Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

HEMATURIA

Pembimbing:
dr. Achmad Rizky Herda, Sp.U

Disusun oleh:
Meilani Rose, S.ked
030.12.166

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD KARAWANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3

BAB II.............................................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................4

2.1 Definisi...................................................................................................................................4

2.2 Epidemiologi..........................................................................................................................4

2.3 Anatomi dan fisiologi.............................................................................................................4

2.4 Etiologi...................................................................................................................................9

2.5 Klasifikasi............................................................................................................................10

2.6 Patofisiologi.........................................................................................................................12

2.7 Manifestasi Klinis dan diagnosis.........................................................................................14

2.8 Tatalaksana...........................................................................................................................20

2.9 Komplikasi...........................................................................................................................21

2.10 Prognosis............................................................................................................................21

BAB III..........................................................................................................................................22

KESIMPULAN..............................................................................................................................22

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................22

3.2 Saran.....................................................................................................................................22

BAB IV..........................................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................23

2
BAB I

PENDAHULUAN

Darah dalam saluran kemih merupakan suatu petanda yang perlu segera di tindak lanjuti
dengan berbagai pemeriksaan laboratorium. Hematuria merupaan suatu gejala yang penting pada
berbagai penyait ginjal dan salurannya, sedangkan proteinuria lebih memilii arti dalam hal
diagnostik dan prognostik penyakit. Pemeriksaan harus dilakuan dengan teliti dan terarah supaya
jangan sampai ada hal penting yang terlewatkan sedangkan pemeriksaan-pemeriksaan yang tidak
perlu sebaiknya dihindarkan.
Hematuria merupakan petanda dari suatu penyakit yang serius sehingga sangat penting
untuk di pastikan adanya sel darah merah dalam saluran kemih serta ditentukan tingkat
keparahan dan persistensi nya 1
Penting untuk membedakan apakah termasuk hematuria makrsokopik (kasar) atau
hematuria mikroskopik (tersembunyi). Hematuria makroskopik bisa dilihat oleh mata dan bisa
berwarna merah pucat, coklat, teh tua, atau warna coca-cola. Pada hematuria mikroskopik, warna
urin adalah normal tetapi pada pemeriksaan urinalisis didapatkan darah positif. Ditemukannya
lebih dari 5 SDM per lapang pandang besar pada urin segar yang telah disentrifuse dinyatakan
sebagai hematuria. Terdapat juga keadaan dimana SDM terdapat dalam urin namun pada
pemeriksaan mikroskop negatif (negatif palsu) atau menghasilkan positif palsu.persisten, dan
berdiri sendiri atau berhubungan dengan proteinuria.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hematuria didefinisikan sebagai adanya sel darah merah dalam urin. Disebut
hematuria makroskopis (gross hematuria) jika dapat terlihat secara kasat mata, sedangkan
hematuria mikroskopik dapat dideteksi menggunakan uji dipstick atau pemeriksaan sedimen
urin. Meskipun masih terdapat kontroversi, American Urological Association (AUA)
mendefinisikan hematuria sebagai ditemukannya sel darah merah = 3/LPB pada spesimen
sedimen urin yang disentrifus dua dari tiga sampel urin tengah (midstream).1

2.2 Epidemiologi
Insiden makroskopik hematuria tidak diketahui dengan pasti tetapi pastinya kurang
lebih sedikit dibanding dengan hematuria mikroskopik. Makroskopik hematuria dilaporkan
berjumlah 1,3/1.000 pada kunjungan ruang gawat darurat pediatri pasien yang berobat pada
instalasi gawat darurat pada sebuah penelitian retrospektif. 1 Hematuria mikroskopik bukan
hal jarang, terjadi pada 32/1000 anak perempuan usia sekolah dan 14/1000 anak laki-laki.
Dimana makroskopik hematuria tejadi pada <1% pada anak. Meskipun. etiologi sering
dengan mudah ditentukan, namun sisa diagnosis yang sulit ditentukan banyak.

Greenfield et al, baru-baru ini menampilkan dalam 10 tahun pengalaman dan


menemukan bahwa tidak diketahui etiologinya pada 118 dari 342 anak (34%) di klinik
urologi pediatri. Senada dengan peneilitian ini, dua penelitian pada praktek pediatri
nefrologi dilaporkan gagal untuk membuat diagnosis pada 38-44%anak.

Penemuan klinis sering di dapatkan pada populasi orang dewasa, dengan prevalensi
yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0%. Prevalensi gross hematuria pada anak-anak sebanyak
0,13%. Lebih dari setengah kasus yang ada bisa dengan mudah diidentifikasi. Penyebab
tersering dari gross hematuria adalah sistitis (20-25%). Asimptomatis mikroskopik
hematuria meningkat tidak lebih dari 0,5%.
Setiap dikonfirmasikan hematuria, adalah penting untuk mengkategorikan sebagai
hematuria glomerular atau non-glomerular jadi evaluasi bisa fokus pada diagnosis tertentu.
Menetukan lokasi perdarahan akan memandu kepada gejala-gejala yang berhubungan,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik dan karakteristik urin.

2.3 Anatomi dan fisiologi


Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk
homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur kesetimbangan
cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-masing
di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di belakang
peritoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter,

4
sebuah vesika urinaria (buli-buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke
lingkungan luar tubuh.2,3

Gambar 1. Anatomi saluran kemih2,3

Gambar 2. Anatomi saluran kemih2,3

Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-
masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan
terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan
adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga

5
11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.
Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm
dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan
ginjal kiri.2,3

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal
dan tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/Malpighi
(yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle,
tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal
tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju
glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan
letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus
renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian
lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di
mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam
jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut
sebagai vasa rekta. Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan
dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan
memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior,
anterior-inferior, inferior serta posterior. 2,3

6
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal
melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus. 2,3

Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal
(filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang
ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal. 2,3

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu
menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-
inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai
vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki
kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu
peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica
urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus. 2,3

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen
T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus
superior dan inferior. 2,3

Vesica urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat
untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan
ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica
urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti
rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan
saraf. 2,3

Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian
yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan
inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal,
sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae.
Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari
orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong. 2,3

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.2,3

7
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan
n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus
pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.2,3

Uretra

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria
memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan
dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu,
Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor
dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat
volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari
kandung kemih dan bersifat volunter).2,3

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa
dan pars spongiosa.

Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal
yang berada di bawah kendali volunter (somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang
dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi
oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada
pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di
antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat
volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
memiliki fungsi reproduktif. 2,3

2.4 Etiologi
Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam sistem urogenitalia
atau kelainan yang berada di luar sistem urogenitalia. Penyebab paling umum dari hematuria pada
populasi orang dewasa termasuk saluran kemih infeksi, batu saluran kemih, pembesaran prostat
jinak, dan keganasan dalam urologi. Namun, diferensial lengkap sangat luas , beberapa insiden

8
khusus kondisi yang berhubungan dengan hematuria bervariasi dengan umur pasien, jenis hematuria
(gross atau mikroskopis, gejala atau tanpa gejala), dan adanya faktor risiko keganasan.
Secara keseluruhan, sekitar 5% pasien dengan hematuria mikroskopis dan sampai dengan 40%
5,6
pasien dengan gross hematuria ditemukan pada neoplasma dari urinary tract. genitourinari,
Sebaliknya, pada hingga 40% pasien dengan asimptomatik mikrohematuria,sulit di identifikasikan
penyebabnya . Akibatnya, dokter harus mempertimbangkan hematuria yang tidak jelas penyebabnya
dari tingkat mana pun dan mampu mempertimbangkan kemungkinan suatu keganasan .

Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain adalah:


Infeksi antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis, sistitis, dan uretritis
Tumor jinak atau tumor ganas yaitu: tumor ginjal (tumor Wilms), tumor grawitz, tumor
pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan hiperplasia prostat jinak.
Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain : kista ginjal
Trauma yang mencederai sistem urogenitalia.
Batu saluran kemih.
Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitalia antara lain adalah:
Kelainan pembekuan darah (Diathesis Hemorhagic),
SLE,
Penggunaan antikoagulan, atau proses emboli pada fibrilasi atrium jantung maupun
endokarditis.

2.5 Klasifikasi
1. Hematuria makroskopik

Pasien dengan makroskopik hematuria / hematuria makroskopik sering datang dengan


keluhan dengan perubahan warna urin, kadangkala mungkin terdapat laporan ditemukannya
darah pada popok atau celana dalam. Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara
kasat mata dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah. Langkah pertama dalam
pendekatan pasien yang tersangka makroskopik hematuria adalah mengkonfirmasikan
diagnosis hematuria melalui urinalisis dan pemeriksaan mikroskop dari sedimen urin. Pada
bayi, endapan kristal urat, mungkin menyebabkan warna merah atau merah muda pada
popok sehingga membingungkan dengan hematuria, bagaimanapun pemeriksaan dipstik
akan menunjukan negatif terhadap darah. Jika pasien dengan pemeriksaan dipstik
didapatkan hasil positif, perubahan warna mungkin berasal dari myoglobin atau hemoglobin.
Reaksi yang terjadi apabila berpola berbintik- bintik menunjukan SDM (sel darah merah)
yang utuh sedangkan pola yang difus menunjukan SDM yang lisis, hemoglobin, atau
mioglobin. Setelah sentrifugasi, apabila sedimen urin tampak merah atau coklat dan sel
darah merah tampak pada cahaya mikroskop, diagnosis hematuria dapat ditegakan. Setelah
sentrifugasi, jika tidak ada SDM, dan atau tidak tampak warna, perubahan warna merupakan
hasil sekunder dari hemoglobinuria lainnya atau mioglobinuria. Sebagai tambahan, seperti
kondisi yang diuraikan pada tabel.1 obat-obat tertentu (sulfonamid, nitrofurantion, salisilat,
penazopiridin, phenolphtalein dan rifampisin) menimbulkan false positif hematuria.

Makroskopik hematuria: sumber non glomerular

9
Urin berwarna merah atau merah jambu memberi kesan perdarahan non-glomerular.
Dibawah mikroskop, sel darah merah akan tampak seragam.
Proteinuria secara khas minimal, tetapi jika terlalu banyak darah pada urin, proteinuria
+2 mungkin tampak pada hematuria nonglomerular. Keadaan klots atau kristal akan
mendukung penyebab non glomerular. Hal ini membantu untuk menentukan apabila
perubahan warna urin terjadi ketika urin mengalir. Hematuria awal atau hematuria akhir
akan memberi kesan apakah hematuria di uretra atau vesika urinaria.
Pemeriksaan genital dibutuhkan untuk menilai bukti trauma, iritasi, atau infeksi.
Pemeriksaan abdomen seharusnya meliputi penilaian terhadap masa dan nyeri (misalnya
tumor Wilms). Nyeri suprapubik dapat ditemukan pada infeksi saluran kencing, sedangkan
nyeri sudut kostovetebra mungkin memberi kesan infeksi atau obstruksi, seperti yang
mungkin terjadi pada nefrolitiasis, (Lihat tabel 2)

Tabel.1 Temuan pemeriksaan fisik pada hematuria


Penyebab terbanyak dari hematuri non glomerular adalah infeksi, uretrorhagia, trauma,
hipekalsiuria, nefrolitiasis, dan kegiatan fisik. Penyebab lain meliputi benda asing
penyakit polikistik ginjal autosimal-dominan, trait sickle sel dan anemia, dan tumor Wilms.
Terjadinya hematuria setelah trauma ringan mengarahkan untuk non glomerular. Riwayat
infeksi fikir tentang keadaan abnormal anatomi seperti hidronefrosis ataukita ginjal.Gejala
yang berhubungan seperti nyeri perut atau punggung, disuri, frekuensi, urgensi mengarahkan
ke penyakitnon-glomerular. Riwayat infeksi saluran kemih, hidronefrosis, kista ginjal, sikle
sel dan perdarahan akan berhubungan. Temuan yang berhubungan dari riwayat keluarga
meliputi nefrolitiasis, reflux vesikoureter, infeksi saluran kecing dan penyakit sickle sel.
Pada pemeriksaan fisik seharusnya dinilai apakah terdapat masa pada abdomen, nyeri ketok
sudut costovertebra, nyeri abdomen atau suprapubik, dan bukti trauma atau kekerasan.

Makroskopik hematuria: sumber glomerular


Urin yang berwarna coklat atau warna air teh, merupakan karakteristik hematuria
glomerular. Pada beberapa kasus, urin akan tampak merah gelap, menyaebabkan keraguan
menentukan lokasi perdarahan. Temuan yang sedang berlansung yaitu proteinuria (+2 atau

10
lebih) dan serpihan sel memberi kesan hematuria glomerular. Dibawah mikroskop sel darah
merah akan menunjukan variasi dalam ukuran.
Penyebab terbanyak hematuria glomerular termasuk glomerulonefritis pascainfeksi,
Henoch-Schonlein purpura, nefropati IgA. Dan yang jarang Sindrom Alport, SLE, dan tipe
lain dari glomerulonefritis akut atau kronik. Gejala oliguri, kehilangan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan, atritis, atralgia, faringitis atau impetigo, ruam, dispneu atau fatigue
akan mengarahkan tentang penyakit glomerular. Riwayat keluarga seharusnya
memperlihatkan tentang hematuria, kehilangan pendengaran pada remaja dan dewasa, gagal
ginjal,dan penyakit spesifik lainnya seperti Sindrom Alport atau SLE. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan edema, hipertensi, ruam, purpura, atritis, atau batuk akan konsisten den
ganglomerulonefritis. Pertumbuhan ginjal yang buruk akan mendasari penyakit ginjal
kronik.

2. Hematuria mikroskopik
Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat dilihat
sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan > 3
sel darah merah per lapangan pandang.

2.6 Patofisiologi
Adanya sel darah merah dismorfik dengan bentuk yang irregular pada urine merupakan
gejala patognomonik dari glomerular hematuria dan merupakan indikasi adanya sel darah
merah yang keluar dari kapiler glomerulus ke dalam saluran kemih. Bagaimanapun,
glomerular hematuria merupakan penanda bahwa terjadi disfungsi atau kerusakan dari
glomerular filtration barrier (GFB). GFB yang rapuh dan mudah rupture dapat
menyebabkan perdarahan glomerular. Beberapa faktor dapat berkontribusi pada proses ini,
seperti: (1) perubahan genetik pada komponen GFB sehingga mengakibatkan rapuh dan
mudah ruptur (2) deposisi molekul toxic pada GFB dan (3) peningkatan respons inflamasi
yang disebabkan oleh penyakit autoimun, infeksi atau glomerulonephritis primer.4

GFB memiliki struktur yang kompleks dengan konstituen dan jenis sel yang berbeda,
yang memudahkan permeabilitas air, zat terlarut plasma berukuran kecil dan menengah,
tetapi memiliki selektivitas yang sangat khusus untuk protein dan molekul yang lebih besar
sesuai dengan ukuran dan berat molekul. GFB memiliki lima komponen utama: (1) dari sisi
pembuluh darah, lapisan permukaan endotel, jaringan glikosaminoglikan kompleks yang
meliputi lapisan endotel serta fenestrasi; (2) sel endotel; (3) GBM; (4) podocytes "celah
diafragma"; dan (5) di sisi kemih, ruang subpodocyte, daerah yang dipisahkan antara sel
tubuh podosit dan kaki. Selanjutnya, sel mesangial juga secara tidak langsung memberikan
kontribusi untuk struktur GFB yang mengatur dan mendukung aliran darah dan struktur
kapiler glomerulus, serta mengendalikan turnover mesangial matriks.4

11
CL: Capillary lumen; BC: Bowmans capsule; E: Endothelial cell; GBM: Glomerular
basement membrane; Gly: Glycosaminoglicans; M: Mesangium; P: Podocyte;

Gambar 3. Struktur Glomerular filtration barrier4

Menurut lokalisasi primer dan histopatologi, haematuria dapat diklasifikasikan yaitu: (1)
kerusakan pada sel endotel glomerulus sel; (2) gangguan GBM primer dan sekunder; (3)
penyakit yang berdeposisi pada sel mesangial; (4) penyakit yang berdeposisi pada
subendothelial dan deposisi subepitel; (5) gangguan podosit; dan (6) Miscellaneous.4

Patofisiologi hematuria tergantung pada letak anatomi dalam saluran kemih yang terkait.
Darah yang berasal dari nefron disebut sebagai glomerular hematuria. Dalam kasus non-
glomerular hematuria apa pun yang mengganggu uroepithelium seperti iritasi, peradangan
atau invasi dapat mengakibatkan sel darah merah muncul normal dalam urin. cedera
langsung ke tubulointerstitium dengan infeksi, batu dan nekrosis iskemik papila dapat
menghasilkan non glomerular hematuria. Tumor ganas, trauma, obat, kista, infark dan
arterio-vena malformasi juga dapat menyebabkan non glomerular hematuria. Penyebab pasti
dari sel darah merah dismorfik tidak sepenuhnya diketahui. Hal ini dianggap sebagai akibat
dari perubahan lingkungan yang sel-sel yang terpapar. Eritrosit dysmorphic muncul dalam
urin ketika penghalang fisiologis glomerulus untuk bagian sel terganggu. Penghalang ini
terdiri dari endotelium kapiler, membran basal glomerulus dan lapisan epitel podocytes.
Ketika telah kehilangan penghalang untuk eritrosit, sel-sel ini mengikuti aliran urin
sepanjang system tubular. Selama perjalanan ini, eritrosit mengalami perubahan bentuk.4

2.7 Manifestasi Klinis dan diagnosis


Harus diyakinkan dahulu, benarkah seorang pasien menderita hematuria, pseudo hematuria, atau
perdarahan per-uretra. Pseudo atau false hematuria adalah urine yang berwarna merah atau
kecoklatan yang bukan disebabkan sel-sel darah merah. Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena
hemoglobinuria, mioglobinuria, konsentrasi asam urat yang meningkat, sehabis makan/minum bahan
yang mengandung pigmen tumbuh-tumbuhan yang berwarna merah, atau setelah mengkonsumsi

12
beberapa obat-obatan tertentu antara lain: fenotiazin, piridium, porfirin, rifampisin, dan fenolftalein.
Perdarahan per-uretra adalah keluarnya darah dari meatus uretra eksterna tanpa melalui proses miksi,
hal ini sering terjadi pada trauma uretra atau tumor uretra. (Mellisa C Stoppler, 2010)
Hemoglobinuria tanpa hematuria dapat disebabkan oleh adanya hemolisis. Mioglobinuria tanpa
hematuria terjadi pada sindrom rabdiomiolisis setelah cedera otot rangka dan disertai peningkatan
sebanyak lima kali pada kadar kreatin kinase plasma. Rabdomiolisis dapat terjadi secara sekunder
akibat miositis viral, luka remuk, abnormalitas elektrolit berat (hipernatremia, hipofosfatemia),
hipotensi, koagulasi intravaskulas terdisseminasi (DIC), toksin (obat, racun), dan kejang
berkepanjangan.
Urin tanpa heme dapat terlihat merah, coklat kola, atau merah keunguan akibat konsumsi
berbagai jenis obat, makanan atau pewarna makanan. Urin dapat berwarna coklat kehitaman atau
hitam jika terdapat berbagai kelainan metabolit urin.

PENYEBAB POSITIF PALSU PADA TES HEMATURIA


HEME POSITIF
Hemoglobin
Mioglobin
HEME NEGATIF
Obat-Obatan
Chloroquine
Deferoxamine
Ibuprofen
Iron sorbitol
Metronidazole
Nitrofurantoin
Phenazopyridine
Phenolphthalein
Phenothiazines
Rifampin
Salisilat
Sulfasalazine
Bahan Pewarna Buah atau Sayuran
Bahan Pewarna Makanan Sintetik
Metabolit
Asam homogentisat
Melanin
Methemoglobin
Porfirin
Tirosinosis
Urat
Gambar 4. Penyebab Positif Palsu pada Tes Hematuria

Penyebab hematuria dapat dilihat pada tabel Sumber hematuria di dari saluran kemih bagian atas
berasal dari nefron (glomerulus, tubulus kontortus dan interstisium). Hematuria di saluran kemih
bagian bawah berasal dari sistem pelvokaliks, ureter, kandung kemih dan uretra. Hematuria yang
berasal dari nefron seringkali tampak sebagai urin berwarna coklat, coklat cola, atau merah
keunguan, disertai proteinuria (>100 mg/dL dengan dipstick), terdapat cast SDM dan akantosit atau
kelaianan bentuk SDM lain pada pemeriksaan mikroskopik urin. Hematuria yang berasal dari tubulus
kontortus dapat dilihat dari keberadaan cast leukosit atau sel epitel tubulus renal. Hematuria dari
saluran kemih bagian bawah umumnya dihubungkan dengan hematuria berat, hematuria terminal

13
(hematuria terjadi pada saat aliran urin akan berakhir), bekuan darah, morfologi urin SDM normal,
dan proteinuria minimal pada dipstick (<100 mg/dL).

Gambar 5. Approach to Hematuria


A. Anamnesis
Dalam mencari penyebab hematuria perlu dicari data yang terjadi pada saat episode hematuria,
antara lain:
a. Bagaimanakah warna urine yang keluar?
b. Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?
c. Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah?
d. Apakah diikuti dengan perasaan sakit ? (Mellisa C Stoppler, 2010)

Perlu ditanyakan juga, beberapa faktor risiko untuk kanker urothelial pada pasien dengan hematuria
mikroskopis
a. Riwayat merokok
b. Kerja paparan bahan kimia atau pewarna (benzenes atau aromatic amine)
c. Riwayat gross hematuria sebelumnya
d. Usia di atas 40 tahun
e. Riwayat gangguan berkemih, nyeri saat berkemih, dan infeksi saluran kemih
f. Penyalahgunaan analgetik
g. Riwayat radiasi panggul.

INISIAL TOTAL TERMINAL

Terjadi pada Awal Seluruh proses miksi Akhir misi


miksi
Tempat Uretra Buli-buli, ureter, atau Leher buli-buli
kelainan ginjal
Gambar 6. Porsi hematuria pada saat miksi

B. Pemeriksaan Fisik

14
Pemeriksaan fisik harus fokus pada deteksi hipertensi yang hadir bersamaan dengan sindrom
nefritik dan penyakit pembuluh darah ginjal, edema terkait dengan sindrom nefrotik, massa perut
atau panggul teraba menyarankan ginjal neoplasma, dan adanya nyeri ketok kostovertebral atau nyeri
tekan suprapubik berhubungan dengan infeksi saluran kemih. Pemeriksaan rektal pada pria dapat
mengungkapkan nodularitas prostat atau pembesaran
sebagai penyebab potensial.
Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan manifestasi
dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia mungkin disebabkan karena banyak darah
yang keluar. Ditemukannya tanda-tanda perdarahan di tempat lain adalah petunjuk adanya kelainan
sistem pembekuan darah yang bersifat sistemik.
a. Pucat pada kulit dan konjungtiva sering terlihat pada pasien dengan anemia.
b. Periorbital, skrotum, dan edema perifer, mungkin menunjukkan hipoalbuminemia dari glomerulus
atau penyakit ginjal.
c. Cachexia mungkin menunjukkan keganasan.
d. Nyeri tekan dari sudut kostovertebral, dapat disebabkan oleh pielonefritis atau dengan perbesaran
massa seperti tumor ginjal.
e. Nyeri suprapubik sistitis, baik yang disebabkan oleh infeksi, radiasi, atau obat sitotoksik.
f. Kandung kemih tidak teraba ketika didekompresi, kandung kemih diisi dengan 200 mL urin
percussible. Dalam retensi urin akut, biasanya terlihat dalam kasus-kasus BPH atau obstruksi oleh
bekuan, kandung kemih bisa diraba dan dapat dirasakan hingga tingkat umbilikus.
g. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal akibat tumor,
obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada suprasimfisis mungkin disebabkan karena retensi
bekuan darah pada buli-buli.
h. Pada colok dubur, ukuran, bentuk dan konsistensi prostat dinilai mengetahui adanya pembesaran
prostat benigna maupun karsinoma prostat. Setelah prostatektomi enukleasi maupun endoskopik,
simpai prostat dibiarkan sehingga pada colok dubur memberikan kesan prostat masih membesar.
Lobus medial prostat yang mungkin menonjol ke kandung kemih umumnya tidak dapat dicapai
dengan jari. Karsinoma prostat menyebabkan asimetri dan perubahan konsistensi setempat.
Diagnosis dipastikan melalui biopsy jarum transrektal.
i. Pemeriksaan dengan menggunakan berbagai kateter yang dahulu dibuat dari karet dan sekarang
lateks, politen atau silicon. Ujung kateter dibuat dalam berbagai bentuk supaya tidak dapat
tercabut; yang biasa ialah bentuk Foley yang pada ujungnya berbentuk balon yang dapat
dikembangkan. Untuk ukurannya digunakan skala Charriere, berdasarkan skala Prancis yang
menyatakan ukuran lingkaran di luarnya dan bukan diameternya. Diameter didapat dengan
membagi ukuran Charriere dengan tiga. (Wim de Jong, dkk, 2004)

C. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin, ureum dan elektrolit untuk
mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang mungkin meningkat pada metastase prostat, dan
fosfatase alkali yang dapat meningkat pada setiap jenis metastase tulang. Kadar kalsium, fosfat,
asam urat dan hormon paratiroid ditentukan bila terdapat kemungkinan urolithiasis.
Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik, bakteriologik dan sitologik.
Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler

15
ataupun non glomeruler. Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menunjukkan proses
mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal, vaskulitis,
atau SLE. Pada keadaan terakhir, adanya autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs
positif, adanya antibodi antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem. Trombositopenia dapat
diakibatkan oleh berkurangnya produksi trombosit (pada keganasan) atau peningkatan konsumsi
trombosit (SLE, purpura trombositopenik idiopatik, sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena
ginjal). Walaupun morfologi SDM urin dapat normal pada perdarahan saluran kemih bawah dan
dismorfik pada perdarahan glomerular, morfologi sel tidak secara pasti berhubungan dengan
lokasi hematuria.
Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi organisme pemecah
urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang sangat asam mungkin berhubungan
dengan batu asam urat.
Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel urotelial.
IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus hematuria & sering digunakan
untuk menentukan fungsi ekskresi ginjal. Umumnya, menghasilkan gambaran terang saluran
kemih dari ginjal sampai dengan kandung kemih, asal faal ginjal memuaskan. Pemeriksaan ini
dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan bawaan saluran kemih, tumor urotelium,
trauma saluran kemih, serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih.
USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan prostat (padat atau kista), adanya
batu atau lebarnya lumen pyelum, penyakit kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis ureter, kandung
kemih dan uretra, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya metastasis
tumor di hepar. Ultrasonografi dari saluran kemih sangat berguna pada pasien dengan hematuria
berat, nyeri abdomen, nyeri pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap normal,
disarankan dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit serum.
Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna untuk pemeriksaan prostat dan
buli-buli
Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk menilai vaskularisasinya
walaupun sering digunakan CT-Scan karena lebih aman dan informative. Bagian atas saluran
kemih dapat dilihat dengan cara uretrografi retrograd atau punksi perkutan.
Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya setelah obstruksi dihilangkan
Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan gambaran jelas dan kesempatan
untuk mengadakan biopsy
Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan antara isi dan tekanan di
buli-buli
Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika pemeriksaan penunjang di atas
belum dapat menyimpulkan penyebab hematuria. (Wim de Jong, dkk, 2004)

Imaging Modalities for Evaluation of the Urinary Tract

Modality Advantages and disadvantages

Intravenous Considered by many to be best initial study for evaluation of urinary


urography tract

Widely available and most cost-efficient in most centers

16
Limited sensitivity in detecting small renal masses

Cannot distinguish solid from cystic masses; therefore, further lesion


characterization by ultrasonography, computed tomography or
magnetic resonance imaging is necessary

Better than ultrasonography for detection of transitional cell


carcinoma in kidney or ureter

Ultrasonography Excellent for detection and characterization of renal cysts

Limitations in detection of small solid lesions (< 3 cm)

Computed Preferred modality for detection and characterization of solid renal


tomography masses

Detection rate for renal masses comparable to that of magnetic


resonance imaging, but more widely available and less expensive

Best modality for evaluation of urinary stones, renal and perirenal


infections, and associated complications

Sensitivity of 94% to 98% for detection of renal stones, compared


with 52% to 59% for intravenous urography and 19% for
ultrasonography

Adapted with permission from Grossfeld GD, Wolf JS, Litwin MS, Hricak H, Shuler CL, Agerter DC, Carroll P.
Evaluation of asymptomatic microscopic hematuria in adults: the American Urological Association best practice
policy recommendations. Part II: patient evaluation, cytology, voided markers, imaging, cystoscopy, nephrology
evaluation, and follow-up. Urology 2001;57(4) (In press).

Imaging modalities for evaluation of the upper urinary tract


and their limitations
Imaging Modality Limitations
Intravenous Urography Poor sensitivity for and ability parenchymal masses, intravenous contrast
to characterize renal exposure
Retrograde Pyelography Poor sensitivity for and parenchymal masses, invasive
ability to characterize renal
Ultrasonography Limited ability to detect urolithiasis, mass, and urothelial abnormality
small (<3 cm) renal
Magnetic Resonance Imaging Expensive, time CTU Largest cumulative radiation exposure,
consuming, poor sensitivity for urolithiasis expensive
Intravenous Urography Poor sensitivity for and ability parenchymal masses, intravenous contrast
to characterize renal exposure
Gambar 5. Imaging modalities for evaluation of the upper urinary tract and their limitations .

Initial evaluation of newly diagnosed asymptomatic microscopic hematuria.

17
FIGURE 1.Initial Evaluation of Asymptomatic Microscopic Hematuria*
Adapted with permission from Grossfeld GD, Wolf JS, Litwin MS, Hricak H, Shuler CL, Agerter DC, Carroll P. Evaluation of asymptomatic
microscopic hematuria in adults: the American Urological Association best practice policy recommendations. Part II: patient evaluation,
cytology, voided markers, imaging, cystoscopy, nephrology evaluation, and follow-up. Urology 2001;57(4) (In press).

18
Gambar 7. Workup of hematuria in adults based on AUA best practice policy recommendations. (Data from Grossfeld GD, Wolf JS Jr, Litwan
MS, et al. Asymptomatic microscopic hematuria in adults: summary of the AUA best practice policy recommendations. Am Fam Physician
2001;63(6):1148; and Adapted from Grossfeld GD, Wolf JS, Litwin MS, et al. Evaluation of asymptomatic microscopic hematuria in adults: the
American Urological Association best practice policy recommendations. Part II: patient evaluation, cytology, voided markers, imaging,
cystoscopy, nephrology evaluation, and follow-up. Urology 2001;57(4):607; with permission.)

2.8 Tatalaksana
Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine, dicoba
dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam fisiologis,
tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi
bekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan.
Jika terjadi eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian
transfusi darah. Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika. Setelah
hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah mencari penyebabnya dan
selanjutnya menyelesaikan masalah primer penyebab hematuria.5,6

19
2.9 Komplikasi
Bekuan darah dapat menyumbat saluran kemih sehingga menyebabkan retensi urin. Urin
menjadi stagnan dalam buli serta merupakan media yang cocok untuk bakteri hidup dan
menyebabkan infeksi. Bila hematuria berlangsung lama terlebih bila terjadi gross
hematuria maka bisa menyebabkan anemia.7,8

2.10 Prognosis
Prognosis pasien dengan hematuria terisolasi asimtomatik baik. Prognosis utama untuk
berbagai kondisi yang berhubungan dengan hematuria tergantung pada kondisi penyakit
utama yang menyebabkan hematuria pada tempa pertama.1,9

20
BAB III

KESIMPULAN
1.1 Kesimpulan
Hematuria adalah didapatkannya sel darah merah di dalam urine. Sel darah merah
mungkin berasal dari sepanjang saluran kencing, dari glomerulus sampai uretra distal.
Penting untuk membedakan apakah termasuk makroskopik hematuria (makroskopik) atau
hematuria tersembunyi (mikroskopik). Makroskopik hematuria bisa dilihat oleh mata dan
bisa berwarna merah pucat, coklat, teh tua, atau warna coca-cola. Pada hematuria
mikroskopik, warna urin adalah normal tetapi pada pemeriksaan urinalisis didapatkan darah
positif. Ditemukannya lebih dari 5 SDM per lapang pandang besar pada urin segar yang
telah disentrifuse dinyatakan sebagai hematuria. Terdapat juga keadaan dimana SDM
terdapat dalam urin namun pada pemeriksaan mikroskop negatif (negatif palsu) atau
menghasilkan positif palsu.
Agar diagnosis penyebab hematuria dapat ditegakkan secara pasti, diperlukan
pemeriksaan yang sistematik dan terarah meliputi anamnesis, pemerikasaan fisik,
laboratorium dan pemeriksaan khsusus lainnya, dan menghindari pemeriksaan yang tidak
perlu.
Tatalaksana untuk hematuria bergantung kepada etiologinya. Pengobatan lain: simtomatis
seperti spasmolitik, antibiotik, koagulasia, transfusi darah. Jika terjadi gross hematuria maka
harus di rawat di Rumah Sakit.

1.2 Saran
Kemampuan dan ketelitian dalam menganamnesis keluhan, pemeriksaan fisik, dan
pencegahan sedini mungkin membantu meningkatkan keberhasilan tindakan dan penentuan
langkah yang dapat diambil dalam mengatasi berbagai macam masalah dalam dunia
kedokteran, maka dari itu perlunya untuk mempertajam kemampuan dan terus membaca
akan meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat pada umumnya.

21
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Sanjeev Gulati. Hematuria. Maret 2013. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/981898-differential. 25 Agustus 2013.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5 thed. US: FA Davis
Company; 2007.
3. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. 3rd ed. Malang: CV Sagung seto. 2011.h.22-35.
4. Claudia Y, Gutierezz E, Sevillano AM, Navarro AR, Villalobos JM, Ortiz A, et al.
Pathogenesis of Glomerular Haematuria. World J Nephrol 2015 May 6; 4(2): 185-195.
DOI: 10.5527/wjn.v4.i2.18
5. Fine A. Defining and Diagnosing Hematuria. The Canadian Journal of CME. September
2002
6. Aberdeen JN, Poltiers JI, Sindelfingen TK, Madrid CL, Flensburg TL, Vienna MDS, et
al. European Assoc of Urology Guidelines. 2005
7. Haas GP, Barkin J, Gomella L, Alexnder RB, Averch T, Barthold JS, et al. The Canadian J
of Urology; 15. 2008.
8. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology. 10th
ed. Philadelpia, PA: Elsevier Saunders. 2012
9. Emil A. Tanagho. Smiths General Urology. 17th ed. USA: McGraw Hill: 2008.p.36-45

22

Anda mungkin juga menyukai