Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PERANG ANTAR SUKU DANI DAN SUKU MONI DI PAPUA DALAM KAJIAN INTEGRASI

NASIONAL DAN KONFLIK DALAM MASYARAKAT INDONESIA

A. Pendahuluan
Integrasi nasional merupakan sebuah usaha dan proses untuk mempersatukan
perbedaan dan keanekaragaman yang ada di suatu negara hingga akhirnya tercipta
sebuah keserasian dan keselarasan nasional. Dalam Wikipedia Indonesia
menjelaskan bahwa integrasi memiliki dua pengertian yaitu pengendalian terhadap
konflik dan membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.

Pencapaian integrasi secara utuh bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi di
Indonesia yang masyarakatnya memiliki diversitas sangat tinggi. Indonesia sebagai
negara yang masih berkembang seringkali kesulitan mencapai integrasi dan bahkan
masalah integrasi ini lebih mendesak daripada masalah ekonomi ataupun masalah
yang lainnya. Indonesia dengan diversitas suku bangsa, agama, dan pelapisan
sosial masyarakat pada kenyataannya telah membentuk kelompok atau gapyang
berjalan sendiri-sendiri dan sulit untuk disatukan menjadi sebuah sistem yang utuh
dan selaras secara nasional.

Kesulitan untuk menyatukan berbagai unsur tersebut pada akhirnya akan


menimbulkan konflik-konflik akibat adanya keberlawanan ataupun kebertentangan
prinsip antar unsur kelompok. Konflik merupakan sesuatu yang dihindari tapi pada
kenyataannya konflik tetap menjadi suatu jalan bagi setiap orang atau lembaga
ketika kesepahaman sulit untuk dicapai dan adanya rasa terusik akibat
ketidaksepahaman tersebut.

B.Daftar isi
Papua adalah salah satu provinsi di Indonesia dengan diversitas suku yang sangat
tinggi. Papua dengan populasi penduduk sekitar 2.831.381 jiwa terdiri dari suku
bangsa yang jumlahnya cukup banyak baik suku bangsa asli maupun suku bangsa
pendatang.

Keberagaman yang ada di tanah Papua ini kerap menjadi sumber timbulnya konflik
atau perselisihan yang berakhir dengan perang antar suku. Seringnya terjadi
perang antar suku juga diakibatkan karena masih primitifnya masyarakat Papua
yang lebih memilih menyelesaikan konflik dengan cara nenek moyang mereka.

Papua hingga saat ini masih menyimpan berbagai macam permasalahan sosial
terutama konflik atau perang antar suku. Konflik sosial yang terjadi di Papua sangat
beragam dan mencakup semua aspek kehidupan, mulai dari aspek sosial, budaya,
politik dan ekonomi. Konflik yang terjadi beberapa tahun belakangan ini juga tidak
terlepas dari pokok permasalahan tersebut, seperti yang belum lama ini terjadi
yaitu perang antar suku Dani dan suku Moni di Kabupaten Mimika yang hanya
diakibatkan perebutan lahan irigasi. Makalah ini akan membahas mengenenai
analisis konflik yang terjadi di Papua dalam kajian integrasi nasional dan konflik
dalam masyarakat Indonesia. Makalah juga akan memberikan solusi atau
penyelesaian yang mungkin dapat di lakukan terhadap konflik terjadi tersebut.

B. Analisis Perang Antar Suku Dani dan Suku Moni di Papua

Perang antar suku di Papua dalam kajian integrasi nasional Struktur masyarakat
Papua yang penuh dengan pluralitas telah banyak dan akan selalu menimbulkan
persoalan integrasi nasional karena hingga saat ini belum ada solusi yang tepat
untuk mengakhirinya. Papua memliiki masayarakat yang majemuk, hal ini
dibuktikan karena masyarakat Papua memenuhi karakteristik masyarakat majemuk
yaitu: terjadi segmentasi ke

dalam bentuk kelompok-kelompok yang memiliki subkebuyaan yang berbeda,


kurang mengembangkan konsensus tentang nilai sosial yang mendasar, sering
terjadi konflik antar kelompok dan secara relatif integrasi terjadi karena adanya

atau paksaan. Masyarakat Papua merupakan masyarakat dengan tingkat


diferensial yang tinggi dengan banyak lembaga kemasyarakatan namun tetap
saling bergantung.

Kesatuan sosial yang tersegmentasi berdasarkan ikatan primordialisme dengan


subkebudayaan yang berbeda tentu saja akan sangat rawan menimbulkan konflik
antar segmen masyarakatnya. Hal ini terjadi di antara suku Dani dan suku Moni di
Papua, meskipun meraka sama-sama dalam naungan budaya Papua namun
subkebudayaan meraka berbeda, primordial mereka sangat tinggi terhadap
sukunya masing-masing, hal ini menyebabkan suatu konflik kecil pun pada akhirnya
berakhir dengan peperangan. Integrasi nasional bisa tercapai ketika terdapat
kesepakatan masyarakat akan nilai umum tertentu. Nilai umum tersebut juga lebih
lanjut harus dihayati dengan benar melalui proses sosilalisasi. Di Indonesia terdapat
suatu pengakuan bertumpah darah satu, berkebangsaan satu dan berbahasa satu,
Indonesia. Pengakuan tersebut menjadi konsensus umum bagi masyarakat
Indonesia.

Jika pengakuan tersebut benar-benar dihayati oleh setiap masyarakat


Indonesia maka akan menjadi suatu alat intergasi yang luar biasa dan tidak
akan ada lagi konflik bahkan peperangan seperti yang terjadi di Mimika
Papua antara suku Dani dengan suku Moni. Integrasi nasional bisa terhambat
dipengaruhi oleh dua dimensi yaitu dimensi horizontal dan dimensi vertikal
seperti yang dikemukakan oleh R. William Liddle. Dimensi horizontal berupa
masalah akibat adanya perbedaan suku, ras, agama dan aliran yang lainnya.
Dimensi ini sering terjadi karena adanya kekentalan primordialisme
masyarakat. Sedangkan dimensi vertikal berupa masalah yang terjadi akibat
munculnya kelompok-kelompok tertentu yang menjelma sebagai jurang
pemisah antara mayoritas dengan minorit

atau antara golongan elit dengan golongan masyarkat biasa. Hal tersebut kemudian
akan menimbulan rasa keterasingan atau rasa kecemburuan dari golongan
minoritas atau rakyat biasa.

Perang yang terjadi di Mimika Papua jelas merupakan konflik dalam dimensi
horizontal karena terjadia antar suku yang masing-masing memegang primordial
yang tinggi. Masyarakat Indonesia yang beragam disegala aspek kehidupan sangat
rawan terjadi konflik dan oleh kerenanya integrasi nasional pun akan sulit dicapai.
Konflik yang menghambat intgrasi nasional tersebut diantaranya terjadi karena

Salah satu suku bangsa mendominasi suku bangsa lain secara politis. Konflik
berupa pertentangan akibat pembagian status kekuasaan yang tidak merata.
b

A Warga dari dua suku saling bersaing untuk mendapat lapangan mata
pencaharian hidup bersama c.

B Warga dari satu suku memaksakan kebudayaan mereka kepada warga suku yang
lain d.

C Warga dari satu suku berusaha mendominasi suku lain secara ideologis e.

D Hubungan antara suku bangsa yang telah bermusuhan secara adat

Perang antar suku di Papua dalam kajian konflik Papua

adalah salah satu provinsi di Indonesia yang masih sangat sedikit tersentuh
modernisasi, masyarakatnya masih banyak yang tinggal di pedalaman dan
cenderung menolak modernisasi yang datang. Masyarakat Papua mayoritas masih
dapat dikatakan primitif karena masih memegang teguh apa yang diturunkan nenek
moyang termasuk meniru cara nenek moyang dalam menyelesaikan masalah.
Setiap terjadi suatu masalah masyarakat suku adat Papua menetapkan babi sebagai
denda yang harus dibayarkan kepada pihak yang dirugikan dan jika tidak dituruti
maka perang.
antar suku akan dilakukan. Selain itu jika ada anggota mereka mati karena ulah
suku lain maka mereka akan membalas membunuh anggota suku lain tersebut, bagi
mereka nyawa harus dibayar dengan nyawa yang setimpal. Tanah Papua masih
menyimpan banyak permasalahan sosial termasuk yang sering diungkap ke
permukaan adalah permasalahan berupa konflik atau peperangan antar suku.
Papua yang terdiri dari banyak suku tersebut masing-masing memiliki
subkebudayaan yang berbeda dan memegang primordialisme yang sangat tinggi.
Ketika ada seseorang atau sesuatu dari bagian sukunya merasa dirugikan bahkan
sekecil apapun oleh suku lain, mereka akan merasa turut dirugikan hingga akhirnya
masalah sepele pun bisa berakhir perang diantara suku tersebut. Permasalahan
masa lalu dalam internal antar suku pun kerap kali masih diungkit hingga sekarang.
Penyelesaian secara damai pun sulit untuk dilakukan karena mereka memilih untuk
menyelesaikan masalah dengan cara adat mereka sendiri. Suku Dani dan suku Moni
adalah dua diantara banyak suku asli Papua yang memiliki budaya perang yang
sangat tinggi. Februari 2014 perang antara kedua suku tersebut kembali tumpah.
Konflik terjadi akibat adanya perebutan tanah di Kali Kamoro, Jalan Trans Timika-
Paniai bermula dengan aksi saling bakar alat berat milik kedua suku tersebut pada
17

18 Februari 2014

Di lokasi Kali Iwaka dan kompleks Djayanti Kuala Kencana dan Jembatan Kali
Pindah-pindah. Meskipun sebenarnya telah ada perjanjian damai pada bulan
Februari namun pada kenyataannya konflik perebutan lahan tersebut tetap
berlanjut hingga 4 Maret 2014. Suku Dani dan Suku Moni terlibat saling serang dan
membuat Kampung Mimika Gunung, Jayanti, Distrik Kuala Kencana, Kabupaten
Mimika mencekam mulai 7 Maret 2014. Perang berakhir dengan adanya
pembubaran paksa oleh pemerintah setempat dan memakan 4 korban tewas serta
ratusan warga luka akibat benda tajam.

elanjutnya 17 Maret pemerintah setempat membentuk satuan tugas (satgas) yang


berfokus untuk menyelesaikan peperangan tersebut.

Namun ternyata pada konflik tersebut tetap berbuntut panjang. 27 Maret 2014 dua
orang tewas dibantai secara sadis, kedua korban diyakini memiliki kaitan dengan
konflik Dani-Moni.

Pada akhirnya 3 April 2014 kedua kubu menggelar prosesi bakar batu sebagai
bentuk perdamaian.
Diluar dugaan ternyata konflik tetap berlanjut dan terjadi perang lagi pada awal
Mei 2014.

Jika ditilik dari kajian konflik, sebenarnya konfilk memang merupakan suatu hal
yang tidak dapat dihindari dalam hidup manusia namun tidak bisa dibenarkan jika
konflik tersebut diikuti dengan kekerasan seperti pearang antara suku Dani dan
suku Moni. Di Indonesia sendiri memang beberapa masyarakat tertentu
menganggap penyelesaian konflik dengan kekerasan merupkan suatu adat
tersendiri dan tertanam kuat dalam

mindset

mereka oleh karenanya masih sulit untuk dihentikan. Intensitas terjadinya konflik di
Indonesia memiliki indikator sendiri, seperti yang diungkapkan oleh Nasiku

Demonstrasi tanpa kekerasan yang dilakukan untuk memprotes rezim


pemerintahan

Kerusuhan yang menggunakan kekerasan fisik ditandai dengan adanya spontanitas


akibat insiden dari suatu kekacauan c.

Serangan bersenjata atau

armed attack

berupa kekerasan untuk melemahkan pihak lain

Kematian akibat adanya kekerasan politik

yang diambil penguasa untuk menetralisir ancaman terhadap keamanan


pemerintah

Penanganan perang antara suku Dani dan suku Moni yang dilakukan pemda
dengan membentuk satuan tugas atau satgas, mempertemukan kedua pihak yang
bertikai dengan dijembatani pihak ketiga serta upacara bakar batu seperti adat di
Papua benar bisa menghentikan konflik yang terjadi. Segala upaya tersebut sebagai
upaya preventif bisa dikatakan cukup efektif namun tetap tidak bisa menghapus
permasalahan hingga ke akarnya, permasalahan baru yang serupa sangat mungkin
terjadi lagi dikemudia hari. Solusi yang paling tepat untuk menghapus budaya
perang antar suku ini adalah dengan mengubah

mindset
masyarakat Papua. Pemerintah harus berupaya lebih keras untuk melakukan
pendekatan dengan masyarakat Papua secara keseluruhan bahkan hingga ke
masyarakat pedalaman yang masih sangat primitif. Upaya untuk mengubah
mindset
ini memerlukan proses dan kerjasama dari berbagai bidang mulai agama,
pendidikan serta pemerintah agar mampu membgubah masyarakat Papua menjadi
masyarakat yang lebih rasional, potitif dan

openmind

. Masyarakat Papua secara menyeluruh harus diedukasi tentang bagaimana


memisahkan pesoalan pribadi dengan persoalan kelompok dan perlahan
menghapus primordialisme yang berlebihan.

C .Kesimpulan
Perang antara suku Dani dan suku Moni terjadi karena kedua suku masih memiliki
primordialisme yang sangat tinggi terhadap sukunya masing-masing. Permasalahan
sepele yang bersumber dari perebutan lahan berakhir dengan perang yang
memakan banyak korban tewas dan luka-luka serta kerusakan alat-alat akibat
kerusuhan. Konflik semacam ini tentu sangat mengancam integrasi nasional. Suku
Dani dan suku Moni yang sama-sama merupakan penduduk Papua memiliki
subkebudayaan yang berbeda dan memilih menyelesaikan konflik dengan cara
nenek moyang mereka. Solusi yang paling tepat untuk menghentikan budaya
perang yang ada di Papua adalah dengan mengubah

mindset

masyarakatknya dan memberi edukasi tentang berbagai hal sehingga mereka bisa
mulai berpikir dengan lebih rasional dan positif.

D.DAFTAR PUSTAKA

Nasikun.

Sistem Sosial Indonesia

, Jakarta: CV Rajawali, 1989. Ranjabar, Jacobus.

Sistem Sosial Budaya Indonesia

Suatu Pengantar

, Bandung: CV Alfabeta, 2013. Susan, Novri.

Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer

, Jakarta: Prenada Media Grup, 2009

Anda mungkin juga menyukai