I. Uraian Kasus
Bapak BB (40 tahun) menderita diare. Selama seharian buang air besar (BAB) sebanyak 3
kali, mencret dan berlendir. Dia juga mengeluhkan mules diperutnya. Hasil pemeriksaan fisik
:
TD : 117/80 (normal 120/80)
Nadi : 70x/menit (normal 60-100x/menit)
Tugor kulit : normal, ekstrimitas : hangat
Suhu badan : 37,5 C (normal 37 C)
Pertanyaan :
1. Evaluasi kasus tersebut diatas!
2. Bagamana penatalaksanaan terapi yang cocok untuk kasus tersebut?
3. Evaluasilah kerasionalan obat yang anda pilih untuk terapi dari kasus tersebut diatas menurut
pedoman 4T1W!
SUBYEKTIF
Nama : Bapak BB
umur : 40 thn
jenis kelamin : laki-laki
Keluhan :selama sehariaan buang air besar (BAB)
sebanyak 3 kali, mencret dan berlendir.
OBYEKTIF
STRATEGI TERAPI
(Algoritma terapi (Dipiro, 2002))
RENCANA TERAPI
TERAPI NON FARMAKOLOGI
- memperbanyak meminum air putih
- menjaga kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi.
- menghindari soda dan minuman tinggi kadar glukosa.
TERAPI FARMAKOLOGI
-Oralit 400ml setiap setelah BAB hingga konsistensi tinja pasien normal.
-tablet ciprofloxacin, 500 mg 2x sehari selama 5 hari, diminum sebelum makan.
2. Tepat obat
NAMA Drug of choice KETERANGAN
OBAT
oralit Secara oral Diberikan pada pasien Tepat obat
karena pasien masih dalam keadaan
sadar.
ciprofloxaci Harga lebih murah dibandingkan Tepat obat
n dengan obat gol quinolon lain.
3. Tepat pasien
NAMA KONTRA INDIKASI KETERANGAN
OBAT
Oralit Obstruksi atau perforasi usus Tepat pasien
(Anonim, 2008)
ciprofloxaci Hipersensitiv terhadap golongan Tepat pasien
n kuinolon. (Anonim, 2008)
SUBYEKTIF
Nama : ibu
Umur : 50th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Keluhan : pedih dan gatal dimata, bersin
terus menerus, hidung berair dan tersumbat, badan agak
demam dan batuk sepanjang malam.
Riwayat penyakit : hipertensi
.
OBYEKTIF
Jenis pemeriksaan hasil Nilai normal keterangan
Tekanan darah 140/90 mmHg 120/80 mmHg Diatas normal
suhu tubuh 37,5 C 37,0 C Sedikit diatas normal
ASSIGMENT
berdasarkan gejala yang dialami pasien didiagnosa mengalami rinitis alergi dan
batuk.
PLANNING
TUJUAN TERAPI :
Menghilangkan penyebab alergi.
Mengurangi atau meminimalkan gejala rhinitis alergi
Mencegah terjadinya alergi (kekambuhan)
Mempertahankan pola hidup normal pasien
SASARAN TERAPI
Rhinitis alergi
Gejala yang menyertai rhinitis
Penyebab rhinitis alergi
STRATEGI TERAPI
RENCANA TERAPI
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Mengurangi & menghindari paparan alergen
Tidak menggunakan karpet, atau bantal yang berdebu.
Cukup Istirahat
Gunakan masker
TERAPI FARMAKOLOGI
Asumsi 1 (apabila pasien beraktivitas)
Loratadin 10mg 1x sehari
Pseudoefedrin 60 mg tiap 6 jam
1. Tepat Indikasi
NAMA OBAT INDIKASI MEKANISME KETERANGAN
Loratadin Rinitis alergi (bersin, pilek,rasa gatal pada hidung dan mata).
Menstabilkan membran sel mast (Schmitz, 2009)
Tepat indikasi
Pseudoefedrin Meringankan gejala salesma dan alergi. Bekerja pada reseptor ,
1 dan 2. efek perifer efedrin melelui kerja langsung dan pelepasan NE
endogen (Anonim, 2007) Tepat indikasi
CTM Rinitis, utikaria, hay fever (Sukandar, 2008) antagonis reseptor H1,
klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah,
bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu klorfeniramin maleat dapat
merangsang maupun menghambat susunan saraf pusat (Tjay, 2007) Tepat
indikasi
2. Tepat obat
NAMA OBAT Drug of choice KETERANGAN
Loratadin Merupakan obat antihistamin generasi kedua yang memiliki obat
antisedatif dan antikolinenergik minimal, mempunyai masa kerja yg panjang
sehingga penggunaanya praktis karena cukup diberikan 1x sehari. Tepat obat
Pseudoefedrin Sebagai obat dekongestan yang umum dipakai. Dan lebih aman
digunakan, serta tidak mengakibatkan perubahan tekanan darah atau denyut
jantung yang signifikan. Tepat obat
CTM Berdasarkan algoritma, dan secara umum digunakan untuk mengatasi
alergi Tepat Obat
3. Tepat pasien
NAMA OBAT KONTRA INDIKASI KETERANGAN
Loratadin Hipersensitivitas atau idiosinkrasi terhadap komponennya (Sukandar,
2008) Tepat pasien
Pseudoefedrin Penggunaan bersama terapi MAOI (Anonim, 2008) Tepat pasien
CTM Hipersensitivitas (Sukandar, 2008)
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didapatkan assessment bahwa pasien mengalami rhinitis alergi,
dengan tanda bahwa pasien mengalami alergi yang diakibatkan oleh debu yang
diakibatkan oleh erupsi merapi. Alergi pada pasien termasuk alergi perrenial
yang terjadi tanpa tergantung musim.
Mekanisme terjadinya bersin-bersin karena rangsangan pada ujung saraf
sensoris (vidianus), yang mana diakibatkan adanya pengeluaran plasma dari
pembuluh darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang
menyebabkan terjadinya edema, berkumpulnya darah pada kavernosus sinusoid
dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung.
Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan hipersekresi
dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Adanya reaksi yang
diakibatkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel
endotel postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion
Mollecule (VCAM) dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil
menempel pada sel endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan infiltrasi
sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke dalam
mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan
mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived
Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang
menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif hidung. Hal tersebut
yang menyebabkan adanya gejala klinis berupa sumbatan di hidung.
Untuk mengatasi rhinitis alergi tersebut digunakan obat dengan dua asumsi.
Pada algoritma, pemilihan obat utama sesuai dengan gejala maka digunakan
obat antihistamin, sehingga digunakan CTM atau Loratadin. Dengan asumsi
bahwa:
Asumsi pertama:
Digunakan apabila pasien memiliki banyak aktifitas sehingga digunakan obat
yang memiliki efek sedatif yang minim hingga tidak ada. Anti histamin generasi
kedua yang beraksi perifer seperti astemizol, loratadin, cetrizin, dan terfenadin
yang memiliki efek sedatif minimal (seperti terlihat dalam tabel 4). Lebih
terpilihnya Loratadin dengan alasan lebih efisien penggunaannya cukup satu kali
sehari. namun, ternyata cetrizin dan astemizol juga dapat digunakan satu kali
sehari. Maka dibandingkan ketiga obat tersebut, yang mana ternyata obat
Loratadin yang lebih memiliki efek sedatif minimal hingga tidak ada (tabel 93.4;
Dipiro, 2002). Dengan melihat usia pasien yang hampir mendekati lansia maka,
Loratadin merupakan salah satu pilihan obat antihistamin yang tepat untuk
pengobatan rinitis alergi pada pasien usia lanjut (Ikawati, 2007)
Asumsi kedua, pada pasien yang tidak memiliki banyak aktivitas maka
disarankan untuk menggunakan obat CTM (klorfeniramin maleat), hal ini karena
CTM memiliki efek sedatif yang dapat membantu pasien untuk beristirahat.
Apabila terapi belum berhasil, maka dapat diteruskan dengan pengobatan sesuai
algoritma. Untuk tujuan terapi adalah menghilangkan gejala dengan pemberian
dekongestan dan antitusif dan bisa juga dengan antiinflamasi. Antiinflamasi yang
dapat digunakan adalah kortikosteroid yang diberikan secara intranasal. Karena
kortikosteroid intranasal memberikan efek penyembuhan yang lebih besar
daripada antihistamin terhadap gejala-gejala rinitis seperti bersin-bersin, gatal-
gatal, post nasal drip dan hidung berair. Steroid intranasal memiliki efek samping
kecil, dan dapat menghambat respon alergi baik pada fase awal atau fase lambat
(Ikawati, 2007).
Terapi non farmakologi yang harus dilakukan oleh pasien adalah mengurangi dan
menghindari paparan alergen dengan mengamati benda-benda apa yang
menjadi pencetus (debu, serbuk sari, bulu binatang, dll), Jika perlu pastikan
dengan skin test dan Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, memakai masker
apabila masih terjadi polusi udara akibat erupsi merapi. Tidak menggunakan
karpet, atau bantal yang berdebu.pasien disarankan untuk cukup Istirahat.
Untuk monitoring dan evaluasi, dilakukan monitoring terhadap gejala yang
menyertai rhinitis alergi, jika gejalanya terkontrol tetapi efek samping tidak
dapat diterima maka dosis dapat disesuaikan atau diganti dengan obat lain yg
masih satu golongan terapi, Jika gejala tidak terkontrol amati kepatuhan pasien
terhadap terapi, Dilakukan monitoring terhadap penggunaan obat selama 3-5
hari. Monitoring gejala dan ESO (Efek Samping Obat).
Pada konsultasi, informasi dan edukasi pasien, yaitu dengan memberikan
informasi tentang obat kepada keluarga dan pasien, mengenai obat loratadin
yang berfungsi mengatasi penyakit rinitis alergi, digunakan 1 tablet sehari.
Sedangkan untuk mengatasi gejala hidung tersumbat digunakan obat
Pseudoefedrin 1 tablet tiap 6 jam (4x sehari),dan apabila yang digunakan CTM
maka diminum 1 tablet tiap 6 jam (4X sehari). Memberikan pengertian kepada
pasien untuk menghindari alergen (debu, bulu binatang, serbuk bunga) agar
rhinitis alergi tidak terjadi. Memberikan informasi, instruksi dan peringatan
kepada pasien tentang efek terapi obat dan efek samping yangg mungkin timbul
selama pengobatan.
KESIMPULAN
Pasien mengalami rhinitis alergi, dengan tanda bahwa pasien mengalami alergi
yang diakibatkan oleh debu yang diakibatkan oleh erupsi merapi. Alergi pada
pasien termasuk alergi perrenial yang terjadi tanpa tergantung musim.
Pengobatan farmakologinya:
Asumsi 1 (apabila pasien beraktivitas): Loratadin 10mg 1x sehari dan
Pseudoefedrin 60 mg tiap 6 jam. Karena Loratadin memiliki efek sedatif yang
minimal.
Asumsi 2 (apabila pasien tidak banyak aktivitas): CTM 4 mg tiap 6 jam dan
Pseudoefedrin 60 mg tiap 6 jam, karena CTM mempunyai efek samping
mengantuk.
Terapi non farmakologi yang harus dilakukan oleh pasien adalah mengurangi
dan menghindari paparan alergen dengan mengamati benda-benda apa yang
menjadi pencetus (debu, serbuk sari, bulu binatang, dll), Jika perlu pastikan
dengan skin test dan Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, memakai masker
apabila masih terjadi polusi udara akibat erupsi merapi. Tidak menggunakan
karpet, atau bantal yang berdebu.pasien disarankan untuk cukup Istirahat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, 74, Departemen Farmakologi dan
Terapetik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Anonim, 2008, Mims Indonesia, Edisi 8, 83, PT Info Master, Jakarta
Hamdani, S.,2010, Klorfeniramin Maleat (CTM), from
http://kimiafarmasi.wordpress.com/2010/09/04/klorfeniramin-maleat-ctm/,
diakses 19 November 2010
Ikawati, Z., 2007. Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan. 21, 22, 23, 27, 33-
34, Pustaka Adipura, Yogyakarta
Schmitz, G., dkk, 2009, Farmakologi dan Toksikologi, Edisi 3, 95, EGC, Jakarta
Sukandar, E.Y., dkk, 2008, Iso Farmakoterapi, 476-481, 484, PT ISFI penerbitan,
Jakarta
Tjay, Toan Hoan., Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, 659, 819,
Gramedia, Jakarta
Tohar, Billy Anthoni., 2007, Rhinits Alergi, from
http://www.scribd.com/doc/24369014/Rhinitis-Alergi, diakses tanggal 19
November 2010
Waisya,R.,2008, Penyebab Batuk, Gejala, dan Pengobatannya, from
http://ranywaisya.wordpress.com/2008/11/24/penyebab-batuk-gejala-dan-
pengobatannya/, diakses tanggal 19 November 2010
Diposkan oleh bEtty puTrii FARMASi di 22.54 Tidak ada komentar: Link ke posting
ini
Diposkan oleh bEtty puTrii FARMASi di 22.45 Tidak ada komentar: Link ke posting
ini
sindroma cushing
I. Uraian Kasus
Ny S, (32 th, 73 kg, 158 cm) datang kerumah sakit dikirim oleh bidan dengan
keterangan pre eklamsia. Ny S merasakan Badan lemah dan mudah lelah sejak 1
minggu terakhir. Badan sering gemetar sejak 2 tahun. Saat ini sedang hamil
pertama dengan umur kehamilan 5 bulan. Selama rawat jalan dinyatakan
menderita tekanan darah tinggi (terakhir 180/120 mmHg). Mata kabur sejak 2
bulan,rambut rontok sejak 2 tahun, pungung terasa nyeri dan sulit membungkuk,
kaki sering bengkak. Hasil pemeriksaan fisik :
TD : 180/130 (normal 120/80)
Nadi : 88x/menit (normal 60-100x/menit)
RR : 20 x/ menit
Suhu Tubuh : 37 C
Hasil pemeriksaan kimia klinik:
GDP : 78 mg/dl
GD : 2 jam pp 232 mg/dl
Kortisol :1297 nmol/l
ACTH : 5 pg/ml
Pertanyaan :
1. Bagaimana menyelesaikan kasus diatas ?
2. Apa obat pilihan dan alternatif kasus diatas?
3. Bagaimana monitoring dan follow up yang dilakukan ?
OBYEKTIF
Jenis pemeriksaan hasil Nilai normal keterangan
Tekanan darah 180/130 mmHg 120/80 mmHg normal
Nadi 88x permenit 60-100 x permenit normal
RR 20x permenit 18-20x/menit normal
suhu tubuh 37,5 C 37,0 C Sedikit diatas normal
GDP 78 mg/ dl 70-110 mg/dl normal
GD 2 jam pp 232 mg/dl < 140 mg/dl Diatas normal Kortisol 1297 nmol/ l (46,99
/dl ) Sore < 5 /dl Pagi 5-25 /dl Diatas normal ACTH 5 pg/ml 6-39 pg/ml
Dibawah normal ASSESMENT Dengan melihat gejala yang ditandai dengan
hipertensi, peningkatan produksi kortisol peningkatan androgen adrenal yang
menyebabkan rambut kepala rontok maka pasien didiagnosa mengalami
sindroma cushing. PLANNING TUJUAN TERAPI : Menyelamatkan ibu
Mencegah kejang Menurunkan tekanan darah SASARAN TERAPI Menurunkan
tekanan darah hingga batas normal RENCANA TERAPI TERAPI NON
FARMAKOLOGI Istirahat yang cukup Menghindari stress Konsumsi
makanan yang bergizi TERAPI FARMAKOLOGI Aminoglutetimid 20 mg/hari
Nifedipin 10 mg 4xsehari MgSO4 Dosis awal 4 gram magnesium sulfat,
intravena sebanyal 1 g/menit, ditambah 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan
4 gram di bokong kanan. Dosis pemeliharaan Diberikan 4 gram intramuskuler,
setelah 6 jam pemberian dosis awal,selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler
setiap 6 jam Analisa kerasionalan obat Analisis rasionalitas terapi dilakukan
dengan melakukan analisis obat-obat yang digunakan dengan empat kategori
yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan waspada terhadap
efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas obat
yang digunakan: 1. Tepat Indikasi NAMA OBAT INDIKASI MEKANISME
KETERANGAN Aminoglutetimid Karsinoma korteks adrenal, karsinoma payudara
Menghambat konversi kolesterol menjadi -5-pregnenolon. Penghambatan
menyebkan gangguan produksi kortisol, aldosteron, dan seks streoid (Anonim,
2007). Tepat indikasi Nifedipin Hipertensi Esensial Menghambat masuknya Ca ke
dalam sel-sel otot jantung dan sel-sel otot polos dinding arteri. Oleh karena itu,
konstraksi sel dihambat dengan efek vasodilatasi (Tjay, 2007) Tepat indikasi
MgSO4 Profilaksis kejang preeklampsia menghambat pelepasan asetilkolin dan
menurunkan kepekaan motor endplate Tepat indikasi 2. Tepat obat NAMA OBAT
Drug of choice KETERANGAN Aminoglutetimid Tepat digunakan untuk
pengobatan sindrima cushing selama kehamilan untuk menghindarai akibat yang
buruk pada ibu dan janinya. Tepat obat Nifedipin Cocok dalam menangani
tekanan darah tinggi pada preeklamsia. Tepat obat MgSO4 untuk mengobati
kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin) Tepat obat 3.
Tepat pasien NAMA OBAT KONTRA INDIKASI KETERANGAN Aminoglutetimid Tepat
pasien Nifedipin Laktasi, shock CAFE, hipersensitf terhadap penghambat kanal
Ca Tepat pasien MgSO4 Hipersensitif terhadap magnesium, adanya blok pada
jantung, penyakit Addison, kerusakan otot jantung, hepatitis berat, atau
myasthenia gravis. Tepat pasien 4. Tepat regiment obat NAMA OBAT REGIMENT
STANDART REGIMEN YANG DISARANKAN Aminoglutetimid 10-20 mg/hari 20
mg/hari Nifedipin 10 mg 3-4/hari (Anonim, 2007) 10 mg 4xsehari MgSO4 Dosis
awal 4 gram magnesium sulfat, intravena sebanyal 1 g/menit, ditambah 4 gram
intra muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan. Dosis pemeliharaan
Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal,
selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam Dosis awal 4 gram
magnesium sulfat, intravena sebanyal 1 g/menit, ditambah 4 gram intra
muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan. Dosis pemeliharaan
Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal,
selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam 5. Waspada Efek
Samping NAMA OBAT EFEK SAMPING KETERANGAN Aminoglutetimid Demam,
mialgia, artragia, malaise Nifedipin Sakit kepala, muka merah, pusing, ruam kulit,
mual, nyeri mata (Anonim, 2007) MgSO4 kolik MONITORING DAN TINDAK LANJUT
Memastikan kondisi kesehatan janin dan ibu. Memonitoring tekanan darah
tinggi pasien, kadar kortisol. Konsultasi, Informasi & Edukasi Pasien (KIE)
Memberikan informasi kepada pasien mengenai obat, cara pemakaian dan
jangka waktu pemakaian. Memberikan informasi kepada pasien tentang efek
samping obat. Jika terjadi eso konsultasikan ke dokter. Menganjurkan
melakukan tindakan non farmakologi untuk menunjang keberhasilan
pengobatan.. Memberikan informasi kepada pasien tentang faktor resiko atau
pemicu penyakit supaya dapat dihindari. Memberikan informasi terhadap
pasien mengenai penyakit dan menyarankan untuk melakukan pemeriksaan MRI
kepala dan CT Scan. BAB III PEMBAHASAN Dengan melihat gejala yang ditandai
dengan hipertensi, peningkatan produksi kortisol peningkatan androgen adrenal
yang menyebabkan rambut kepala rontok maka pasien didiagnosa mengalami
sindroma cushing. Semua sindroma Cushing endogen disebabkan oleh
peningkatan produksi kortisol oleh adrenal apapun etiologinya. Penyebab
sindroma Cushing dibagi menjadi tergantung ACTH dan tidak tergantung ACTH .
Tipe tergantung ACTH disebabkan oleh kadar ACTH berlebih dan
mengakibatkaan hiperplasia adrenal bilateral. Tipe ini mempunyai 2 penyebab,
yaitu adenoma pituitari dan tumor nonpituitari. Adanya keluhan pasien berupa
badan lemah dan mudah lelah sejak 1 minggu terakhir. Badan sering gemetar
sejak 2 tahun. Mata kabur sejak 2 bulan,rambut rontok sejak 2 tahun, pungung
terasa nyeri dan sulit membungkuk, kaki sering bengkak. Hormon androgen yang
diproduksi oleh korteks adrenal terutama bentuk dehydroepiandrosterone
(DHEA). Hormon ini disekresi dalam jumlah besar hanya bila korteks adrenal
hiperaktif. Peningkatan androgen adrenal pada wanita yang menyebabkan
terjadinya rambut rontok. Peningkatan androgen pada penderita ini
mengarahkan dugaan bahwa penyebab sindroma Cushing adalah tumor adrenal
terutama karsinoma adrenal. Pada kasus ini pasien mengalami hipertensi.
Hipertensi pada penderita sindroma Cushing disebabkan oleh peningkatan
produksi angiotensin II sebagai akibat dari peningkatan produksi
angiotensinogen oleh hepar, peningkatan aktivitas pembuluh darah terhadap
hormon vasokonstriksi, penurunan reuptake hasil degradasi katekolamin, atau
hambatan pada vasodilator seperti kinin dan prostaglandin. Data juga
menunjukkan adanya peningkatan pada kortisol. Konsentrasi kortisol yang tinggi
mempunyai efek seperti mineralokortikoid antara lain retensi air dan natrium dan
menyebabkan hipokalemia. Kortisol berinteraksi secara cepat dengan reseptor
mineralokortikoid. Kadar kortisol bebas serum 150 lebih tinggi daripada kadar
aldosteron serum, akibatnya reseptor mineralokortikoid jenuh oleh kortisol pada
sebagian besar jaringan kecuali ginjal. Sel-sel ginjal mengubah kortisol menjadi
kortison (bentuk inaktif kortisol) dengan cepat, menjadikan aldosteron sebagai
regulator utama pada reabsorbsi natrium dan ekskresi kalium. Kadar kortisol
adalah 1297 nmol/l (46,99 g/dl). Kadar kortisol pada kehamilan meningkat
setinggi 35 g/dl karena terjadi peningkatan cortisol binding globulin. Kadar
ACTH dapat digunakan untuk membedakan penyebab sindroma Cushing,
tergantung ACTH atau tidak tergantung ACTH. Sebagian besar tumor adrenal
(tipe tidak tergantung ACTH) menyebabkan kadar ACTH rendah atau tidak
terukur. Apabila kadar yang terukur < 10 pg/ml berarti sindroma Cushing tidak
tergantung ACTH, antara 1020 pg/ ml berarti indeterminate dan tes harus
diulang. Apabila kadarnya > 20 pg/ml berarti sindroma Cushing tergantung
ACTH. Pada penderita ini kadar ACTH di bawah normal yaitu 5 pg/ml (N: 639
pg/ml), memperkuat dugaan bahwa penyebab sindroma Cushing pada pasien ini
adalah tumor adrenal, untuk lebih memastikan maka harus adanya pemeriksaan
MRI kepala, dan pemeriksaan CT scan abdomen untuk memastikan adanya
tumor adrenal.
Terapi farmakologi yang digunakan adalah Aminoglutetimid 20 mg/hari, karena
telah ada sebuah laporan telah dibuktikan adanya hubungan antara terapi
hiperkortisolisme dengan penurunan morbiditas dan mortilitas janin, namun
belum pernah diungkapkan pengaruhnya terhadap ibu. Pengobatan sindroma
cushing melalui terapi medis meliputi metirapon, aminoglutetimid, dan
ciproheptadin. Yang dilaporkan angka kelahiran prematur sebanyak 47,1% pada
kasus terapi dibandingkan 72,1% pada kasus yang hanya mendapatkan terapi
suportif. Dari ketiga obat diatas, metirapon adalah obat yang dapat digunakan
dalam mendiagnosapenyebab sindroma cushing, tergantung ACTH atau tidak
tergantung ACTH. Namun pada pasien telah diketahui kadar ACTH, jadi terapi
dengan metirapon tidak diperlukan. Sedangkan ciproheptadin, memiliki
mekanisme yang tidak langsung. Sehingga lebih tepat digunakan
Aminoglutetimid.
Nifedipin (kerja singkat), digunakan dalam menangani hipertensi pasien.
Nifedipin ini paling sering menyebabkan hipotensi dan dapat menyebabkan
iskemia miokard atau serebral, sehingga perlu adanya pemantauan. Dosis yang
diberikan 10 mg 4xsehari. Bila pada jam ke-4 tekanan diastolik belum turun
sampai 20%, berikan tambahan 10 mg oral (dosis max. 80 mg/hari).
Magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk mengobati kejang eklamptik
(dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang
efektif dan membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran
darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil mengontrol
kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan
fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke uterus. MgSO4
dengan Dosis awal 4 gram magnesium sulfat, intravena sebanyal 1 g/menit,
ditambah 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan,
Dosis pemeliharaan Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian
dosis awal,selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam. Selama
pemberian MgSO4 perhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas, serta wajah
merah. MgSO4 boleh digunakan selama kehamilan (Kategori A); obat ini masuk
dalam air susu ibu sehingga disarankan tidak digunakan pada saat menyusui.
Penggunaan bersamaan dengan nifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan
blokade neuromuskular. Maka perlu adanya pemantauan secara intensif
terhadap pasien.
Monitoring dan tindak lanjut, Memastikan kondisi kesehatan janin dan ibu,
Memonitoring tekanan darah tinggi pasien, kadar kortisol. Konsultasi, Informasi
dan Edukasi Pasien (KIE), Memberikan informasi kepada pasien mengenai obat,
cara pemakaian dan jangka waktu pemakaian, Memberikan informasi kepada
pasien tentang efek samping obat. Jika terjadi eso konsultasikan ke dokter,
Menganjurkan melakukan tindakan non farmakologi untuk menunjang
keberhasilan pengobatan, Memberikan informasi kepada pasien tentang faktor
resiko atau pemicu penyakit supaya dapat dihindari, Memberikan informasi
terhadap pasien mengenai penyakit dan menyarankan untuk melakukan
pemeriksaan MRI kepala dan CT Scan.
DAFTAR PUSTAKA
Diposkan oleh bEtty puTrii FARMASi di 22.41 Tidak ada komentar: Link ke posting
ini
I. URAIAN KASUS
Seorang perempuan ibu rumah tangga 49 thn, Masuk RS karena keluhan kedua
kaki sulit digerakkan sejak 1 bulan sebelumnya. Keluhan ini sampai membuat
kedua kaki tidak bisa digerakkan sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan kesemutan dan kaku pada kedua kaki.
Keluhan ini tidak berkurang meskipun pasien sudah istirahat. Selain itu, pasien
juga mengeluh kesemutan pada kedua kaki.
Pemeriksaan MRI : space occupaying lession (SOL) pada posterior kanalis
spinalis. Hasil pemeriksaan laboratorium kimia darah : albumin:2,3 g/dL; BUN:7,2
mg/dL; SC:0,67; glukosa: 86mg/dl; AST: 18 IU/L; ALT; 123 IU/L; K: 4,08mmol/L.
pemeriksaan fungsi hormon tiroid: TSH: <0,05 uIU/mL; T3: 0,49 nmol/L; T4:
96,91 nmol/L.hasil pemeriksaan kortisol serum pagi 5,07 mikogram/dl
Pertanyaan :
1. Analisa kasus tersebut diatas ?
2. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut di atas?
3. Bagaimana monitoring dan follow up yang dilakukan ?
Obyektif
Pemeriksaan MRI : Space Occupying Lession (SOL) pada posterior kanalis
spinalis. Hasil pemeriksaan laboratorium kimia darah dan pemeriksaan fungsi
hormon tiroid sebagai berikut :
No. Jenis Pemeriksaan Data Pasien Data Normal Keterangan
1. Albumin 2,3 g/dL 3,5-5,5 g/dL Menurun
2. BUN 7,2 mg/dL 6-24 mg/dL Normal
3. SC (serum kreatinin) 0,67 mg/dL 0,5-1,2 mg/dL Normal
4. Glukosa 86 mg/dL 70-100 mg/dL Normal
5. AST 18 IU/L <31 IU/L Normal
6. ALT 13 IU/L <32 IU/L Normal
7. Kalium 4,08 mmol/L 3,6-5,5 mmol/L Normal
8. TSH <0,05 uIU/ml 0,25-5 uIU/L Menurun
9. T3 0,49 nmol/L 0,92-2,33 nmol/L Menurun
10. T4 96,91 nmol/L 60-120 nmol/L Normal
11. Kortisol serum pagi 5,07 g/dL 5-25 g/dL Normal
Assesment
Berdasarkan pemeriksaan data klinik pasien maka pasien di diagnosa menderita
Euthyroid sick syndrome (ESS) atau kelainan tes fungsi hormon tiroid yang
disebabkan pasien menderita penyakit lesi pada bagian otak (space occupying
lession).
Planning (P)
1). Tujuan Terapi :
Tujuan terapi jangka pendek :
Memastikan lokasi SOL
Mencari etiologi SOL dengan
Menangani penyakit sistemik (lesi pada bagian otak) yang di derita pasien.
Menghilangkan gejala yang menyertai seperti rasa kesemutan dan kaku pada
kedua kaki.
Meningkatkan kadar albumin, untuk mengatur tekanan osmotik di dalam darah
(mempertahankan volume darah).
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
I. Kesimpulan
1) Berdasarkan pemeriksaan fungsi hormon tiroid maka pasien di diagnosa
menderita Euthyroid sick syndrome (ESS) atau kelainan tes fungsi hormon tiroid
yang disebabkan pasien menderita penyakit lesi pada bagian otak (space
occupying lession).
2) Sasaran terapi pada penyakit Euthyroid sick syndrome (ESS) ini adalah
menangani space occupying lession dengan pembedahan, menangani gejala
(kesemutan, kaku pada kaki), meningkatkan kadar albumin, untuk mengatur
tekanan osmotik di dalam darah (mempertahankan volume darah).
3) Pengobatan yang dilakukan pada kasus ini hanyalah mengobati penyakit
dasar/sistemik dan keluhan-keluhan saja, dan tidak diterapi dengan pemberian
hormon tiroid dari luar. Diharapkan dengan mengobati penyakit SOL maka tes
fungsi hormon tiroid juga akan mengalami perbaikan.
4) Jika setelah operasi hasil menunjukan metastase adenocarsinoma dilakukan
pembedahan. Apabila pasien tidak mengalami metastase maka diberikan terapi
farmakologi
II. Saran
1) Untuk lebih menegakkan diagnosis Euthyroid sick syndrome (ESS) perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa sonogram tiroid, tiroid uptake dan
scan serta biopsy tiroid.
Diposkan oleh bEtty puTrii FARMASi di 22.37 Tidak ada komentar: Link ke posting
ini
Kakung quw. . .
Aq keHilangan k2'y..
-KakungQuw, dan uTi quw-
Aq menanGist...
Kakung. . .
Ini Tp bkn menyESali yg tjadi padamu,.
Msh quw ingat taTapan mu yg muLai k0s0ng itU, menaHan sakiT dsEkujuR tUbuH
mu..
Dan msH sangad leKat, qu ingAt engKau memanggiL quw untK menemani mu
dsiang yg sEpi tanpa uTi..
KakUng quW,.
es0k sat quw pulang, taK ada lg yg quw tEmui drumaHmu,
tag da lg yg menGusap punggUng quw dg tangan2 keRipuT mu..
Tag ada lg yg quw sUgUh dg sPiring nasi dan sb0ngkaH r0ti atau secangKir kopi...
Tag ada lg yg membentag quw dg swaRa paRau mu ktka quw melakukan
kesaLAhan..
..
Engkau t'akhr mbAh yg quw pUnya, seTelah uTi peRgi 3 bln yG laLu...
Qini giliRan mu. . .
Tag bs quw bayangKand saat qu pLg nanTi hnya ada rumaH tUa,.
lor0ng2 geLap,.
meja kurSi b'dEbu
tiang2 raPuh,
dan t4 tdr mu yg k0s0ng..
Aq smaKind menanGist..
KakUng,.
Mski dsisi laen, aq tenanG kaRna tag da lg keSakitan yang ku dengar daRimu,.
T'aKhr saLam kami untK mbAh uTi yg tlaH menunggU dRUMah bru mu...
Smga EngkaU dan Uti kmbli b'sATu dan b'tEmu..
dan sEmoga di sana kakung dan uTi memiliki rumah baRu yang lebih kokoh dari
rumah ini, puna kEluarga baru yang lebih baeg dari kami,..
DamailaH dsna,.....
Tuhan,.
Tugas mereka tLah selese., kini mereka kembali pada Mu..
berikan tempat yang indah untug mereka
serta ampunilah dosa2 mereka....amin
Diposkan oleh bEtty puTrii FARMASi di 01.33 Tidak ada komentar: Link ke posting
ini
TBC
I. URAIAN KASUS
Seorang wanita berumur 20 tahun pernah mengalami pemeriksaan sputum dan
hasilnya untuk TB paru. Namun, oleh dokter dia tetap diberikan Obat Anti
Tuberculosis pada saat itu. Meskipun awalnya dia mengomsumsi OAT dia tidak
berusaha melakukan follow up klinik sehingga kondisinya memburuk. Hasil
pemeriksaan sputum, sekarang menunjukkan tanda positif TB paru. Wanita ini
tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa.
Pertanyaan:
Subyektif
Nama :-
Umur : 20 tahun
BB : 50 kg
Riwayat : pasien mengalami negatif untuk tb paru, namun pasien tetep diberikan
obat anti TB. Pasien tidak melakukan follow up klinik sehingga kondisi
menburuk.
Obyektif
Assesment
Planning (P)
Mencegah kekambuhan
Mengubah BTA (+) menjadi BTA (-) secepat mungkin dengan pengobatan
kategori kedua.
3). Strategi Terapi :
Terapi Farmakologi :
- Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara
yang baru.
Tepat Obat
Tepat Pasien
(Dipiro, 2002).
Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan
pakai dan cara penggunaan obat.
Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat TBC harus di minum sampai
selesai sesuai dengan kategori penyakit atau sesuai petunjuk dokter/petugas
kesehatan lainnya dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan
meminum dua kali pada hari berikutnya.
Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat harus di minum setiap hari atau
sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke
waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika lewat waktu minum obat sudah jauh,
dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuaikan saja dengan
waktu/dosis berikutnya.
Memberikan edukasi kepada pasien untuk meminum obat sesuai jadwal yang
diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari.