdahak dan
pilek dialami pasien sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien merasa badan sering terasa lemah dan cepat lelah bila beraktivitas,
pusing dan sering pucat sejak usia 9 tahun. Perut dirasakan membesar secara
perlahan sejak kecil yaitu sekitar usia 2 tahun. Pasien sering mengalami gusi yang
berdarah bila pasien menyikat gigi, darah yang keluar. Tidak ada mimisan, tidak
ada mual, tidak ada muntah, dan tidak keluar bintik-bintik merah pada tubuh.
Timbul benjolan di daerah leher sejak lebih dari 2 tahun sebelum masuk rumah
sakit, tidak nyeri dan tidak menyebabkan pasien sulit untuk bernafas.
Buang air besar normal, warna kuning, padat. Buang air kecil normal,
warna jernih kekuningan.

3
Riwayat Penyakit Dahulu : -

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang mengalami gejala yang sama

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :


Berat badan lahir : 3000 gr
Panjang badan lahir : 58cm
Berat badan sekarang : 20 kg (saat MRS, 14 januari 2010)
Tinggi badan sekarang : 125 cm
Gigi keluar : 9 bulan
Tersenyum : 1 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 11 bulan
Berbicara 2 suku kata : 9 bulan
Masuk SD : 6 tahun
Sekarang kelas : 3 SD
Makan Minum anak :
ASI : 0 bulan 6 bulan
Dihentikan : Asi sedikit keluar
Susu sapi/buatan : 7 bulan, 4x200 cc
Buah : 12 bulan
Bubur susu : 8 bulan
Tim saring : 10 bulan
Makanan padat, lauknya : 18 bulan

4
Pemeliharaan Prenatal :-
Periksa di :-
Obat-obatan yang sering diminum :-

Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Rumah, ditolong oleh : Dukun
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus : Spontan, langsung menangis

Pemeliharaan postnatal :
Periksa di : Posyandu
Keadaan anak : sehat

Keluarga berencana : Tidak

IMUNISASI
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG - //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
Campak 9 bulan - //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan //////////// - -
Hepatitis B - 1 bulan 6 bulan ////////// - -

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 15 Januari 2010
Kesan umum : sakit sedang
Kesadaran : E4M6V5
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 100x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi napas : 28x/menit, regular

5
Temperatur : 37,20C
Berat badan : 20 kg
Panjang Badan : 125 cm
Status Gizi : Kurang (Z-score (-2) (-3))
Luas Permukaan Tubuh : Rumus Mosteller = 0,84 meter persegi

Kepala
Rambut : Kecoklatan
Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks Cahaya
(+/+), Pupil: Isokor (3mm/3mm).
Hidung : Sumbat (-), Sekret (-)
Telinga : Bersih, Sekret (-)
Mulut : Lidah bersih, faring Hiperemis(-), mukosa bibir basah,
pembesaran Tonsil (-/-).
Leher
Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB auricular posterior +/+, submandibula +/
+, pembesaran KGB supraclavicula sinistra ukuran 6x8
cm, multiple, berbenjol-benjol, konsistensi padat, batas
tidak tegas.
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : Fremitus raba dekstra sama dengan
Perkusi : Sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, Ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba,
Perkusi : Batas jantung
Kanan : ICS III, 3 cm dari right parasternal line
Kiri : ICS V left midclavicular line

6
Auskultasi : S1:S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Palpasi : Soefel, nyeri tekan -, hepatomegali 8 cm dari arcus costa,
10 cm dari procesus xiphoideus, permukaan rata, tepi
tumpul, konsistensi padat, nyeri tekan -, batas tegas,
slenomegali shuffner 3-4, ginjal tidak teraba. Pembesaran
KGB inguinal +/+, multiple, 0,5-1 cm, permukaan rata,
batas tegas, konsistensi padat kenyal , terfiksasi, nyeri -.
Perkusi : Timpani, redup di batas hepar dan spleen
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia : Dalam batas normal

Ekstremitas : Tampak pucat (+), sianosis (-), hangat, bengkak pada siku
tangan kanan, hiperemis (-), nyeri bila diluruskan, edema
didaerah calcaneal sinistra, hiperemis (-), nyeri bila
digerakkan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah saat pasien masuk tanggal 14 Januari 2010
Hemoglobin : 5,4 gr/dl
Leukosit : 215.000/mm3
Hematokrit : 16.8 %
Trombosit : 13.000/mm3
Gula darah puasa : 73 gr%
SGOT : 27
SGPT : 14
Ureum : 30,9
Kreatinin : 0,5
Natrium : 141

7
Kalium : 5,3
Chloride : 102
LED : 158
CRP : (+) 48
Pemeriksaan Urinalisa tanggal 14 Januari 2010
Berat jenis : 1.015
Keton :-
Nitrit :-
Hemoglobin/darah :+
Warna : Kuning jernih
pH : 5.0
Protein :-
Glukosa :-
Bilirubin :-
Urobilinogen :-
Sel epitel :+
Lekosit : 3-5
Eritrosit : 5-10
Silinder :-
Kristal :-
Bakteri :-
Jamur :-
ESBACH :-

Pemeriksaan Foto Thoraks AP tanggal 14 Januari 2010

8
Hasil Evaluasi Darah Tepi Tanggal 14 Januari 2010
Eritrosit : normositik normokrom
Leukosit : jumlah sangat meningkat, didominasi oleh sel-sel dengan
gambaran limfositic series blast > 50%,
Trombosit : jumlah menurun
Kesan : Akut Leukemia suspek Akut limfoblastik leukemia
Saran : Bone Marrow Punction

Uji kepekaan antibiotic tanggal 14 januari 1020 (Urin)


Jenis Kuman : Staphylococcus aureus
Jumlah kuman/ml/24 jam : 6x105 km/ml/24 jam
Ceftazidine : 21 mm
Cefoperazone+sulbactam : 22 mm
Ciprofloxacin : 25 mm
Ceftriaxone : 25 mm
Nortioxacin : 26 mm
Gentamycin : 27 mm
Cefuroxime : 27 mm
Meropenem : 28 mm

9
Cepirome : 28 mm
Cefepime : 28 mm
Hasil Biakan Kultur Darah tanggal 14 januari 2010
Tidak ada pertumbuhan bakteri

Hasil pemeriksaan Bone Marrow Punction tanggal 20 Januari 2010


Selularitas : Hiperseluler
M:E Ratio : Sukar dievaluasi karena M dan E sangat
sedikit/menurun
Sistem Eritropoietik : Aktivitas sangat menurun, sukar ditemukan
normoblast
Sistem Granulopoietik : Aktivitas sangat menurun, sukar ditemukan
granulosit
Sistem Trombopoietik : Aktivitas sangat menurun, tidak ditemukan
megakariosit
Tampak sediaan didominasi oleh sel-sel seri limfosit. Limfoblast
72,33%, ukuran besar dan kecil, dinding sel irregular, sitoplasma relative
lebar
Kesan:
o Akut limfositik leukemia
o Suspek type L2
o Dengan penekanan sel eritropoietik, granulopoietik, dan
trombopoietik.

Hasil pemeriksaan cairan otak tanggal 24 Januari 2010


Makroskopis

Kejernihan : jernih

Warna : bening
Mikroskopis

10

Hitung sel : 3/mm3

Hitung jenis
o Mononuclear : 50%
o Polinuklear : 50%
Protein
o Tes busa : negatif
o Tes Pandy : negatif
o Tes Nonne/Apelt : negatif
Glukosa : 70
Protein : 166

Diagnosis:
Akut Limfoblastik Leukemia (Tipe L2) dengan Gizi Kurang

PENATALAKSANAAN :
Terapi spesifik:
Methotrexate 12 mg/intrathecal
Vincristine 1,3 mg/intravena
Dexametason 5 mg/hari per oral

Terapi suportif:
IVFD D5% 0,45% NS 8 tetes makro/menit
Drip Natrium Bicarbonat 20 cc dalam D5% 0,45% NS 22 tetes
makro/menit
Cotrimoxazole 2x80 mg, per oral
Gentamycin 2x100 mg, intravena
Paracetamol tab 3x 250 mg, per oral, p.r.n

11
Ibuprofen 3x1 tab, p.r.n
Ondancentron 3x2 mg, a.c, p.r.n
Ranitidine 3x20 mg, intravena
Antasida sirup 2x3 cth
Trombosit Konsentrat 6 unit
Packed Red cells 400 cc
Terapi Gizi sesuai dengan Recomended Daily Allowed
o Energi : 2050 kcal
o Protein : 50 gr
Diberikan
Modisco I 6x250 cc
Nasi 100 gr, 3x sehari
Ikan segar 60 gr 1-2x perhari
Telur 1 butir per hari

Prognosa :
Dubia et malam

Resume Masuk Rumah Sakit


Pasien An. E, perempuan, umur 9 tahun, masuk rumah sakit dengan
keluhan bengkak pada sendi siku tangan kanan dan mata kaki kiri sejak lebih dari
1 minggu, panas 1 minggu, batuk tidak berdahak dan pilek 1 minggu. Badan
sering terasa lemah dan cepat lelah, pusing dan sering pucat. Perut membesar
secara perlahan sejak usia 2 tahun, gusi sering berdarah saat menyikat gigi, timbul
benjolan di daerah leher yang tidak nyeri.
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran E4M6V5, tanda vital dalam batas
normal, pasien tampak anemis, pembesaran kelenjar getah bening di auricular
posterior, submandibula, supraclavicula sinistra ukuran 6x8 cm, multiple,
berbenjol-benjol, konsistensi padat, batas tidak tegas. Batas mediastinum yang
melebar, abdomen tampak cembung, hepatomegali, splenomegali, pembesaran

12
kelenjar getah bening inguinal, ekstremitas tampak anemis, edema pada siku
tangan kanan dan daerah calcaneal kiri disertai nyeri bila digerakkan.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hemoglobin 6,6
gr/dl, leukositosis 231.600/mm3, trombositopenia 24.000/mm3. Elektrolit dalam
batas normal, ureum dan kreatini normal, urinalisa didapatkan adanya
hemoglobinuria, eritrosit, leukosituria. Pemeriksaan radiologis foto thoraks
didapatkan adanya massa di mediastinum.
Selama perawatan telah dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap yaitu,
hapusan darah tepi, kultur darah, kultur urin, uji kepekaan antibiotik, bone
marrow punction, dan evaluasi terhadap cairan serebrospinal.
Pasien didiagnosa Akut Limfoblastik Leukemia (Tipe L2) dengan Gizi
Kurang dan sedang menjalani terapi minggu keempat.
Follow up (Time Table)
Tanggal S, O, A P
15 Januari 2010 S: Nyeri sendi +, panas -, IVFD D5% 0,45% NaCl 8 tetes
Batuk + makro/menit.
O: E4M6V5 Paracetamol 3x 250 mg, p.o, p.r.n
TD: 100/70 mmHg Modisco 6x250 cc
N: 104x/menit
RR: 26x/menit
T: 36,1 0C
Anemis +/+,
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
padat Splenomegali,
shuffner 3-4,
hepatomegali.
A : ALL (L2)
20 Januari 2010 S :Keluhan - Terapi dilanjutkan
O: E4M6V5 Cotrimoxazole 2x80 mg, p.o
TD: 100/60 mmHg Gentamycin 2x100 mg, iv
N: 92x/menit
Rencana Kemoterapi
RR: 24x/menit
T: 36,3 0C Bila keadaan memburuk
Anemis -/-, dipindahkan ke PICU
pembesaran KGB Dexametason 5 mg (3-3-4), po
supraclavicula teraba Hiperhidrasi natrium
padat Splenomegali, bicarbonate 20 cc dalam D5%
shuffner 3-4, 0,45% NS
hepatomegali.
A : ALL (L2)
21 Januari 2010 S: Keluhan Rencana Kemoterapi

13
O: E4M6V5 Dexametason 5 mg (3-3-4), po
TD: 110/60 mmHg Metotrexat it, 12 mg
N: 102x/menit Vincristine, iv 1,3 mg
RR: 20x/menit
T: 36,7 0C
Anemis -/-,
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
padat Splenomegali,
shuffner 3-4,
hepatomegali.
A : ALL (L2)

22 Januari 2010 S :Keluhan Transfusi trombosit konsentrat 5


O: E4M6V5 Unit
TD: 110/60 mmHg
N: 190x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,4 0C
Anemis -/-,
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
padat Splenomegali,
shuffner 3-4,
hepatomegali.
A : ALL (L2)
23 Januari 2010 S : Keluhan Kemoterapi:
O: E4M6V5 Dexametason 5 mg (3-3-4), po
TD: 110/60 mmHg Metotrexat it, 12 mg
N: 102x/menit Vincristine, iv 1,3 mg
RR: 20x/menit
Hiperhidrasi natrium
T: 36,6 0C
bicarbonate 20 cc dalam D5%
Anemis -/-,
0,45% NS
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
padat Splenomegali,
shuffner 3-4,
hepatomegali.
A : ALL (L2)
25 Januari 2010 S : Nyeri ulu hati +, mual Dexametason 5 mg (3-3-4), po
+, muntah (-) Ranitidin 2x20 mg,iv
O: E4M6V5 Ibuprofen 3x1 tab, p.r.n
TD: 100/60 mmHg
Terapi lain lanjut
N: 92x/menit
RR: 24x/menit Periksa urinalisa
T: 36,2 0C
Anemis -/-,
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
padat Splenomegali,

14
shuffner 3-4,
hepatomegali.
A : ALL (L2)
26 Januari 2010 S : Nyeri ulu hati +, mual Dexametason 5 mg (3-3-4), po
+, muntah (+) Odansentron 3x2 mg,iv
O: E4M6V5
TD: 110/60 mmHg
N: 102x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,5 0C
Anemis -/-,
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
padat Splenomegali,
shuffner 3-4,
hepatomegali.
A : ALL (L2)
30 Januari 2010 S : Keluhan Kemoterapi
O: E4M6V5 Dexametason 5 mg (3-3-4), po
TD: 110/60 mmHg vincristine 1,3 mg diencerkan
N: 98x/menit dengan NaCl 0,9% sampai 10
RR: 24x/menit cc, iv bolus pelan
T: 36,6 0C
Anemis -/-,
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
padat Splenomegali,
shuffner 3-4,
hepatomegali.
A : ALL (L2)
2 Februari 2010 S : Keluhan Dexametason 5 mg (3-3-4), po
O: E4M6V5 Odansentron dan ranitidine
TD: 110/60 mmHg distop.
N: 98x/menit Antasida sirup 3x2 cth, ac
RR: 24x/menit
Cotrimoxazole 2x2 cth
T: 36,6 0C
Anemis +/+, Periksa Darah Rutin dan
pembesaran KGB urinalisa
supraclavicula teraba
kenyal Splenomegali,
shuffner 2-3,
hepatomegali.
A : ALL (L2)
3 Februari 2010 S : Keluhan Dexametason 5 mg (3-3-4), po
O: E4M6V5 Transfusi PRC 200 cc dalam 4
TD: 110/60 mmHg jam, setelah transfuse di beri
N: 98x/menit furosemide 10 mg, iv bolus.
RR: 24x/menit
T: 36,6 0C
Anemis +/+,

15
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
kenyal Splenomegali,
shuffner 2-3,
hepatomegali.
A : ALL (L2)
5 Februari 2010 S : Keluhan Kemoterapi
O: E4M6V5 Metotrexate intrathecal 12 mg
TD: 110/60 mmHg Vincristine 1,3 mg
N: 98x/menit Dexametason 5 mg (3-3-4), po
RR: 24x/menit
Terapi lain lanjut
T: 36,6 0C
Anemis -/-,
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
kenyal, Splenomegali,
shuffner 2-3,
hepatomegali.
A : ALL (L2)
6 Februari 2010 S : Keluhan Periksa darah rutin, bila Hb< 10,
O: E4M6V5 transfuse PRC 200 cc dalam 4
TD: 110/60 mmHg jam
N: 98x/menit
RR: 24x/menit
T: 36,6 0C
Anemis +/+,
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
kenyal, Splenomegali,
shuffner 2-3,
hepatomegali.
A : ALL (L2)
9 Februari 2010 S : Keluhan Terapi dilanjutkan
O: E4M6V5
TD: 110/60 mmHg
N: 98x/menit
RR: 24x/menit
T: 36,6 0C
Anemis -/-,
pembesaran KGB
supraclavicula teraba
kenyal Splenomegali,
shuffner 1-2,
hepatomegali.
A : ALL (L2)

16
Pemeriksaan Laboratorium
14/01 16/01 17/01 18/01 22/01 24/01 27/01 02/02 08/02
WBC 215.000 79.000 --- 149.300 --- 175.000 119.000 12.000 8.8
RBC 2.10 3.06 3.94 3,85 4.07 --- 3.56
HGB 5.4 8.9 11,7 12.1 11,5 10.7 10.1 8.2 1.200
HCT 16.8 31.02 36.5 34.7 38.5 34 31.3 23.2 26.1
PLT 13.000 75.000 44.000 25.000 88.000 52.000 24.000 63.000 38.000
GDS 73
SGOT 27
SGPT 14
Uureum 30.6
Creatinin 0.5
Natrium 141
Kalium 5.3
Chloride 102
BT 130
CT 1030
CRP (+) 48
LED 158 46

Pemeriksaan Urinalisa
14/01 19/01 24/01 25/01 02/02 08/02

Berat jenis 1.015 1.000 1.015 1.015 1.020 1.000


Keton + - - - - -
Nitrit - - - - - -
Hemoglobin + + + - - -
darah
Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
Kejernihan jernih Jernih Keruh Jernih Keruh Jernih
pH 5.0 5.0 6.0 5.0 6.0 8.0
Protein - - - - - -
Glukosa - - - - - -
Bilirubin - - - - - -
Urobilinogen - - - - - -
Sel Diment - - - - - -
Sel Epitel + + + + - +

17
Leukosit 3-5 1-5 0-1 3-4 1-3 1-2
Eritrosit 5-10 10-50 0-1 0-1 3-6 2-3
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis Leukemia dengan jenis Akut Limfoblastik Leukemia (tipe L2) dengan
Gizi Kurang ditegakkan berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesa didapatkan keluhan bengkak pada sendi tangan kanan dan
kaki kiri sejak lebih dari 1 minggu, panas 1 minggu, batuk tidak berdahak dan
pilek 1 minggu. Badan sering terasa lemah dan cepat lelah, pusing dan sering
tampak pucat. Perut membesar secara perlahan sejak usia 2 tahun, gusi sering
berdarah saat menyikat gigi, timbul benjolan di daerah leher dan inguinal yang
tidak nyeri.
Literatur menyebutkan bahwa pada awalnya ALL memiliki gejala yang
tidak spesifik dan relatif singkat, yaitu sekitar 66 persen1. Gejala yang tampak
merupakan akibat dari infiltrasi sel leucemia pada sumsum atau organ di tubuh
maupun akibat dari penurunan produksi dari sumsum tulang 12,13. Gejala yang
timbul akibat infiltrasi sel-sel muda pada sumsum tulang yaitu anorexia, lemas,
irritable, sedangkan tanda yang dapat timbul anemia, trombositopenia, dan
neutropenia. Manifestasi klini lain yang bias didapatkan adalah demam yang
sifatnya ringan dan intermiten1,2,12,14. Literature menyebutkan demam ini dapat
disertai atau tanpa adanya infeksi, dan dapat disebabkan karena terjadinya
neutropenia sehingga pasien memiliki resiko tinggi terhadap infeksi1,2,12,13,15.
Manifestasi klinis lain yang bisa didapat namun tidak spesifik adalah berat badan
yang menurun, nyeri tulang atau sendi terutama di extremitas inferior. Nyeri pada
tulang dan sendi ini disebabkan adanya infiltrasi sel-sel leucemia pada tulang
perikondrial atau sendi atau oleh ekspansi rongga sumsum tulang oleh sel
leucemia1,2,13,14,15.

18
Pada pemeriksaan fisik ditemukan Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
E4M6V5, tanda vital dalam batas normal, pasien tampak anemis, terdapat
pembesaran kelenjar getah bening di auricular posterior, submandibula,
supraclavicula sinistra ukuran 6x8 cm, multiple, berbenjol-benjol, konsistensi
padat, batas tidak tegas. Batas kanan mediastinum yang melebar, abdomen tampak
cembung, hepatomegali, splenomegali, pembesaran kelenjar getah bening
inguinal, ekstremitas tampak anemis, edema pada siku tangan kanan dan daerah
calcaneal kiri disertai nyeri bila digerakkan.
Tanda yang diperoleh pada pemeriksaan fisik pada pasien yang dicurigai
tenderita leucemia adalah tampak anemis dan menunjukan adanya tanda-tanda
perdarahan seperti petechie, epistaksis atau perdarahan gusi. Manifestasi ini
disebabkan oleh turunnya jumlah trombosis pada pasien leucemia karena gagalnya
funsi hematopoyesis. Limfadenopati dan splenomegali biasanya ditemukan pada
lebih kuran 66 persen pasien1,2,3,8,13. Limfadenopati dapat terjadi secara local atau
general pada daerah cervical, aksiler, dan inguinal. Lemfadenopati ini juga dapat
terjadi bilateral sekunder akibat infiltrasi sel-sel leukemia 13. Hepatomegali juga
bisa di dapatkan akibat infiltrasi sel leukemia, namun jarang1,2,3,12,13. Pasien yang
mengeluh nyeri sendi dapat ditemukan adanya pembengkakkan sendi atau efusi
pada pemeriksaan fisik1,2 ,12,13.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini adalah darah
rutin, urinalisa, elektrolit, fungsi hepar dan fungsi ginjal, hapusan darah tepi,
kultur darah dan kultur urin, pemeriksaan cairan serebrospinal, dan bone marrow
punction. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan adanya kadar hemoglobinyang
rendah, leukosit yang sangat tinggi, dan trombositopenia. Hal ini sesuai dengan
literature yang menyebutkan bahwa pasien dengan leukemia mengalami
kegagalan fungsi sumsum tulang sehingga produksi sel-sel darahnya terganggu,
dimana 95 persen pasien mengalami anemia dan trombositopenia kurang dari
100.000 per millimeter kubik1,2,3,12,13,14,15. Literature menyebutkan sekitar 20 persen
pasien memiliki kadar leukosit lebih dari 50.000 per millimeter kubik, namun
jarang didapatkan lebih dari 300.000 per millimeter kubik 12. Hasil pemeriksaan

19
urinalisa didapatkan adanya hemoglobinuria dan eritrosit dalam urin. Hal ini dapat
menjadi manifestasi perdarahan yang diakibatkan turunnya jumlah trombosit10.
Pemeriksaan elektrolit memiliki peran yang sangat penting. Pada kasus ini
kadar elektrolit natrium, kalium dan chloride dalam batas normal. Sebaiknya juga
dilakukan pemeriksaan kadar kalsium dan fosfor di serum. Menurut literature
pada beberapa kasus didapatkan adanya hiperkalemia, hipokalsemia, dan
hiperfosfatemia yang merefleksikan beban dan lisis dari sel-sel leukemia 3,15. Hal
ini disebut sebgai tumor lysis syndrome yang biasanya terjadi pada pasien yang
mendapatkan terapi kanker yang responsive terhadap pengobatan. Tumor lysis
syndrome ini berhubungan dengan terapi pada akut leukemia yang ditandai
dengan hiperkalemia, hiokalsemia, hiperfosfatemia, hiperurisemia dan tanda gagal
ginjal akut16. Tanda-tanda ini timbul akibat sel-sel tumor yang telah dimusnahkan
akan melepaskan ion-ion intraseluler dan produk metaboliknya ke dalam sirkulasi
darah penderita16. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit di dalam
tubuh.
Pemeriksaan foto thoraks pada pasien menunjukan ada pelebaran
mediastinum. Berdasarkan literature, disebutkan bahwa pada pasien dengan
leukemia menunjukkan adanya massa mediastinum. Massa mediastinum ini juga
disebabkan penyebaran sel-sel limfoblast ke dalam kelenjar getah bening di
mediastinum1,12,15. Massa mediastinum dapat memberikan gejala obstruksi saluran
nafas.
Pemeriksaan kultur baik urin dan darah merupakan salah satu pemeriksaan
yang dilakukan pada kasus ini. Pemeriksaan ini penting pada pasien yang
mengalami demam atau adanya tanda-tanda infeksi9. Hal ini sesuai dengan
literature yang menyebutkan bahwa pasien dengan leukemia lebih mudah
terinfeksi yang disebabkan oleh neutropenia1,2,3,12.
Pemeriksaan cairan otak yang dilakukan pada pasien ini ditujukan untuk
mendeteksi apakah penyakit ini sudah melibatkan system saraf pusat atau tidak3.
Hapusan darah tepi yang dilakukan pada pasien mendapatkan hasil
peningkatan jumlah sel leukosit yang didominasi oleh sel-sel dengan gambaran
limfositik series blast > 50%. Hasil ini memberikan kesan adanya gambaran akut

20
leukemia suspek akut limfoblastik leukemia. Literature menyebutkan diagnosis
akut limfoblastik leukemia dapat diperkuat dengan pemeriksaan hapusan darah
tepi dimana hasil pemeriksaan menunjukkan adanya populasi homogen
limfoblast pada sel sumsum tulang yang lebih dari 25 persen 1, namun diagnosis
leukemia tidak dapat ditegakkan dengan hasil pemeriksaan hapusan darah tepi.
Gambaran populasi homogen pada hapusan darah tepi bisa ditemukan pada
penyakit lain seperti osteopetrosis, myelofibrosis, infeksi granulomatous, sarcoid,
infeksi Epstein-Barr virus (EBV) pada usia muda, dan tumor metastatic dapat
menyebabkan penampakan pelepasan blast immature ke dalam sirkulasi2.
Pemeriksaan bone marrow punction pada kasus ini menunjukkan adanya
sediaan didominasi oleh sel-sel seri limfosit. Limfoblast didapatkan lebih kurang
72,33 persen, ukuran besar dan kecil, dinding sel irregular, sitoplasma relative
lebar. Hasil pemerisaan ini memberikan kesan Akut limfositik leukemia, suspek
type L2, dengan penekanan sel eritropoietik, granulopoietik, dan trombopoietik.
Literature menyebutkan bahwa akut limfoblastik leukemia ditegakkan
melalui pemeriksaan bone marrow punction1,2,3,5,12. Sumsum tulang yang normal
berisi sel blast yang kurang dari 5 persen 2. Pada pasien dengan akut limfoblastik
leukemia didapatkan adanya populasi homogeny limfoblast yang lebih dari 25
persen1,2,3. Sebagian besar anak dengan ALL memiliki sumsum yang hiperseluler
antara 60-100 persen dari sel-sel blast2.
Terapi ALL pada pasien ini berdasarkan Indonesian Protocol A.L.L HR
2006. Pengobatan yang diberikan pada pasien ini selama dirawat terdiri dari terapi
spesifik dan terapi suportif. Terapi spesifik yang diberikan pada pasien ini adalah
methotrexate, vincristine, dan dexamethason. Methotrexate diberikan secara
intrathecal dengan dosis 12 mg, diberikan setiap 2 minggu. Dosis ini diberikan
berdasarkan usia pasien. Vincristine diberikan satu kali dalam seminggu,
diberikan secara intravena dengan dosis 1,5 mg per meter persegi. Pada pasien ini
diberikan vincristine 1,3 mg berdasarkan luas permukaan tubuh pasien yaitu 0,84
meter persegi. Dexametason diberikan 5 mg diberikan setiap hari. Sampai saat ini
pasien dalam terapi induksi minggu ke empat.

21
Literature menyebutkan bahwa terapi ALL terdiri dari terapi spesifik
terhadap sel-sel leukemia dan terapi suportif. Terapi spesifik ini terdiri dari 3
tahap, yaitu fase induksi remisi, fase konsolidasi, dan fase maintenance atau
pemeliharaan1,2,3.
Fase induksi remisi bertujuan agar pasien mengalami remisi dengan
mengeliminasi sel-sel leukemia di sumsum tulang sebanyak yang dapat ditoleransi
oleh pasien sampai didapatkan sel-sel blast kurang dari 5 persen di sumsum
tulang, dan kembalinya jumlah utrofil dan trombosit yang mendekati normal pada
akhir fase remisi induksi. Obat-obatan yang dapat diberikan selama fase ini adalah
dexametasone atau prednisolon, vincristine yang diberikan secara intravena, dan
dauno rubisin, intramuscular asparginase, dan intrathecal methotrexate. Terapi
yang diberika pada kasus masih kurang sesuai dengan protocol dan teori yang ada.
Kendala yang dihadapai dalam penatalaksanaan pasien pada kasus ini adalah tidak
tersedianya obat yang seharusnya diberikan pada pasien selama fase remisi
induksi. Namun demikian dengan terapi menggunakan 3 regimen yang ada,
keadaan pasien mengalami perbaikan yang terlihat pada follow-up dimana saat
pasien masuk didapatkan splenomegali shufner 3-4, mengalami perbaikan hingga
mencapai shuffner 1-2. Selain itu pembesaran kelenjar getah bening di daerah
leher mengalami perbaikan yang ditandai dengan konsistensi dari padat menjadi
kenyal dan mengecil dibandingkan saat pasien masuk1,2,3.
Fase konsolidasi difokuskan pada system saraf pusat, bertujuan untuk
mencegah terjadinya relaps pada system saraf pusat. Pada fase ini diberikan terapi
intrathecal yaitu methotrexate melalui lumbal pungsi. Pada pasien yang dideteksi
terdapat sel blast pada cairan serebrospinal, maka dapat diberikan irradiasi pada
otak dan medulla spinalis. Obat diberikan secara intrathecal karena disbutkan
bahwa pemberian obat secara sistemik kurang dapat menembus sawar darah otak
sehingga lebih baik bila diberikan secara intrathecal1,2,3.
Fase pemeliharaan yang dapat berlangsung 2-3 tahun tergantung pada
protocol yang digunakan. Terapi ini ditujukan untuk mencegah terjadinya relaps
yang cepat pada pasien yang yang meghentikan terapi setelah kurang dari 6 bulan.

22
Pada kasus ini pasien baru mendapatkan terapi remisi induksi minggu ke
empat1,2,3.
Terapi suportif pada kasus ini diberikan secara simptomatik dan juga
ditukan untuk mengatasi efek samping dari pengobatan kemoterapi yang
diberikan. Pada kasus ini pasien mendapatkan obat-obatan: Cairan infuse
intravena D5% 0,45% NS, Natrium Bicarbonat yang diberikan melalui infuse,
antibiotik Cotrimoxazole 2x1 tablet, Gentamycin 2x100 mg, Paracetamol tab 3x
250 mg, Ibuprofen 3x1 tablet, Ondancentron 3x2 mg, Ranitidine 3x20 mg,
Antasida sirup 2x3 cth, transfuse Trombosit Konsentrat 6 unit, Packed Red cells
400 cc.
Terapi suportif pada ALL diberikan terutama untuk mengatasi efek
samping dari terapi spesifik yang sudah diberikan. Berdasarkan literatur, pasien
yang menjalani kemoterapi memiliki resiko terjadinya tumor lisis syndrome yaitu
pelepasan ion-ion intraseluler dan komponen metabolic lainnya dari sel-sel tumor
yang rusak akibat kemoterapi. Pasien harus diterapi dengan alkalinisasi urin dan
harus mendapatkan sodium bikarbonat serta dilakukan hidrasi. Anemia yang berat
dapat diatasi dengan memberikan transfuse sel darah merah dan dapat juga
diberikan trombosit konsentrat pada trombositopenia, bersama dengan furosemide
intravena. Sebaiknya semua komponen darah yang ditransfusikan dilakukan
irradiasi terlebih dahulu untuk mencegah graft-versus-host disease dari limfosit
yang ditransfusikan. Jika terdapat demam lebih dari 38,30C dan neutropenia, maka
dibutuhkan antibiotik broad spectrum. Pasien yang mendapatkan terapi ALL harus
mendapatkan terapi profilaksis terhadap Pneumocystis carinii dengan memberikan
trimethoprim-sulfamethoxazole 2 kali setiap hari sesuai dosis dan diberikan 2-3
hari setiap minggu1,2,3.
Pasien pada kasus ini juga didiagnosa dengan Gizi kurang. Terapi gizi
yang diberikan pada pasien ini sesuia dengan recomended daily allowed. Pasien
membutuhkan 2050 kalori per hari dan protein 50 gram per hari. Untuk
mencukupi angka tersebut, maka selain diet makanan 3 kali sehari pada kasus ini
juga diberikan diet modisco I 6 kali 250 cc dengan makanan sehari hari yang bisa

23
diberikan adalah nasi 100 gr 3 kali sehari, ikan segar 60 gr, 1-2 kali sehari, dan
telur 1 butir sehari17.
Managemen pasien yang menjalani kemoterapi ALL sangat kompleks
karena komplikasi infeksi dan toksisitas yang potensial dari kemoterapi.
Prognosis pasien pada kasus ini adalah jelek. Pasien berusia lebih dari 9
tahun, didapatkan adanya adenopati, jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm 3,
dan didapatkan morfologi sel limfoblast tipe L2. Berdasarkan literatur prognosis
jelek bila usia pasien kerang dari 1 tahun atau lebih dari 9 tahun, jumlah sel
leukosit lebih dari 50.000 per meter kubik, didapatkan adanya adenopati, dan pada
pemeriksaan morfologi sel limfoblas didapatkan tipe L2.

24
BAB IV
KESIMPULAN

1. Pasien di diagnosa Akut limfoblastik leukemia berdasarkan dari hasil


anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2. Pasien mendapat terapi Akut limfoblastik leukemia berdasarkan Indonesian
Protocol A.L.L HR 2006.
3. Komplikasi infeksi dan toksisitas yang potensial dari kemoterapi harus dapat
dicegah dengan memberikan terapi suportif seperti antibiotic, natrium
bikarbonat, transfuse sel darah merah dan trombosit, dan pemenuhan
kebutuhan gizi sesuai dengan recommended daily allowed.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Tubergen, D. A., Bleyer A. 2004. The Leukemias in Nelson Textbook of
Pediatrics, 17th Edition. USA: Saunders-Elsvier Science.
2. Mahoney, D.H. 1999. Acute Limphoblastic Leukemia in Oskis Pediatrics:
Principles and Practice, 3rd Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins
Publishers.
3. Esparza, S.D., Sakamoto, K.M. Topics In Pediatric Leukemia Acute
Lymphoblastic Leukemia. MedGenMed, Vol 7(1), p 23, 2005.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan. Leukemia Mengintai Anak. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (online); 2007,
http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/anak/leukemia100407.htm, diakses
tanggal 18 Februari 2010)
5. Kurniawan, I. Karakteristik Penderita Leukimia Rawat Inap Di RSUP
H.Adam Malik Medan Tahun 2004-2007. Universitas Sumatera Utara (0nline);
2008, http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journal_review&id=12880&task=view, diakses tanggal 18
Februari 2010)
6. Ikatan Dokter Anak di Indonesia. 2004. Leukemia Limfoblastik Akut. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
7. Smith M.A., e al. LEUKEMIA. National Cancer Institute. SEER Pediatric
Monograph.
8. Carroll, W.L., et al. Pediatric Acute Limphoblastic Leukemia. American
Society Of Hematology. Hematology, 2003.
9. Pui, Ching-Hon, Relling, M.V., Downing, J.R. Mechanisms Of Disease Acute
Lymphoblastic Leukemia. New England Journal of Medicine, Vol 350, p
1535-1348, 2004.
10. Howard, S.C, Perdosa, M. Lins, M. Establishment of a Pediatric Oncology
Program and Outcomes of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia in a
Resource-Poor Area. JAMA, Vol 291(20), p 2471-2475, 2004.
11. Friedmann, A.L., Weinstein, H.J. The Role Of Prognostic Features In The
Treatment Of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. The Oncologist, Vol.
5, p 231-238, 2000.

26
12. Saiter, K. Acute Lymphoblastic Leukemia. Emedicine (0nline); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/990113-media, diakses tanggal 10
Januari 2010).
13. Albano, E.A., et al. 2002. Acute Limphoblastic Leukemia in Current Pediatric
Diagnosis and Treatment, 16th Edition. Europe: McGraw-Hill Education.
14. Hu, W. Leukemia (online); 2005,
http://www.emedicinehealth.com/leukemia/page18_em, diakses tanggal 1
Februari 2010)
15. Satake, N. Acute Lymphoblastic Leukemia. Emedicine (online); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/990113, diakses tanggal 14 Januari
2010)
16. Krishnan, K. Tumor Lysis Syndrome. Emedicine (online); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/282127, diakses tanggal 5 Februari
2010)
17. Anonym. Angka Kebutuhan Gizi Energi & Protein Berdasarkan Usia/Umur &
Jenis Kelamin, Organisasi.com (online); 2009, http://organisasi.org/angka-
kebutuhan-gizi-energi-protein-berdasarkan-usia-umur-jenis-kelamin, diakses
tanggal 18 Februari 2010)

27

Anda mungkin juga menyukai