Anda di halaman 1dari 35

STUDI KASUS MAYOR

MANIFESTASI ORAL PADA PENDERITA SARCOMA SYNOVIAL

Oleh:

Taufik Senjaya 160112120501

Fira Putri Ananda 160112120502

Pembimbing:

Nanan Nuraeni, drg., Sp.PM

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Synovial Sarcoma adalah salah satu kelainan dimana suatu kondisi serius

yang mempengaruhi jaringan-jaringan lunak tubuh. Tumor jinak maligna yang

terdapat dijaringan lunak biasanya paling sering terjadi di dekat lutut, tetapi juga

dapat terjadi di dekat sendi lainnya, terutama di lengan dan kaki.

Penyebab sinovial sarkoma belum diketahui secara pasti, namun beberapa

hasil studi telah dikaitkan dengan genetik. Sinovial sarkoma sering terjadi pada

remaja dan orang dewasa muda dan lebih banyak menyerang wanita daripada laki

laki. Tumor dapat menyebar ke daerah lain dari tubuh, terutama kelenjar getah

bening. Jaringan sinovial banyak ditemukan sekitar tendon atau serat penghubung

otot dengan tulang. Selain itu bisa juga ditemukan disekitar tulang sendi. Lokasi

yang terkena adalah bagian lutut dapat juga terdapat pada lengan siku.

Penyebaran Sinovial sarkoma memerlukan proses yang panjang dan biasanya

terjadi bertahun tahun setelah diagnosa ini didapat.

Gejala sinovial sarkoma dapat berupa tumor muncul sebagai massa yang

tumbuh lambat di dekat sendi tanpa menimbulkan nyeri berlebihan. Synovial

Sarcoma memerlukan kombinasi dari pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi.

Secara umum, tumor yang masih kecil dari orang-orang yang menderita

sinoval sarcoma dapat diangkat melalui pembedahan. Sebaliknya bila tumor

menjadi besar, tidak bisa diangkat melalui pembedahan karena telah menyebar ke

bagian lain dari tubuh dan lebih sulit disembuhkan.


BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 DATA PASIEN

Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2013


No. Medrek : 130128 xx
Nama Lengkap : Tn. D
Umur : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : menikah
Agama : Islam
Masuk RSHS : 24 Oktober 2013

2.2 ANAMNESA

- KELUHAN UTAMA
Sesak nafas

- ANAMNESA KHUSUS
Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sesak nafas
yang dirasakan memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
keluhan disertai batuk berdahak putih, kadang disertai darah, sebanyak 1-1/2
sendok. Terdapat keluhan demam tidak terlalu tinggi hilang timbul. Keluhan
batuk sudah dirasakan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit, disertai
dengan penurunan berat badan, keringat malam (-), bunyi mengi (-), kontak
TB (-), rin TB (-), DOE (+), arthopnen (-).

2.3 RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU


2 tahun sebelum masuk rumah sakit, pernah diamputasi kaki kanan di
bawah lutut, karena tumor (PA : synovial sarcoma a/r pedis dextra dengan
seluruh batas sayatan masih tampak sel tumor). Penderita rutin kontrol
sampai 6 bulan post amputasi. Terdapat riwayat tekanan darah tinggi sejak 2
tahun yang lalu, TD 150, rata-rata 130/90, Riwayat DM (-).
2.4 RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA/KERABAT
Riwayat HT (-), tumor (-), TB (-)

2.5 PEMERIKSAAN FISIK


Tanda Vital
Kesadaran : CM, tampak sakit sedang
Tekanan darah : 110/70 mm Hg
Nadi : 100x / menit
Pernafasan : 26x / menit
Suhu : 36,7C

Pemeriksaan Fisik
Mata : Konjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-. PCH (-), SPO (-)
Leher : JVP 5+2 cm H2O, KGB tb
Thorax : bentuk, gerak simetris/BPH ks v detra
Pulmo : VBS, VF, VR smur, kiri=kanan, ronkhi -/-, wh -/-
Cor : cardi megali (+) s1s2 (+) s3 (-) s4 (-) MWMN (-)
Abdomen : dextra, lembut, hepar/lien tt, ps (-) pp (-), BN (+) N
Ekstremitas : edema -/-, post amputasi pedis dextra belum knee

2.6 PEMERIKSAAN INTRA ORAL


Bibir : kering, pecah-pecah, simetris ( )
Kebersihan Mulut : baik / sedang / buruk
Plak + / - (at all regio)
Kalkulus + / - (RA dan RB)
Stain + / - (RA dan RB)
Gingiva : Oedem seluruh regio RA dan RB
Mukosa Bukal : TAK
Mukosa Labial : TAK
Palatum Durum : terdapat lesi makula difus
Palatum Mole : TAK
Frenulum : TAK
Lidah : terdapat selaput putih diseluruh papila lidah.
Dasar Mulut : TAK
Gambar1. Bibir terlihat kering dan pecah-pecah

Gambar 2. Terlihat oedem pada semua regio

Gambar 3. Terlihat kalkulus pada seluruh regio rahang bawah


Gambar 4. Terlihat lesi makula difus

Gambar 5. Terlihat selaput putih diseluruh papila lidah

2.7 DIAGNOSIS
- DIAGNOSIS KERJA
Sarcoma synovial a/r pedis dextra std IV pasca amputasi below knee
dengan metastase paru dengan paraneoplastik syndrome (leukosistosis,
hiponasemia)
HHD kompensata

- DIAGNOSIS RONGGA MULUT


Gingivitis marginalis kronis generalisata
Coated Tongue
Smokers Melanosis

2.8 TINDAKAN / PENGOBATAN


Bed Rest
O2 3L/mnt
Diet lunak 1500 kkal/hr, protein 1gr/kgbb/hr
IVFD D 5% 500cc + NaCl 0,9% 1000cc/24jam
Ambroxol 3x1 tab po
Ceforaxime 3x1 gr iv
Eritromycin 4x500 gr po
Rencana periksa sputum gram, kultur dan resistensi.

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium Darah
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

1. HEMATOLOGI 18 Parameter

Hemoglobin 14.5 13.5-17.5 g/dL


Hematokrit 44 40-52
%
Eritrosit 5.87 4.5-6.5
4400-11300 Juta/L
Leukosit 12,600 150000-450000
/mm3
Trombosit 351,000 80-100
26-34 /mm3
Indeks Eritrosit
32-36
MCV 75.5

MCH 24.7 fL

MCHC 32.7
pg

%
Hitung Jenis Leukosit

Basofil

Kimia Klinik

Ureum 36 15-50 mg/dL

Kreatinin 0.77 0.5-0.9 mg/dL

Glukosa Darah Sewaktu 145 <140 mg/dL

Natrium (Na) 128 135-145 mEq/L

Kalium (K) 3.5 3.6-5.5 mEq/L

3 Urine/Feses

Urine Rutin
Makroskopis Urine

Warna Urine Kuning Kuning

Kejernihan Urine Keruh Jernih

Kimia Urine

Blood Urine 150 l Negative

Berat Jenis Urine 1.020 1.003-1.029

Ph Urine 6.0 5-8

Nitrit Urine Positif Negative

Protein Urine 500/+++ Negative

Glukosa Urine Negative Negative

Keton Urine 15/++ Negative

Urobilinogen Urine 4.0 <1

Bilirubin Urine Negative Negative

Mikroskopis Urine

Eritrosit Banyak <1

Leukosit Banyak <6

Sel Epitel 3

Bakteri Positive Negative

Kristal Negative Negative

Silinder Negative Negative

4 Kimia Klinik

AST (SGOT) 221 <35 U/L 37C


ALT (SGPT) 647 0-35 U/L 37C
2.11 GAMBARAN RADIOGRAFI THORAX

Bentuk simetris
COR membesar
Sinuses dan diafragma normal
Pulmo:
Hili kabur tertutup perbercakan
Corakan bronkovaskuler sulit dinilai
Tidak tampak bercak lunak di kedua lapang paru

Kesan:

Tampak kardiomegali (+)


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Synovial sarcoma

Synovial sarcoma adalah sebuah keganasan jaringan lunak. Terjadi di


daerah para-artikular. Serta jarang terjadi di dalam sendi. Insidennya di Indonesia
belum diketahui pasti, namun diperkirakan 1 per 100.000 penduduk dan
merupakan 1% dari seluruh tumor ganas. Sekitar 60% sarkoma jaringan lunak
mengenai ekstremitas, dimana ekstremitas bawah 3 kali lebih sering daripada
ekstremitas atas. Sisanya, 30% mengenai badan dan 10% mengenai kepala dan
leher.

Faktor predisposisi sarkoma jaringan lunak adalah genetika, radiasi, virus,


iatrogenik (mis. Radiasi), dan imunologi. Lokasi: Lower ekstremitas: 60%, Upper
ekstremitas: 25%. Batang: 10%. Kepala / leher: 10%. Tidak ada penyebab dikenal,
tetapi koneksi genetik untuk sarkoma sinovial ada. Synovial sarcoma: Terjadi
pada pasien muda (15-40 tahun), Pria:Wanita adalah rasio 1,2:1. Tidak ada faktor
risiko yang diketahui.

3.1.1 Etiologi

Genetika Sinovial: Sebuah kelainan kromosom karakteristik ditemukan


dalam semua kasus. Balanced translokasi timbal balik: t (X; 18) (p11.2; q11.2):
SYT gen pada kromosom 18 SSX1 atau SSX2 pada kromosom X Gen fusi
produk: SYT-SSX1, SYT-SSX2

3.1.2 Patofisiologi

Sinovial sarkoma: Tidak diatur pertumbuhan massa jaringan lunak.


Hematologi menyebar ke paru-paru. Limfatik menyebar ke kelenjar getah bening\
sarkoma epithelioid dapat timbul dalam jaringan superfisial atau mendalam.
Ketika dangkal, itu tumbuh di jaringan bawah kulit sebagai benjolan dan mungkin
memborok melalui kulit.

Dalam jaringan yang mendalam, seringkali terpasang kuat ke otot, tendon,


atau struktur fasia. Dalam 'Klasifikasi WHO dari Jaringan Lunak dan Bone
Tumor' terakhir SS diklasifikasikan di antara tumor ganas diferensiasi yang tidak
pasti, tidak memiliki sebuah jaringan mitra yang tepat normal (WHO 2002).
Bahkan jika khas dari jaringan lunak, SS dijelaskan juga di situs lain, seperti
ginjal, paru, dan pleura.
Temuan Gross: Diameter SSS bervariasi dari 3 sampai 10 sentimeter
(cm). Tumor cenderung multinodular dan dapat fibrosis. Ketika mereka tumbuh
lambat, mereka cenderung telah mendorong margin dan dibatasi oleh
pseudocapsule berserat. SS diferensiasi buruk tumbuh pesat dengan margin
infiltratif, menunjukkan perdarahan dan nekrosis.
Histologi Temuan: SS terdiri dari dua jenis sel morfologi dan
immunophenotypically berbeda: sel spindle, seragam dan relatif kecil, dengan inti
oval dan sitoplasma langka, membentuk lembaran solid, dan sel epitel, yang
ditandai dengan diferensiasi epitel benar.
SSS diklasifikasikan berdasarkan penampilan morfologi mereka sebagai:
Biphasic SS
Monophasic SS
Monophasic epitel SS (luar biasa)
SS Diferensiasi buruk
Biphasic SS menunjukkan baik spindle dan sel epitel dalam proporsi yang
bervariasi.
SS monophasic hanya menunjukkan komponen sel spindle.
SS epitel kelenjar monophasic murni adalah entitas teoritis dan
membutuhkan genetika molekuler harus dibedakan dari adenokarsinoma.
SS diferensiasi buruk menunjukkan salah satu dari tiga pola morfologi: sel
besar / epithelioid / rhabdoid pola, pola sel kecil, dan spindle tinggi pola
sel kelas
Sarkoma sinovial Differentiated dianggap sebagai bentuk kemajuan,
dengan perilaku yang lebih agresif dan persentase metastasis yang lebih tinggi
(Weiss 2001). Di daerah kurang selular bisa ada hialinisasi, perubahan myxoid
dan kalsifikasi, dengan atau tanpa perubahan osifikasi dan jarang chondroid.

3.1.3 Tanda dan Gejala

Pasien datang dengan massa jaringan lunak. Nyeri hadir dalam ~ 50%.
Beberapa pasien memperlihatkan suatu massa. Mungkin pertumbuhan yang cepat
atau lambat. Pasien dapat mencatat bahwa adanya massa untuk waktu yang
singkat dan berkembang atau yang telah ada untuk waktu yang lama dengan
pertumbuhan sedikit atau tidak ada.

Gangguan mobilisasi atau pergerakan bisa juga terjadi pada pasien dengan
synovial sarcoma karena dengan adanya massa yang membesar di sekitar sendi
dan mendesak sendi, sangat memungkinkan penderita akan kesulitan untuk
menggerakkan sendi tersebut.

3.1.4 Pemeriksaan Klinis

A. Anamnesis

Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh. Keluhan


utama pasien SJL daerah ekstremitas tersering adalah benjolan yang umumnya
tidak nyeri dan sering dikeluhkan muncul setelah terjadi trauma didaerah tersebut.
Untuk SJL lokasi di visceral/retroperitoneal umumnya dirasakan ada benjolan
abdominal yang tidak nyeri, hanya sedikit kasus yang disertai nyeri, kadang-
kadang terdapat pula perdarahan gastro intestinal, obstruksi usus atau berupa
gangguan neuro vaskular.

Perlu ditanyakan bila terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya,


keluhan yang berhubungan dengan infiltrasi dan penekanan terhadap jaringan
sekitar, dan ketuhan yang berhubungan dengan metastasis jauh.
B. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita dan


tanda-tanda metastasis pada paru, hati dan tulang.

2. Pemeriksaan status lokalis meliputi:

a. Tumor primer:

Lokasi tumor

Ukuran tumor

Batas tumor, tegas atau tidak

Konsistensi dan mobilitas

Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi motorik/sensorik


dan tanda-tanda bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain-lain
sesuai dengan lokasi lesi.

b. Metastasis regional:

Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kgb regional.

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos untuk menilai ada tidaknya inliltrasi pada tulang.

2. MRI/CT-scan untuk menilai infiltrasi pada jaringan sekitarnya

3. Angiografi atas indikasi

4. Foto thoraks untuk menilai metastasis paru

5. USG hepar/sidik tulang atas indikasi untuk menilai metastasis


6. Untuk SJL retroperitoneal perlu diperiksa fungsi ginjal.

7. Biopsi

Tidak dianjurkan pemeriksaan FNAB (sitologi)

Sebaiknya dilakukan core biopsy atau tru cut biopsy dan lebih
dianjurkan untuk dilakukan biopsi terbuka, yaitu bila ukuran tumor < 3 cm
dilakukan biopsi eksisi dan bila > 3 cm dilakukan biopsi insisi.

8. Untuk kasus kasus tertentu bila meragukan dilakukan emeriksaan


imunohistokimia

Setelah dilakukan pemeriksaan di atas diagnosis ditegakkan, selanjutnya


ditentukan stadium sebelum melakukan tindakan terapi terlebih dahulu harus
dipastikan kasus SJL tersebut kurabel atau tidak, resektabel atau tidak, dan
modalitas terapi yang dimiliki, serta tindakan rehabilitasi.

F. Prosedur terapi
Risk-adapted treatment program for synovial sarcoma, European pediatric
Soft Tissue Sarcoma Study Group EpSSG, NRSTS 2005 protocol.

Dibedakan atas lokasi SJL, yaitu:

1. Ekstremitas

2. Visceral/ retroperitoneal

3. Bagian tubuh lain

4. SJL dengan metastasis jauh

A. Ekstremitas

Pengelolaan SJL di daerah ekstremitas sedapat mungkin haruslah dengan


tindakan the limb-sparring operation dengan atau tanpa terapi adjuvant
(radiasi/khemoterapi). Tindakan amputasi harus ditempatkan sebagai pilihan
terakhir. Tindakan yang dapat dilakukan selain tindakan operasi adalah dengan
khemoterapi intra arterial atau dengan hyperthermia dan limb perfusion.

1. SJL Pada Ekstremitas Yang Resektabel

Setelah diagnosis klinis onkologi dan diagnosis histopatologi ditegakkan


secara biopsi insisi/eksisi, dan setelah ditentukan gradasi SJL serta stadium
klinisnya, maka dilakukan tindakan eksisi luas. Untuk SJL yang masih
operabel/resektabel, eksisi luas yang dilakukan adalah eksisi dengan curative
wide margin: yaitu eksisi pada jarak 5 cm atau lebih dari zona reaktif tumor yaitu
daerah yang mengalami perubahan warna disekitar tumor yang terlihat secara
inspeksi, yang berhubungan dengan jaringan yang vaskuler, degenerasi otot,
edema dan jaringan sikatrik.

Untuk SJL ukuran < 5 cm dan gradasi rendah, tidak ada tindakan adjuvant
setelah tindakan eksisi luas.
Bila SJL ukuran > 5 cm dan. gradasi rendah, perlu ditambahkan
radioterapi eksterna sebagai terapi adjuvan. erlu ditambahkan

Untuk SJL ukuran 5-10 cm dan gradasi tinggi dittambahkan radioterapi


eksterna atau brakhiterapi sebagai terapi adjuvan

Bila SJL ukuran > 10 cm dan gradasi tinggi, pertu dipertimbangkan


pemberian khemoterapi preoperatif dan pasta operatif dilakukan
pemberian radioterapi eksterna atau brakhiterapi.

2. SJL Pada Ekstremitas Yang Tidak Resektabel

Ada 2 pilihan yang dapat dilakukan, yaitu:

Sebelum tindakan eksisi luas terlebih dahulu ditakukan radioterapi


preoperatif atau neo adjuvan khemoterapi sebanyak 3 kali.

Pilihan lain adatah dilakukan terlebih dahulu eksisi kemudiian dilanjutkan


dengan radiasi pasta operasi atau khemoterapi. Eksisi yang dapat dilakukan:

Eksisi wide margin yaitu 1 cm diluar zona reaktif.

Eksisi marginal margin yaitu pada batas pseudo capsul.

Eksisi intralesional margin yaitu memotong parenchim tumor atau


debunking, dengan syarat harus membuang massa tumor > 50% dan
tumornya harus berespon serhadap radioterapi atau khemoterapi.

Perlu perhatian khusus untuk SJL yang tidak ada respon terhadap
radioterapi atau khemoterapi dapat dipertimbangkan tindakan amputasi.

B. SJL Di Daerah Viseral/Retroperitoneol

Jenis histopatotogi yang sering ditemukan adalah liposarkoma dan


leiomiosarkoma. Bila dari penilaian klinis/penunjang ditegakkan diagnosis SJL
viseral/retroperitoneal harus dilakukan pemeriksaan tes fungsi ginjal dan
pemeriksaan untuk menilai pasase usus. Sebelum operasi dilakukan persiapan
kolon untuk kemungkinan dilakukan reseksi kolon. Modalitas terapi yang utama
untuk SJL viseral/retroperitoneal adalah tindakan operasi.

Bila SJL telah menginfiltrasi ginjal dan dari tes fungsi ginjal diketahui
ginjal kontralateral dalam kondisi baik, maka tindakan eksisi luas harus disertai
dengan tindakan nefrektomi. Dan bila telah menginfiltrasi kolon, maka dilakukan
reseksi kolon. Seringkali tindakan eksisi luas yang dilakukan tidak dapat
mencapai reseksi radikal karena terbatas oleh organ-organ vital seperti aorta, vena
cava, dan sebagainya, sehingga tindakan yang dilakukan tidak radikal dan terbatas
pada pseudo kapsul. Untuk kasus yang demikian perlu dipikirkan terapi adjuvan,
berupa khemoterapi dan atau radioterapi.

C. SJL Dengan Metastasis luas

Bila lesi metastasis tunggal masih operabel/ resektabel dapat dilakukan


tindakan eksisi, tetapi bila tidak dapat dieksisi, maka dilakukan khemoterapi
dengan Doxorubicin sebagal obat tunggal atau dengan obat khemoterapi
kombinasl, yaitu Doxorublcin + Ifosfamide, terutama untuk pasien dengan status
performance yang baik.

Obat-obat kombinasi yang lain adalah :

Doxorubicin + Dacarbazine

CyVADIC

Doxorubicin + Ifosfamide + Mesna + Dacarbazine

Ruang lingkup : Sarkoma jaringan lunak

Indikasi operasi : Semua sarkoma jaringan lunak. Terapi primer sarkoma


jaringan lunak adalah eksisi luas.
Kontra indikasi operasi : Keadaan umum yang buruk, tumor dengan
metastasis (relative)

Diagnosis Banding : Tumor ganas, Tumor jinak jaringan lunak

Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, faal hemostasis, fungsi hati, fungsi


ginjal, rontgen thorax, USG abdomen, foto tulang, CT Scan/MRI, hasil
patologi anatomi biopsi/kelenjar limfe regional dengan atau tanpa
immunohistokimia

G. Algoritma dan prosedur

Algoritma

Pembedahan merupakan terapi yang utama pada sarkoma soft tissue.


Pembedahan secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu Amputasi dan
pembedahan yang mempertahankan tungkai.

1. Amputasi

Amputasi dilakukan pada sarkoma anggota gerak dengan batas satu sendi
diatasnya. Ada beberapa syarat bila kita melakukan amputasi:

Lokal rekuren pada high grade karsinoma

Mengenai pembuluh darah utama

Mengenai jaringan saraf yang utama

Sudah mengenai tulang di bawahnya

Sudah teradi kontaminasi sel karsinoma yang lugs

Sudah terjadi fraktur patologis

Infeksi pada tempat biopsi atau tumornya sendiri


2. Pembedahan yang mempertahankan anggota gerak (limb salvage)

Dalam pembedahan yang mempertahankan anggota gerak, bisa kita


lakukan beberapa prosedur antara lain: Compartment resection, wide local
excition dan marginal excition

Marginal Excition

Pada marginal eksisi, eksisi dilakukan melalui pseudocapsul (reactive


zone) dimana secara mikroskopis sel-sel karsinoma masih tertinggal,
daerah yang kita operasi terkontaminasi oleh sel-sel karsinoma. Terjadinya
rekurensi tinggi, bisa mencapai 100% pada yang high grade dan pada yang
low grade juga tinggi.

Biasanya marginal eksisi dilakukan pada sarkoma di retroperitoneal atau


pada kepala-leher, yang segera diikuti dengan pemberian radioterapi dan
kemoterapi.

Wide lokal eksisi

Pada wide lokal eksisi, eksisi dilakukan 2-3 cm diluar pseudocapsul


(reactive zone), bila kita ingin menyelamatkan saraf dan pembuluh darah
maka eksisi bisa dilakukan lebih sempit lagi.

Sebelum kita melakukan wide lokal eksisi, kita harus memperhatikan tipe
histologi, grade, ukuran tumor, dan lokasinya dimana.

Compartment reseksi

Compartment reseksi adalah suatu tindakan yang radikal pada operasi


penyelamatan anggota gerak yang mana tumor beserta dengan otot di
sekitarnya pada compartment tersebut diangkat.
Reseksi ini seringkali dilakukan pada ekstremitas bawah yang terbagi
menjadi compartment anterior, medial dan posterior.

Sarkoma pada paha yang tidak melewati batas dari compartment dapat
dilakukan compartment reseksi.

ad. Reseksi compartment anterior

Compartement anterior meliputt otot vastus lateralis, vastus medius, vastus


intermedius, rectus femoria, sartorius serta saraf femoralis ramus
kutanaeus.

Pada reseksi anterior idealnya dilakukan pada tumor yang hanya mengenai
kelompok otot quadrisep (vastus lateralis, vastus medius, vastus
intermedius serta rectus femoris) dan tidak mengenai tulang atau struktur
neurovaskuler yang penting.

Setelah dilakukan reseksi compartment anterior terjadi kelemahan ekstensi


dari kaki dan hilangnya sensasi pada paha daerah anterior serta bagian
medial dari kaki.

Untuk kelemahan dari ekstensi dapat dilakukan operasi transplantasi dari


otot lateral atau medial, lalu pasien menggunakan ankle/foot orthosis
(AFO) dengan plantar fleksi 5.

Radioterapi sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan disfungsi dari


seksual, merusak rekonstruksi tendon, dan tertadinya kekakuan yang hebat
pada lutut.
Teknik Operasi

A. Reseksi compartment anterior

Compartement anterior meliput otot vastus lateralis, vastus medius, vastus


intermedius, rectus femoria, sartorius serta saraf femoralis ramus
kutanaeus.

Pada reseksi anterior idealnya dilakukan pada tumor yang hanya mengenai
kelompok otot quadrisep (vastus lateralis, vastus medius, vastus
intermedius serta rectus femoris) dan tidak mengenai tulang atau struktur
neurovaskuler yang penting.

Setelah dilakukan reseksi compartment anterior terjadi kelemahan ekstensi


dari kaki dan hilangnya sensasi pada paha daerah anterior serta bagian
medial dari kaki.

Untuk kelemahan dari ekstensi dapat dilakukan operasi transplantasi dari


otot lateral atau medial, lalu pasien menggunakan ankle/foot orthosis
( AFO ) dengan plantar fleksi 5.

Radioterapi sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan disfungsi dari


seksual, merusak rekonstruksi tendon, dan terjadinya kekakuan yang hebat
pada lutut.

1. Posisi pasien telentang.

2. Insisi elip longitudinal mulai dari anterior inferior iliac spine sampai ke
patella, bila patella terkena insisi diperlebar sampai tuberkel tibia, tulang
patella juga dieksisi

3. Kita buat flap (kulit dan jaringan subcutan) superficial dari fascia lata
dengan batas medialnya otot adductor dan batas lateralnya otot-otot
fleksor vena saphena diligasi pada fossa ovalis
4. Otot-otot quadriceps kita traksi ke lateral, cabang arteri dan vena femoralis
yang ke otot-otot tersebut kita ligasi mulai dari atas ke bawah, pada daerah
kanal hunter kita memotong otot yang melintang arteri femoralis

5. Pemotongan origo dan otot tensor fascia lata pada wing dari tulang ilium,
origo dari otot sartorius pada SIAS, serta origo dari otot rectus femoris
pada anterior inferior iliac spine dengan elektrocauter

6. Dilanjutkan dengan pemotongan origo dari otot-otot vastus lateralis,


medial dan intermedius pada femur.

7. Insersi pada tulang patella dipotong pada tulang tersebut juga ikut
terpotong bursa dari pre dan postpatela serta insersi otot vastus medial
juga dipotong pada ligamen kolateral medialis

8. Rekonstruksi dilakukan dengan menjahitkan otot-otot gracilis dan bisep


femoris ke tendon dari patella setelah kita bebaskan dari ligamen kolateral
medial dan lateral lalu kedua otot tersebut kita jahitkan untuk menutupi.

9. 1 /3 distal dari femur

10. Cuci luka operasi dengan cairan normal saline lalu pasang dua buah drain
dibawah flap. Dan fiksasi drain pada kulit lalu dihubungkan pada sistim
suction tertutup dengan vakum. Mobilisasi pasien setelah edema
berkurang

11. 2 minggu kemudian penderita memakai ankle/fool orthosis

B. Reseksi compartment posterior

Compartment posterior meliputi otot hamstring group. Reseksi ini


idealnya dilakukan pada tumor grade 1 dan grade 2 yang terbatas pada
compartment ini. Bila tumor sudah mengenai nervus sciatic, maka nervus ini
diambil juga dengan fungsi kaki yang memuaskan.

1. Posisi pasien tertelungkup


2. Insisi elip dari poplitea sarnpai pelipatan pantat, lalu dibuat flap
dengan batas medialnya otot gracilis dan batas lateralnya iliotibial tract
3. Flap dilakukan lalu tampak otot-otot semitendinosus,
semimembranosus, bisep femoris
4. Klem Origo lalu dipotong pada ischial tuberositas
5. Kemudian otot-otot dibebaskan
6. Arteri, vena yang ke otot-otot tersebut diligasi serta nervus juga
dipotong
7. Insersi dari otot bisep femoris (long head) dipotong pada daerah
tendonnya, disini hati-hati jangan mencederai nervus peroneus
8. Insersi dari otot semimembranosus dan semitendinosus dipotong
pada daerah tendonnya
9. Nervus sciatic juga diangkat bila terkena infiltrasi tumor
10. Kemudian cuci luka dengan cairan normal saline lalu pasang dua
drain. Dan fiksasi drain pada kulit lalu dihubungkan pada sistem suction
tertutup dengan vakum.

C. Reseksi compartment medial

Compartment medial meliputi m. gracilis, adductor (longs, brevis,


magnus) dan m. pectineus. Reseksi ini hasilnya paling baik dibandingkan dengan
yang lain. Eksisi dari kelenjar getah bening tidak dianjurkan kecuali bila tumor
tersebut secara langsung mengenai kelenjar tersebut, pada rhabdomiosarcoma atau
sinovial sarcoma yang Bering metastase ke kelenjar getah bening, kelainan pada
kelenjar hanya sebesar 20%.

1. Posisi pasien terlentang dengan kaki sedikit fleksi dan abduksi.

2. Insisi elip dari tuberkel pubis sampai epicondilus medialis dari tibia, T
insisi dilakukan bila tumor tersebut besar atau pada bagian atas dari otot-
otot adductor, flap dibuat dengan batas lateral otot sartorius, batas
medialnya ototoitot fleksor.

3. Kita buat flap dengan batas atas ramus pubis, batas bawah epicondilus
medial dari tibia, batas lateral otot sartorius, batas medialnya otot-otot
fleksor.
4. Arteri femoralis profondus diligasi dibagian distal dari medial circumflex
arteri femoralis

5. Otot-otot adductor dipotong origonya pada tulang pubis mulai dari origo
otot pectineus, adductor longus, adductor brevis, gracilis, adductor magnus

6. Secara tajam otot-otot adductor dibebaskan dari otot-otot fleksor dan


nervus sciatic

7. Kemudian cuci luka dengan cairan normal saline lalu pasang dua buah
drain dan fiksasi drain pada kulit lalu hubungkan pada sistim suction
tertutup dengan vakum

Komplikasi operasi

a. Perdarahan

Bila hemostasis tidak baik, dapat terjadi perdarahan di daerah operasi.


Pada insisional biopsi tumor, mudah terjadi perdarahan. Bila perdarahan
merembes dan tidak dapat dijahit (jaringan rapuh), dilakukan penekanan dan balut
tekan diatas titik perdarahan.

b. Infeksi dan Nekrosis Flap

Infeksi dapat muncul bila tehnik aseptik tidak dilaksanakan dengan tepat,
atau sudah ada infeksi di daerah yang di biopsi. Nekrosis flap terjadi bila terlalu
tegang atau terlalu tipis, atau tulang menekan flap dari dalam (pemotongan tulang
kurang pendek).

Komplikasi Operasi : Perdarahan, Infeksi, Nekrosis

Mortalitas : Tergantung berat ringannya penyakit

j. Perawatan Pasca Bedah

Elevasi tungkai selama 3-5 hari untuk mencegah edema post operasi
Drain diangkat kira-kira pada hari ke 5 bila produsi minimal

Antibiotika diberikan selama 3-5 hari sampai drain diangkat

Isometrik exercise esok harinya setelah operasi


3.2 Hipertensive Heart Disease

3.2.1 Definisi
Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan
penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy
(LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis,
yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun
tidak langsung.

3.2.2 Pathofisiologi
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah.
Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi.
Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang
yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel
untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya
terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam
seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana
gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard
yang bertambah akibat penambahan massa miokard.

3.2.3 Gambaran Radiologis


Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat kerana hipertrofi
konsentrik ventrikel kiri. Pada keadaan lanjut, apekss jantung membesar ke kiri
dan bawah. Aortic knob membesar dan menonjol disertai kalsifikasi. Aorta
ascenden dan descenden melebar dan berkelok ( pemanjangan aorta/elongasio
aorta).

3.3 Gingivitis Kronis


Gambaran gingivitis kronis adalah pembengkakan lunak yang dapat
membentuk cekungan sewaktu ditekan yang terlihat infiltrasi cairan dan eksudat
pada peradangan. Pada saat dilakukan probing terjadi perdarahan dan permukaan
gingiva tampak kemerahan.
Degenerasi jaringan konektif dan epitel dapat memicu peradangan dan
perubahan pada jaringan tersebut. Jaringan konektif yang mengalami
pembengkakan dan peradangan sehingga meluas sampai ke permukaan jaringan
epitel. Penebalan epitel, edema dan invasi leukosit dipisahkan oleh daerah yang
mengalami elongasi terhadap jaringan konektif.
Konsistensi kaku dan kasar dalam mikroskopis nampak fibrosis dan proliferasi
epitel adalah akibat dari peradangan kronis yang berkepanjangan.

3.3.1 Faktor Etiologi Gingivitis


Menurut Manson & Eley (1993) gingivitis disebabkan oleh faktor primer
dan faktor sekunder. Faktor primer dari gingivitis adalah plak. Plak gigi adalah
deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk kepermukaan gigi atau
permukaan jaringan keras di rongga mulut (Daliemunthe, 2008).
Plak gigi mengalami perkembangan pada permukaan gigi dan membentuk
bagian pertahanan bakteri di dalam rongga mulut. Penggunaan antibiotik yang
berspektrum luas secara berkepanjangan adalah salah satu contohnya. Kondisi
tersebut dapat terjadi pertumbuhan mikroorganisme secara berlebihan khususnya
jamur dan bakteri (Daliemunthe, 2008).
Plak gigi tidak dapat dibersihkan hanya dengan berkumur ataupun
semprotan air, tetapi dapat dibersihkan secara sempurna dengan cara mekanis.
Plak gigi tidak dapat terlihat jika jumlahnya sedikit kecuali diberi dengan larutan
disklosing atau sudah mengalami diskolorisasi oleh pigmen-pigmen yang berada
dalam rongga mulut. Plak gigi akan terlihat berwarna abu-abu, abu-abu
kekuningan dan kuning jika terjadi penumpukan (Daliemunthe, 2008).
Lapisan plak pada peradangan gingiva memiliki ketebalan 400 m.
Peradangan gingiva berhubungan dengan akumulasi plak di sekitar marginal
gingiva. Kondisi ini menyebabkan perubahan komposisi plak dari mikroflora
streptococci menjadi Actinomyces spp. Selama perkembangan gingivitis,
mikroflora mengalami peningkatan pada jumlah spesies. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa terjadi peningkatan mikroba Fusobacterium nucleatum, P.
Intermedia, Capnocytophaga spp., Eubacterium spp. dan spirochete pada gingiva
yang mengalami peradangan (Daliemunthe, 2008).

3.4. Coated Tongue


3.4.1. Definisi

Coated tongue (lidah berselaput/furred tongue)merupakan suatu kelainan


pada lidah, dimana pada keadaan ini lidah dilapisi oleh selaput atau
psedomebran.Pada setiap individu normal, lidah dilapisi oleh mucus, sel epitel
yang terdeskuamasi, organisme dan debris (Bruch and Treister, 2010).

Coated tongue pada dorsum lidah

Ketika terjadi friksi dengan makanan, palatum, dan gigi geligi anterior
rahang atas, lidah dalam keadaan normal mengalami keratinisasi yang akan
berdeskuamasi Lapisan ini akan diganti dengan sel epithelial yang baru dari
bawahnya. Ketika pergerakan lidah terbatas karena suatu penyakit atau kondisi
rongga mulut yang menyakitkan, papilla filiformis seolah-olah mengalami
pemanjangan dan diselimuti oleh bakteri seperti streptococcus dan jamur candida
albicans. Papilla yang memanjang ini memberikan gambaran lidah yang
berselaput ataupun berambut dan dapat menjadi tempat retensi debris dan
pigmentasi oleh makanan, rokok dan permen. Coated tongue seringkali disertai
dengan terjadinya pigmentasi lidah berupa pewarnaan hitam atau kecoklatan.
Coated tongue paling sering terjadi di dorsal lidah bagian tengah.Kelainan ini
bersifat asimtomatik tetapi dapat menyebabkan halitosis atau pengecapan rasa
abnormal (AAOMP, 2005).
3.5 Smokers Melanosis
Para peneliti telah menemukan bahwa adanya peranan pigmentasi melanin
diakumulasi oleh macam-macam obat seperti nikotin (bahan campuran polyacylic)
yang terkandung dalam sebatang rokok. Ketika nikotin berperan dalam afinitas
melanin di rambut, juga berperan dalam afinitas melanin yang terdapat pada kulit
dan jaringan lainnya (seperti mukosa mulut).

3.5.1 Etiologi
Nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok akan menstimulasi secara
langsung melanocytes untuk meproduksi melanosomes, dimana akan
menghasilkan peningkatan endapan pigmen melanin pada basil melanosis dengan
berbagai macam jumlah takaran melanin. Melanosis rongga mulut terjadi
pengendapan melanin dalam lapisan sel basal pasa lapisan epitelium mukosa
mulut . Pigmentasi melanin pada membran mukosa mulut secara normal dilihat
mengelilingi daerah mukosa.17 Melanosis rongga mulut adalah suatu lesi yang
bersifat reversibel, dapat hilang apabila menghentikan kebiasaan merokok.
Smoker melanosis yang terjadi pada golongan etnis kulit hitam maupun
kulit putih, dimana meningkatnya pigmentasi yang berhubungan langsung dengan
kebiasaan merokok ( banyaknya jumlah rokok yang dihisap setiap hari, jenis
rokok yang dihisap, lama merokok dan cara seseorang menghisap rokok).
Pigmentasi gingiva meningkat sebanding dengan konsumsi tembakau. Adanya
hipotesis yang didapatkan bahwa kemungkinan nikotin menstimulasi aktivitas
melanosit dan produksi melanin atau berhubungan dengan ikatan melanin yang
berbahaya pada rokok tembakau.

3.5.2 Gambaran Klinis


Gambaran klinis yang terlihat pada smokerrs melanosis adalah
menunjukkan bercak coklat difus yang ukurannya beberapa sentimeter dan
biasanya terdapat pada gingiva anterior mandibula dan mukosa pipi.17 Pada
perokok pipa menunjukkan pigmentasi pada mukosa bukal. Pada beberapa orang
menggunakan rokok seperti rokok putih yang ditempatkan pada kavitas mulut,
akan menunjukkan pigmentasi pada palatum keras. Lesi ini tidak mempunyai
symptom, perubahan yang terjadi tidak menunjukkan premalignat. Gigi pada
smokers melanosis menunjukkan berwarna coklat muda sampai coklat tua dan
disertai dengan halitosis menyertai keadaan tersebut disebabkan oleh adanya
perubahan aliran darah dan pengurangan pengeluaran ludah mengakibatnya
rongga mulut menjadi kering dan lebih anaerob. Smokers melanosis biasanya
terjadi pada Ras Kaukasian yang menunjukkan prevalensi 31% pada gingiva
cekat.
Diagnosa banding dari Smokers melanosis adalah Addison Disease
,Albright Syndrome, Hemochromatosis, Neurofibromatosis, Oral Malignant
Melanoma, Oral Nevi. Perawatan yang dilakukan adalah menyuruh pasien untuk
berhenti merokok karena alasan kesehatan. Berhenti merokok biasanya
menunjukkan hilangnya melanosis selama beberapa periode sampai beberapa
tahun. Program berhenti merokok dengan konsultasi dan dibantu oleh lingkungan
keluarga akan memberikan keuntungan.
BAB IV

PEMBAHASAN

Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sesak nafas
yang dirasakan memberat, keluhan disertai batuk berdahak putih, kadang disertai
darah. Terdapat keluhan demam tidak terlalu tinggi hilang timbul. Keluhan batuk
sudah dirasakan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan
penurunan berat badan.

Pasien mengeluhkan adanya lemah badan serta menurunnya nafsu makan,


pasien disarankan bed rest dan diberikan oksigen 3L/mnt. Pasien juga diberikan
terapi diet lunak 1500 kkal/24 jam dan protein 1/kg BB/24 jam. Melemahnya
kondisi pasien menyebabkan kebersihan mulut pasien menjadi buruk. Pada
pemeriksaan klinis, pada dorsum lidah ditemukan selaput berwarna putih pada
seluruh permukaan dorsal lidah dan ketika dikerok tidak menimbulkan permukaan
yang eritem, tidak ada keluhan rasa terbakar pada lidah. Gambaran klinis tersebut
menyerupai gambaran lidah berselaput (coated tongue).
Kemungkinan Coated tongue pada pasien ini adalah karena pasien yang
diberikan terapi diet lunak. Diet makanan lunak dapat dengan mudah menempel
dan menumpuk pada permukaan lidah yang dapat menyebabkan lidah menjadi
berselaput (Greenberg dan Glick, 2008).
Lidah pada pasien berselaput juga diduga akibat kondisi demam pasien,
demam menyebabkan suhu tubuh meningkat, mengakibatkan cairan tubuh
berkurang, sehingga mulut menjadi kering karena berkurangnya produksi saliva.
Kurangnya cairan juga dapat menyebabkan lidah berselaput karena saliva juga
memiliki efek self cleansing yang dapat membersihkan lidah (Cawson and Odell,
2002).
Hasil anamnesa lain, pasien mengatakan bahwa dahulunya adalah perokok
berat menghabiskan 1-2 bungkus perhari, tetapi berhenti merokok sejak 2 tahun
yang lalu. Kebiasaan merokok pasien menyebabkan suatu bercak coklat difus
yang ukurannya beberapa sentimeter dan terdapat pada gingiva anterior
mandibula, palatum dan mukosa pipi, yang disebut smokers melanosis.
Pigmentasi smokers melanosis tidak serta merta hilang dalam waktu yang
singkat, tetapi membutuhkan waktu yang lama sejak penghentian kebiasaannya.
Kandungan tembakau dari rokok (nikotin dan benzpyrene) dapat meningkatkan
stimulasi produksi melanin yang mengakibatkan meningkatnya hiperpigmentasi
oral. (Little, 2007).
Kebersihan mulut pasien sangat buruk, dapat diketahui dari pemeriksaan
intra oral, plak, kalkulus dan stain yang banyak terlihat pada rongga mulut pasien
serta gingiva yang merah dan kebiru-biruan, papila membengkak dan halitosis.
Inflamasi atau peradangan yang mengenai jaringan lunak di sekitar gigi atau
jaringan gingiva disebut gingivitis. Penyebab gingivitis kemungkinan akibat
akumulasi plak yang dibiarkan karena lemahnya kondisi pasien, serta faktor
defisiensi nutrisi yang mempengaruhi daya tahan terhadap iritasi plak. Menurut
Manson & Eley (1993) gingivitis disebabkan oleh faktor primer dan faktor
sekunder. Faktor primer dari gingivitis adalah plak. Plak gigi adalah deposit lunak
yang membentuk biofilm yang menumpuk kepermukaan gigi atau permukaan
jaringan keras di rongga mulut (Daliemunthe, 2008).
Perawatan yang harus dilakukkan yaitu OHI, pembersihan karang gigi,
plak dan seluruh faktor pemberat serta pengontrolan secara periodik. Kemudian
menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan baik dengan menyikat gigi secara
teratur 2 kali sehari, pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Pemberian
OHI bertujuan agar pasien dapat memelihara kesehatan rongga mulutnya baik saat
ataupun setelah selesai perawatan. Selain menyikat gigi juga harus dilakukan
penyikatan lidah. Terapi ini sangat penting dilakukan karena sesuai pernyataan
bahwa penggunaan sikat lidah dapat menghilangkan sel-sel keratin yang mati dan
dari hasil penelitian didapat bahwa dengan menyikat lidah dapat menghilangkan
bakteri dan bau mulut (Greenberg dan Lynch, 1994; Scully and Porter, 2003; Field
dan Longman, 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z. (2007). Kanker Paru. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK
UI.
Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine ... Churchill
Livingstone, Jan 1, 2002 - Medical
Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas.
Jakarta:EGC.

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection and Treatment of High
Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. May 212003; 289(19):2560-72
Hill.2000

Daliemunthe, S.H., 2008, Pengantar Periodonsia, USU Press, Medan, p. 108-11.

Greenberg, M.S., M. Glick dan Ship, Jonathan A. 2008. Burkets Oral Medicine:
Diagnosis and Treatment. 11th Ed. London: BC Decker Inc.

Greenberg, M.S; M. Glick. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis and


Treatment. 10th ed. Hamilton. BC Decker Inc.
Kurt, Eugene, et al. Harrisons: Principles of Internal Medicine. Singapore:
McGraw
Irshad, A., Ravenel, J.G. (2009). Imaging In Small Cell Lung Cancer :
Multimedia. Diakses tanggal 20 Desember 2010 dari
http://emedicine.medscape.com/ article/358274-media

Kligerman, S., Abbott, G. (2010). A Radiologic Review Of The New TNM


Classification Of Lung Cancer. Diakses tanggal 20 Desember 2010 dari
http://www.ajronline.orgcgireprint1943562.pdf
Little J.W, et al. 2002. Dental Management Of The Medically Compromised
Patient. 6th ed. St. Louis: Mosby.
Manson & B.M. Eley. Etiologi Penyakit Periodontal. ... 1993. 6. Schubert, Ken.
Chronic Periodontitis-Prevention, Diagnosis and. Treatment.

Price, S.A., Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rahardjo, J. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Indonesia. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Rasad. S. (2006). Radiologi Diagnostik FK UI Edisi Kedua. Jakarta : Gaya Baru.
Sharma, S., Maycher, B. (2009). Imaging In Non-Small Cell Lung Cancer :
Multimedia. Diakses tanggal 20 Desember 2010 dari
http://emedicine.medscape.com/article/358433-media
.

Anda mungkin juga menyukai