Anda di halaman 1dari 29

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK NEURO
SAKIT KEPALA MENAHUN

Oleh :
KELOMPOK : A.15
Ketua : Dyane Vatricia 1102010085
Sekretaris : Hilyatus Shalihat 1102010125
Anggota :
Astiandra Mendolita 1102010039
Galuh Risky Ayuningtyas 1102010108
Dinar Syifa Hartanti 1102010080
Dyane Vatricia 1102010085
Fara Fariha 1102010093
Ari Suseno 1102010032
Isnan Wahyudi 1102009145
Dewi Ajeng RKN 1102010069
Dewi Ayu R 1102007082

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2012/2013

1
Skenario 3

SAKIT KEPALA MENAHUN

Perempuan 35 tahun berkonsultasi dengan dokter keluarga dengan keluhan sakit kepala
berulang sejak 2 tahun yang lalu. Sakit kepala seperti tertimpa beban berat dan nyeri pada
tengkuknya. Sakit kepala ini disertai dengan insomnia. Sakit kepala berawal sejak pasien
diceraikan oleh suaminya 2 tahun yang lalu dan harus berpisah dari kedua orang anaknya.
Oleh dokter pasien disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut ke neurolog dan psikiater.
Neurolog mengatakan bahwa pasien mengalami nyeri kepala tipe tegang, sedangkan psikiater
menyimpulkan bahwa pasien mengalami nyeri somatoform (psikogenik). Walaupun ia sudah
bercerai, ia tetap bertanggung jawab untuk membimbing anaknya sesuai dengan prinsip
keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.

2
Sasaran Belajar

1 Memahami dan Menjelaskan Nyeri


1 Definisi
2 Etiologi
3 Fisiologi
4 Klasifikasi
5 Pusat dan Jaras nyeri
6 Tatalaksana

2 Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala


1 Definisi
2 Klasifikasi
3 Etiologi
4 Faktor resiko dan Epidemiologi
5 Patofisiologi
6 Diagnosis
7 Tatalaksana
8 Prognosis

3 Memahami dan Menjelaskan Gangguan Somatoform


1 Definisi
2 Etiologi dan Faktor Pencetus
3 Manifestasi Klinis dan Klasifikasi
4 Diagnosis
5 Tatalaksana

4 Memahami dan Menjelaskan Keluarga Samarah

1. Memahami dan Menjelaskan Nyeri

1.1. Definisi

3
Definisi
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan

1.2. Etiologi
Adapun Etiologi Nyeri yaitu:
1. Stimulasi Kimia (Histamin, bradikirun, prostaglandin, bermacam-macam asam)
2. Pembengkakan Jaringan
3. Spasmus Otot
4. Kehamilan
5. Inflamasi
6. Keletihan
7. Kanker

1.3. Fisiologi

Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat
proses tersendiri yaitu: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Ada tiga tingkatan tempat informasi saraf yang dapat dimodifikasi sebagai respon
terhadap nyeri yaitu luas dan durasi respon terhadap stimulus nyeri di sumbernya dapat
dimodifikasi, perubahan kimiawi dapat terjadi di dalam setiap neuron atau bahkan dapat
menyebabkan perubahan pada karakteristik anatomi neuron-neuron di sepanjang jalur
penghantar nyeri, dan pemanjangan stimulus dapat menyebabkan modulasi
neurotransmitter yng mengendalikan arus informasi dari neuron ke reseptornya
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah
berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan
ke system saraf pusat.
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:
Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya
stimulus mekanis terhadap nosiseptor.
Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system
saraf
Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.
Nyeri psikologik
Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri
osteoneuromuskuler, yaitu :
Nociceptor mechanism.
Nerve or root compression.
Trauma ( deafferentation pain ).
Inappropiate function in the control of muscle contraction.

4
Psychosomatic mechanism.
Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor
baik pada tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu
cara/upaya dalam aplikasi elektroterapi terhadap nyeri.
A Interpretasi Skala Nyeri
Interpretasi skala nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran
dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1 Skala intensitas nyeri deskriptif

2 Skala identitas nyeri numerik

3 Skala analog visual

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak

5
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
Menurut Wong-Bakers :

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang
ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan
klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak
yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai
nyeri yang tidak tertahankan. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta
klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan
seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih
digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai
nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah
suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi
verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri
yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari
pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca
dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat
bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi
perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala
menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau
peningkatan.

1.4. Klasifikasi

6
1 Menurut Tempat
a Periferal Pain
1 Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2 Deep Pain (Nyeri Dalam)
3 Reffered Pain (Nyeri Alihan) ; nyeri yang dirasakan pada area yang bukan
merupakan sumber nyerinya.
b Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang
otak dll.
c Psychogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.
d Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada
lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit
yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu,
orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
e Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.

2 Menurut Sifat
a Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya
menetap10 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
d Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh pada
arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari
lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

3 Menurut Berat Ringannya


a Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi

4 Menurut Waktu Serangan


Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan tipe nyeri. Pada tahun 1986,
The National Institutes of Health Concencus Conference of Pain mengkategorikan
nyeri menurut penyebabnya. Partisipan dari konferensi tersebut mengidentifikasi 3
(tiga) tipe dari nyeri : akut, Kronik Malignan dan Kronik Nonmalignan.
Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau pembedahan. Nyeri
Kronik Nonmalignan diasosiasikan dengan cedera jaringan yang tidak progresif atau
yang menyembuh. Nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif
disebut Chronic Malignant Pain. Meskipun demikian, perawat biasanya berpegangan
terhadap dua tipe nyeri dalam prakteknya yaitu akut dan kronis.

7
1.5. Pusat dan Jaras nyeri

Fisiologi nyeri melalui proses-proses berikut


1. Proses Transduksi (Transduction)
Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri diubah menjadi
suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa
stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). Transduksi rasa sakit
dimulai ketika ujung saraf bebas (nociceptors) dari serat C dan serat A delta neuron
aferen primer menanggapi rangsangan berbahaya. Nosiseptors terkena rangsangan
berbahaya ketika kerusakan jaringan dan inflamasi terjadi sebagai akibat dari,
misalnya, trauma, pembedahan, peradangan, infeksi dan iskemia.
Nociceptors didistribusikan pada ;
1. Struktur Somatik (kulit, otot, jaringan ikat, tulang, sendi);
2. Struktur Viseral (organ viseral seperti hati, saluran gastro-intestinal).
3. Serat C dan serat A-delta yang terkait dengan kualitas yang berbeda rasa
sakit.
Ada tiga kategori rangsangan berbahaya:
1. Mekanik (tekanan, pembengkakan, abses, irisan, pertumbuhan tumor);
2. Thermal (membakar, panas);
3. Kimia (neurotransmitter rangsang, racun, iskemia, infeksi).
Penyebab stimulasi mungkin internal, seperti tekanan yang diberikan oleh tumor
atau eksternal, misalnya, terbakar. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan mediator
kimia berbahaya dari sel-sel yang rusak, termasuk: prostaglandin, bradikinin,
serotonin, substansi P, kalium, histamin. Mediator kimia ini mengaktifkan nosiseptor
terhadap rangsangan berbahaya. Dengan maksud memperbaiki rasa nyeri, pertukaran
ion natrium dan kalium (depolarisasi dan repolarisasi) terjadi pada membran sel. Hal
ini menghasilkan suatu potensial aksi dan generasi dari sebuah impuls nyeri.
2. Proses Transmisi ( Trasmision)
Proses tranmisi dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris
menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan
serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls
tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus
sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan
ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls
tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.
3. Proses Modulasi (Modulation)
Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik
endogen yang dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu posterior medula
spinalis. Proses acendern ini di kontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini
meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat
menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini
dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbukanya pintu nyeri
tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi
inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif pada setiap orang. .

8
Suatu jaras tertentu telah diternukan di sistem saran pusat yang secara selektif
menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau
obat analgetika seperti morfin (Dewanto).
4. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat individu
menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks.
a Korteks somatosensori: Ini adalah terlibat dengan persepsi dan interpretasi dari
sensasi. Ini mengidentifikasi intensitas, jenis dan lokasi sensasi rasa sakit dan
sensasi yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu, memori dan aktivitas
kognitif. Ini mengidentifikasi sifat stimulus sebelum memicu respons, misalnya,
di mana rasa sakit itu, seberapa kuat itu dan bagaimana rasanya.
b Sistem limbik: Hal ini bertanggung jawab untuk respon emosi dan perilaku
terhadap rasa sakit misalnya, perhatian, suasana hati, dan motivasi, dan juga
dengan pengolahan rasa sakit,dan pengalaman masa lalu rasa sakit.

RESEPTOR NYERI
Aferen primer mencakup
serat A-alfa dan A-beta yang
besar dan bermielen serta
membawa impuls yang besar
dan tidak bermielin ( tidak
diperlihatkan ) serta membawa
impuls yang memperantarai
sentuhan, tekanan, dan
propriosepsi dan serat A-delta
yang kecil bermielin dan serat
C yang tidak bermielin, yang
membawa impuls nyeri.
Aferen-aferen primer ini
menyatu di sel-sel kornu
dorsalis medulla spinalis, masuk ke zona lissauer, serat pascaganglion simpatis adalah
serat eferen dan terdiri dari serat-serat C tidak bermielin.

SENSITISASI NOSISEPTOR DI DAERAH CEDERA JARINGAN


Pengaktifan langsung dengan tekanan
intensif yang menyebabkan kerusakan sel.
Kerusakan sel menyebabkan dibebaskannya
kalium ( K) intra sel dan sintesis
prostaglandin (PgG) dan bradikinin (BK.
Prostaglandin meningkatkan sensitivitas
reseptor nyeri bradikinin, yaitu zat kimia
penghsil nyeri yang paling kuat.
JALUR-JALUR NYERI

9
ASerat nyeri A-delta halus dan C, yang masing-masing membawa nyeri akut tajam dan
kronik- lambat, bersinaps di substansia gelatinosa tanduk dorsal, memotong
medullaspinalis, dan naik ke otak di cabang neospinotalamikus atau cabang
paleospinotalamikus traktus spinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen
perifer a-delta, bersinaps di nucleus vebtroposterolateralis (VPN) thalamus dan
melanjutkan diri secara langsung ke korteks somatosensorik girus postsentralis, tempat
nyeri dipersepsikan sebagai sensasi tajam dan berbatas tegas. Cabang
paleospinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer C, adalah suatu jalur
difus yang mengirim kolateral-kolateral ke formatio retikularis batang otak dan struktur
lain, yang merupakan asal dari serat-serat lain, berjalan ke thalamus. Serat- serat ini
memengaruhi hipotalamus dan system limbic serta korteks serebrum.
BSerat nyeri C aferen bersinaps terutama di substansia gelatinosa ( lamina I dan II) kornu
dorsalis, sedangkan serat nyeri A delta terutama bersinaps di lamina I dan V.
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia
(substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf
perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal
nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus
ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh
tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana
sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu
dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan.
Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord.
Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di
daerah yang terluka.
Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang
terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi
saraf sensoris dengan menggaruk secara perlahan di dekat daerah nyeri dapat menutup
gerbang sehingga rnencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat

10
menutup gerbang, misalnya perasaan sernbuh dapat mengurangi dampak atau beratnya
nyeri yang dirasakan.
Kozier, dkk. (1995) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh
meliputi :
Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1 Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2 Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3 Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4 Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan
jari & tangan
5 Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,
Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas
menghilangkan nyeri)
Pada nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan ancaman yang
mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk beradaptasi dari stressor yang
mengancam dan menganggap keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus
nyeri dari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui sistem hipotalamus pituitary
dan adrenal dengan mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan fungsi yang
tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya situasi menegangkan
dan mekanisme kortek adrenal hopfise untuk mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit dan menyediakan energi kondisi emergency untuk mempercepat
penyembuhan. Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi Stressor (nyeri) dapat
menimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun pada peradangan dan
menghambat penyembuhan dan kalau makin parah dapat terjadi syok ataupun perilaku
yang meladaptif.

11
1.6. Tatalaksana

Prinsip penatalaksanaan nyeri


Pengobatan nyeri harus dimulai dengan analgesik yang paling ringan sampai ke yang
paling kuat. Tahapannya:
Tahap I : analgesik non-opiat : AINS
Tahap II : analgesik AINS + ajuvan (antidepresan)
Tahap III : analgesik opiat lemah + AINS + ajuvan
Tahap IV : analgesik opiat kuat + AINS + ajuvan
Contoh ajuvan : antidepresan, antikonvulsan, agonis 2, dll.
Analgesik opioid (narkotik)
Analgesik opioid (narkotik) terdiri dari berbagai derivat dari opium seperti morfin
dan kodein. Narkotik dapat menyebabkan penurunan nyeri dan memberikan efek euforia
(kegembiraan).
Terdapat dua jenis utama opoid murni, yaitu:
1
Agonis murni
Merupkan obat opoid murni yang berkaitan dengan kuat terhadap reseptor,
menghasilkan efek maksimum dalam menghambat nyeri.
2 Kombinasi agonis-antagonis
Obat kelompok ini dapat memberikan efek seperti opioid (dalam menghambat
nyeri) jika diberikan pada klien yang tidak mendapat opioid murni.
1) Opioid (narkotika)
Opioid sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif dan nyeri
berat lainnya.
Farmakodinamika
Opioid menimbulkan efek primernya terhadap susunan saraf pusat dan organ
yang mengandung otot polos. Opioid menimbulkan analgesia, rasa mengantuk eforia,
depresi pernapasan terkait dosis, gangguan respons adrenokorteks terhadap stres (pada
dosis tinggi), dan penurunan tahana perifer (dilatasi arteriol dan venosa) dengan sedikit
atau tanpa efek terhadap indeks jantung. Efek terapiutik opioid pada edema paru
merupakan akibat sekunder dari peningkatan pada dasar kapasitansi. Efek konstipasi
opioid timbul akibat induksi dari kontraksi non propulsif melalui traktus gastro intestinal.
Opioid dapat menyebabkan spasme traktus biliaris dan peningkatan tekanan duktus
biliaris komunis diatas kadar pra obat. Depresi reflek batuk adalah melalui efek langsung
terhadap pusat batuk dalam medula. Opioid mengurangi aliran darah ke otak dan tekanan
intra kranial.
Dapat menimbulkan mual dan muntah dengan mengaktifasi zona pemicu
kemoreseptor. Opioid melepaskan histamin dan dapat menyebabkan pruritus setelah
pemberian oral atau sistemik. Perubahan modulasi sensorik sebagai akibat sekunder
pengikatan langsung opioid pada reseptor opiatdalam medula oblongata dapat
merupakan mekanisme terjadinya pruritus setelah pemberian epidural / intratekal.
Analgesia intra artikuler terjasi sebagai akibat sekunder pengikatan opioid dengan
reseptor opiat dalam sinovium.
Farmakokinetika

12
1 Awitan aksi; IV < 1 menit, IM 1-5 menit, SK 15-30 menit, oral 15-60 menit
dan epidural spinal 15-60 menit.
2 Efek puncak; IV 5-20 menit, IM 30-60 menit, SK 50-90 menit, oral 30-60
menit dan epidural / spinal 90 menit.
3 Lama aksi; IV, IM, SK, 2-7 jam, oral 6-12 jam dan epidural / spinal 90 menit.
4 Interaksi / toksisitas; efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alkohol,
sedatif, antihistamin, fenotiazin, butirofenon, inhibitor MAO dan antidepresan
trisiklik. Dapat mengurangi efek diuretik pada pasien dengan gagal jantung
kongestif. Anelgesia dipertinggi dan diperpanjang oleh agonis alfa-2.
Penambahan epineprin dan morpin intratekal / epidural menimbulkan
peningkatan efek samping dan perpanjangan blok motorik.
5 Efek samping
a Kardiovaskuler; Hipotensi, hipertensi, bradikardi, aritmia, kekakuan
dinding dada.
b Pulmoner; Bronkospame dan laringospasme.
c SSP; penglihatan kabur, sinkope, euforia dan disforia.
d Urinaria; retensi urine, efek anti diuretik dan spasme ureter.
e Gastrointestinal; spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual,
muntah dan penundaan pengosongan lambung.
f Mata; miosis
g Muskuloskletal; kekakuan dinding dada.
h Alergi; pruritus dan urtikaria.

Obat Masa Efektif Keterangan

Morfin Suntikan IV/IM : 2-3 jam Mulai kerjanya cepat


Per-oral : 3-4- jam Sediaan per-oral efektif untuk
Sediaan Lepas Lambat : 8-12 mengatasi nyeri kanker
jam
Kodein Per oral : 3-4 jam Kurang kuat dibanding morfin
Kadang diberikaan bersamaan
asetaminofen/aspirin
Meperidin IV / IM : 3 jam Bisa menyebabkan epilepsi, tremor,
Per-oral : tidak terlalu efektif dan kejang otot
Metadon Per-oral : 4-6- jam, atau lbh Digunakan juga untuk pasien putus
lama obat karena heroin
Proksifen Per oral : 3-4 jam Biasa diberikan bersamaan dengan
aspirin/asetaminofen, utk nyeri ringan
Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID)
Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID) Sangat efektif untuk
menghilangkan nyeri pasca operatif dan nyeri berat lainnya. Sangat baik digunakan
pada pasien yang rentan terhadap efek pendepresi pernapasan dari opioid atau
mengalami toleransi terhadap opioid karena penggunaan jangka panjang.
Farmakodinamika

13
NSAID memperlihatkan aktivitas analgesik, anti inflamasi dan anti piretika
NSAID diduga dapat menurunkan nyeri dengan menghambat produksi prostaglandin
dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi, yang menghambat reseptor
nyeri untuk menjadi sensitif terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya. NSAID
juga mempunyai suatu aksi sentral.
Pada dosis klinis tidak terdapat perubahan yang abermakna pada jantung atau
parameter hemodinamik. NSAID menghambat agregasi trombosit dan
memperpanjang masa perdarahan. NSAID ditoleransi dengan baik oleh banyak
pasien. Namun, mereka yang mengalami kerusakan fungsi ginjal dapat
membutuhkan dosis yang lebih kecil dan harus dipantau ketat terhadap efek
sampingnya.
Farmakokinetika
1 Awitan aksi; IV < 1 menit, IM < 10 menit dan oral < 1 jam.
2 Efek puncak; IV / IM / oral 1-3 jam.
3 Lama aksi; IV / IM / oral 3-7 jam.
4 Interaksi dan toksisitas; efek dipotensiasi dengan pemberian bersama salisilat,
peningkatan toksisitas litium, metotreksat. Risiko perdarahan ditingkatkan
dengan pemberian bersama dengan antikoagulan atau terapi heparin dosis
rendah. Dapat mencetuskan gagal ginjal pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal, gagal jantung atau disfungsi hati, pasien dengan terapi diuretik dan
manula.
5 Efek samping
a Kardiovaskuler; vasodilatasi, pucat, angina
b Pulmoner; dispnoe, asma
c SSP; rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, berkeringat, depresi dan euforia.
d Gastrointestinal; ulserasi, perdarahan, dispepsia, mual, muntah, diare dan
e nyeri gastrointestinalis.
f Dermatologi; pruritus dan urtikaria.

2. Menjelaskan nyeri kepala

2.1 Definisi

Definisi

Nyeri kepala juga bias terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial akan menyebabkan traksi dan
pergeseran struktur struktur peka nyeri. Iskemia yang diakibatkan dari penekanan tumor ke jaringan
sekitarnya dapat menyebabkan pelepasan mediator inflamasi. Traksi, pergeseran, serta inflamasi yang
terjadi pada kepala dapat menyebabkan nyeri kepala.

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi

14
2.3 Etiologi

Etiologi

Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi geligi, (4)
orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot,
dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan
oleh stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.)

2.4 Faktor resiko dan Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur,
pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.

Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita
sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas
adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja
sebanyak 62,7 %.

Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun

sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun. HIS juga mengemukakan
cluster headache 80-90% terjadi pada pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur
15 tahun.

2.5 Patofisiologi

Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif yang penting
untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial,
glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus
trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi
sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi
sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi
nosiseptif dan suhu.

Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari C2 selain
beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke
C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas.

15
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala dan yang jarang adalah
daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf
tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus
dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal.

Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi daerah orbita dan
mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta pembuluh darah yang
berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus
paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis,
menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi
temporomandibular dan otot menguyah.

Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus auditorius eksterna
dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial
IX dan X innervasi faring dan laring.

Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1
menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior dan rectus capitis
posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher
superfisial posterior, longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial
menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior,
dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di
suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan
the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital
yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran
posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus
capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus
oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior.

Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial dan
ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian
anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit
kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar,
gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular
ependima, dan pleksus koroideus.

Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala adalah sebagai
berikut (Lance, 2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau
ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot),
(3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada
akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip-
opiat, bahan aktif pada endorfin).

2.6 Diagnosis

Mengingat diagnosis nyeri kepala sebagian besar didasarkan atas keluhan, maka anamnesis
memegang peranan penting. Dalam praktek sehari-hari, jenis yang paling sering dijumpai ialah nyeri
kepala tipe tegang (tension-type headache) dan migren (migraine); baru kemudian nyeri kepala yang
dikaitkandengan penyakit sistemik, atau gangguan di sekitar wajah, telinga, mata, gigi dan sinus

16
paranasal. Nyeri kepala akibat radang, aneurisma, tumor atau abses otak jarang ditemukan, meskipun
harus tetap merupakan perhatian karena penatalaksanaan yang berbeda.

ANAMNESIS

Mula timbul

Nyeri kepala yang dimulai sejak masa kanak-kanak, masa remaja atau dewasa muda biasanya migren;
jenis ini umumnya berhenti pada saat menopause, meskipun pada beberapa kasus justru mulai
dirasakan pada masa tersebut. Nyeri kepala tipe tegang dapat mulai diderita setiap saat, Sedangkan
nyeri kepala yang baru mulai dirasakan pada usia yang lebih lanjut harus diselidiki kemungkinan
penyebab organiknya seperti arteritis temporalis, gangguan peredaran darah otak atau tumor. Hati-hati
terhadap nyeri kepala yang progresif memberat karena mungkin didasari kelainan organik; makin
lama nyeri kepala diderita tanpaberubah sifat, makin besar kemungkinan- nya disebabkan oleh faktor-
faktor yang jinak (benign).

Lokasi

Nyeri kepala migren dapat dirasakan di manapun, paling sering di daerah temporal (pelipis), bisa
unilateral, bilateral atau berganti-ganti. Nyeri kepala unilateral di sekitar orbita dapat disebabkan oleh
nyeri kepala klaster. Nyeri kepala akibat gangguan gigi-geligi, sinus atau mata biasanya dirasakan di
daerah frontal, dapat menjalar ke oksipital dan leher, sedangkan nyeri bitemporal dapat disebabkan
oleh tumor sella/parasella. Nyeri kepala akibat tumor, bergantung letaknya, bila supratentorial
umumnya dirasakan di frontal atau vertex, sedangkan bila letaknya infratentorial/fossa posterior

Frekuensi

Pola serangan nyeri dapat merupakan petunjuk diagnosis, terutama tipe klaster yang khas, berupa
serangan-serangan singkat antara 3090 menit, berulang 26 kali sehari selama beberapa hari, kemudian
dapat remisi selama beberapa minggu sampai beberapa tahun. Migren juga dapat bersifat sporadik,
sedangkan nyeri kepala tipe tegang umumnya bersifat menetap, berangsur-angsur memberat atau
berfluktuasi selama berhari-hari.

Sifat

Nyeri berdenyut dapat disebabkan oleh demam, migren, hipertensi atau tumor hemangioma. Nyeri
kepala akibat tumor atau meningitis biasanya menetap dan nyeri, kadang-kadang juga terasa
berdenyut. Nyeri kepala tipe tegang dirasakan menekan, persisten dan kadang-kadang dirasakan
seperti diikat. Nyeri paling hebat disebabkan oleh pecahnya aneurisma, meningitis, demam, migren
atau yang berhubungan dengan hipentensi maligna; nyeri hebat dan mendadak (thunderclap), apalagi
bila disusul dengan rasa lemah dan penurunan kesadaran harus dicurigai disebabkan oleh aneunisma
intrakranial yang pecah. Nyeri kepala akibat tumor atau abses biasanya bersifat Sedang, demikian
juga dengan nyeri yang disebabkan oleh proses di daerah sinus, gigi geligi atau mata. Nyeri kepala
migren jarang berlangsung lebih dari 14 jam, yang khas ialah adanya periode bebas keluhan di antara
serangan; sedangkan nyeri kepala tipe tegang dapat berlangsung berhari- hari, bahkan bertahun-tahun.
Nyeri yang terutama dirasakan di pagi hari, selain yang disebabkan oleh tumor, juga dapat
ditimbulkan oleh hipertensi, atau migren biasa. Mignen timbul di saat ketegangan emosional, cuaca
panas, kesibukan yang meningkat,sedangkan nyeri kepala yang berhubungan dengan sinus muncul
saat infeksi saluran napas, di saat pergantian musim atau berkaitan dengan alergi

17
Pemeriksaan fisik :
Dilakukan lengkap : pemeriksaan umum, internus dan neurologik. Pemeriksaan lokal kepala, nyeri
tekan didaerah kepala, gerakan kepala ke segala arah, palpasi arteri temporalis,spasme otot peri-
cranial dan tengkuk, bruit orbital dan temporal.

Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosa nyeri kepala seperti :
1. Foto Rongten kepela
2. EEG
3. CT-SCAN
4. Arteriografi, Brain Scan Nuklir
5. Pemeriksaan laboratorium(Tidak rutin atas indikasi)
6. Pemeriksaaan psikologi (jarang dilakukan).

Pemeriksaan fisik :
Dilakukan lengkap : pemeriksaan umum, internus dan neurologik. Pemeriksaan lokal kepala, nyeri
tekan didaerah kepala, gerakan kepala ke segala arah, palpasi arteri temporalis,spasme otot peri-
cranial dan tengkuk, bruit orbital dan temporal.

Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosa nyeri kepala seperti :
1. Foto Rongten kepela
2. EEG
3. CT-SCAN
4. Arteriografi, Brain Scan Nuklir
5. Pemeriksaan laboratorium(Tidak rutin atas indikasi), Pemeriksaaan psikologi (jarang dilakukan).

2.7 Penatalaksanaan

Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala sangat
berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu dapat
diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamin 0,5
mg. Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin) diberikan 2
tablet pada saat timbul serangan dan diulangi jam berikutnya
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat
Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 3 kali
sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan
pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 4 minggu.
Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah
timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial.
Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai
efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan semata
mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki
efek ISA ( Intrinsic Sympathomimetic Activity).
Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian
Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension type headache dapat
diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai
pencegahan timbulnya serangan.

18
Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi
sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih
serangan dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus
digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox,
kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau dopamin
spesifik, dan TCA.
2.8 Prognosis

Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi merujuk
adalahsebagai berikut: (1) sakit kepala yang tiba tiba dan timbul kekakuan di leher, (2) sakit kepala
dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada
kepala, (4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap
pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit kepala yang rekuren pada
anak.

3. Memahami dan Menjelaskan Gangguan Somatoform

3.1 Definisi

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai
contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat.
Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang
bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan
sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa
faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala.
Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.

3.2 Etiologi dan Faktor Pencetus

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang. mempunyai tujuan
tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu,
dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di
lobus frontalis dan hemisfer non dominan .

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut.

a. Faktor-faktor Biologis

Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada

gangguan somatisasi).

b. Faktor Lingkungan Sosial

Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran

sakit yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

c. Faktor Perilaku

Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:

Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari

19
situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan

sekunder).

Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit

Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau

gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan
keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.

d. Faktor Emosi dan Kognitif

Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab

ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:

Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda

dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).

Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-

impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik

(gangguan konversi).

Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin

merupakan suatu strategis elf-handicaping (hipokondriasis).

3.3 Manifestasi Klinis dan Klasifikasi

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai
permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah
dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya. Beberapa orang biasanya
mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan.
Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis
sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom
muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak
konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus- kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di
mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak
ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya
perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil
membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu
adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang
berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti
abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

Klasifikasi

PENGGOLONGAN GANGGUAN JIWA DALAM PPDGJ III

Penggolongan Gangguan Jiwa (PPDGJ III)

20
F0 : GMO, termasuk Gangguan Mental Simptomatik

F1 : Ggn Mental & Perilaku Akibat Zat Psikoaktif

F2 : Skizofrenia, Ggn Skizotipal dan Ggn Waham

F3 : Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif)

F4 : Ggn Neurotik, Ggn Somatoform dan Ggn ~ Stres

F5 : Sind Tingkah Laku yg Berhub dg Ggn Fisiologis & Fisik

F6 : Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa

F7 : Retardasi Mental

F8 : Gangguan Perkembangan Psikologis

F9 : Ggn Perilaku & Emosional dg Onset Biasanya pd Masa kanak dan Remaja

Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,

F.45.0 gangguan somatisasi

F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci

F.45.2 gangguan hipokondriasis

F.45.3 disfungsi otonomik somatoform

F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap

F.45.5 gangguan somatoform lainnya

F.45.6 gangguan somatoform YTT

DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan
gangguan konversi, gangguan dismorfik tubuh.

Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguian somatisasi dan
hipokondriasis.

Gambaran keluhan gejala somatoform :

Neuropsikiatri: kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ;

saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya

Kardiopulmonal: jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati

Gastrointestinal: saya pernah dirawat karena sakit maagdan kandung empedu dan belum ada dokter
yang dapat menyembuhkannya

Genitourinaria: saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan
namun tidak di temukan apa-apa

21
Musculoskeletal saya telah belajar untuk hidupdalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu

Sensoris: pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan
membantu

3.4 Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi

A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarang waktu selama perjalanan gangguan:

1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota
gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)

2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain


nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain
dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi
tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi
seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat,
sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya
sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif
seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

C. Salah satu (1)atau (2):

1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan
suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-
pura).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi

A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang
mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.

22
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau
eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.

C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura).

D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau
pengalaman yang diterima secara kultural.

E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.

F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata
selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh
gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit:
Dengan gejata atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

A. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius
didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejalagejala tubuh.

B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman.

C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional,
tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan
dismorfik tubuh).

D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.

F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan
obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau
gangguan somatoform lain.

Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir,
orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah berlebihan
atau tidak beralasan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh,
kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyat.

23
B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri

A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup
parah untuk memerlukan perhatian klinis.

B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi
atau bertahannnya nyeri.

D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura).

E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan
psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tuliskan seperti berikut: Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor psikologis
dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan bertahannya nyeri.
Sebutkan jika:
Akut: durasi kurang dari 6 bulan
Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis umum
Sebutkan jika:
Akut: durasi kurang dari 6 bulan
Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan untuk
mempermudah diagnosis banding.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan

A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)

B. Salah satu (1)atau (2)

1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya
efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan
sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan
menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.

24
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan
somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau
gangguan psikotik).

F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau
berpura-pura)

3.5 Penatalaksanaan

Bagan pengobatan keseluruhan

Gangguan Tujuan pengobatan Strategi dan teknik Strategi dan teknik


somatoform psikoterapi dan farmakologikal dan fisik
psikososial

1. mencegah adopsi dari rasa sakit,


invalidasi (tidak membenrakan 1. pengobatan yang
pemikiran/meyakinkan nahwa konsisiten, ditangani
gejala hanya ada dlam pikiran tidak oleh dokter yang sama
untuk kehidupan nyata
2. buat jadwal regular
2. meminimalisir biaya dan ddengan interval waktu
komplikasi dengan menghindari kedatangan yang
tes-tes diagnosis, treatment, dan memadai
obat-obatan yang tidak perlu 1. diberikan hanya bila
3. memfokuskan terapi indikasinya jelas
3. melakukan kontrol farmakologis secara gradual dari
terhadap sindrom comorbid gejala ke personal dan 2. hindari obat-obatan yang
(memperparah kondisi) ke masalah sosial bersifat addiksi

Gangguan 1,2,3 1,2,3 1,2


somatisasi
- anti anxietas dan
antidepressan

Gangguan 1,2,3 1,2,3 1 dan 2


somatisasi tak
terperinci - obat anti anxietas dan anti
depresan (jika perlu)

hipokondriasi 1,2,3 1,2,3 2

Therapi kognitiv- Usahakan untuk mengurangi


behaviour gejala hipokondriacal dengan
SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/

25
hari)

dibandingkan dengan obat


lain

Gangguan 1,2,3 1,2,3 1 dan 2


nyeri menetap
Jika nyeri nya akut (< 6 bulan), Nyeri kronik : Akut : acetaminophen dan
tambahkan obt simptomatik untuk pertimbangkan terapi NSAIDS (tidak dicampur)
gejala yang timbul fisik dan pekerjaan, atau sebagai yambahan pda
serta terapi kognitif- opioid
Jika nyeri bersifat kronik (>6 behavioural
bulan ), fokus pada pertahankan Kronik : Trisiklik anti
fungsi dan motilitas tubuh daripada depresan, acetaminophen dan
fokus pada penyembuhan nyeri NSAID

Pertimbangkan akupunnktur

Gangguan 1,2,3 Akut : yakinkan, 1 dan 2


konversi sugesti pasien untuk
mengurangi gejala Pertimbangkan narcoanalisis
(sedative hipnotic)
Pertimbangkan
narcoanalisis (sedativ
hipnotis), hipnoterapi,
behavioural terapi

Kronik : 1,2, dan 3

Eksplorasi lebih lanjut


mengenai konflik yang
bersifat unterpersonal
pada pasien

Gangguan 1,2,3 1,2,3 2


dismorfik
tubuh Khususnya menghindari Terapi kognitif- Usahakan untuk mengurangi
pembedahan behavioural gejala hipokondriacal dengan
SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/
hari)

dibandingkan dengan obat


lain

(Sumber dari DSM IV)

Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien. Teknik
behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform,
membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih
adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan

26
fisiknya dengan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang
jelas.

Gangguan somatisasi ditatalaksana dengan ikatan terapeutik, perjanjian teratur, dan intervensi krisis.

Penatalaksanaan untuk gangguan konversi adalah sugesti dan persuasi dengan berbagai teknik.
Strategi penatalaksanaan pada hipokondriasis meliputi pencatatan gejala, tinjauan psikososial, dan
psikoterapi.

Gangguan dismorfik tubuh diterapi dengan ikatan terapeutik, penatalaksanaan stres, psikoterapi, dan
pemberian antidepresan.

Terapi pada gangguan nyeri mencakup ikatan terapeutik, menentukan kembali tujuan terapi, dan
pemberian antidepresan.

4. Memahami dan Menjelaskan Keluarga Sakinah Mawwadah Warrahmah


Sakinah mengandung makna ketenangan.
Setiap jenis laki-laki atau perempuan, jantan atau betina, dilengkapi Allah dengan alat
serta aneka sifat dan kecenderungan yang tidak dapat berfungsi secara sempurna jika ia
berdiri sendiri. Kesempurnaan eksistensi makhluk hanya tercapai dengan bergabungnya
masing-masing pasangan dengan pasangannya sesuai dengan sunnatullah.
Memang benar bahwa sewaktu-waktu manusia bisa merasa senang dalam
kesendiriannya, tetapi tidak untuk selamanya. Manusia telah menyadari bahwa hubungan
yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan membantunya mendapatkan kekuatan dan
membuatnya lebih mampu menghadapi tantangan. Karena alasan-alasan inilah maka
manusia butuh pasangan hidup dengan jalan menikah, berkeluarga, bahkan bermasyarakat
dan berbangsa. Ketenangan hidup ini didambakan oleh suami istri setiap saat, termasuk
saat sang suami meninggalkan rumah dan anak istrinya.
Sakinah terlihat pada kecerahan raut muka yang disertai kelapangan dada, budi bahasa
yang halus, yang dilahirkan oleh ketenangan batin akibat menyatunya pemahaman dan
kesucian hati, serta bergabungnya kejelasan pandangan dengan tekad yang kuat. Itulah
makna sakinah secara umum dan makna-makna tersebut yang diharapkan dapat menghiasi
setiap keluarga yang hendak menyandangKeluarga Sakinah.
Mawaddah mengandung arti rasa cinta.
Mawaddah ini muncul karena di dalam pernikahan ada faktor-faktor yang bisa
menumbuhkan dua perasaan tersebut. Dengan adanya seorang istri, suami dapat
merasakan kesenangan dan kenikmatan, serta mendapatkan manfaat dengan adanya anak
dan mendidik dan membesarkan mereka. Disamping itu dia merasakan adanya
ketenangan, kedekatan dan kecenderungan kepada istrinya. Sehingga secara umum tidak
akan didapatkan mawaddah diantara manusia yang satu dengan manusia yang lain
sebagaimana mawaddah (rasa cinta) yang ada di antara suami istri.
Rasa cinta yang tumbuh di antara suami istri adalah anugrah dari Allah Swt kepada
keduanya, dan ini merupakan cinta yang sifatnya tabiat. Tidaklah tercela orang yang
senantiasa memiliki rasa cinta asmara kepada pasangan hidupnya yang sah. Bahkan hal itu
merupakan kesempurnaan yang semestinya disyukuri. Namun tentunya selama tidak
melalaikan dari berdzikir kepada Allah Swt, karena Allah berfirman,

27
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak
kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al-Munafiquun [63]: ayat 9)
Allah Swt tumbuhkan mawaddah tersebut setelah pernikahan dua insan. Padahal
mungkin sebelumnya pasangan itu tidak saling mengenal dan tidak ada hubungan yang
mungkin menyebabkan adanya rasa kasih sayang, apalagi rasa cinta.
Rahmah mengandung arti Rasa Sayang.
Rasa sayang kepada pasangannya merupakan bentuk kesetian dan kebahagiaan yang
dihasilkannya.
Perlu digaris bawahi bahwa sakinah mawaddah warahmah tidak datang begitu saja,
tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Ia harus diperjuangkan, dan yang lebihutama, adalah
menyiapkan kalbu. Sakinah, mawaddah dan rahmah bersumber dari dalam kalbu, lalu
terpancar ke luar dalam bentuk aktifitas sehari-hari, baik didalam keluarga maupun dalam
masyarakat.

28
SUMBER

Potter. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Hlm
1502-1533.

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63

Corwin, E.J. (1997). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:Buku
kedokteran EGC
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 4. Jakarta :
EGC.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Cetakan pertama.
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Kaplan, B.J., Sadock, V.A. 2007, Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition.

29

Anda mungkin juga menyukai