Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM PERDATA

KONTRA POLIGAMI

oleh :
Oky Septiawan (115010100111145)
Vega Rezaldi (115010100111133)
Aditya Wardhana (115010107111102)
Rifmi Ramdhani (115010107111106)
M. Agung D. (11501071110098)
M. Arie Herdianto (115010100111124)
Aliet Arvitto (115010107111104)
Yanels Garsione D. (115010107111103)
Syahriza Alkohir (115010107111095)
Affina Niken A. (115010100111137)
Adek Nurrahman A. (115010107111115)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Tugas Hukum Perdata yang
berjudul Kontra Poligami .
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Sihabudin, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Bapak M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn. selaku Dosen Hukum Perdata
3. Keluarga yang telah memberi dorongan moril dan materiil dalam penyelesaian tugas
makalah ini.
4. dan segenap rekan-rekan yang telah banyak membantu.
Makalah ini memuat tentang penjelasan dan penjabaran mengenai Kontra Poligami
terutama di negara Indonesia saat ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan
gambaran dan wawasan yang luas bagi para pembaca.
Penulis merasa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengundang para pembaca untuk mengkritik dan memberikan
pendapat serta saran kepada penulis. Atas perhatian para pembaca, kami mengucapkan terima
kasih.

Malang, 21 Maret 2012

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari poligami ?
2. Apa dasar hukum dari poligami ?
3. Bagaimana praktek poligami di Indonesia ?
4. Mengapa penulis kontra dengan praktek poligami di Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari poligami


2. Untuk mengetahui dasar hukum dari poligami
3. Untuk mengetahui bagaimana praktek poligami di Indonesia
4. Untuk mengetahui mengapa penulis kontra dengan praktek poligami di Indonesia

1.4 Batasan Masalah


Karena banyaknya permasalahan-permasalahan yang timbul karena praktek
poligami di Indonesia, maka makalah ini hanya akan membahas tentang pentingnya
mengetahui makna kontra dari poligami maupun itu sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Poligami

Poligami berasal dari bahasa Yunani. Kata ini merupakan penggalan kata poli dan
polus yang artinya banyak, dan kata gamein atau gamos, yang artinya kawin atau
perkawinan.. Poligami adalah perkawinan seorang laki-laki dengan lebih dari satu wanita
atau perkawinan yang banyak atau pemahaman tentang seorang laki-laki yang membagi kasih
sayangnya atau cintanya dengan beberapa wanita dengan menyunting atau menikahi wanita
lebih dari satu dan hal ini dapat mengundang persepsi setiap orang baik negatif atau positif
tentang baik buruknya moral sesorang yang melakukan poligami.

Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari
satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Hal ini berlawanan
dengan praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri. Walaupun
diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan.
Terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai
bentuk penindasan kepada kaum wanita.

Poligami dapat membedakan atas dua definisi yaitu, poligami yang artinya seseorang
laki-laki menikah dengan banyak wanita dan poliandri yang artinya seorang wanita menikah
dengan banyak laki-laki. Kemudian perkembangan pengertian itu mengaaami pergeseran
sehingga poligami dipakai untuk makna laki-laki beristri banyak, sedang poliandri tidak
lazim dipakai.

2.2 Dasar Hukum Poligami

a). Dalam kaidah hukum nasional menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan

Pasal 3 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974:

Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Namun dengan sebab-sebab yaitu: (Pasal 4 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974)

Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami
yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Dan dengan syarat-syarat : (Pasal 5 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974)


Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-
isteri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak
mereka.

b). Dalam kaidah hukum Islam

Seorang muslim yang benar-benar mengerti tentang isi kandungan Al-Quran, baik itu
seorang laki-laki yang mendukung poligami, maupun seorang wanita yang menolak poligami,
pasti tidak akan mengesampingkan sebuah ayat dalam QS. An-nisa ayat 3. Seorang suami
memang disahkan untuk melakukan pernikahan dengan lebih dari satu wanita. Dan inilah
yang sering dijadikan dalil (hujjah) bagi laki-laki untuk menikah lagi. Mereka menjadikan
ayat ini sebgai dasar hukum halalnya berpoligami. Firman Allah SWT yang berbunyi :


(3)

Artinya :

Dan apabila kalian takut tidak bisa berbuat adil kepada anak-anak perempuan yang
yatim (untuk kalian jadikan istri), maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kalian
senangi, dua atau tiga atau empat. Bila kalian takut tidak bisa berbuat adil, maka nikahilah
satu perempuan saja atau budak-budak kalian. Yang demikian itu lebih membuat kalian tidak
berbuat zhalim. (QS. An-Nisa:3)

Jika tidak dipahami kandungan ayat Al-Quran tersebut, bisa membuat para laki-laki
besar kepala. Mereka bisa membuat ayat-ayat ini kemana-mana dan dijadikan sebagai dasar
hukum mereka dalam berpoligami. Mereka sepertinya demikian bangga dengan kodrat
kelelakian mereka merasa dilebihkan oleh Allah SWT dalam urusan pernikahan. Laki-laki
dihalalkan untuk berpoligami sedangkan perempuan diharamkan untuk berpoliandri.

Kelanjutan ayat inilah yang membuat laki-laki berpikir dua kali untuk melakukan

poligami, seorang suami pasti bisa mengukur kemampuan diri menafkahi keluarga. Jika satu
keluarga saja nafkah yang diberikan masih kembang kempis, maksudnya kadang bisa

menafkahi dengancukup dan kadang pula pas-pasan, bagaimana dia akan menafkahi dua

bahkan tiga atau empat keluarga.

2.3 Praktek Poligami di Indonesia

Secara umum poligami secara luas biasanya dipraktekkan oleh bangsa/suku-suku

nomaden yang hidup di alam yang keras dan gemar berperang. Di kalangan seperti ini

poligami adalah sebuah kebutuhan karena kuat atau tidaknya suku mereka ditentukan oleh

berapa banyak keturunan yang bisa dihasilkan terutama anak laki-laki karena laki-laki dalam

komunitas ini dianggap sebagai komunitas militer. Sementara perempuan dianggap hanya

sebagai asset untuk memproduksi keturunan yang bahkan juga dijadikan sebagai salah satu

harta pampasan perang bila suku itu kalah atau juga dijadikan alat pertukaran demi

perdamaian antar suku. Di kalangan bangsa/suku-suku yang menetap serta tidak banyak

mengalami ancaman militer, poligami umumnya hanya dilakukan oleh kalangan tertentu saja

yang biasanya kalangan elite dan berkuasa dimana praktek ini djadikan sebagai salah satu

simbol demi meningkatkan status dan sarana memamerkan kekayaan dan kekuasaan.

Sementara poligami di kalangan rakyat kebanyakan biasanya sangat jarang dilakukan.

Di Indonesia

Pada masa pra kemerdekaan sampai masa-masa awal kemerdekaan praktek poligami

di Indonesia umumnya hanya dilakukan oleh kalangan elit masyarakat saja diantaranya

kaum priyayi dan elit agama seperti para kyai. Menurut pengamatan Koentjaraningrat ada

perbedaan antara praktek poligami yang dilakukan kalangan priyayi dengan kalangan kyai

yaitu kalangan priyayi yang umumnya berasal dari golongan Islam abangan biasanya
menyatukan istri-istrinya dalam satu rumah sementara kalangan kyai / santri sebagian

besarnya membuatkan rumah yang terpisah-pisah bagi istri-istrinya (Jurnal Perempuan no 31,

2003 :75).

Memasuki era Indonesia modern praktek poligami semakin ditinggalkan oleh

masyarakat, bahkan akhirnya menjadi sebuah praktek yang tidak lazim. Hal ini

mengakibatkan pelaku poligami umumnya tidak melakukan praktek ini secara demonstratif

seperti pada masa lalu. Praktek poligami dianggap sebagai praktek yang memalukan dan

dapat merusak nama baik pelakunya. Itulah sebabnya sebagian besar perkawinan poligami di

Indonesia di era ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi / sirri terutama di kalangan

menengah. Di kalangan santri tradisionalis terutama di pedesaan praktek poligami masih

marak dilakukan tapi jumlahnya jauh lebih menurun daripada pada era sebelumnya.

Munculnya gerakan garis keras Islam yang berkembang di Indonesia sejak era 70-80

an dan mempunyai hubungan dengan kelompok serupa di Timur Tengah menimbulkan

sebuah fenomena baru dimana kelompok ini memiliki kecenderungan untuk

mempropagandakan poligami bahkan menganggapnya sebagai salah satu solusi untuk

mengatasi persoalan bangsa dan masyarakat. Dalam propagandanya kelompok ini kerap

melempar tuduhan bahwa kalangan yang menolak wacana poligami sebagai kalangan yang

pro pelacuran atau perzinahan bahkan secara lebih jauh lagi menuduh mereka sebagai

penentang hukum agama. Jadi secara umum mereka menyederhanakan wacana poligami

sebagai bentuk pertarungan antara "orang baik" v.s "orang jahat" dimana pendukung

poligami diposisikan sebagai "orang baik" sementara penentangnya "orang jahat".Akan tetapi

karena secara umum pengikut gerakan ini utamanya kalangan menengah di perkotaan praktek

poligami hanya dilakukan oleh sebagian kecil saja dari mereka. Tapi tidak seperti yang
dilakukan kalangan Islam tradisonalis, praktek poligami yang dilakukan kalangan ini

condong meniru pola yang dilakukan kaum priyayi / golongan Islam abangan pada masa lalu

yaitu menyatukan istri-istri mereka dalam satu rumah.

Selain golongan diatas, poligami ditemukan dalam jumlah kecil di kalangan

masyarakat bawah, pekerja keras, atau mata pencariannya mengharuskan mereka sering

berpindah tempat seperti pelaut, sopir bus antar kota dll.Pelaku poligami dari kalangan ini

kebanyakan bukan dari kalangan agamis bahkan jauh dari nilai-nilai agama seperti suka

mabuk-mabukkan, judi, pergi ke pelacuran dll. tapi yang menarik adalah ketika mereka

melakukan praktek poligami mereka selalu mengangkat isu agama sebagai alasan

pembenarannya.

2.4 Alasan Penulis Kontra dengan Praktek Poligami di Indonesia

Dampak negatif yang biasanya terjadi pada keluarga yang menjalani pernikahan
poligami tidak sehat, tidak jujur dan tidak islami adalah sebagai berikut :

1. Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena


merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan
dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.

2. Dampak ekonomi: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun


ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi
dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan
istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri
yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan
sehari-hari.
3. Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (perkawinan yang
tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama),
sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan
tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena
konsekuensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan
sebagainya.

4. Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan


suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan
rentan terjangkit virus HIV/AIDS.

5. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual


maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami,
walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami.

Dari uraian dampak negatif poligami di atas dapat disimpulkan bahwa penulis kontra atau
tidak setuju dengan praktek perpoligamian di Indonesia, meskipun kehendak untuk
berpoligami itu jatuh pada masing-masing individu.

Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal 3 ayat 1, bahwa:


Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh
memiliki seorang suami.
Jelas bahwa dalam pasal 3 (1) menganut asas monogami meskipun dalam ayat selanjutnya
disebutkan bahwa seorang suami boleh berpoligami dengan ketentuan dan syarat yang tertera.

Juga dalam QS. An-nisa ayat 3 yang membolehkan poligami, namun:

. . . kemudian jika kamu takut tidak akan berbuat adil maka kawinilah seorang saja atau
budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat dan tidak berbuat
aniaya (Surat Annisa : 3)

Secara eksplisit Al Quran sudah mengatur ketentuan poligami jika:

1. Poligami sebagai sarana memperoleh keturunan.

Sebuah perkawinan tanpa lahirnya keturunan dari rahim istri, merupakan perkawinan
hambar. Anak yang sering diistilahkan dengan buah hati memang menjadi sebuah
kebahagiaan utama dalam rumah tangga. Ternyata istilah buah hati sudah sejak lama, bahkan
Nabi-lah yang lebih dahulu memakai istilah itu. Memperoleh keturunan memang tujuan
utama sebuah perkawinan. Maka betapa merananya seorang yang dalam perkawinan tidak
bisa memiliki keturunan.

2. Poligami sebagai sarana dakwah

Mungkin agak aneh saja terdengar ditelinga oleh orang awam, jika poligami
dilakukan seorang suami dengan alasana sebagai sarana dakwah. Dalam menegakkan Syariat
Islam bisa menggunakan cara yang bermacam-macan. Dengan lisan dengan gerakan
bersenjata ataupun dengan tindakan yang halus, akan tetapi harus lebih mengenai sasaran
dakwah. Berpoligami untuk Syiar Islam atau dakwah ini biasanya dilakukan oleh para dai,
karena ini berkepentingan dengan tugas dakwahnya. Mereka menikahi muallaf atau bahkan
wanita-wanita kafir maupun musryik setelah sebelumnya mereka memeluk Agama Islam.
Untuk menjaga akidahnya yang masih rapuh, dan agar jangan kembali lagi kepada kekafiran.

3. Poligami sebagai sarana mengangkat kemiskinan.

Melindungi fakir miskin terutama yang telah ditinggal suami, sebab sebuah kefakir
miskinan sangat dekat dengan kekufuran, sebagai sabda Rasulullah SAW :

Kekafiran nyaris mengakibatkan kekufuran (HR. Abu Nuaim).

BAB III

KESIMPULAN

Melihat begitu dahsyat kontroversi yang terjadi di Indonesia tentang poligami,


rasanya tidak mungkin seorang suami bisa berpoligami dengan baik. Sebab citra yang sudah
terbangun di benak masyarakat kita tentang poligami, adalah persaingan, kecemburuan, dan
perang dingin antara istri-istri yang dimadu.
Padahal tidaklah demikian kenyataannya, poligami bisa dilakukan dengan baik,
tentram dan jauh persaingan dan perang dingin istri dengan istri-istri yang lain, jika suami
berpoligami melakukan tindakan penuh tanggung jawab dan memperlakukan istri-istri denga
sebagai mana mestinya. Apalagi seorang suami berpoligami denga penuh tanggung jawab
akan jelas memperoleh tambahan pahala, karena menafkahi lebih dari satu keluarga, dialah
suami yang bertanggung jawab yang dikatakan oleh Ibnu Abbas sebagai suami yang lebih
baik dari pada suami-suami yang lain.

Namun memang perlu adanya suatu penafsiran yang baik dan mendalam atas
pengertian-pengertian poligami, baik menurut hukum nasional maupun Hukum Islam
sehingga dalam pengaplikasiannya tidak terjadi penyelewengan atas makna poligami yang
sesungguhnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.psikomedia.com/article/view/Psikologi-Keluarga/2078/Definisi-Poligami/
diakses pada tanggal 21 Maret 2012

http://id.wikipedia.org/wiki/Poligami diakses pada tanggal 21 Maret 2012


http://id.wikipedia.org/wiki/Poligami_dalam_Islam diakses pada tanggal 21 Maret
2012

http://dinulislami.blogspot.com/2009/10/hukum-poligami.html diakses pada tanggal


21 Maret 2012

http://islamlib.com/id/artikel/poligami-rapuhkan-unit-unit-keluarga diakses pada


tanggal 21 Maret 2012

http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=8561&coid=1&caid=34 diakses
pada tanggal 21 Maret 2012

http://www.mail-archive.com/keluarga-sejahtera@yahoogroups.com/msg03599.html
diakses pada tanggal 21 Maret 2012

http://ariefhikmah.com/poligami/quraish-shihab-poligami-bukan-ibadah-murni-
kayak-makan-saja/ diakses pada tanggal 21 Maret 2012

Anda mungkin juga menyukai