Anda di halaman 1dari 50

FUNGSI PENGORGNISASIAN DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN

KONSEP DASAR PENGOGASNISASIAN


Organisasi sebagai kumpulan orang-orang tidak dapat dilepaskan dari lingkungan, karena
pada dasarnya organisasi juga merupakan bagian dari lingkungan dan masyarakat. Kegiatan
manajemen yang akan dilakukan semestinya mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan yang
terkait dengan organisasi, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung.
Secara garis besar lingkungan organisasi dibagi menjadi dua yaitu: lingkungan internal
atau lingkungan yang terkait dengan eksistensi suatu organisasi. Dan lingkungan eksternal atau
lingkungan yang terkait dengan kegiatan operasional organisasi dan bagaimana kegiatan
operasional ini dapat bertahan. Lingkungan internal ini dibagi dua yaitu lingkungan yang terkait
langsung dengan kegiatan operasional organisasi atau sering disebut sebagai lingkungan mikro
dari organisasi, dan lingkungan yang tidak terkait secara langsung dengan kegiatan operasional
organisasi disebut sebagai lingkungan makro dari organisasi. Lingkungan makro terbagi dua
yaitu lingkungan lokal dan internasional.
Lingkungan internal organisasi adalah berbagai hal atau berbagai pihak yang terkait
langsung dengan kegiatan sehari-hari organisasi, dan memengaruhi langsung terhadap setiap
program, kebijakan, sehingga denyut nadinya organisasi. Lingkungan internal organisasi
mencakup para pemilik organisasi (owners),para pengelola atau tim manajemen (board of
managers of directors), para staf, anggota atau para pekerja (employees), serta lingkungan fisik
organisasi (physical work environment).
Pemilik organisasi adalah yang secara historis maupun hukum dinyatakan sebagai
pemilik akibat adanya pernyataan modal, ide ataupun berdasarkan ketentuan lainnya yang
dinyatakan sebagai pemilik organisasi, para pemegang saham, anggota (koperasi) ataupun juga
individual jika perusahaan tersebut bersifat indifidu dari segi kepemilikan.
Tim manajemen adalah orang-orang yang menurut para pemilik organisasi atau
perusahaan dinyatakan atau ditunjuk sebagai pengelola organisasi dalam aktivitasnya sehari-hari
untuk periode tertentu.
Para anggota atau para pekerja merupakan unsur sumber daya manusia (SDM) yang
sangat dominan dalam sebuah organisasi karena jumlahnya merupakan yang paling besar dalam
sebuah organisasi.

1
Lingkungan fisik organisasi seperti bangunan, uang, peralatan, persediaan dan lain-lain
merupakan lingkungan tempat setiap saat orang-orang dalam organisasi perusahaan berinteraksi
dan memanfaatkannya untuk didayagunakan.
Dalam kegiatan operasional, perusahaan berhadapan dan senantiasa berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan baik lingkungan mikro perusahaan maupun lingkungan
makro perusahaan. Lingkungan mikro terdiri dari atas pelanggan ( customer). Pesaing
(competitor), pemasok ( supplier),dan mitra strategis ( srategic partner). Lingkungan makro
terbagi dua yaitu lingkungan lokal; dapat berupa pembuat peraturan (regulator), pemerintah
(government), masyarakat luas pada umumnya (society), lembaga yang terkait dengan kegiatan
perusahaan seperti organisasi non pemerintah. Lingkungan internasional dapat berupa peraturan
internasional, pasar keuangan internasional, kesepakatan antar negara dalam kegiatan tertentu.
STRUKTUR ORGANISASI
Suatu struktur organisasi menetapkan cara tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan
dikoordinasikan secara formal. Terdapat enam kunci yang perlu disampaikan kepada manejer
bila mereka merancang struktur organisasinya yaitu: spesialisasi pekerjaan, departementalisasi,
rantai komando, rentang kendali, sentralisasi, dan desentralisasi. Terdapat beberapa beberapa
pendekatan berdasarkan fungsi, jenis pelayanan yang diberikaan, berdasarkan pelanggan, tempat
dan matriks.
Organisasi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pengertian secara statis dan
pengertian secara dinamis, jika dilihat sacara statis, organisasi merupakan wadah kegiatan
sekolompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan secara dinamis, organisasi
merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan sistematis untuk mencapai
tujuan tertentu.
a. Ciri-ciri organisasi
1. Terdiri atas sekelompok orang.
2. Ada kegiatan-kegiatan yang berbeda tetapi saling berkaitan.
3. Tiap anggota mempunyai sumbangan usaha.
4. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan.
5. Adanya suatu tujuan
b. Prinsip-prinsip organisasi
1. Tujuan yang jelas.
2. Skala hierarki
3. Kesatuan komando?perintah.
4. Pelimpahan wewenang.
5. Pertanggungjawaban.

2
6. Pembagian kerja
7. Rentang kendali
8. Fungsionalisasi
9. Pemisahan tugas
10. Fleksibilitas/kelenturan
11. Keseimbangan.
12. Kepemimpinan.
c. Proses pengorganisasian
Proses pengorganisasian pada intinya dapat di bagi menjadi dua pokok analis, yaitu analisis
tujuan organisasi dan analisis jabatan
1. Analisis tujuan organisasi
Analisis tujuan organisasi dijelaskan seperti piramida terbalik. Artinya analisis ini dimulai
dari tujuan, kemudian dijabarkan menjadi tugas-tugas pokok, kemudian tugas pokok
dijabarkan menjadi fungsi-fungsi. Setelah itu, fungsi dijabarkan menjadi uraian pekerjaan
dan terakhir uraian pekerjaan dianalisis beban kerjanya.
2. Analisis Jabatan ( peryaratan-persyaratan untuk jabatan )
Analisis jabatan terdiri atas pengelompokan jabatan, pengelompokkan fungsi,
pengelompokan tugas, penentuan bentuk organisasi, penetapan organisasi dan
penyempurnaan organisasi.
d. Bentuk dan tipe organisasi
Ada tiga bahasan yang terkait dengan bentuk dan tipe organisasi, yaitu dasar
pengorganisasian serta bentuk organisasi dan tipe organisasi itu sendiri, berikut ini
penjelasannya.
1. Dasar pengorganisasian
a) Pengelompokan kerja atas dasar fungsi
b) Pengelompokan kerja atas dasar proses
c) Pengelompokan kerja atas dasar pelanggan/klien
d) Pengelompokan kerja atas dasar produk
e) Pengelompokan kerja atas dasar daerah/wilayah
2. Bentuk organisasi
Bentuk organisasi terbagi menjadi empat kelompok, yaitu organisasi lini (line
organizatoan), organisasi lini dan staf (line and staff organization), organisasi fungsi
(function organization), dan kepanitiaan (committee)

(a) (b)

3
(c)

3. Tipe organisasi
Tipe organisasi, terbagi menjadi tiga, yang diilustrasikan dalam bentuk mendatar,
piramida kerucut dan paramida terbalik.

(a) (b)

(c)

Direktur
PEMBUATAN SRTUKTUR ORGANISASI utama
BERDASARKAN FUNGSI.
RS Blosoom
Penentuan sub-bagian dari organisasi atau proses departementalisasi yang pertama adalah
berdasarkan fungsi tertentu. Dalam organisasi bisnis misalnya, terdapat pekerjaan yang terkait
dengan pelayanan.
Manajer Manajer keperawatan Manajer pemasaran Manajer
PEMBUATAN STRUKTUR ORGANISASI BERDASARKAN JENIS PELAYANAN
keuangan diklat
Pendekatan kedua berdasarkan pelayanan atau jasa yang diberikan setiap bagian. Berdasarkan
pendekatan ini penentuan bagian-bagian dalam organisasi ditentukan berdasarkan jenis
Bagian Bagian
pelayanan yang dibuat oleh organisasi.
penjualan promosi

4
Bagian anak Bagian bedah Bagian CI Pelatihan dan pengembangan
Gambar: contoh struktur Organisasi dalam rumah sakit

STRUKTUR ORGANISASI BERDASARKAN PELANGGAN


Berdasarkan pendekatan ini, penentuan bagian-bagian dalam organisasi ditentukan berdasarkan
karakteristik pelanggan yang menjadi sasaran pelanggan dari organisasi.
PEMBUATAN STRUKTUR ORGANISASI BERDASARKAN TEMPAT
Berdasarkan pendekatan ini, penentuan bagian-bagian dalam organisasi ditentukan berdasarkan
wilayah organisasi beroperasi. Selain pendekatan tersebut, terdapat proses departementalisasi
yang menggabungkan fungsional dengan pendekatan lain dan model ini disebut juga dengan
matriks.
Istilah pembagian tenaga kerja untuk mendeskripsikan sampai tingkat mana tugas dalam
organisasi di pecah-pecah menjadi pekerjaan yang terpisah. Hakikat spesialisasi kerja adalah
bahwa seluruh pekerjaan lebih baik dipecah-pecah menjadi sejumlah langkah, bukan, dilakukan
oleh individu. Setiap langkah diselesiakan oleh individu yang berlainan. Pada hakikatnya
individu yang mempunyai spesialisasi mengerjakan bagian dari suatu kegiatan, dan bukan
mengerjakan seluruh kegiatan.

BUDAYA ORGANISASI

5
Budaya organisasi pada dasarnya merupakan nilai dan norma yang dianut dan dijalankan
oleh organiosasi terkait dengan lingkungan tempat organisasi tersebut menjalankan kegiatannya.
Budaya organisasi pada dasarnya mencerminkan apa yang dirasakan, diyakini dan dijalanioleh
organisas. Budaya organisasi merupakan nilai dan keyakinan yang dipegang oleh organisasi
dari sejak organisasi tersebut t erbentuk, tumbuh, dan berkembang.
Faktor yang menentukan terbentuknya budaya organisasi adalah pengalaman yang
dijalani oleh organisasi itu sendiri. Pengalaman dapat berupa kesuksesan maupun kegagalan.
Kesuksesan dapat disebabkan oleh adanya konsep bisnis yang tepat, pendekatan manejemen
yang baik, dan lain-lain. Sebaliknya kegagalan disebabkan oleh ketidaktepatan konsep bisnis
yang dijalankan, pendekatan manejemen yang buruk. Bahkan mungkin faktor lingkungan
eksternal yang tidak sanggup diantisipasi oleh perusahaan. Tidak setiap budaya organisasi harus
dipertahankan. Adakalanya budaya organisasi justru harus diubah. Akan tetap seorang manejer
perlu memahami budaya organisasi mana yang harus dppertahankan dan mana harus diubah.
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang begitu pesat, misalnya mendorong setiap
orang atau perusahaan untuk melakukan perubahan secara tepat
Budaya klan
Tempat yang sangat ramah untuk bekerja,tempat atau orang saling berbagi tentang banyak hal.
Ini seperti keluarga besar. Para pemimpin atau kepala bidang keperawatan dianggap sebagai
mentor dan mungkin bahkan figure bapak organisasi ini disatukan oleh loyalitas atau tradisi dan
mempunyai kometmen yang tinggi. Organisasi ini menekankan pada keuntungan jangka panjang
dari pengembangan sumber daya manusia (SDM) keperawatan dan memosisikan arti penting
pada kohesi (kesatuan atau kekompakan) dan moral. Sukses dirumuskan dalam kepekaan
terhadap konsumen dan keprihatinan terhadap manusia , organisasi ini member nilai tinggi pada
kerja tim, partisipasidan kesepakatan.
Budaya adokrasi
Tempat yang dinamis bersifat kewiraswastaan,dan kreatif untuk bekerja. Para pemimpin
dianggap sebagai pembaru dan pengambil resiko. Penekanannya adalah bagaimana supaya bias
berada diposisi terdepan. Penekanan organisasi ini untuk jangka panjang adalah pada
pertumbuhan pemmemperoleh sumber daya baru. Sukses berarti memiliki produk atau
pelayanan atau jasa yang unik atau baru. Menjadi pemimpin dalam produk dan pelayanan adalah
hal penting. Organisasi mendorong munculnya prakarsa dan kebebasan individu.

6
Budaya hierarki
Tempat yang sangat formal dan terstruktur untuk bekerja. Para pemimpinya bangga menjadi
coordinator yang baik dan penyelenggara yang cenderung pada efisiensi. Perhatian jangka
panjang adalah pada stabilitas dan kinerja, dengan operasi yang mulus dan efisien. Pengelolaan
karyawan menekankan pada pemanfaatan tenaga kerja yang aman dan dapat diperkirakan bentuk
hirearki meliputi hirearki horizontal, yaitu bentuk struktur organisasi yang bagian-bagian
organisasinya banyak kesamping , dan meminimalkan jumlah subbagian atau departemen.
Hirearki vertical meminimalkan bagian-bagian organisasi ke samping secara horizontal, dan
memperbanyak subbagian atau departemen secara vertical.
Budaya pasar
Suatu organisasi yang sangat berorientasi pada hasil, yang perhatian utamanya adalah bagaimana
agar pekerjaan dapat tuntas diselesaikan. Individu bersifat kompetitif dan berorentasi pada tujuan
para pemimpinnya adalah penggerak yang keras, penghasil, dan competitor. Mereka ulet dan
banyak menuntut. Penekanan pada kemenangan reputase dan sukses adalah hal yang menjadi
perhatian bersama. Focus jangka panjangnya adalah pada langkah-langkah kompetitif dan
pencapaian tujuan dan sasaran yang dapat diukur. Sukses dirumuskan dalam penguasaan pasar
dan penetrasi pasar. Gaya organisasi ini adalah dorongan keras untuk bersaing.
FUNGSI PENGORGANISASIAN DALAM MANEJEMEN KEPERAWATAN
Fungsi pengorganisasian adalah salah satu fungsi manejemen yang juga mempunyai peranan
penting seperti fungsi perencanaan melalui fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang
dimiliki organisasi (manusia dan bukan manusia) akan diatur penggunaanya secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Uagai prinsip
pengorganisasian.ntuk dapat melaksanakan fungsi pengorganisasian dengan baik, manejer harus
memahami berb
Terdapat empat hal yang menjadi dasar untuk melakukan proses pengorganisasian
meliputi pembagian kerja, pengelompokan pekerjaan, penentuan relasi antara bagian dalam
organisasi, serta penentuan mekanisme untuk menintegrasikan aktifitas antara bagian dalam
organisasi atau koordinasi.
Pengorganisasian pelayanan keperawatan secara optimal dapat menentukan mutu
pelayanan keperawatan yang diberikan pengorganisasian pelayanan keperawatan diruang
rawat,pengelompokan kegiatan(metode penugasan dan penugasan), koordinasi kegiatan dan

7
evaluasi kegiatan kelompok kerja yang bertujuan memberikan gambaran tentang struktur
organisasi dalam pelayanan keperawatan untuk mencapai tujuan.
Fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan dan mengatur semua kegiatan yang
ada kaitannya dengan personel, financia ,lmaterial,dan tata cara untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah disepakati bersama. Berdasarkan penjelasan tersebut organisasi dapat juga
dipandang sebagai wadah kerjasama sekelompok orang yang bersifat statis. Tiga aspek penting
dalam pengorganisasian meliputi :
1. Pola struktur yang berarti proses hubungan interaksi yang dikembangkan secara efektif
2. Penataan setiap kegiatan yang merupakan kerangka kerja dalam organisasi
3. Struktur kerja organisasi termasuk kelompok kegiatan yang sama,

Dengan mengembangkan fungsi pengorganisasian, manejer keperawatan dapat mengetahui


1. Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok. Tugas pokok staf dan prosedur kerja
merupakan dokumen dari fungsi pengorganisasian, digunakan sebagaio panduan kinerja
staf keperawatan
2. Hubungan organisator antar manusia yang menjadi anggota atau staf organisasi.
Hubungan ini akan terlihat pada struktur organisasi
3. Pendelegasian wewenang. Manejer atau pimpinan organisasi dapat melimpahkan
wewenang kepada staf sesuai dengan tugas- tugas pokok yang diberikan kepada mereka
4. Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi.

Terdapat enam langkah penting dalam melaksanakan fungsi pengorganisasian dalam


manejemen keperawatan, yaitu:
1. Tujuan organisasi institusi layanan keperawatan harus dipahami oleh staf. Tujuan
organisasi telah disusun pada fungsi perencanaan.
2. Membagi habis perencanaan dalam bentuk kegiatan-kegiatanpokok untuk mencapai
tujuan. Dalam hal ini, pimpinan yang mengemban tugas pokok organisasi sesuai dengan
visi dan misi organisasi
3. Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan kegiatan yang praktis (elemen kegiatan)
4. Menetapkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan menyediakan fasilitas
pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya.pengaturan ruangan dan
dukungan alat-alat kerja adalah salah satu contohnya.
5. Penugasan personel yang cakap yaitu, memilih dan menempatkan stafyang dipandang
mampu melaksanakan tugas.
6. Pendelegasian wewenang, tugas staf dan mekanisme pelimpahan wewenang dapat
diketahui melalui struktur organisasi yang dianut. Untuk organisasi seperti ruang rawat
nginap yang mempunyai jumlah tenaga yang terbatas, namun ruang lingkup kerja dan
kegiatannya cukup luas, prinsip kerjasama yang sifatnya integratif perlu
diterapkan.Dalam pembagian tugas, harus diperhatikan adanya keseimbangan antara

8
wewenang dan tanggung jawab staf. Wewenang yang terlalu besar dapat mendorong
terjadinya korupsi, jika pengawasannya lemah. Sebaliknya, tanggung jawab yang terlalu
besar dapat mengakibatkan staf sangat berhati-hati dan sering ragu-ragu dalam
melksanakan tugasnya sehingga menghambat produktifitas mereka. Dengan pembagian
tugas dan pendelegasian wewenang dapat diketahui hubungan organisator antara satu staf
lainnya dalam suatu organisasi.

Trend Keperawatan
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada
tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan
masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa transisi/pergeseran pola
kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi
masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek
kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi,
pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka kejadian penyakit klasik yang
berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk.
Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga
menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta penyakit
degeneratif.
Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan untuk
meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu
berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis menghendaki
pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang profesional. Keadaan ini memberikan
implikasi bahwa tenaga kesehatan khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global
internasional dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan
professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek social budaya,
memiliki wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di Indonesia masih
belum menggembirakan, banyak faktor yang dapat menyebabkan masih rendahnya peran
perawat professional, diantaranya :
1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985 pendidikan
S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat pada tahun 1869.

9
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan, ( standart, bentuk praktik keperawatan,
lisensi )
Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam dunia kesehatan akan
berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan sehat
untuk semua pada tahun 2010 , maka solusi yang harus ditempuh adalah :
1. Pengembangan pendidikan keperawatan.
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan perawatan
professional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan profesi dan pendidikan
keperawatan berkelanjutan. Akademi Keperawatan merupakan pendidikan keperawatan
yang menghasilkan tenaga perawatan professional dibidang keperawatan. Sampai saat ini
jenjang ini masih terus ditata dalam hal SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta
prasarana penunjang pendidikan.
2. Memantapkan system pelayanan perawatan professional.
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi, lisensi dan sertifikasi
praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model praktik keperawatan professional
dalam memberikan asuhan keperawatan harus segera di lakukan untuk menjamin kepuasan
konsumen/klien.
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan dinamis serta
kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi kepentingan organisasi
dan mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya.
Restrukturisasi organisasi keperawatan merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu
organisasi profesi yang mandiri dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan
kualitas kinerja dan harapan akan masa depan yang lebih baik serta meningkat.
Pendelegasian
Defensi Pendelagasian secara sederhana yaitu, peneyelesaian tugas memalui orang lain atau
mengarahkan tugas kepada satu orang atau lebih untuk mencapai tujuan oraganisasi. Namun
defines yang paling kompleks dari pedelegasian , supervisi, penugasan telah dibuat oleh
American Nurses Association (ANA) dan National Council of State Boards of Nursing (NCBSN)
sebagai respons terhadap adanya kompleksitas pedelegasian di area pelayanaan kesehatan
dewasa ini, yaitu meningkatnya jumlah jumnlah pekerja, yang relative tidak terlatih dan tidak
memiliki izin, yang merawat pasien secara langsung. Pedelegasian adalah elemen yang esensial

10
pada fase pengarahan dalam proses menajemen karena sebagian besar tugas yang diselesaikan
oleh manajer ( tingkat bawah, menegah, dan atas) bukan hanya hasil usaha mereka sendiri, tetapi
juga hasil usaha pegawai. Bagi manajer, pedelegasian bukan merupakan pilihan, tetapi suatu
keharusan. Ada banyak tugas yang sering kali harus diselesaikan oleh satu orang.dalam siuasi
ini , pendelegasian sering terikat erat dengan produktivitas.
Ada banyak alas an yang tepat untuk melakukan pedelegasian. Kadang kala manajer harus
mendelegasian tugas rutin sehingga mereka dapat menangani masalah yang lebih kompleks atau
yang membtuhkan keahlian dengan tingkat yang lebih tinggi. Manajer dapat mendelegasikan
tugas jika seseorang telah dipersiapkan dengan lebih baik atai memililki keahlian yang tinggi
atau lebih cakap tentang cara menyelesaikan masalah. Pendelegasian juga dapat digunakan
sebagai sarana pembelajaraan atau pemberian kesempatan kepada pegawai. Pegawai yang
tidak didelegasikan tanggung jawab yang sesuai dapat menjadi bosan, tidak produktif, dan tidak
efektif. Oleh karena itu, dalam pedelegasian, pemimpin/manajer berperan terhadap
pengembangan diri dan professional karyawan.

Prinsip Pengorganisasian Kegiatan Layanan Keperawatan


Perinsip dasar unuk mencapai efesiensi adalah bahwa pekerjaaan dibagi-bagi sehingga setiap
orang memiliki tugas tertentu. Oleh karena itu, Kepala bidang keperawatan perlu mengetahui
tentang ;
1. Pendidikan dan pengalaman setiap staf, peran dan fungsi perawat yang diterapkan di rumah
sakit tersebut
2. Mengetahui ruang ringkup tugas kepala bidang keperawatan dan kedudukan dalam
organisasi
3. Mengetahui batas wewenag dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
4. Mengetahui hal-hal yang dapat didelegasikan kepada staf dan kepada tenaga non-
keperawatan

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelompokan dan pembagian kerja antara lain;
a) Jumlah tugas yang dibebankan seseorang terbatas dan sesuai dengan kemampuannya.
b) Setiap bangsal atau bagian memiliki perincian aktifitas yang jelas dan tertulis.
c) Setiap staf memiliki perincian tugas yang jelas.
d) Variasi tugas bagi sesorang diusahakan sejenis atau erat hubungannya.
e) Mencegah terjadinya pengotakan antar staf atau kegiatan.
f) Pengolongan tugas didasarkan pada kepentingan mendesak, kesulitan, dan waktu.

11
Di samping itu, setiap staf mengetahui kepada siapa harus melapor, meminta bantuan atau
bertanya, dan siapa atasan langsung serta dari siapa yang mererima tugas.

Pendelegasian Tugas
Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan janggung jawab kepada staf untuk
bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan pendelegasian, seorang pemimpin dapat mencapai
tujuan dan saran kelompok melalui usaha yang lain, yang merupakan inti menajemen. Selain itu,
dengan pedelegasian, seorang pemimpin mempuinyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal
lain yang lebih penting seperti perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat
pemgembangan dan latrihan menajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap
tantangan yang lebih besar dapat lebih menjadi komit dan puas bila diberi kesempatan untuk
memegang tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya kurangnya pendelegasian dapat
menghambat insiatf staf.
Keuntungan bagi staf dengan melakukan pedelegasian adalah mengembangkan rasa
tanggung jawab, menigkatkan penegetahuan dan rasa percaya diri, berkualitas, lebih komit dan
puas pada pekerjaan. Selain itu , manfaat pedelegasian untuk kepala bidang keperawatan sendiri
adalah mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal lain seperti perencanaan dan
evaluasi, meningkatkan kedewasaan dan rasa percaya diri, memberikan pengaruh dan pawer
baik internal maupun eksternal, dapat mencapai pelayanan dan sasaran keperawatan melalui
usaha orang lain.
Beberapa alasan yang menghambat pelaksanaan pendelegasian di antaranya :
1. Meyakinkan pendapat yang salah seperti ; (jika kamu ingin hal itu dilaksanakan dengan
tepat, kerjakanlah sendiri.).
2. Kurang percaya diri.
3. Takut dianggap malas.
4. Takut terhadap persaingan.
5. Takut kehilangan kendali.
6. Merasa tidak pasti apa dan kapan dilakukan pedelegasian.
7. Mempunyai defnisi yang tidak jelas.
8. Takut tidak disukai oleh staf.
9. Dianggap melemparkan tugas
10. Menolak untuk mengambil resiko
11. Tergantung pada orang lain
12. Kurang control yang memberikan peringatan dini adanya masalah sehubungan dengan tugas
yang didelegasikan

12
13. Kurang contoh dari pimpinan lain dalam hal medelegasikan
14. Kurang keyakinan dan kepercayaan terhadap staf
15. Merasa staf kurang memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk melakukan tugas tersebut

Dalam pendelegasian wewenang, masalah terpenting adalah apa tugas dan seberapa besar
wewenang yang harus dan dapat dilimpahkan kepada staf. Hal ini bergantung pada :
1. Sifat kegiatan : Untuk kegiatan rutin, delegasi wewenang dapat diberikan lebih besar kepada
staf
2. Kemepuan staf : Tugas yang didelegasikan jangan terlalu ringan atau terlalu berat
3. Hasil yan g diharapkan : Applebaum dan Rohrs ( 2002) menyatakan kepada pimpinan untuk
tidak mendelegasikan tanggung jawab perencanaan strategis atau mwengevaluasi dan
mendisiplinkan bawahan baru. Keduanya juga menyarankan pemimpinan untuk
mendelegasikan tugas yang utuh, bukan mendelegasikan sebgaian aspek dari suatu kegiatan.

Beberapa petunjuk untuk melakukan pendelegasian yang efektif yaitu :


1. Jangan membaurkan dengan pelemparan tugas. Jangan medelegasian tugas yang anda
sendiri tidak mau melakukan.
2. Jangan takut salah. Jangan mendelegasikan tugas pada seseorang yang kurang memliliki
keterampilan atau pengetahuan untuk sukses.
3. Kembangkan tingkat keterampilan dan pengetahuan staf sehingga mereka dapat melakukan
tugas yang didelegasikan.
4. Perhatikan rasa percaya atas kemampuan staf untuk berhasil.
5. Antisipasi kesalahan yang dapat terjadi dan ambil langkah pemecahan masalahnya.
6. Hindari kritik bila terjadi kesalahan.
7. Berikan penjelasan yang jelas tentang tanggung jawab, wewenang, tanggung gugat, dan
dukungan yang tersedia.
8. Berikan pengakuan dan penghargaan atas tugas yang yang telah terlaksana degang baik.

Langkah yang harus ditempuh untuk dapat melakukan pendelegasian yang efektif antara lain :
1. Tetapkan tugas yang akan didelegasikan
2. Pilihlah orang yang akan didelegasikan
3. Berikan uraian tugas yang akan didelegasikan dengan jelas
4. Uraikan hasil spesifik yang anda harapkan hasil tersebut
5. Jelaskan batas wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki staf tersebut
6. Minta staf tersebut menyimpulkan pokok tugasnya dan cek penerimaan staf tersebut atas
tugas yang didelegasikan
7. Tetapkan waktu untuk mengontrol perkembangan
8. Berikan dukungan
9. Evaluasi hasilnya

13
Model penugasan fungsional
Pengorganisasian layanan asuhan keperawatan dengan model penugasan fungsional
merupakan penerapan funsi pengorganisasian dalam tugas pelayanan keperawatan yang
didasarkan kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaaan yang dilakukan, model fungsional
dikembangkan setelah perang dunia ke II, karena jumlah pendidik keperawatan meninkat dan
banyak lulusan bekerja dirumah sakit dari berbagai jenis program pendidikan keperawatan.
Untuk memeksimalkan pemanfaatan yang bervariasi dari tenaga keperawatan tersebut,
dimunculkan ide untuk mengembangkan model funsionala dalam pelayanan asuhan keperawatan
fungsional, pemeberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian tugas dan prosedur
keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada
semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Seorang perawata mungkin bertanggung jawab
dalam pemberian obat, mengganti balutan, monitor infuse dan sebagaianya. Prioritas utama yang
dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan pasien dan kurang
menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien secara kholistik, sehingga dalam
penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan, karenapemberian asuhan yang
terfragmentasi.
Komunikasi di antara perawat sangat terbatas, sehingga tidak ada satu perawat yang
mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala ruangan. Hal ini
sering menyebabkan klien kurang puas dengan pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan,
karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan, dan
kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat. Kepala ruangan dianggap
bertanggung jawab untuk mengarah dan mensupervisi.komunikasi anatar staf sangat terbatas
dalam membahas masalah pasien. Perawat kadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi
dengan pasien atau mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan yang diberikan. Change
nurse

RN RN Nursing assitansts bedside care giver


Medication Treatmen
nurse nurse

14
Patien
Pada model ini, kepala ruangan menentukan tugas setiap perawat dalam suatu ruangan dan
perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada kepala ruangan dan akan
melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada kepala ruangan. Kepala ruangan bertanggung
jawab dalam membuat laporan pasien. Dalam model fungsional ini, koordinasi antar perawat
sangat kurang sehingga sering kali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan
kepada semua petugas yang dating kepadanya, dan kepala ruangan memikirkan setiap kebutuhan
pasien secara komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat verbal, yang sering kali
terlupakan karena tidak didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan
asuhan keperawatan. Dengan menggunakan model ini, kepala ruangan kurang mempunyai waktu
unutk membantu staf mempelajari cara terbaikbdalam memenuhi kebutuhan pasien atau dalam
mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang
sangat mencolok.
Orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas,sehingga pendekatan
secara holistic sukar dicapai. Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-
tugas bila jumlah staf sedikit,namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan
keperawatan yang diberikan.
Model Penugasan Alokasi Pasien atau Keperawatan Lokal
Pengorganisasian layanan asuhan keperawatan dengan model penugasan alokasi pasien atau
keperawatan total merupakan pengirganisasian pelayanan keperawatan untuk satua atau beberapa
pasien oleh satu orang perawata pada saat bertugas atau jaga selama periode tertentu atau sampai
pasien pulang. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima semua
lapoaran tentang pelayanan keperawatan pasien.
Keuntungannaya adalah bahwa focus keperawatan sesuai sesuai dengan kebutuhan pasien ;
member kesempatan untuk melakukan keperawatan yang komprehensif ; memotivasi perawata
untuk selalu bersama pasien selama bertugas ; pekerjaan non keperawatan dapat dilakukan oleh
staf bukan perawat ;mendukung panarapan proses keperawatan; kepuasan tugfas secara

15
keseluruhan dapat dicapai. Kerugiannya adalah beban kerja tinggi terutama jumlah klien banyak
sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan ; peserta didik sulit melatih keterampilan dalam
perawatan besar, misalnya menyuntik, mengukur suhu ;pendelegasian perawatan klien hanya
sebagian selama perawat penanggung jawab bertugas.
Model Penugasan Tim Keperawatan atau Keperawatan Berkelompok
Secara umum team work, dapat didefenisikan sebagai kumpulan individu yang bekerja sama
untuk mencapai suatu tujuan . kumpulan individu tersebut memiliki aturan dan mekanisme kerja
yang jelas serta saling tergantung . oleh karena itu, sekumpulan orang yang bekerja dalam satu
ruangan, belum tentu merupakan sebuah team work. Terlebih lagi jika kelompok tersebut
dikelola secara otoriter, timbul faksi-faksi didalamnya, dan minimnya interaksi antar anggota
kelompok.
Ketika individu bekerja didalam kelompok , terdapat 2 issu yang muncul .pertama adalah
adanya tugas dan masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaaan. Hal ini seringkali
merupakan topic utama yang menjadi perhatian tim. Kedua adalah proses yang terjadi didalam
team work itu sendiri, misalnya bagaaimana mekanisme kerja atau atuaran main sebuah tim
sebagai suatu unit kerja dari perusahaan. Proses interaksi didalam tim dan lai-lain. Dengan kata
l;aian proses menunjuk pada semangat kerja sama, koordinasi, prosedur yang harus dilakukan
yang disep[akati seluruh anggota, dan hal-hal lain yang berguna untuk menjaga keharmonisan
hubungan antar individu kelompok itu.
Team work merupakan sarana yang sanagat baik dalam menggabungkan berbagai talenta
dan dapat memberikanb solusi inovatif suatu pendekatan yanag mapan. Selain itu, keyterampilan
dan penegetahuan yang beraneka ragam yang dimiliki oleh anggita kelompok juga merupakan
nilai tambah yang membuat tem work lebih menguntungkan jika disbanding dengan individu
yang belian sekalipun. Sebuah team dapat dilihat sebagai suatu unit yang mengatur dirinya
sendir. Rentangan keterampilan yang dibutuhkan pewrawata yang ditujukan oleh masin-masing
team memungkinkan ya untuk diberi suatu tugas dan tanggung jawab. Bahkan ketika suatu
masalah tersebut dapat diputus oleh satu orang saja, melibatkan teamwork akan memberika
beberapa keuntungan;keuntungan tersebuta adalah;1 keputusan yang dibuat secara bersama-
sama akan meningkatkan motivasi team dalam pelaksanaanya, kedua keputusan bersama kan
lebih mudah dipahami oleh team dibandingkan dengan hanya mengandalkan keputusan dari satu
orang.

16
Secara umum , perkembangan suatu tim dapat dibagi kedalam empat tahap:
1. Forming, adalah tahapan ketika para anggota setuju untuk bergabung dalam satu team
karena kelompok baru dibentuk, setiap orang membawa nilai, pendapat dan cara kerja
sendiri. Konflik sanagat jaran terjadi, setiap oaring masih sungkan, malu-malu, bahkan ada
anggota yang sering merasa gugup. Kelompok cenderung belum dapat memilih pemimpin
2. Storming adalah tahapan timbulnya kekacauan didalam team, pimpinan yang telah dipilih
seringkali dipertanyakan kemampuannya dan anggota kelompok tidak ragu-ragu untuk
mengganti pemimpin yang tidak mampu. Faksi-faksi sudah mulai terbentuk, terjadi
pertentangan karena masalah pribadi semua mempertahankan pendapat masing-masing.
Komunikasi yang terjadi sangat sedikit karena masing-masing orang tidak mau lagi menjadi
pendengar dan sebagian lagi tidak mau berbicara secara terbuka.
3. Norming adalah tahapan ketika individu dan sub kelompok yang ada dalam team mulai
merasakan keuntungan bekerja sama dan berjuang untuk menghindari tersebut dari
kehancuran(bubar). Karena semangat kerja sama sudah mulai timbul setiap anggita sudah
mulai untuk mengungkapkan perasaan pada seluruh anggota team selain itu, swemua orang
mulai mau menjadi pendengar yang abaik, mekanisme kerja dan aturan-aturan main
ditetapkan dan ditaati seluruh anggota.
4. Performing adalah tahapan yang merupakan titik kulminasi ketika team telah berhasil
membangun siusitem yang memungkinakan untuk bekerja secara produktif dan efisien. Pada
tahap ini keberhasilan team dapat terlihat dari prestasi yang ditunjukkan.

Setelah beberapa tahun menggunakan model fungsional, bebrapa pemimpin keperawatan


(nursing leader) mulai mempertanyakan keeefktifan model tersebut dalam pemberian asuhan
keperawatan professional. Oelh karena adanya berbagai jenis tenaga keperawatan ; diperlukan
adanya supervise yang adekuat. Pada tahun 1950 dikembangkan model asuhan keperawatan.
Model team merupakan suatu model pemeberian asuahan keperawatan ketika perawat
professional memimpin sekelompok dalam memberikan asuahan keperawatan opada sekelompok
klien melalui upaya kuratif kolaboratif(douglass,1984)
Konsep model ini didasarkan pada falsafah bahwa sekelompok tenaga keperawatan bekerja
secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif sehingga dapat berfungsi secara
menyeluruhdalam memberikan asuhan keperawatan kepada setiap pasien. Model team
didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok memounyai konstribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung

17
jawab yang tinggi. Selain itu setiap anggota team merasakan kepuasan karena diakui
konstribusinya didalam mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan kep[erawatan
yang bermutu. Potensi setiap anggota team saling komplewmenter menjadi suatu kekuatan
kemampuan memimpin serta timbul rasa kebersamaan dalam setiap upaya pemberian asuhan
keperawatan, sehingga dapat menghasilkan rasa moral yang tinggi
Pada dasarnya , didalam model team menurut kron & gray (1987) terkandung dua konsep
utama yang harus ada yaityu kepemimpinan dan komunikasi efektif. Proses ini harus
dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan asuahan keperawatran yang diberikan
adalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara individual dan membantunya dal;am
mengatasi masalah.
Keuntungannya adalah memfasilitasi pelayanan keperawatan yang konfrehensif dan
memungkinkan pencapaian proses keperawatan. Selain itu, konflik dan perbedaan pendapat
didalam staf dapat di tekan melalui rapat team, cara ini efektif untuk belajar. Model tersebut
dapat memberikan kepuasan anggota team dalam hubungan professional dan memungkinkan
menyatukan kemampuan anggota team yang berbeda-beda dengan aman dan efektif.
Kerrugiannya adalah rapat team mmemerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk, rapat team
ditiadakan atau pelaksanaanya terburu-buru sehingga dapat mengakibatkan komunikasi dan
koordinasi team terganggu
Head nursing

Nursing staf Nursing staf Nursing staf

Nursing staf Nursing staf Nursing staf

(4-6 patien)
Model Penugasan Keperawatan (4-6 patien)
Primer atau Utama (4-6 patien)
Pemberian asuhan keperawatan model tim masih memiliki beberapa kekurangan,
berdasarkan studi, para pakar keperawatan mengembangkan model pemberian asuhan
keperawatan yang terbaru yaitu model primer (primary nursing). Tujuan dari model primer
adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang dilakukan secara komprehensif dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Penugasan yang diberikan kepada primary nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak
pasien masuk rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah keperawatan

18
dan disesuaikan dengan kemampuan primary nurse. Setiap primary nurse mempunyai 4-6 pasien
dan bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan, namun mempunyai kewenangan untuk
lakukan rujukan kepada pekerja social, kontak dengan lembaga social masyarakat, membuat
jadwal perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah, dan lain-lain. Dengan diberikannya
kewenangan tersebut, primary nurse dituntut mempunyai akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil
pelayanan yang diberikan. Primary nurse berperan sebagai advokat pasien terhadap birokrasi
rumah sakit. Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah bahwa pasien merasa
dimanusiawikan karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan asuhan
keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.

Kepuasan yang dirasakan oleh primary nurse adalah tercapainya hasil berupa kemampuan
supervise. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan model primer ini, karena senantiasa
informasi tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan laporan pasien komprehensif, sedangkan
pada model fungsional dan tim informasi, diperoleh dari beberapa perawat.

Berdasarkan hasil penelitian, model primer dapat meningkatkan kualitas asuhan


keperawatan bila dibandingkan dengan model tim. Hal ini dikarenakan perawat mampu
bertanggung jawab dan bertanggung gugat, sehingga perencanaan dan koordinasi asuhan
keperawatan dilaksanakan oleh seorang PN saja.

19
Model Penugasan Modular

Model pengorganisasian layanan asuhan keperawatan dengan model penugasan modular


merupakan pengorganisasian pelayanan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat
professional dan nonprofessional (terampil) untuk sekelompok klien. Hal ini dilakukan perawat
dari mulai masuk rumah sakit sampai pulang sehingga disebut juga tanggung jawab total atau
keseluruhan. Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary nursing
(keperawatan primer) yang digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga
professional dan non-profesional.

Untuk mencapai keefektifan model ini, kepala ruangan secara seksama menyusun tenaga
professional dan nonprofessional serta bertanggung jawab dengan harapan kedua tenaga tersebut
saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama kepemimpinan. Dalam menerapkan
model modular, 2-3 tenaga keperawatan dapat bekerja sama penuh untuk mengelola 8-12 kasus.

Model modular merupakan gabungan dari model tim dan primary model. Untuk metode ini
diperlukan perawat yang berpengetahuan, terampil dan memiliki kemampuan kepemimpinan.
Pada model ini, idealnya diterapkan 2-3 perawat untuk 8-12 orang klien.

Sistem Model Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)


Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefenisikan empat unsur, yakni :
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan sisitem MAKP. Defenisi tersebut
berdasarkan prinsip prinsip nilai yang diyakkini dan akan menentukan kualitas produksi/jasa
layanan keperawatan.
Unsur unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam menetapkan
suatu model, keempat hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan karena merupakan suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

20
Standar kebijakan institusi/nasional Proses keperawatan :
Pengkajian
Perencanaan
Intervensi
Evaluasi

Pendidikan pasien : Sistem MAKP :


Pencegahan penyakit Fungsional
Mempertahankan kesehatan Tim
Informed consent Primer
Rencana pulang/komunitas Modifikasi

Hubungan antara Keempat Unsur dalam Penerapan Sistem MAKP (Rowland dan Rowland,
1997)
Faktor faktor yang Berhubungan dalam Perubahan MAKP
Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatakan pelayanan keperawatan selalu berbicara mengenai
kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk:
1. Meningkatakan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen;
2. Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi;
3. Mempertahankan eksistensi institusi;
4. Meningkatkan kepuasan kerja;
5. Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan;
6. Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
Pada pembahasan praktik keperawatan akan dijabarkan tentang model praktik, metode
praktik, dan standar.

Standar Praktik Keperawatan


Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh Depkes RI (1995) terdiri atas
beberapa standar. Menurut JCHO: Joint Commision on Accreditation of Health Care
Organisation (1999: 1; 4: 249-54) terdapat delapan standar asuhan keperawatan yang meliputi
(Novuluri, 1999; 1; 4: 249-54):
1. Menghargai hak-hak pasien;
2. Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit (SPMRS);

21
3. Observasi keadaan pasien;
4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi;
5. Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif;
6. Asuhan pada tindakan operasi dan produser invasif;
7. Pendidikan kepada pasien dan keluarga;
8. Pemberian asuhan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam


upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 Kebutuhan Dasar Manusia dari Henderson),
meliputi:
1. Oksigen;
2. Cairan dan elektrolit;
3. Eliminasi;
4. Keamanan;
5. Kebersihan dan kenyamanan fisik;
6. Istirahat dan tidur;
7. Aktivitas dan gerak;
8. Spiritual;
9. Emosional;
10. Komunikasi;
11. Mencegah dan mengatasi risiko psikologis;
12. Pengobatan dan membantu proses penyembuhan;
13. Penyuluhan;
14. Rehabilitasi.
Model Praktik
1. Praktik keperawatan rumah sakit.
Perawat professional (Ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan
praktik keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, perlu
dikembangkan pengertian praktik keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya
sebagai bentuk praktik keperawatan professional, seperti proses dan prosedur registrasi,
dan legislasi keperawatan.
2. Praktik keperawatan rumah.
Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan
keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh
perawat professional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat professional yang
melakukan praktik keperawatan berkelompok.
3. Praktik keperawatan berkelompok.
Beberapa perawat professional membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada
masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan dengan pola yang diuraikan dalam

22
pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah. Bentuk praktik
keperawatan ini dapat mengatasi berbagai bentuk masalah keperawatan yang dihadapi
oleh masyarakat dan dipandanga perlu di masa depan. Lama rawat pasien dirumah sakit
perlu dipersingkat karena biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan akan terus
meningkat.
4. Praktik keperawatan individual.
Pola pendekatan dan pelaksanaan sama seperti yang diuraikan pada untuk praktik
keperawatan rumah sakit. Perawat profesionla senior dan berpengalaman secara
sendiri/perorangan membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk
member asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan ini sangat
diperlukan oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencilkan dari
fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.

Metode Pengolahan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional


Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan
metode pemberian asuhan keperawatan professional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan pelayanan keperawatan harus efektif dan efisien.
Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Mc Laughin,
Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi delapan model pemberian asuhan keperawatan,
tetapi model yang umum diguanakan dirumah sakit adalah asuhan keperawatan total,
keperawatan tim, dan keperawatan primer. Dari beberapa metode yang ada, institusi pelayanan
perlu mempertimbangkan kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan. Tetapi, setiap unit
keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan
berdasarkan kesesuaian anatara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit.
Karena setiap perubahan akan berakibat suatu stress sehingga perlu adanya antisipasi, jangan
mengubah suatu sistemjustru menambah permasalahan (Kurt Lewin, 1951 dikutip oleh
Marquis & Huston, 1998). Terdapat enam unsure utama dalam penentuan pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 1998: 143).

Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)


1. Sesuai dengan visi dan misi institusi.
2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
3. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.
4. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga dan masyarakat.
5. Kepuasan dan kinerja perawat.

23
6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.
Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
Jenis Model MAKP menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998)
Model Deskripsi Penanggung Jawab
Fungsiona Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan. Perawat yang bertugas pada
l (bukan Perawat melaksanakan tugas tertentu berdasarkan tindakan tertentu.
model jadawal kegiatan yang ada.
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam
MAKP)
pengelolaan askep sebagai pilihan utama pada saat
perang dunia II. Pada saat itu, karena terbatasnya
jumlah dan kemampuan perawat, maka tiap perawat
hanya melakukan 1 2 jenis intervensi pada semua
pasien.
Kasus Berdasarkan pedekatan holistis dari filosofi Manajer keperawatan
keperawatan.
Perawat bertangggung jawab terhadap asuhan dan
observasi pada pasien tertentu.
Rasio 1:1 (pasien:perawat). Tiap pasien dilimpahkan
kepada semua perawat yang melayani seluruh
kebutuhannya pada saat mereka dinas. Metode
penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien
satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk
perawat privat atau untuk khusus seperti isolasi dan
intensive care.
Tim Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan Ketua tim
Enam tujuh perawat professional dan perawat
pelaksana bekerja sebagai satu tim, disupervisi oleh
ketua tim. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 3
tim/grup yang terdiri atas tenaga professional,
tehnikal dan pembantu dalam satu kelompok kecil
yang saling membantu.
Primer Berdasarkan pada tindakan yang komprehensif dari Perawat Primer (PP)
filosofi keperawatan

24
Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek
askep dimana satu orang perawat bertanggung
jawab penuh selama 24 jam terhadap askep pasien
mulai dari pasien masuk sampai keluar RS.

Berikut ini adalah penjabaran tentang MAKP. Ada lima metode pemberian askep
professional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi
tren pelayanan kesehatan.

1. Fungsional (bukan model MAKP).

Kepala Ruang

Perawat : Perawat : Merawat Penyiapan Kebutuhan


Pengobatan Luka Instrumen Dasar

Pasien

Sistem Pemberian Askep Fungsional (Marquis & Huston, 1998: 138)


Kelebihan :
a. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas dan
pengawasan yang baik;
b. Sangat baik untuk RS yang kekurangan tenaga;
c. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawatan
pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman.
Kelemahan :
a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;
b. Pelayanan keperawatan terpisah pisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan;
c. Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja.
2. MAKP Tim.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda beda
dalam memberikan askep terhadap sekelompok pasien.
Kelebihan :
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan;

25
c. Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi dan member
kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan : komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi
tim , yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu
waktu sibuk.

Konsep metode Tim :


a. Ketua Tim sebagai perawat professional harus mampu menggunakan berbagai tehnik
kepemimpinan;
b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontuinitas rencana keperawatan terjamin;
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua Tim;
d. Peran kepala ruangan penting dalam model Tim karena akan menentukan
keberhasilan model ini.

Tanggung jawab Anggota Tim :


a. Memberikan askep pada pasien di bawah tanggunng jawabnya;
b. Kerja sama dengan anggota Tim dan antar Tim;
c. Memberikan laporan.

Tanggung jawab Ketua Tim :


a. Membuat perencanaan;
b. Membuat penugasan, supervise dan evaluasi;
c. Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkah kebutuhan pasien;
d. Mengembangkan kemampuan anggota;
e. Menyelenggarakan konferensi.

Tanggung jawab Kepala Ruangan :


a. Perencanaan :
Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing masing;
Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya;
Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien : gawat, transisi dan persiapan
pulang bersama ketua tim;
Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan
kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan;
Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan;

26
Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis
yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien;
Mengatur dan mengendallikan askep, termasuk kegiatan membimbing
pelaksanaan askep, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai
askep, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta memberikan
informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk;
Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri;
Membantu membimbing peserta didik keperawatan;
Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan RS.
b. Pengorganisasian :
Merumuskan metode penugasan yang digunakan;
Merumuskan tujuan metode penugasan;
Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas;
Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim, dan ketua tim
membawahi 2 3 perawat;
Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan : membuat proses dinas,
mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain lain;
Mengatur dan mengendalikan logistic ruangan;
Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik;
Mendelegasikan tugas, saat kepala ruangan tidak berada di tempat kepada ketua
tim;
Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien;
Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya;
Identifikasi masalah dan cara penanganannya.
c. Pengarahan :
Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim;
Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik;
Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap;
Menginformasikan hal hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan
askep pasien;
Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan;
Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya;
Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
d. Pengawasan :
Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim
maupun pelaksana mengenai askep yang diberikan kepada pasien.
Melalui supervisi :

27
1) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri
atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi
kelemahan kelemahan yang ada saat itu juga;
2) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim; membaca
dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan
sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar
laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas;

28
3) Evaluasi;
4) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim;
5) Audit keperawatan.
K
A
P
e
n
a

tp
sg
a
u
ig
l
a
o
e
ta
n

t
T
/a
iR
K
u
lm
ia
n
e

g
n
a
n
Sistem Pemberian Asuhan keperawatan Team Nursing (Marquis dan Huston, 1998: 138)

3. MAKP Primer.
Metode primer ini ditandai dangan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus
antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan
koordinasi askep selama pasien dirawat.
Dokter Kepala Ruangan Sarana RS

Perawat Primer

Pasien/Klien

Perawat pelaksana evening Perawat pelaksana night


Perawat pelaksana jika diperlukan days

Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer (Marquis & Huston, 1998: 138)

Kelebihan :

29
a. Bersifat kontuinitas dan komprehensif;
b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan
memungkinkan pengembangan diri;
c. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan RS (Gillies, 1989).
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena
terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu
tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer
karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu
diperbaharui dan komprehensif.
Kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan oleh perawt yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan Kriteria asertif, self direction,
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh
pertimbangan serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.

Konsep dasar metode primer :


a. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat;
b. Ada otonomi;
c. Ketertiban pasien dan keluarga.

Tugas perawat primer :


a. Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif;
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan;
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas;
d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin
lain maupun perawat lain;
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai;
f. Menerima dan menyesuaikan rencana;
g. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang;
h. Melakukan rujukan kepada pekerja social, kontak dengan lembaga social di
masyarakat;
i. Membuat jadwal perjanjian klinis;
j. Mengadakan kunjungan rumah.

Peran kepala ruangan/bangsal dalam metode primer :

30
a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer;
b. Orientasi dan merencanakan karyawan baru;
c. Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten;
d. Evaluasi kerja;
e. Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;
f. Membuat 1 2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi.

Ketenangan metode primer :


a. Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat dengan
pasien;
b. Beban kasus pasien 4 6 orang untuk satu perawat primer;
c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;
d. Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non professional
sebagai perawat asisten.
4. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien
akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sift, dan tidak ada jaminan bahwa
pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus
bisa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk
perawat privat/pribadi dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti kasus
isolasi dan intensive care.
Kelebihannya:
a. Perawat lebih memahami kasus per kasus;
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.

31
Kekurangannya:
a. Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab;
b. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.
Skema Sistem Asuhan Keperawatan Case Method Nursing (Marquis & Huston, 1998).

Kepala Ruangan

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

5. Modifikasi: MAKP Tim-Primer


Pasien/pasien Pasien/pasien Pasien/pasien
Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut
Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa
alasan:
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus
mempunyai latar belakang pendidikan S-1 keperawatan atau setara.
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
c. Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, karena
saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar lulusan D3, bimbingan tentang
asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ketua tim.

32
Contoh Metode Tim Primer (dikutip dari Ratna S. Sudarsono, 2002. dalam Nursalam
2010).
Kepala Ruangan

PP I PP 2 PP 3 PP 4

PA PA PA PA

PA PA PA PA

PAPenghitungan Kebutuhan
Metode PATenaga Keperawatan PA PA
Terdapat beberapa pedoman dalam penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat
inap.
7-8 Pasien 7-8 Pasien
1. 7-8 Pasien 7-8 Pasien
Pedoman cara penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan menurut Depkes RI tahun
2005
a. Pengelompokkan unit kerja rumah sakit
Kebutuhan tenaga keperawatan (perawat dan bidan) harus memperhatikan unit
kerja yang ada di rumah sakit. Secara garis besar terdapat pengelompiokan unit
kerja di rumah sakit sebagao berikut:
Rawat inap dewasa
Rawat inap anak/perinatal
Rawat inap intensif
Gawat darurat (IGD)
Kamar bersalin
Kamar operasi
Rawat jalan
b. Model pendekatan dalam penghitungan kenutuhan tenaga keperawatan
Beberapa model pendekatan yang dapat digunakan dalam penghitungan
kebutuhan tenaga perawat (perawat dan bidan) di rumah sakit:
Cara perthitungan berdasarkan klasifikasi pasien:
1) Tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus;
2) Rata rata pasien per hari;
3) Jam perawatan yang diperlukan/hari/pasien;
4) Jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hari;
5) Jam efektif setiap perawat/bidan adalah tujuh jam per hari.
Tabel. Contoh Perhitungan dalam Satu Ruangan Berdasarkan Klasifikasi Pasien
No Rata rata Rata-rata Jam Jumlah
Jenis / Kategori
. Pasien/hari Perawatan/pasien/hari Perawatan/hari

33
a B c d E
1. Pasien penyakit dalam 10 3,5 35
2. Pasien bedah 8 4 32
3. Pasien gawat 1 10 10
4. Pasien anak 3 4,5 13,5
5. Pasien kebidanan 1 2,5 2,5
Jumlah 23 93,0

Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah :


Jumla h Jam Perawatan 93
= =13 Perawat
Jam kerja efektif per sif 7
Untuk perhitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan
libur/cuti/hari besar (loss day)
Loss day =

( Jumla h hari minggu dalam1 ta hun+ cuti+hari besar


jumla h ha ri kerja efektif ) jumla h perawat tersedia

( 52+12+14=78
286
hari
) 13=3,5 orang
Jumlah tenaga keperawatan yang menggerjakan tugas tugas non-keperawatan (non-
nursing jobs), seperti : membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-
alat makan pasien dan lain-lain, diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss day) 25%
(13 + 3.5) 25% = 4,1
Jumlah tenaga : tenaga yang tersedia + faktor koreksi = 16,5 + 4,1 = 20,6 (dibulatkan 21
perawat/bidan), jadi tenaga keperawatan yang dibutuhkan untuk contoh tersebut adalah 21 orang.
Tingkat Ketergantungan Pasien;
Pasien diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang didasarkan kepaa
kebutuhan terhadap asuhan keperawsatan/kebidanan.
1) Asuhan keperawatan minimal (minimal care), dengan kriteria :
a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri;
b. Makan dan minum dilakukan sendiri;
c. Ambulasi dengan pengawasan;
d. Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
2) Asuhan keperawatan sedang, dengan kriteria:
a. Kebersihan diri dibantu, makan dan minum dibantu;

34
b. Observasi tanda-tanda vital setiap empat jam;
c. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali.
3) Asuhan keperawatan agak berat, dengan kriteria:
a. Sebagian besar aktifitas dibantu;
b. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 4 jm sekali;
c. Terpasang folley chateter, intake output dicatat;
d. Terpasang infus;
e. Pengobatan lebih dari sekali;
f. Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
4) Asuhan keperawatan maksimal, dengan kriteria:
a. Segala aktifitas dibantu oleh perawat;
b. Posisi pasien diatur dan observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam;
c. Makan memerlukan NGT dan menggunakan suction;
d. Gelisah/disorientasi.
Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah :
Jumla h jam perawatan diruangan /hari
jam efektif perawat
Untuk perhitungan jumalh tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi)
dengan;
Hari libur/cuti/hari besar (loss day), loss day =
Jumla h har iminggu dalam 1 tah un+cuti+ haribesar
( jumla h hari kerja efektif ) jumla h perawat yang diperlukan

Jumlah tenaga keperawatan yang menggerjakan tugas tugas non-


keperawatan (non-nursing jobs), seperti : membuat perincian pasien
pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan pasien dan lain-
lain, diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(Jumlah tenaga keperawatan + loss day) 25%

2. Metode Gilles.
Rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit keperawatan adalah:
ABC F
=H
(C D) E G
Keterangan :
A = rata rata jumlah perawtan/pasien/hari
B = rata rata jumlah pasien/hari
C = jumlah hari/ahun
D = jumlah hari libur masing masing perawat
E = jumlah jam kerja masing masing perawat
F = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H = jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut

35
3. Metode Formulasi Nina
Dalam metode ini terdapat lima tahapan dalam menghitung kebutuhan tenaga.
a. Tahap I
Dihitung A = jumlah jam perawatan pasien dalam 24 jam per pasien
b. Tahap II
Dihitung B = jumlah rata rata jam perawatan untuk seluruh pasien dalam satu hari
B = A tempat tidur
c. Tahap III
Dihitung C = jumlah jam perawatan seluruh pasien selama setahun.
C = B 365 hari
d. Tahap IV
Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan selama
setahun. D = C BOR / 80. 80 adalah nilai tetap untuk perkiraan realistis jam
perawatan.
e. Tahap V
Didapatkan E = jumlah tenaga perawat yang diperlukan/
E = D 1878
Angka 1878 didapatkan dari hari efektif per tahun (365 52 hari minggu = 313 hari)
dan dikalikan dengan jam kerja efektif perhari (6 jam).
4. Metode Hasil Lokakarya Keperawatan
Menurut hasil lokakarya perawatan, rumus untuk menghitung kebutuhan tenaga
keperawatan adalah sebagai berikut :

( Jam perawatan 24 jam 7(tempat tidur BOR)


h ari kerja efektif 40 jam )
+25
Formulai ini memperhitungkan hari kerja efektif yaitu 41 minggu. Tambahan 25% adalah
untuk penyesuaian terhadap produktifitas.
5. Metode Douglas
Bagi pasien rawat inap, standar waktu pelayanan pasien antara lain:
a. Perawatan minimal memerlukan waktu: 1 -2 jam/24 jam;
b. Perawatan intermediate memerlukan waktu: 3 4 jam/24 jam;
c. Perawatan maksimal/total memerlukan waktu: 5 6 jam/24 jam
Penerapan sistem klasifikasi pasien dengan tiga kategori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kategori I : perawatan mandiri. Kriteria pasien pada klasifikasi ini adalah pasien
masih dapat melakukan sendiri kebersihan diri, mandi, ganti pakaian, makan, minum,
penampilan secara umum baik, tidak ada reaksi emosional. Pasien perlu diawasi
ketika melakukan ambulasi atau gerakan. Pasien perlu dilakukan observasi setiap sif,
pengobatan minimal, dan persiapan prosedur memerlukan pengobatan.
b. Kategori II: perawatan intermediate. Kriteria pasien pada klasifikasi ini adalah
memerlukan bantuan untuk melakukan kegiatan sehari hari seperti makan,
mengatur posisi waktu makan, member dorongan agar makan, bantuan dalam

36
eliminasi dan kebersihan diri, tindakan perawatan untuk memonitor tanada tanda
vital, memeriksa produksi urine, fungsi fisiologis, status emosional, kelancaran
drainase (infuse), bantuan dalam pendidikan kesehatan serta persiapan pengobatan
memerlukan prosedur.
c. Kategori III: perawatan total. Kriteria pasien pada klasifikasi ini adalah tidak dapat
melakukan sendiri kebutuhan sehari harinya, semua kebutuhaan dibantu oleh
perawat, penampiolan pasien sakit berat, pasien memelukan observasi tanda vital
setiap dua jam, menggunakan selang nasogastrik (NGT), menggunakan terapi
intravena, pemakaian alat penghisap (suction) dan kadang pasien dalam kondisi
gelisah/disorientasi.
Douglas menetapkan jumlah perawat ynag dibutuhkan dalam suatu unit perawatan
berdasarkan klasifikasi pasien, di mana masing-masing kategori mempunyai nilai
standar per sif, yaitu pada tabel dibawah ini:
Kalsifikasi Pasien
Jumlah
Minimal Parsial Total
Pasien
P S M P S M P S M
1 0,17 0,14 0,10 0,27 0,15 0,07 0,36 0,30 0,20
2 0,34 0,28 0,20 0,54 0,30 0,14 0,72 0,60 0,40
3 0,51 0,42 0,30 0,81 0,45 0,21 1,08 0,90 0,60
dst.

6. Menghitung Tenaga Perawat Berdasarkan Full Time Equivalent (FTE)


Keputusan untuk penentuan jumlah dan jenis perawat adalah berdasarkan pada populasi
pasien yang mendapatkan perawatan, tingkat pendidikan dan keterampilan perawat serta
filosofi organisasi tentang perawat dan perawatan pasien. Penentuan jumlah dan jenis
perawat dilakukan berdasarkan full time equivalent (FTE). Konsep FTE didasarkan
bahwa seorang perawat bekerja penuh waktu dalam setahun, artinya bekerja selama 40
jam/minggu atau 2.080 jam dalam periode 52 minggu (Finkler dan Kovner, 2000 dalam
Bruce J. Fried.et.al, 2005). Jumnlah waktu tersebut meliputi waktu produktif maupun non
produktif, sedangkan yang dipertimbangkan hanya waktu produktif yang digunakan
untuk perawatan pasien. Cara ini juga mempertimbangkan hari perawatan dan klasifikasi
pasien berdasarkan tingakt ketergantungannya karena akan mempengaruhi jumlah jam
perawatan yang dibutuhkan.
Contoh perhitungan FTE dan tenaga perawat :

37
Total beban kerja unit (W) atau jumlah jam kerja perawat dapat ditentugkan berdasarkan
jumlah rerata jam perawatan dalam 24 jam (ACH) dan hari perawatan pasien (PD)
menggunakan rumus berikut :
5
W = , ( PDi ACHi )

Keterangan :
W = Beban Kerja (workload)
PD = Hari perawatan Pasien (Patient Days)
ACH = rerata jumlah jam kerja perawat (Avarage Care Hours per 24 hours)
= jumlah tingkat klasifikasi pasien
5= konstanta sesuai tingakt klasifikasi pasien.

Tabel. Contoh Data Sampel dari 30 Pasien di Ruang Rawat Inap Anak
Tingkat Klasifikasi Rerata Jam Perawatan Proyeksi Jumlah
Pasien Dalam 24 Jam Hari Rawat Pasien
1 3,5 1.500
2 5,0 2.500
3 9,0 3.000
4 13,0 2.100
5 17,5 1.100

Berdasarkan tabel hasil diatas dapat dihitung bahwa total beban kerja unit adala 91.300
jam.
Informasi tambahan yang didapatkan adalah :
a. 1 FTE = 2080 jam
b. Persentase jam produktif perawat adalah 85% (jadi rerata jam produktif adalah
1768/FTE)
c. Tenaga perawat dari unit ini dijadwalkan untuk bekerja sesuai standar yaitu 55%
untuk sif ssiang dan 45% untuk sif malam
d. Kualifikasi tenaga perawat adalah 75% Registered Nurse (RN), 15% Lisenced
Practical Nurse (LPN), 10% Nurse Assistans (NA).
Tenaga perawat keseluruhan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
91.300 jam yang dibutu h kan dalam seta h un
1.769 jam produktif / FTE
= 51.64 FTE tgenaga perawat yang dibutuhkan dalam setahun
Jumlah yang dibutuhkan pada sif siang dan malam dihitung dengan cara berikut :
a. Siang : 51,64 FTE 75% = 28,4
b. Malam : 51,64 FTE 45% = 23,2
Jenis tenaga perawat yang dibutuhkan ditentukan dengan cara sebagai berikut :

38
a. Siang :
RN : 28,4 75% = 21,3
LPN : 28,4 15% = 4,26
NA : 28,4 10% = 2,84
b. Malam :
RN : 23,2 75% = 17,4
LPN : 23,2 15% = 3,48
NA : 23,2 10% = 2,32

Perhitungan Baban Kerja


Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat antara lain :
1. Jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut;
2. Kondisi atau tingakt ketergantungan pasien;
3. Rata rata hari perawatan;
4. Pengukuran keperawatan langsung, keperawatan tidak langsung dan pendidikan
kesehatan;
5. Frekuensi tindakan keperawatan yang dibutuhkan pasien;
6. Rata rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara personil antara lain
sebagai berikut :
1.
2. Work Sampling
Teknik ini dikembangkan pada dunia industry untuk melihat beban kerja yang dipangku
oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tenaga tertentu. Pada metode Work
Sampling dapat diamati hal hal spesifik tentang pekerjaan antara lain :
a. Aktifitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja;
b. Apakah aktifitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam
kerja;
c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif;
d. Pola beban kerja perssonel dikaitkan denga waktu dan jadwal jam kerja.
Untuk mengetahui hal hal tersebut perlu dilakukan survey tentang kerja personel
dengan langkah langkah sebagai berikut :
a. Menentukan personel yang akan di survey;
b. Bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel sebagai subjek
personel yang akan diamati dengan menggunakan metode simple random sampling
untuk mendapatkan sampel yang representative;

39
c. Membuat format kegiatan perawat yang akan diklasifikasikan sebagai kegiatan
produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan langsung dan
tidak langsung;
d. Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan work
sampling;
e. Pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2 15 menit tergantung
karakteristik pekerjaan yang dilakukan.
Pada teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan kegiatan dari
sejumlah personel yang kita amati. Karena besarnaya jumlah pengamatan kegiatan
akan didapatkan sebaran normal sampel kegiatan penelitian. Artinya data ccukup
besar dengan sebaran sehingga dapat dianalisis dengan baik. Jumlah pnegamatan
dapat dihitung.
3. Time and Motion Study
Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti denga cermat tentang kegiatan yang
dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui teknik ini akan didapatkan
beban keerja personel dan kualitas kerjanya. Langkah langkah untuk melakukan teknik
ini yaitu :
a. Menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel dengan metode
Purposive Sampling;
b. Membuat formulir daftar kegiatan yang akan dilakukan oelh setiap personel;
c. Daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak personel yag
melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin selama dilakukan pengamatan;
d. Membuat klasifikasi atas kegiatan yang akan dilakukan tersebut menjadi kegiatan
medis, kegaitan keperawatan, dan kegiatan administrasi;
e. Menghitung waktu objektif yang dilakukan oleh personel dalam melakukan kegiatan
kegiatan yang dilakukan.

Penelitian dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk melkukan evaluasi
tingakt kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang bersertifikat atau bisa juga
digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu metode yang ditetapkan secara baku
oleh suatu instansi seperti rumah sakit.
Dari metode work sampling dan time and motion study maka akan dihasilkan output
sebagai berikut :

40
a. Deskripsi kegiatan menurut jenis adan alokasi waktu yang masing masing pekerjaan
baik yang bersifat medis, perawatan, maupun administrative. Selanjutnaya dapat
dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan untuk masing masing kegiatan selama
jam kerja;
b. Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga atau karakteristik
demografis dan social;
c. Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Beban kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin
atau variabel lain;
d. Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan menentukan
kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel yang diamati.

41
4. Daily Log
Daily Log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana work sampling
yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang diamati.pencatatan meliputi
kegiatan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tersebut.
Penggunaan ini tergantung kerjasana dan kejujuran personel yang diamati. Pendekatan ini
relative lebih sederhana dan biaya yang murah. Peneliti biasa membuat pedoman dan
formulir isian yang dpat dipelajari sendiri oleh informan. Sebelum dilakukan pencatatan
kegiatan peneliti menjelaskan tujuan dan cara pengisian formulir kepada subjek personel
yang diteliti, tekankan pada personel yang diteliti yang terpenting adalah jenis kegiatan,
waktu dan lama kegiatan, sedangkan informan personel tetap menjadi rahasia dan tidak
akan dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara rinci kegaitan dan waktu
yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari pengamatan dengan Daily Log.

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MASIH RENDAHNYA PERAN PERAWAT

DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN

Menurut Azrul Azwar (1999) dalam Nursalam (2002) permasalahan pokok yang dihadapi

perawat Indonesia dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Peran Perawat Profesional yang Tidak Optimal

Peran perawat profesional dalam sistem kesehatan nasional adalah berupaya

mewujudkan sistem kesehatan yang baik, sehingga penyelenggaraan pelayanan kesehatan

(health service) sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and

demands) masyarakat, sementara itu di sisi lain biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan

kemampuan ekonomi masyarakat. Akan tetapi perawat belum melaksanakan peran secara

optimal. Di sinilah letak masalahnya, karena dalam praktik sehari-hari penyelenggaraan

pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan, yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat tidaklah mudah. Tidak mengherankan jika pada saat ini banyak ditemukan

keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan/keperawatan di Indonesia.

42
2. Terlambatnya Pengakuan Body Of Knowledge Profesi Keperawatan

Di Indonesia pengakuan tersebut baru terjadi pada tahun 1985, yakni ketika PSIK untuk

pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Padahal di negara-negara

maju, banyak pengakuan body of knowledge tersebut telah lama ditemukan. Setidak-

tidaknya sejak tahun 1869, yakni ketika Florence Nightingale untuk pertama kali

memperkenalkan teori keperawatan yang menekankan pentingnya faktor lingkungan. Dalam

keadaan ini tidak mengherankan jika profesi kesehatan lain, hingga saat masih belum

sepenuhnya apakah keperawatan sebagai suatu ilmu.

3. Terlambatnya Pengembangan Pendidikan Keperawatan Profesional

Sekolah Perawat Kesehatan dan Akademi Keperawatan di Indonesia telah banyak

dikenal. Pendidikan S1 Keperawatan (ners) di Indonesia baru dimulai secara bersamaan

pada tahun 2000.

4. Terlambatnya Pengembangan Sistem Pelayanan/Asuhan Keperawatan Profesional

Jika ditinjau dari berbagai masalah profesi keperawatan yang ditemukan pada saat ini,

terlambatnya pengembangan sistem pelayanan keperawatan yang dipandang merupakan

masalah yang amat pokok, karena sampai saat ini harus diakui, kejelasan pelayanan

keperawatan belum dimiliki. Tidak hanya yang menyangkut bentuk praktik keperawatan,

tetapi juga kewenangan para penyelenggaranya. Model asuhan keperawatan sesuai dengan

kelompok keilmuan keperawatan masih belum dikembangkan di tatanan pelayanan (rumah

sakit maupun Puskesmas). Meskipun model tersebut telah dilatihkan kepada para perawat

dan institusi penyelenggara pelayanan kesehatan. Sehingga di sanasini masih ditemukan

ketidakpuasan pasien, perawat, dan stakeholder lainnya terhadap pelayanan keperawatan.

43
Faktor-Faktor Lain yang Memperlambat Perkembangan Peran Perawat Secara Profesional

(Nursalam, 2002)

1. Antithetical terhadap perkembangan Ilmu keperawatan

Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakannya pendidikan

keperawatan secara profesional, maka perawat lebih cenderung untuk melaksanakan

perannya secara rutin dan menunggu perintah dari dokter. Mereka cenderung untuk menolak

terhadap perubahan ataupun sesuatu yang baru dalam melaksanakan perannya secara

profesional.

2. Rendahnya Rasa percaya diri/harga diri (low self-confidence/self-esteem)

Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber informasi dari klien.

Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut timbul karena rendahnya penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang kurang memadai serta sistem pelayanan kesehatan

Indonesia yang menempatkan perawat sebagai warga negara kelas dua. Stigma inilah yang

membuat perawat dipandang tidak cukup memiliki kemampuan yang memadai dan

kewenangan dalam pengambilan keputusan di bidang pelayanan kesehatan.

3. Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, lebih dari 90% perawat

tidak melaksanakan perannya dalam melaksanakan riset. Hal ini lebih disebabkan oleh:

pengetahuan/keterampilan riset yang sangat kurang, keterbatasan waktu, tidak adanya

anggaran karena kebijakan yang kurang mendukung pelaksanaan riset. Baru pada tahun

2000-an, Pusdiknakes memberikan kesempatan kepada para perawat untuk melaksanakan

riset, itupun hasilnya masih dipertanyakan karena banyak hasil yang ada lebih mengarah

pada riset kesehatan secara umum. Riset tentang keperawatan hampir belum tersentuh.

44
Faktor lain yang sebenarnya sangat memprihatinkan adalah tugas akhir yang diberikan

kepada mahasiswa keperawatan bukan langkah-langkah riset secara ilmiah, tetapi lebih

menekankan pada laporan kasus per kasus.

4. Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan yang sempit

Pembinaan keperawatan dirasakan kurang memenuhi sasaran dalam memenuhi

tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan keperawatan dianggap sebagai suatu objek untuk

kepentingan tertentu dan tidak dikelola secara profesional. Kurikulum yang diterapkan lebih

mengarahkan perawat tentang how to work and apply, bukan how to think and do critically.

5. Rendahnya standar gaji bagi perawat

Gaji perawat, khususnya yang bekerja di instansi pemerintah dirasakan sangat rendah

bila dibandingkan dengan negara lain, baik di Asia ataupun Amerika. Keadaan ini

berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang

profesional.

6. Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan

Masalah ini sangat krusial bagi pengembangan profesi keperawatan, karena sistem

sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang baik. Hal ini tentunya akan

mempengaruhi perkembangan keperawatan di Indonesia, karena dampaknya semua

kebijakan yang ada biasanya kurang berpihak terhadap kebutuhan keperawatan.

Langkah Strategis Dalam Menghadapi Trend-Issues Perubahan Keperawatan Di Masa Depan

Alternatif strategi perawat Indonesia dalam menghadapi asuhan keperawatan di masa

mendatang adalah the nurse should do no harm to your self (Nightingale). Pernyataan ini

berarti semua tindakan keperawatan harus dapat memenuhi kebutuhan pasien tanpa adanya risiko

negatif yang ditimbulkan. Strategi yang harus ditempuh meliputi: (1) Peningkatan pendidikan

45
bagi perawat practicioners, (2) Pengembangan Ilmu Keperawatan, (3) Pelaksanaan riset yang

berorientasi pada masalah di klinik/komunitas, dan (4) Identifikasi peran manajer perawat

profesional di masa depan, dan (5) Menerapkan model dan metode asuhan keperawatan

profesional terbaru (MAKP).

Manajer keperawatan yang efektif akan memanfaatkan proses manajemen untuk mencapai

tujuan melalui usaha orang lain. Dalam setiap kegiatan selalu didasarkan pada perencanaan yang

matang dan juga didasarkan pada informasi yang akurat tentang apa yang belum diselesaikan,

dengan cara apa, untuk alasan apa, siapa, dan sumber daya apa yang tersedia dalam

merencanakan kegiatan.

1. PENINGKATAN PENDIDIKAN BAGI PERAWAT PRACTICIONERS

Langkah awal yang perlu ditempuh oleh Perawat Profesional adalah mengembangkan

Pendidikan Tinggi Keperawatan dan memberikan kesempatan kepada para perawat untuk

melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga diharapkan pada akhir tahun 2002,

semua pendidikan perawat yang ada di rumah sakit sudah memenuhi kriteria minimal

sebagai perawat profesional (lulusan DIII keperawatan) dan pada tahun 2015 sudah lebih

dari 80% perawat berpendidikan Ners.

Pada saat ini pelbagai upaya untuk lebih mengembangkan pendidikan keperawatan

profesional memang sedang dilakukan. Caranya adalah dengan mengkonversi pendidikan

SPK ke jenjang Akademi Keperawatan dan dari lulusan Akademi Keperawatan diharapkan

dapat melanjutkan ke jenjang Program pendidikan Ners (S1 Keperawatan). Dalam rangka

menambah jumlah lulusan perawat profesional tingkat sarjana, perlu upaya penambahan

jumlah dan kualitas Pendidikan Keperawatan yang menghasilkan Ners. Perlu diadakan

46
penataan sistem regulasi pendidikan keperawatan, agar institusi penyelenggaraan program

pendidikan Ners memperhatikan kualitas lulusannya.

Penataan mendasar yang harus dipersiapkan dalam menghadapi tuntutan kebutuhan

mencakup hal-hal berikut:

Penyusunan kompetensi sesuai dengan standar Pendidikan Keperawatan Indonesia,

Organisasi Profesi dan ICN (International Council of Nursing).

Penyusunan kurikulum institusional berdasarkan kurikulum nasional (yang ada) terdiri

atas dua tahap, yaitu tahap program akademik dan keprofesian sebagai kurikulum

institusi.

Menjabarkan kurikulum institusi ke dalam Garis Besar Program Pengajaran dan silabi

(rancangan pembelajaran).

Mengembangkan staf akademik terutama dalam bidangbidang kelompok Ilmu

Keperawatan Dasar, Kelompok Ilmu Keperawatan Komunitas, dan Kelompok Ilmu

Keperawatan Klinik (anak, maternitas, medikalbedah, dan jiwa).

Jumlah dan bidang pengembangan staf akademik disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan

pengembangan institusi.

Mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk tempat praktik klinik dan

komunitas keperawatan.

Mengembangkan organisasi pengelolaan di institusi pendidikan.

Mengembangkan sistem pengendalian dan pembinaan PSIK/FIK.

Pengembangan Ilmu Keperawatan

Ilmu keperawatan harus secara terus-menerus dikembangkan. Prioritas utama dalam

pengembangan ilmu keperawatan adalah tantangan untuk mengembangkan substansi isi ilmu

47
melalui pengkajian yang mendalam. Tahap kedua adalah menerapkan prinsip-prinsip ilmu

keperawatan dalam praktik keperawatan profesional yang dapat dilihat pada diagram hubungan

antara ilmu, riset, dan praktik di bawah ini.

Keperawatan harus dapat menjabarkan isi dari disiplin ilmu untuk dapat memberikan

justifikasi dan promosi secara langsung dalam kegiatan keperawatan. Pengembangan ilmu

keperawatan melalui riset akan dapat berkolaborasi dengan disiplin ilmu lain dan membedakan

kontribusi keperawatan terhadap tim kesehatan lainnya.

Alternatif lain yang bisa dikembangkan adalah dengan membentuk Komunitas Profesional

Keperawatan. Kelompok ini beranggotakan perawat dengan disiplin dan keahlian yang memadai.

Tugas Komunitas Profesional keperawatan adalah:

1. Pengembangan metode dan sistem pemberian asuhan keperawatan.

2. Menetapkan standar asuhan keperawatan.

3. Mengelola tenaga keperawatan (Kelompok Pengampu).

4. Mengelola pelaksanaan praktik keperawatan.

5. Mengelola metode Pengalaman Belajar Klinik kepada mahasiswa keperawatan.

6. Bertanggung jawab terhadap kualitas hasil layanan.

Ilmu Keperawatan yang menjadi prioritas pengembangan adalah:

1. Ilmu Keperawatan Dasar sebagai dasar pelayanan keperawatan profesional.

2. Ilmu Keperawatan Anak.

3. Ilmu Keperawatan Maternitas.

4. Ilmu Keperawatan MedikalBedah.

5. Ilmu Keperawatan Gawat Darurat.

6. Ilmu Keperawatan Jiwa.

48
7. Ilmu Keperawatan Komunitas dan Keluarga

8. Ilmu Keperawatan Gerontik.

9. Ilmu Manajemen Keperawatan

PERUBAHAN PARADIGMA DAN LINGKUP RISET KEPERAWATAN

Pelaksanaan riset merupakan dasar ilmu dan seni di dalam praktik keperawatan profesional.

Pelaksanaan riset keperawatan berdasarkan praktik keperawatan dapat memengaruhi dan

mengubah arah perkembangan pendidikan serta praktik. Riset keperawatan harus dilihat dari

sebagai bagian integrasi dari praktik keperawatan. Perawat yang bekerja dengan pasien dan peka

terhadap respons dari individu terhadap penyakit dan kesehatan. Perawat dipersiapkan untuk

mengidentifikasi masalah dan menganalisisnya melalui penelitian yang berdampak terhadap

pelayanan keperawatan untuk semua orang.

Berdasarkan filosofi keperawatan yang kita yakini, bahwa perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan harus berdasarkan pada 3 hal: humanistik, holistik, dan care. Sehingga

masalah-masalah keperawatan harus berdasarkan filosofi tersebut dan tercermin dalam

paradigma keperawatan. Asuhan yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi masalah-

masalah klien secara fisik, psikis, dan sosial-spiritual dengan fokus utama mengubah perilaku

klien (pengetahuan, sikap, dan keterampilannya) dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga

klien dapat mandiri.

49
DAFTAR PUSTAKA

Simamora, H.R, M.Kep.,Ns, ( 2012). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Buku


Kedokteran.EGC . Jakarta.
HUSTON. C. J, & MARQUIS B.L. (2010). Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan teori
& aplikasi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

50

Anda mungkin juga menyukai