Anda di halaman 1dari 33

Diare

I. Uraian Kasus
Bapak BB (40 tahun) menderita diare. Selama seharian buang air besar (BAB) sebanyak 3
kali, mencret dan berlendir. Dia juga mengeluhkan mules diperutnya. Hasil pemeriksaan fisik
:
TD : 117/80 (normal 120/80)
Nadi : 70x/menit (normal 60-100x/menit)
Tugor kulit : normal, ekstrimitas : hangat
Suhu badan : 37,5 C (normal 37 C)

Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan adanya leukosit dalam tinjanya.


Riwayat alergi : golongan betalaktam dan turunannya.

Pertanyaan :
1. Evaluasi kasus tersebut diatas!
2. Bagamana penatalaksanaan terapi yang cocok untuk kasus tersebut?
3. Evaluasilah kerasionalan obat yang anda pilih untuk terapi dari kasus tersebut diatas menurut
pedoman 4T1W!

II. Penyelesaian Kasus (SOAP)


Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,
Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :

SUBYEKTIF
Nama : Bapak BB
umur : 40 thn
jenis kelamin : laki-laki
Keluhan :selama sehariaan buang air besar (BAB)
sebanyak 3 kali, mencret dan berlendir.
OBYEKTIF

Jenis hasil Nilai normal keterangan


pemeriksaan
Tekanan darah 117/80 mmHg 120/80 mmHg normal
Nadi 70x permenit 60-100 x normal
permenit
Tugor kulit Normal, normal normal
Ekstrimitas hangat
suhu tubuh 37,5 C 37,0 C Sedikit diatas
normal
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan adanya leukosit dalam tinjanya.
ASSIGMENT
Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan laboratorium pasien mengalami diare spesifik yang
mana adanya infeksi yang diakibatkan karena adanya bakteri, parasit dan virus yang dapat
didiagnosa karena adanya leukosit dalam tinja pasien. Diare yang diderita pasien merupakan
diare akut yang mana kejadiannya mendadak dan pasien mengalami kurang dari 2 minggu.
Dan pasien tidak mengalami dehidrasi karena tidak adanya keluhan yang menandakan pasien
termasuk kategori dehidrasi.
PLANNING
TUJUAN TERAPI :
Mencegah dehidrasi
Menyembuhkan diare
Mencegah bertambah parahnya diare
Mencegah kekambuhan
SASARAN TERAPI
Mengatasi dehidrasi dengan pemberian cairan elektrolit
Menghilangkan faktor penyebab diare

STRATEGI TERAPI
(Algoritma terapi (Dipiro, 2002))

RENCANA TERAPI
TERAPI NON FARMAKOLOGI
- memperbanyak meminum air putih
- menjaga kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi.
- menghindari soda dan minuman tinggi kadar glukosa.

TERAPI FARMAKOLOGI
-Oralit 400ml setiap setelah BAB hingga konsistensi tinja pasien normal.
-tablet ciprofloxacin, 500 mg 2x sehari selama 5 hari, diminum sebelum makan.

Analisa kerasionalan obat

Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang


digunakan dengan empat kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan
waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas
obat yang digunakan:
1. Tepat Indikasi
NAMA INDIKASI MEKANISME KETERANGAN
OBAT
Oralit Untuk Glukosa Tepat indikasi
mencegah dan menstimulasi secara
mengatasi aktif transfor Na dan
dehidrasi air melalui dinding
usus. (Tjay, 2007).
ciprofloxaci Mengobati Menghambat DNA Tepat indikasi
n infeksi yang gyrase bakterisid
disebabkan sehingga sintesa
oleh bakteri DNA kuman dapat
yang sensitif dicegah (Sukandar,
terhadap 2008).
ciprofloxacin

2. Tepat obat
NAMA Drug of choice KETERANGAN
OBAT
oralit Secara oral Diberikan pada pasien Tepat obat
karena pasien masih dalam keadaan
sadar.
ciprofloxaci Harga lebih murah dibandingkan Tepat obat
n dengan obat gol quinolon lain.

3. Tepat pasien
NAMA KONTRA INDIKASI KETERANGAN
OBAT
Oralit Obstruksi atau perforasi usus Tepat pasien
(Anonim, 2008)
ciprofloxaci Hipersensitiv terhadap golongan Tepat pasien
n kuinolon. (Anonim, 2008)

4. Tepat regiment obat


NAMA REGIMENT STANDART REGIMEN YANG
OBAT DISARANKAN
Oralit Untuk dewasa 400 ml Untuk dewasa 400 ml
setiap setelah BAB setiap setelah BAB sampai
(Sukandar, 2008). konsistensi tinja normal.
ciprofloxaci Oral 500 mg 2x sehari Oral 500 mg 2x sehari
n selama 1-5 hari. Sebelum selama 5 hari. Sebelum
makan (Thielman, 2004). makan

5. Waspada Efek Samping


NAMA EFEK SAMPING KETERANGAN
OBAT
Oralit Hiperkalemi dan Gunakan pengenceran oralit
hipernatremia (Anonim, dengan tepat
2008)
ciprofloxaci Kristaluria, hematuria Banyak minum air putih
n (Tjay,2007 )

MONITORING DAN TINDAK LANJUT


Monitoring terhadap terapi dilakukan setelah penggunaan antibiotik habis, yaitu dilakukan
monitoring terhadap konsistensi tinja.
Apabila terapi antibiotik tidak memberikan respon maka dilakukan monitoring terhadap
pemeriksaan kultur tinja, untuk mengetahui bakteri yang menginfeksi, sehingga dapat
digunakan antibiotik yang tepat dan spesifik.
Konsultasi, Informasi & Edukasi Pasien (KIE)
Memberikan informasi kepada pasien tentang obat yang harus diminum. Oralit digunakan
untuk mengganti cairan tubuh. Di minum 400 ml (2 sachet), diminum setiap setelah BAB,
sedangkan ciprofloxasin di gunakan untuk mengobati infeksi penyebab diare, diminum 2x
sehari 1 tablet (500 mg) sebelum makan, dalam keadaan perut kosong. Makanan dapat
mengurangi penyerapan ciprofloxacin. Ciprofloxacin harus diminum sampai habis.
Memberikan informasi kepada pasien mengenai efek samping yang bisa muncul.
Menyarankan kepada pasien untuk mematuhi terapi non farmakologi guna menunjang
keberhasilan terapi.
Bila belum membaik konsultasikan ke dokter.
Memberitahukan kepada pasien cara pencegahan dan penatalaksanaan diare secara tepat agar
tidak terulang kembali
I. Uraian Kasus
Akibat dari erupsi merapi, seorang ibu (50 tahun) mengalami pedih dan gatal
dimata, bersin-bersin terus-menerus, hidung berair dan hidung tersumbat.
Ditempat pengungsian merasa sangat tidak nyaman karena badan agak demam
dan batuk-batuk terus menerus sepanjang malam. Dari pos pengobatan dia
mendapatkan FLUDEXIN kaplet.

II. Penyelesaian Kasus (SOAP)


Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,
Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :

SUBYEKTIF
Nama : ibu
Umur : 50th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Keluhan : pedih dan gatal dimata, bersin
terus menerus, hidung berair dan tersumbat, badan agak
demam dan batuk sepanjang malam.
Riwayat penyakit : hipertensi
.
OBYEKTIF
Jenis pemeriksaan hasil Nilai normal keterangan
Tekanan darah 140/90 mmHg 120/80 mmHg Diatas normal
suhu tubuh 37,5 C 37,0 C Sedikit diatas normal

ASSIGMENT
berdasarkan gejala yang dialami pasien didiagnosa mengalami rinitis alergi dan
batuk.

PLANNING
TUJUAN TERAPI :
Menghilangkan penyebab alergi.
Mengurangi atau meminimalkan gejala rhinitis alergi
Mencegah terjadinya alergi (kekambuhan)
Mempertahankan pola hidup normal pasien

SASARAN TERAPI
Rhinitis alergi
Gejala yang menyertai rhinitis
Penyebab rhinitis alergi

STRATEGI TERAPI

(Algoritma terapi (Ikawati,2007 ))

RENCANA TERAPI
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Mengurangi & menghindari paparan alergen
Tidak menggunakan karpet, atau bantal yang berdebu.
Cukup Istirahat
Gunakan masker
TERAPI FARMAKOLOGI
Asumsi 1 (apabila pasien beraktivitas)
Loratadin 10mg 1x sehari
Pseudoefedrin 60 mg tiap 6 jam

Asumsi 2 (apabila pasien tidak banyak aktivitas)


CTM 4 mg tiap 6 jam
Pseudoefedrin 60 mg tiap 6 jam

Analisa kerasionalan obat


Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang
digunakan dengan empat kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien,
tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah
uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan:

1. Tepat Indikasi
NAMA OBAT INDIKASI MEKANISME KETERANGAN
Loratadin Rinitis alergi (bersin, pilek,rasa gatal pada hidung dan mata).
Menstabilkan membran sel mast (Schmitz, 2009)
Tepat indikasi
Pseudoefedrin Meringankan gejala salesma dan alergi. Bekerja pada reseptor ,
1 dan 2. efek perifer efedrin melelui kerja langsung dan pelepasan NE
endogen (Anonim, 2007) Tepat indikasi
CTM Rinitis, utikaria, hay fever (Sukandar, 2008) antagonis reseptor H1,
klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah,
bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu klorfeniramin maleat dapat
merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat (Tjay, 2007) Tepat
indikasi

2. Tepat obat
NAMA OBAT Drug of choice KETERANGAN
Loratadin Merupakan obat antihistamin generasi kedua yang memiliki obat
antisedatif dan antikolinenergik minimal, mempunyai masa kerja yg panjang
sehingga penggunaanya praktis karena cukup diberikan 1x sehari. Tepat obat
Pseudoefedrin Sebagai obat dekongestan yang umum dipakai. Dan lebih aman
digunakan, serta tidak mengakibatkan perubahan tekanan darah atau denyut
jantung yang signifikan. Tepat obat
CTM Berdasarkan algoritma, dan secara umum digunakan untuk mengatasi
alergi Tepat Obat

3. Tepat pasien
NAMA OBAT KONTRA INDIKASI KETERANGAN
Loratadin Hipersensitivitas atau idiosinkrasi terhadap komponennya (Sukandar,
2008) Tepat pasien
Pseudoefedrin Penggunaan bersama terapi MAOI (Anonim, 2008) Tepat pasien
CTM Hipersensitivitas (Sukandar, 2008)

4. Tepat regiment obat


NAMA OBAT REGIMENT STANDART REGIMEN YANG DISARANKAN
Loratadin 10 mg 1x sehari (Sukandar, 2008) 10 mg 1x sehari
Pseudoefedrin 60 mg tiap 4-6 jam (Sukandar, 2008) 60 mg tiap 6 jam
CTM 4 mg tiap 6 jam
(Sukandar, 2008) 4 mg tiap 6 jam

5. Waspada Efek Samping


NAMA OBAT EFEK SAMPING KETERANGAN
Loratadin Pusing, letih, mulut kering (Sukandar, 2008) Istirahat, jika efek
samping berlebihan konsultasi ke dokter.
Pseudoefedrin Pada SSP dan jantung (Tjay, 2007) Bila timbul efek samping
konsultasi ke dokter
CTM Mulut kering, mengantuk, pandangan kabur (Sukandar, 2008) Jangan
mengemudi

MONITORING DAN TINDAK LANJUT


Monitoring terhadap gejala yang menyertai rhinitis alergi, jika gejalanya
terkontrol tetapi efek samping tidak dapat diterima maka dosis dapat
disesuaikan atau diganti dengan obat lain yang masih satu golongan terapi.
Jika gejala tidak terkontrol amati kepatuhan pasien terhadap terapi.
Dilakukan monitoring terhadap penggunaan obat selama 3-5 hari. Monitoring
gejala dan ESO.
Konsultasi, Informasi & Edukasi Pasien (KIE)
Memberikan informasi tentang obat kepada keluarga dan pasien, mengenai
obat loratadin yang berfungsi mengatasi penyakit rinitis alergi, digunakan 1
tablet sehari, sedangkan untuk mengatasi gejala hidung tersumbat digunakan
obat Pseudoefedrin 1 tablet tiap 6 jam (4x sehari),dan apabila yang digunakan
CTM maka diminum 1 tablet tiap 6 jam (4X sehari)
Memberikan pengertian kepada pasien untuk menghindari alergen (debu, bulu
binatang, serbuk bunga) agar rhinitis alergi tidak terjadi.
Memberikan informasi, instruksi dan peringatan kepada pasien tentang efek
terapi obat dan efek samping yg mungkin timbul selama pengobatan.

PEMBAHASAN

Pada kasus ini didapatkan assessment bahwa pasien mengalami rhinitis alergi,
dengan tanda bahwa pasien mengalami alergi yang diakibatkan oleh debu yang
diakibatkan oleh erupsi merapi. Alergi pada pasien termasuk alergi perrenial
yang terjadi tanpa tergantung musim.
Mekanisme terjadinya bersin-bersin karena rangsangan pada ujung saraf
sensoris (vidianus), yang mana diakibatkan adanya pengeluaran plasma dari
pembuluh darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang
menyebabkan terjadinya edema, berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid
dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung.
Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan hipersekresi
dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Adanya reaksi yang
diakibatkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel
endotel postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion
Mollecule (VCAM) dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil
menempel pada sel endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi
sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam
mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan
mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived
Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang
menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung. Hal tersebut
yang menyebabkan adanya gejala klinis berupa sumbatan di hidung.
Untuk mengatasi rhinitis alergi tersebut digunakan obat dengan dua asumsi.
Pada algoritma, pemilihan obat utama sesuai dengan gejala maka digunakan
obat antihistamin, sehingga digunakan CTM atau Loratadin. Dengan asumsi
bahwa:
Asumsi pertama:
Digunakan apabila pasien memiliki banyak aktifitas sehingga digunakan obat
yang memiliki efek sedatif yang minim hingga tidak ada. Anti histamin generasi
kedua yang beraksi perifer seperti astemizol, loratadin, cetrizin, dan terfenadin
yang memiliki efek sedatif minimal (seperti terlihat dalam tabel 4). Lebih
terpilihnya Loratadin dengan alasan lebih efisien penggunaannya cukup satu kali
sehari. namun, ternyata cetrizin dan astemizol juga dapat digunakan satu kali
sehari. Maka dibandingkan ketiga obat tersebut, yang mana ternyata obat
Loratadin yang lebih memiliki efek sedatif minimal hingga tidak ada (tabel 93.4;
Dipiro, 2002). Dengan melihat usia pasien yang hampir mendekati lansia maka,
Loratadin merupakan salah satu pilihan obat antihistamin yang tepat untuk
pengobatan rinitis alergi pada pasien usia lanjut (Ikawati, 2007)

Tabel 4 : obat anti histamin yang sering digunakan dan sifat-sifatnya


Untuk mengatasi hidung tersumbat pada pasien digunakan obat
dekongestan.dekongestan yang banyak dipakai adalah fenilpropanolamin,
efedrin, dan pseudoefedrin. Dari ketiga obat tersebut, terpilih pengobatn dengan
pseudoefedrin karena fenilpropanolamin dan efedrin memiliki indeks terapi yang
sempit. Keduanya dapat menyebabkan hipertensi pada dosis mendekati dosis
terapetiknya. Dan pseudoefedrin merupakan obat yang paling aman dari ketiga
obat tersebut, dosis sampai 180mg tidak menyebabkan perubahan tekanan
darah atau denyut jantung yang signifikan (Ikawati, 2007).

Asumsi kedua, pada pasien yang tidak memiliki banyak aktivitas maka
disarankan untuk menggunakan obat CTM (klorfeniramin maleat), hal ini karena
CTM memiliki efek sedatif yang dapat membantu pasien untuk beristirahat.

Apabila terapi belum berhasil, maka dapat diteruskan dengan pengobatan sesuai
algoritma. Untuk tujuan terapi adalah menghilangkan gejala dengan pemberian
dekongestan dan antitusif dan bisa juga dengan antiinflamasi. Antiinflamasi yang
dapat digunakan adalah kortikosteroid yang diberikan secara intranasal. Karena
kortikosteroid intranasal memberikan efek penyembuhan yang lebih besar
daripada antihistamin terhadap gejala-gejala rinitis seperti bersin-bersin, gatal-
gatal, post nasal drip dan hidung berair. Steroid intranasal memiliki efek samping
kecil, dan dapat menghambat respon alergi baik pada fase awal atau fase lambat
(Ikawati, 2007).
Terapi non farmakologi yang harus dilakukan oleh pasien adalah mengurangi dan
menghindari paparan alergen dengan mengamati benda-benda apa yang
menjadi pencetus (debu, serbuk sari, bulu binatang, dll), Jika perlu pastikan
dengan skin test dan Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, memakai masker
apabila masih terjadi polusi udara akibat erupsi merapi. Tidak menggunakan
karpet, atau bantal yang berdebu.pasien disarankan untuk cukup Istirahat.
Untuk monitoring dan evaluasi, dilakukan monitoring terhadap gejala yang
menyertai rhinitis alergi, jika gejalanya terkontrol tetapi efek samping tidak
dapat diterima maka dosis dapat disesuaikan atau diganti dengan obat lain yg
masih satu golongan terapi, Jika gejala tidak terkontrol amati kepatuhan pasien
terhadap terapi, Dilakukan monitoring terhadap penggunaan obat selama 3-5
hari. Monitoring gejala dan ESO (Efek Samping Obat).
Pada konsultasi, informasi dan edukasi pasien, yaitu dengan memberikan
informasi tentang obat kepada keluarga dan pasien, mengenai obat loratadin
yang berfungsi mengatasi penyakit rinitis alergi, digunakan 1 tablet sehari.
Sedangkan untuk mengatasi gejala hidung tersumbat digunakan obat
Pseudoefedrin 1 tablet tiap 6 jam (4x sehari),dan apabila yang digunakan CTM
maka diminum 1 tablet tiap 6 jam (4X sehari). Memberikan pengertian kepada
pasien untuk menghindari alergen (debu, bulu binatang, serbuk bunga) agar
rhinitis alergi tidak terjadi. Memberikan informasi, instruksi dan peringatan
kepada pasien tentang efek terapi obat dan efek samping yangg mungkin timbul
selama pengobatan.

KESIMPULAN
Pasien mengalami rhinitis alergi, dengan tanda bahwa pasien mengalami alergi
yang diakibatkan oleh debu yang diakibatkan oleh erupsi merapi. Alergi pada
pasien termasuk alergi perrenial yang terjadi tanpa tergantung musim.
Pengobatan farmakologinya:
Asumsi 1 (apabila pasien beraktivitas): Loratadin 10mg 1x sehari dan
Pseudoefedrin 60 mg tiap 6 jam. Karena Loratadin memiliki efek sedatif yang
minimal.
Asumsi 2 (apabila pasien tidak banyak aktivitas): CTM 4 mg tiap 6 jam dan
Pseudoefedrin 60 mg tiap 6 jam, karena CTM mempunyai efek samping
mengantuk.
Terapi non farmakologi yang harus dilakukan oleh pasien adalah mengurangi
dan menghindari paparan alergen dengan mengamati benda-benda apa yang
menjadi pencetus (debu, serbuk sari, bulu binatang, dll), Jika perlu pastikan
dengan skin test dan Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, memakai masker
apabila masih terjadi polusi udara akibat erupsi merapi. Tidak menggunakan
karpet, atau bantal yang berdebu.pasien disarankan untuk cukup Istirahat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, 74, Departemen Farmakologi dan
Terapetik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Anonim, 2008, Mims Indonesia, Edisi 8, 83, PT Info Master, Jakarta
Hamdani, S.,2010, Klorfeniramin Maleat (CTM), from
http://kimiafarmasi.wordpress.com/2010/09/04/klorfeniramin-maleat-ctm/,
diakses 19 November 2010
Ikawati, Z., 2007. Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan. 21, 22, 23, 27, 33-
34, Pustaka Adipura, Yogyakarta
Schmitz, G., dkk, 2009, Farmakologi dan Toksikologi, Edisi 3, 95, EGC, Jakarta
Sukandar, E.Y., dkk, 2008, Iso Farmakoterapi, 476-481, 484, PT ISFI penerbitan,
Jakarta
Tjay, Toan Hoan., Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, 659, 819,
Gramedia, Jakarta
Tohar, Billy Anthoni., 2007, Rhinits Alergi, from
http://www.scribd.com/doc/24369014/Rhinitis-Alergi, diakses tanggal 19
November 2010
Waisya,R.,2008, Penyebab Batuk, Gejala, dan Pengobatannya, from
http://ranywaisya.wordpress.com/2008/11/24/penyebab-batuk-gejala-dan-
pengobatannya/, diakses tanggal 19 November 2010

Diposkan oleh bEtty puTrii FARMASi di 22.54 Tidak ada komentar: Link ke posting
ini

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan


ke Pinterest

betty pUtrii pEndawii boCah FaRmasi: sindroma cushing


betty pUtrii pEndawii boCah FaRmasi: sindroma cushing

Diposkan oleh bEtty puTrii FARMASi di 22.45 Tidak ada komentar: Link ke posting
ini

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan


ke Pinterest

sindroma cushing

I. Uraian Kasus
Ny S, (32 th, 73 kg, 158 cm) datang kerumah sakit dikirim oleh bidan dengan
keterangan pre eklamsia. Ny S merasakan Badan lemah dan mudah lelah sejak 1
minggu terakhir. Badan sering gemetar sejak 2 tahun. Saat ini sedang hamil
pertama dengan umur kehamilan 5 bulan. Selama rawat jalan dinyatakan
menderita tekanan darah tinggi (terakhir 180/120 mmHg). Mata kabur sejak 2
bulan,rambut rontok sejak 2 tahun, pungung terasa nyeri dan sulit membungkuk,
kaki sering bengkak. Hasil pemeriksaan fisik :
TD : 180/130 (normal 120/80)
Nadi : 88x/menit (normal 60-100x/menit)
RR : 20 x/ menit
Suhu Tubuh : 37 C
Hasil pemeriksaan kimia klinik:
GDP : 78 mg/dl
GD : 2 jam pp 232 mg/dl
Kortisol :1297 nmol/l
ACTH : 5 pg/ml

Pertanyaan :
1. Bagaimana menyelesaikan kasus diatas ?
2. Apa obat pilihan dan alternatif kasus diatas?
3. Bagaimana monitoring dan follow up yang dilakukan ?

II. Penyelesaian Kasus (SOAP)


Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,
Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :
SUBYEKTIF
Nama : Ny S
umur : 32 thn
jenis kelamin : Perempuan
BB : 73 kg
TB : 158 cm
Keluhan : Badan lemah dan mudah lelah sejak 1 minggu terakhir. Badan sering
gemetar sejak 2 tahun. Mata kabur sejak 2 bulan,rambut rontok sejak 2 tahun,
pungung terasa nyeri dan sulit membungkuk, kaki sering bengkak.

OBYEKTIF
Jenis pemeriksaan hasil Nilai normal keterangan
Tekanan darah 180/130 mmHg 120/80 mmHg normal
Nadi 88x permenit 60-100 x permenit normal
RR 20x permenit 18-20x/menit normal
suhu tubuh 37,5 C 37,0 C Sedikit diatas normal
GDP 78 mg/ dl 70-110 mg/dl normal
GD 2 jam pp 232 mg/dl < 140 mg/dl Diatas normal Kortisol 1297 nmol/ l (46,99
/dl ) Sore < 5 /dl Pagi 5-25 /dl Diatas normal ACTH 5 pg/ml 6-39 pg/ml
Dibawah normal ASSESMENT Dengan melihat gejala yang ditandai dengan
hipertensi, peningkatan produksi kortisol peningkatan androgen adrenal yang
menyebabkan rambut kepala rontok maka pasien didiagnosa mengalami
sindroma cushing. PLANNING TUJUAN TERAPI : Menyelamatkan ibu
Mencegah kejang Menurunkan tekanan darah SASARAN TERAPI Menurunkan
tekanan darah hingga batas normal RENCANA TERAPI TERAPI NON
FARMAKOLOGI Istirahat yang cukup Menghindari stress Konsumsi
makanan yang bergizi TERAPI FARMAKOLOGI Aminoglutetimid 20 mg/hari
Nifedipin 10 mg 4xsehari MgSO4 Dosis awal 4 gram magnesium sulfat,
intravena sebanyal 1 g/menit, ditambah 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan
4 gram di bokong kanan. Dosis pemeliharaan Diberikan 4 gram intramuskuler,
setelah 6 jam pemberian dosis awal,selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler
setiap 6 jam Analisa kerasionalan obat Analisis rasionalitas terapi dilakukan
dengan melakukan analisis obat-obat yang digunakan dengan empat kategori
yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan waspada terhadap
efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas obat
yang digunakan: 1. Tepat Indikasi NAMA OBAT INDIKASI MEKANISME
KETERANGAN Aminoglutetimid Karsinoma korteks adrenal, karsinoma payudara
Menghambat konversi kolesterol menjadi -5-pregnenolon. Penghambatan
menyebkan gangguan produksi kortisol, aldosteron, dan seks streoid (Anonim,
2007). Tepat indikasi Nifedipin Hipertensi Esensial Menghambat masuknya Ca ke
dalam sel-sel otot jantung dan sel-sel otot polos dinding arteri. Oleh karena itu,
konstraksi sel dihambat dengan efek vasodilatasi (Tjay, 2007) Tepat indikasi
MgSO4 Profilaksis kejang preeklampsia menghambat pelepasan asetilkolin dan
menurunkan kepekaan motor endplate Tepat indikasi 2. Tepat obat NAMA OBAT
Drug of choice KETERANGAN Aminoglutetimid Tepat digunakan untuk
pengobatan sindrima cushing selama kehamilan untuk menghindarai akibat yang
buruk pada ibu dan janinya. Tepat obat Nifedipin Cocok dalam menangani
tekanan darah tinggi pada preeklamsia. Tepat obat MgSO4 untuk mengobati
kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin) Tepat obat 3.
Tepat pasien NAMA OBAT KONTRA INDIKASI KETERANGAN Aminoglutetimid Tepat
pasien Nifedipin Laktasi, shock CAFE, hipersensitf terhadap penghambat kanal
Ca Tepat pasien MgSO4 Hipersensitif terhadap magnesium, adanya blok pada
jantung, penyakit Addison, kerusakan otot jantung, hepatitis berat, atau
myasthenia gravis. Tepat pasien 4. Tepat regiment obat NAMA OBAT REGIMENT
STANDART REGIMEN YANG DISARANKAN Aminoglutetimid 10-20 mg/hari 20
mg/hari Nifedipin 10 mg 3-4/hari (Anonim, 2007) 10 mg 4xsehari MgSO4 Dosis
awal 4 gram magnesium sulfat, intravena sebanyal 1 g/menit, ditambah 4 gram
intra muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan. Dosis pemeliharaan
Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal,
selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam Dosis awal 4 gram
magnesium sulfat, intravena sebanyal 1 g/menit, ditambah 4 gram intra
muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan. Dosis pemeliharaan
Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal,
selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam 5. Waspada Efek
Samping NAMA OBAT EFEK SAMPING KETERANGAN Aminoglutetimid Demam,
mialgia, artragia, malaise Nifedipin Sakit kepala, muka merah, pusing, ruam kulit,
mual, nyeri mata (Anonim, 2007) MgSO4 kolik MONITORING DAN TINDAK LANJUT
Memastikan kondisi kesehatan janin dan ibu. Memonitoring tekanan darah
tinggi pasien, kadar kortisol. Konsultasi, Informasi & Edukasi Pasien (KIE)
Memberikan informasi kepada pasien mengenai obat, cara pemakaian dan
jangka waktu pemakaian. Memberikan informasi kepada pasien tentang efek
samping obat. Jika terjadi eso konsultasikan ke dokter. Menganjurkan
melakukan tindakan non farmakologi untuk menunjang keberhasilan
pengobatan.. Memberikan informasi kepada pasien tentang faktor resiko atau
pemicu penyakit supaya dapat dihindari. Memberikan informasi terhadap
pasien mengenai penyakit dan menyarankan untuk melakukan pemeriksaan MRI
kepala dan CT Scan. BAB III PEMBAHASAN Dengan melihat gejala yang ditandai
dengan hipertensi, peningkatan produksi kortisol peningkatan androgen adrenal
yang menyebabkan rambut kepala rontok maka pasien didiagnosa mengalami
sindroma cushing. Semua sindroma Cushing endogen disebabkan oleh
peningkatan produksi kortisol oleh adrenal apapun etiologinya. Penyebab
sindroma Cushing dibagi menjadi tergantung ACTH dan tidak tergantung ACTH .
Tipe tergantung ACTH disebabkan oleh kadar ACTH berlebih dan
mengakibatkaan hiperplasia adrenal bilateral. Tipe ini mempunyai 2 penyebab,
yaitu adenoma pituitari dan tumor nonpituitari. Adanya keluhan pasien berupa
badan lemah dan mudah lelah sejak 1 minggu terakhir. Badan sering gemetar
sejak 2 tahun. Mata kabur sejak 2 bulan,rambut rontok sejak 2 tahun, pungung
terasa nyeri dan sulit membungkuk, kaki sering bengkak. Hormon androgen yang
diproduksi oleh korteks adrenal terutama bentuk dehydroepiandrosterone
(DHEA). Hormon ini disekresi dalam jumlah besar hanya bila korteks adrenal
hiperaktif. Peningkatan androgen adrenal pada wanita yang menyebabkan
terjadinya rambut rontok. Peningkatan androgen pada penderita ini
mengarahkan dugaan bahwa penyebab sindroma Cushing adalah tumor adrenal
terutama karsinoma adrenal. Pada kasus ini pasien mengalami hipertensi.
Hipertensi pada penderita sindroma Cushing disebabkan oleh peningkatan
produksi angiotensin II sebagai akibat dari peningkatan produksi
angiotensinogen oleh hepar, peningkatan aktivitas pembuluh darah terhadap
hormon vasokonstriksi, penurunan reuptake hasil degradasi katekolamin, atau
hambatan pada vasodilator seperti kinin dan prostaglandin. Data juga
menunjukkan adanya peningkatan pada kortisol. Konsentrasi kortisol yang tinggi
mempunyai efek seperti mineralokortikoid antara lain retensi air dan natrium dan
menyebabkan hipokalemia. Kortisol berinteraksi secara cepat dengan reseptor
mineralokortikoid. Kadar kortisol bebas serum 150 lebih tinggi daripada kadar
aldosteron serum, akibatnya reseptor mineralokortikoid jenuh oleh kortisol pada
sebagian besar jaringan kecuali ginjal. Sel-sel ginjal mengubah kortisol menjadi
kortison (bentuk inaktif kortisol) dengan cepat, menjadikan aldosteron sebagai
regulator utama pada reabsorbsi natrium dan ekskresi kalium. Kadar kortisol
adalah 1297 nmol/l (46,99 g/dl). Kadar kortisol pada kehamilan meningkat
setinggi 35 g/dl karena terjadi peningkatan cortisol binding globulin. Kadar
ACTH dapat digunakan untuk membedakan penyebab sindroma Cushing,
tergantung ACTH atau tidak tergantung ACTH. Sebagian besar tumor adrenal
(tipe tidak tergantung ACTH) menyebabkan kadar ACTH rendah atau tidak
terukur. Apabila kadar yang terukur < 10 pg/ml berarti sindroma Cushing tidak
tergantung ACTH, antara 1020 pg/ ml berarti indeterminate dan tes harus
diulang. Apabila kadarnya > 20 pg/ml berarti sindroma Cushing tergantung
ACTH. Pada penderita ini kadar ACTH di bawah normal yaitu 5 pg/ml (N: 639
pg/ml), memperkuat dugaan bahwa penyebab sindroma Cushing pada pasien ini
adalah tumor adrenal, untuk lebih memastikan maka harus adanya pemeriksaan
MRI kepala, dan pemeriksaan CT scan abdomen untuk memastikan adanya
tumor adrenal.
Terapi farmakologi yang digunakan adalah Aminoglutetimid 20 mg/hari, karena
telah ada sebuah laporan telah dibuktikan adanya hubungan antara terapi
hiperkortisolisme dengan penurunan morbiditas dan mortilitas janin, namun
belum pernah diungkapkan pengaruhnya terhadap ibu. Pengobatan sindroma
cushing melalui terapi medis meliputi metirapon, aminoglutetimid, dan
ciproheptadin. Yang dilaporkan angka kelahiran prematur sebanyak 47,1% pada
kasus terapi dibandingkan 72,1% pada kasus yang hanya mendapatkan terapi
suportif. Dari ketiga obat diatas, metirapon adalah obat yang dapat digunakan
dalam mendiagnosapenyebab sindroma cushing, tergantung ACTH atau tidak
tergantung ACTH. Namun pada pasien telah diketahui kadar ACTH, jadi terapi
dengan metirapon tidak diperlukan. Sedangkan ciproheptadin, memiliki
mekanisme yang tidak langsung. Sehingga lebih tepat digunakan
Aminoglutetimid.
Nifedipin (kerja singkat), digunakan dalam menangani hipertensi pasien.
Nifedipin ini paling sering menyebabkan hipotensi dan dapat menyebabkan
iskemia miokard atau serebral, sehingga perlu adanya pemantauan. Dosis yang
diberikan 10 mg 4xsehari. Bila pada jam ke-4 tekanan diastolik belum turun
sampai 20%, berikan tambahan 10 mg oral (dosis max. 80 mg/hari).
Magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk mengobati kejang eklamptik
(dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang
efektif dan membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran
darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol
kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan
fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke uterus. MgSO4
dengan Dosis awal 4 gram magnesium sulfat, intravena sebanyal 1 g/menit,
ditambah 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan,
Dosis pemeliharaan Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian
dosis awal,selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam. Selama
pemberian MgSO4 perhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas, serta wajah
merah. MgSO4 boleh digunakan selama kehamilan (Kategori A); obat ini masuk
dalam air susu ibu sehingga disarankan tidak digunakan pada saat menyusui.
Penggunaan bersamaan dengan nifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan
blokade neuromuskular. Maka perlu adanya pemantauan secara intensif
terhadap pasien.
Monitoring dan tindak lanjut, Memastikan kondisi kesehatan janin dan ibu,
Memonitoring tekanan darah tinggi pasien, kadar kortisol. Konsultasi, Informasi
dan Edukasi Pasien (KIE), Memberikan informasi kepada pasien mengenai obat,
cara pemakaian dan jangka waktu pemakaian, Memberikan informasi kepada
pasien tentang efek samping obat. Jika terjadi eso konsultasikan ke dokter,
Menganjurkan melakukan tindakan non farmakologi untuk menunjang
keberhasilan pengobatan, Memberikan informasi kepada pasien tentang faktor
resiko atau pemicu penyakit supaya dapat dihindari, Memberikan informasi
terhadap pasien mengenai penyakit dan menyarankan untuk melakukan
pemeriksaan MRI kepala dan CT Scan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000, IONI, Departemen Kesehatan, jakarta


Anonim, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Departemen Farmakologi dan
Terapetik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Tjay, Toan Hoan., Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, Gramedia,
Jakarta

Diposkan oleh bEtty puTrii FARMASi di 22.41 Tidak ada komentar: Link ke posting
ini

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan


ke Pinterest

Euthyroid sick syndrome (ESS)

I. URAIAN KASUS
Seorang perempuan ibu rumah tangga 49 thn, Masuk RS karena keluhan kedua
kaki sulit digerakkan sejak 1 bulan sebelumnya. Keluhan ini sampai membuat
kedua kaki tidak bisa digerakkan sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan kesemutan dan kaku pada kedua kaki.
Keluhan ini tidak berkurang meskipun pasien sudah istirahat. Selain itu, pasien
juga mengeluh kesemutan pada kedua kaki.
Pemeriksaan MRI : space occupaying lession (SOL) pada posterior kanalis
spinalis. Hasil pemeriksaan laboratorium kimia darah : albumin:2,3 g/dL; BUN:7,2
mg/dL; SC:0,67; glukosa: 86mg/dl; AST: 18 IU/L; ALT; 123 IU/L; K: 4,08mmol/L.
pemeriksaan fungsi hormon tiroid: TSH: <0,05 uIU/mL; T3: 0,49 nmol/L; T4:
96,91 nmol/L.hasil pemeriksaan kortisol serum pagi 5,07 mikogram/dl
Pertanyaan :
1. Analisa kasus tersebut diatas ?
2. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut di atas?
3. Bagaimana monitoring dan follow up yang dilakukan ?

II. ANALISA KASUS:


Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,
Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :
Subyektif
Nama :
umur : 49 thn
jenis kelamin : wanita
TB : -
BB : -
Keluhan : kedua kaki sulit digerakkan sejak 1 bulan sebelumnya, sampai kedua
kaki tidak bisa digerakkan ; kesemutan dan kaku pada kedua kaki.
Riwayat penyakit : Pasien mengaku tidak pernah mengalami jatuh, trauma
tulang belakang dan penyakit kelenjar tiroid. Pasien juga tidak punya riwayat
penyakit jantung, kencing manis, hipertensi

Obyektif
Pemeriksaan MRI : Space Occupying Lession (SOL) pada posterior kanalis
spinalis. Hasil pemeriksaan laboratorium kimia darah dan pemeriksaan fungsi
hormon tiroid sebagai berikut :
No. Jenis Pemeriksaan Data Pasien Data Normal Keterangan
1. Albumin 2,3 g/dL 3,5-5,5 g/dL Menurun
2. BUN 7,2 mg/dL 6-24 mg/dL Normal
3. SC (serum kreatinin) 0,67 mg/dL 0,5-1,2 mg/dL Normal
4. Glukosa 86 mg/dL 70-100 mg/dL Normal
5. AST 18 IU/L <31 IU/L Normal
6. ALT 13 IU/L <32 IU/L Normal
7. Kalium 4,08 mmol/L 3,6-5,5 mmol/L Normal
8. TSH <0,05 uIU/ml 0,25-5 uIU/L Menurun
9. T3 0,49 nmol/L 0,92-2,33 nmol/L Menurun
10. T4 96,91 nmol/L 60-120 nmol/L Normal
11. Kortisol serum pagi 5,07 g/dL 5-25 g/dL Normal

Assesment
Berdasarkan pemeriksaan data klinik pasien maka pasien di diagnosa menderita
Euthyroid sick syndrome (ESS) atau kelainan tes fungsi hormon tiroid yang
disebabkan pasien menderita penyakit lesi pada bagian otak (space occupying
lession).

Planning (P)
1). Tujuan Terapi :
Tujuan terapi jangka pendek :
Memastikan lokasi SOL
Mencari etiologi SOL dengan
Menangani penyakit sistemik (lesi pada bagian otak) yang di derita pasien.
Menghilangkan gejala yang menyertai seperti rasa kesemutan dan kaku pada
kedua kaki.
Meningkatkan kadar albumin, untuk mengatur tekanan osmotik di dalam darah
(mempertahankan volume darah).

Tujuan terapi jangka panjang :


Meningkatkan taraf hidup pasien.

2). Sasaran Terapi :


Menangani space occupying lession dengan pembedahan.
Menangani gejala (kesemutan, kaku pada kedua kaki)
Meningkatkan kadar albumin, untuk mengatur tekanan osmotik di dalam darah
(mempertahankan volume darah).

3). Strategi Terapi :


Terapi Farmakologi :
- Jika pasien mengalami metastase dilakukan pembedahan, dan jika tidak
metastase digunakan terapi farmakologi.

Terapi Non Farmakologi :


- Dianjurkan untuk menggunakan protein hewani untuk membantu meningkatkan
kadar albumin. Karena pada protein hewani banyak mengandung asam amino
essensial yang penting untuk tubuh namun tubuh tidak bisa memproduksi
sendiri, contoh : glutamine.
- Mengurangi aktifitas fisik yang berat dan menghindari stress fisik dan mental.

Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut


No. Monitoring Rencana Tindak Lanjut
1. Monitoring data-data laboratorium yang berkaitan dengan fungsi hormon
Setelah dilakukan tindakan pembedahan terhadap SOL makatiroid.
dimonitoring kembali fungsi kelenjar tiroid melalui pemeriksaan kadar T4, T3 dan
TSH. Jika kadar T4 mengalami penurunan maka perlu diberikan obat untuk
meningkatkan kadar hormon tiroid, seperti pemberian levotiroksin.
Keadaan dapat dikatakan kembali normal setelah dilakukan pembedahan adalah
jika kadar TSH dan T3 meningkat.
Jika kadar albumin2. Monitoring data-data pemeriksaan kimia darah. terus
mengalami penurunan maka perlu diberikan infus albumin sebelum tindakan
pembedahan SOL dilakukan.
Setelah pembedahan juga perlu kembali dimonitor kadar albumin, karena
protein di dalam tubuh penting sebagai tempat terikatnya T3 dan T4.
3. Monitoring keberhasilan terapi. Dengan memonitor fungsi hormon tiroid (T3,
T4 dan TSH) setelah pembedahan SOL. Jika lesi telah hilang maka fungsi kelenjar
tiroid akan kembali normal.

Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE)


Adapun konsultasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien untuk
menunjang proses pengobatan pasien adalah sebagai berikut :
Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan
keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan.
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya bahwa segala keluhan
yang dialami oleh pasien merupakan suatu syndrome yang akan hilang jika
penyakit sistemik (penyebab) telah dihilangkan/dibedah.

BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan pemeriksaan data klinik pasien, maka pasien di diagnosa menderita


Euthyroid sick syndrome (ESS) atau kelainan tes fungsi hormon tiroid yang
disebabkan pasien menderita penyakit lesi pada bagian otak (space occupying
lession). Dalam menegakan diagnosis ESS belum ada pemeriksaan radiologi
spesifik yang dapat digunakan. Pada pemeriksaan MRI pasien dapat dilihat
bahwa terdapat space occupying lession (SOL) pada posterior kanalis spinalis,
dimana pada keadaan ini terdapat lesi pada ruang intracranial khususnya yang
mengenai otak atau sumsum tulang belakang. Banyak penyebab yang dapat
menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses
otak dan tumor intracranial. Diagnosa tersebut ditegakkan karena turunnya
kadar hormon T3 dan kadar TSH.
Euthyroid sick syndrome (ESS) yang biasa disebut dengan istilah nonthyroidal
illness (NTIs) merupakan suatu istilah yang menggambarkan kelainan pada tes
fungsi tiroid yang diamati pada pasien yang menderita penyakit sistemik di luar
penyakit kelenjar tiroid dan juga pada pasien yang menjalani operasi ataupun
pasien yang sedang puasa, tanpa kelainan pada hipotalamuspituitary tiroid axis
dan juga tanpa kelainan pada kelenjar tiroid sebelumnya. Kelainan tes hormone
tiroid biasanya reversible dan disebabkan oleh gangguan pada
hipotalamuspituitary tiroid axis, ikatan dari hormon tiroid pada protein serum
pengikatnya, ambilan (uptake) hormone tiroid, dan atau metabolisme hormon
tiroid.
Factor penyebab abnormalitas pada ESS diantaranya : (1). Terjadinya gangguan
ikatan antara hormone tiroid dengan protein pengikat dan dengan jaringan.
Abnormalitas serum hormone tiroid berhubungan dengan hambatan bagi
hormone tiroid untuk berikatan dengan protein sehingga akan mengganggu hasil
tes yang menunjukan kadar hormone bebas. Hambatan ikatan ini bisa terjadi
pada serum atau jaringan tubuh yang mungkin akan menghambat ambilan
hormone tiroid oleh sel atau menghambat ikatan dengan reseptor inti dari T3,
yang mana bisa menghambat kerja hormon. (2). Sitokin, terutama interleukin 1
dan 6, tumor nekrosis factor Alfa dan interferon beta. Sitokin diperkirakan
mempengaruhi hipotalamus, pituitary, dan jaringan lain, menghambat produksi
TSH, TRH, tiroglobulin, T3, dan thyroid binding globulins. (3). Kegagalan
deiodinase T4 menjadi T3 di jaringan juga dikatakan mempengaruhi terjadinya
ESS, di samping itu menurunnya aktifitas deiodinase tipe 1 yang mengiodinasi
T4 menjadi T3. (4). Pengaruh terhadap hambatan dan sekresi TRH dan TSH yang
disebabkan oleh sitokin, kortisol, leptin, dan perubahan metabolisme hormon
tiroid. (5). Factor-faktor didalam serum seperti sulfat indoxil, asam hipurat,
bilirubin, NEFA, asam furanoik, yang terdapat dalam keadaan ESS, yang dapat
menghambat transport hormone tiroid. (6). Perubahan dari pengikat hormone
tiroid dalam serum.
ESS berada dalam keadaan eukariotik sehingga pengobatan dengan memberikan
hormon tiroid adalah suatu hal yang tidak perlu, yang penting dilakukan adalah
monitor fungsi hormone tiroid setelah pasien sembuh dari penyakit dasarnya.
Yang membedakan ESS dengan hipotiroid adalah pengukuran nilai TSH dan T3,
dimana pada ESS kadarnya rendah, normal, atau hanya sedikit meningkat,
sedangkan pada hipotiroid TSH mengalami kenaikan yang sangat tinggi dan T3
menurun. SOL (space occupying lession) yang diderita pasien pada daerah
posterior kanalis menyebabkan stenonis thecal sac dan kompresi medulla
spinalis.
Pasien diharapkan melakukan pemeriksaan MRI ulang untuk mengetahui ekstra
dural yang terjadi setinggi torakal berapa, jika pasien terdiagnosa kemungkinan
adanya kemungkinan Metastase DD atau tumor primer, maka dilakukan tindakan
dekompresi laminektomi, pemasangan Stabilization System Immobilization (SSI).
Jika setelah operasi hasil menunjukan metastase adenocarsinoma dilakukan
pembedahan. Apabila pasien tidak mengalami metastase maka diberikan terapi
farmakologi.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

I. Kesimpulan
1) Berdasarkan pemeriksaan fungsi hormon tiroid maka pasien di diagnosa
menderita Euthyroid sick syndrome (ESS) atau kelainan tes fungsi hormon tiroid
yang disebabkan pasien menderita penyakit lesi pada bagian otak (space
occupying lession).
2) Sasaran terapi pada penyakit Euthyroid sick syndrome (ESS) ini adalah
menangani space occupying lession dengan pembedahan, menangani gejala
(kesemutan, kaku pada kaki), meningkatkan kadar albumin, untuk mengatur
tekanan osmotik di dalam darah (mempertahankan volume darah).
3) Pengobatan yang dilakukan pada kasus ini hanyalah mengobati penyakit
dasar/sistemik dan keluhan-keluhan saja, dan tidak diterapi dengan pemberian
hormon tiroid dari luar. Diharapkan dengan mengobati penyakit SOL maka tes
fungsi hormon tiroid juga akan mengalami perbaikan.
4) Jika setelah operasi hasil menunjukan metastase adenocarsinoma dilakukan
pembedahan. Apabila pasien tidak mengalami metastase maka diberikan terapi
farmakologi

II. Saran
1) Untuk lebih menegakkan diagnosis Euthyroid sick syndrome (ESS) perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa sonogram tiroid, tiroid uptake dan
scan serta biopsy tiroid.
Diposkan oleh bEtty puTrii FARMASi di 22.37 Tidak ada komentar: Link ke posting
ini

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan


ke Pinterest

Senin, 10 Januari 2011


kEpergiand Eyang'Kuwh

7 hri meNjeLang 100 haRi kematian mbAH uTi quw....KaKung menyUsuL'y.

Hari ini Tuhan ambiL lg 1 bagian dlm tangga hidUP quw...

Kakung quw. . .

Tiada haL yg lbh menyaKitkan dR hari ini. .

Aq keHilangan k2'y..
-KakungQuw, dan uTi quw-

Tiada yg lbh remuG dr bAtin quw sat qu dgR ktiadaan mu...

Trasa begitu lumPuh sLuruH p'sEndianQuw,


LulUH lantaH kini p'taHananQuw d pelupuG mata yg menaHan aliRan gej0lag
Raza keHilangan mu....

Aq menanGist...

Aq menaHan teriaKand yg bEgiTu saKit di dada ini,..


Aq menaHan jeRitant dr haTi yg t'k0yag,.

Kakung. . .
Ini Tp bkn menyESali yg tjadi padamu,.

Aq tw,.. engkau dciptakan dr tANah dan kmbALi k tanaH...

Bkn ttg kmatian mu kakUng quW,.


MasiH quw ingat 4 haRi yg laLu,

engkau msH t'senyUm menyAmbUt uSapan tanGant quw d daHimu yg keRipuT


dmakAn usiamu..

Msh quw ingat taTapan mu yg muLai k0s0ng itU, menaHan sakiT dsEkujuR tUbuH
mu..

Dan msH sangad leKat, qu ingAt engKau memanggiL quw untK menemani mu
dsiang yg sEpi tanpa uTi..
KakUng quW,.
es0k sat quw pulang, taK ada lg yg quw tEmui drumaHmu,
tag da lg yg menGusap punggUng quw dg tangan2 keRipuT mu..
Tag ada lg yg quw sUgUh dg sPiring nasi dan sb0ngkaH r0ti atau secangKir kopi...
Tag ada lg yg membentag quw dg swaRa paRau mu ktka quw melakukan
kesaLAhan..
..

Engkau t'akhr mbAh yg quw pUnya, seTelah uTi peRgi 3 bln yG laLu...
Qini giliRan mu. . .

Tag bs quw bayangKand saat qu pLg nanTi hnya ada rumaH tUa,.
lor0ng2 geLap,.
meja kurSi b'dEbu
tiang2 raPuh,
dan t4 tdr mu yg k0s0ng..

Aq smaKind menanGist..

KakUng,.
Mski dsisi laen, aq tenanG kaRna tag da lg keSakitan yang ku dengar daRimu,.

Tp aq bgtU khLgan mu,

kiNi engKau tLah peRgi, meninggALkanQuw, cucu2 mu, buyut2 mu,

engkau meninggaLkan ayaH quw, ibu quw, putra putri mu..

Slamad jaLan kaKung,.


D0a kami mengiRingi lanGkah mu kakuNG,.

T'aKhr saLam kami untK mbAh uTi yg tlaH menunggU dRUMah bru mu...
Smga EngkaU dan Uti kmbli b'sATu dan b'tEmu..
dan sEmoga di sana kakung dan uTi memiliki rumah baRu yang lebih kokoh dari
rumah ini, puna kEluarga baru yang lebih baeg dari kami,..

Dan sEm0ga sUrga mjd t4 peRaduan mu t'akhr kaLi...


Amin

kami menyayangi mu, . .


KaKung dan UTi quw.....

DamailaH dsna,.....

Tuhan,.
Tugas mereka tLah selese., kini mereka kembali pada Mu..
berikan tempat yang indah untug mereka
serta ampunilah dosa2 mereka....amin

Diposkan oleh bEtty puTrii FARMASi di 01.33 Tidak ada komentar: Link ke posting
ini

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan


ke Pinterest

TBC

I. URAIAN KASUS
Seorang wanita berumur 20 tahun pernah mengalami pemeriksaan sputum dan
hasilnya untuk TB paru. Namun, oleh dokter dia tetap diberikan Obat Anti
Tuberculosis pada saat itu. Meskipun awalnya dia mengomsumsi OAT dia tidak
berusaha melakukan follow up klinik sehingga kondisinya memburuk. Hasil
pemeriksaan sputum, sekarang menunjukkan tanda positif TB paru. Wanita ini
tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa.

Pertanyaan:

1. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut?

2. Apakah masih diperbolehkan wanita tersebut aktif bekerja, bagaimanakah


akibat yang dapat ditimbulkan apabila dia berinteraksi dengan orang lain?

II. ANALISA KASUS:

Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,


Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :

Subyektif

Nama :-

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : wanita

BB : 50 kg

Riwayat : pasien mengalami negatif untuk tb paru, namun pasien tetep diberikan
obat anti TB. Pasien tidak melakukan follow up klinik sehingga kondisi
menburuk.

Obyektif

pemeriksaan sputum : Positif TB paru

Assesment

Berdasarkan riwayat pemeriksaan sputum pasien didiagnosa mengalami Positif


TB paru (klasifikasi TB Paru Tersangka, masuk dalam Kategori 2).

Planning (P)

1). Tujuan Terapi :

Tujuan terapi jangka pendek :

Mencegah berkembangnya kuman Mycobacterium tuberculosis.

Merubah BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin

Mencegah kekambuhan

Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi perbaikan daya tahan


imonologis.

Mencegah penularan kuman dari pasien yang dicurigai terinfeksi TBC.

Tujuan terapi jangka panjang :

Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.

Meningkatkan kualitas hidup pasien .

Mencegah terjadinya resistensi terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis.

2). Sasaran Terapi :

Mengubah BTA (+) menjadi BTA (-) secepat mungkin dengan pengobatan
kategori kedua.
3). Strategi Terapi :

Terapi Farmakologi :

- Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari,


Pirazinamid 750 mg/hari, Etambutol 750 mg/hari, Streptomisin 750 mg/hari.

- Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg, Rifampicin


500 mg, Pirazinamid 2500 mg.

Terapi Non Farmakologi :

- Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi).

- Memperbanyak istirahat (bedrest).

- Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk


membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun.

- Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.

- Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara
yang baru.

- Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari.

4). Analisis Kerasionalan Terapi (4T 1W)

Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang


digunakan dengan lima kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien,
tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah
uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan :
Tepat Indikasi

Nama Indikasi Keteranga


Mekanisme Aksi
Obat n

Isoniazid Untuk terapi semua Menghambat sintesis asam Tepat


bentuk tuberculosis mikolat, komponen indikasi
aktif, disebabkan terpenting pada dinding sel
kuman yang peka dan bakteri (Sukandar, 2008).
untuk profilaksis
orang beresiko tinggi
mendapatkan infeksi.

Rifampisin Untuk obat anti Menghambat aktivitas Tepat


tuberculosis yang polymerase RNA yang indikasi
dikombinasikan tergantung DNA pada sel-
dengan sel yang rentan (Sukandar,
antituberkulosis lain 2008).
untuk terapi awal dan
ulang

Pirazinamid Tuberculosis dalam Menjadi asam pirazinat oleh Tepat


kombinasi dengan enzim pirazinamidase yang indikasi
obat lain. berasal dari hasil TBC (Tjay,
2007).

Etambutol Tuberculosis dalam Menghambat sintesis Tepat


kombinasi dengan minimal satu metabolit indikasi
obat lain. yang menyebabkan
kerusakan pada metabolism
sel, menghambat
multiplikasi dan kematian
sel (Sukandar, 2008).

Streptomisi Tuberculosis dalam Berdasarkan Tepat


n kombinasi dengan penghambatan sintesa indikasi
obat lain. protein, dengan jalan
mengikatan pada RNA
ribosomal (Tjay, 2007).

Vitamin B6 neuromuskuler, Di dalam hati B6 dengan Tepat


paralisis agitantia, bantuan ko-factor riboflavin Indikasi
neurasthenia. dan magnesium diubah
menjadi zat aktifnya
(piridoksal-5-fosfat (P5P)),
zat tersebut berperan
penting sebagai ko-enzim
pada metabolism protein
dan asam-asam amino,
antara lain pengubahan
triptopan melalui okstriptan
menjadi serotonin (Tjay,
2007)

Tepat Obat

Nama obat Alasan sebagai drug of choice Keterangan

Isoniazid Derivat asam isonikotinat yang Tepat Obat


berkhasiat tuberkulostatis paling
kuat terhadap Mycobacterium
tuberculosis (dalam fase istirahat)
dan bersifat bakterisid terhadap
basil yang sedang tumbuh pesat.

Rifampisin Untuk obat anti tuberculosis yang Tepat Obat


dikombinasikan dengan anti
tuberkulosis lain untuk terapi awal
dan lanjutan. Maka sangat penting
untuk membasmi semua basil
guna mencegah kambuhnya TBC.

Pirazinamid Bekerja sebagai bakterisida, Tepat Obat


sprektrum kerjanya sangat sempit
dan hanya meliputi
Mycobacterium tuberculosis dan
merupakan pengobatan kombinasi
dalam kategori dua.

Etambutol Berkhasiat spesifik terhadap Tepat Obat


Mycobacterium tuberculosis.

Streptomisin Khusus aktif terhadap Tepat Obat


mikrobakteria ekstraseluler yang
sedang membelah aktif dan pesat.

Vitamin B6 untuk menghindari neuritis perifer Tepat Obat


yang diakibatkan oleh efek
samping INH.

Tepat Pasien

Nama Obat Kontra Indikasi Keterangan

Isoniazid Penyakit hati yang aktif, Tepat Pasien


hipesensitifitas terhadap
isoniazid (Sukandar, 2008).

Rifampisin Hipersensitifitas, neuritis optik, Tepat Pasien


kerusakan hati, ikterus.

Pirazinamid Gangguan fungsi hati berat, Tepat Pasien


porfiria, hipersensitifitas
terhadap pirazinamid (Sukandar,
2008)

Etambutol Anak dibawah 6 tahun, neuritis Tepat Pasien


optic, gangguan visual
(Sukandar, 2008)

Streptomisin Kehamilan, miasteniagravis Tepat Pasien


(Sukandar, 2008).

Vitamin B6 Pasien dengan sejarah sensivitas Tepat Pasien


pada vitamin, hipersensivitas
terhadap piridoksin, atau
komponen lain dalam formulasi.
Tepat Dosis

Nama Obat Dosis Dosis yang Keterangan


Standar Diberikan

Isoniazid 300 mg 1x Tahap awal : 250 Tepat Dosis


sehari, atau mg/hari di minum
900 mg malam hari. Selama
2 bulan.
3x seminggu
(Dipiro, 2002) Tahap Lanjutan :
Isoniazid 750 mg 3 x
seminggu. Selama 5
bulan.

Rifampisin 600 mg 1x Tahap awal : 500 Tepat Dosis


sehari, atau mg/hari di minum
600 mg malam hari. Selama
2 bulan.
3x seminggu
(Dipiro, 2002). Tahap lanjutan : 500
mg 3 x seminggu.
Selama 5 bulan.

Pirazinamid 15-30 mg/kg Tahap awal : 750 Tepat Dosis


BB (maks. 2 mg/hari di minum
gram) 1x malam hari. Selama
sehari 2 bulan.
(Manjoer,
Tahap lanjutan :
2000)
2500 mg 3 x
2535 mg/kg seminggu. Selama 5
per dose 3x bulan.
seminggu

(Dipiro, 2002).

Etambutol 15-30 mg/Kg Tahap awal : 750 Tepat Dosis


(max. 2,5 mg/hari mg/hari di
gram) 1x minum malam hari.
sehari Selama 2 bulan.
(Manjoer,
2000).

Streptomisin 15 mg/kg Tahap awal : 750 Tepat Dosis


maks. 1 gram mg/hari mg/hari di
1x sehari minum malam hari.
Selama 2 bulan.
(Manjoer,
2000).

Vitamin B6 10-100 mg 100 mg sehari Tepat Dosis


/hari (Tjay,
2007)

Waspada Efek Samping Obat

Nama Obat Efek Samping Obat Saran

Isoniazid Kerusakan hati, neuritis Menambahkan vitamin B6


perifer, gatal-gatal, untuk menghindari
ikterus, gangguan neuritis perifer.
penglihantan, letih,
anoreksia (Tjay, 2007)

Rifampisin Ikterus, kerusakan hati, Jika mual atau muntah


gangguan saluran cerna, maka dapat diatasi
mual, muntah, sakit ulu dengan penggunaan obat
hati, kejang perut, diare, pada malam hari sebelum
gangguan SSP, dan tidur.
reaksi hipersensitifitas
Jika urine berwarna merah
(Tjay, 2007).
berikan info kepada
pasien bahwa efek itu
hanya karena warna
tablet rifampisin. Dan
tidak perlu diobati.

Pirazinamid Hepatotoksik, demam Lakukan pemeriksaan


anoreksia, kadar SGPT, SGOT
hepatomegali, ikterus,
gagal hati, mual,
muntah, artralgia,
anemia sideroblastik,
urtikaria (Sukandar,
2008)

Etambutol Neuritis optic, gout, Nyeri sendi yang terjadi


gatal, nyeri sendi dapat diberikan Aspirin.
(Manjoer, 2000)

Streptomisin Gangguan vestibuler dan Konsultasikan ke dokter.


pendengaran,
nefrotoksisitas,
hipomagnesemia pada
pemberian jangka
panjang colitis karena
antibiotic (Sukandar,
2008)

Vitamin B6 Gangguan lambung dan Konsultasikan ke dokter.


usus, alergi (Tjay, 2007)

Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut

No Monitoring Rencana Tindak Lanjut


.

1. Monitoring terhadap hasil- Bila pada akhir tahap intensif


pemeriksaan sputum atau pengobatan penderita baru
pemeriksaan BTA. dengan BTA positif, hasil
pemeriksaan sputumnya masih
menunjukkan BTA positif maka
diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.

- Jika pemeriksaan BTA setelah


melaksanakan fase intensif
menunjukkan hasil BTA (-) maka
pengobatan dilanjutkan selama
5 bulan (fase lanjutan).

2. Monitoring fungsi hati - Melakukan pemeriksaan SGOT,


SGPT setiap 1 bulan sekali.

- Pasien dianjurkan untuk


mengkonsumsi kurkuma.

3. Monitoring fungsi paru - Melakukan foto thoraks untuk


mengetahui apakah masih ada
infiltrat dan kavitas di lobus
paru.
Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE)

Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan
pakai dan cara penggunaan obat.

Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya


tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.

Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat TBC harus di minum sampai
selesai sesuai dengan kategori penyakit atau sesuai petunjuk dokter/petugas
kesehatan lainnya dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan
meminum dua kali pada hari berikutnya.

Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat harus di minum setiap hari atau
sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke
waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika lewat waktu minum obat sudah jauh,
dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuaikan saja dengan
waktu/dosis berikutnya.

Memberikan edukasi kepada pasien untuk meminum obat sesuai jadwal yang
diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari.

Anda mungkin juga menyukai