Anda di halaman 1dari 54

SKENARIO B BLOK 25 2016

Ahmad, bayi laki-laki usia 9 bulan, dibawa ibunya ke puskesmas karena BAB cair sejak 15
hari yang lalu dengan frekuensi 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan, warna kuning, tidak ada
lendir, dan tidak ada darah. Ahmad tidak muntah. Riwayat kelahiran: lahir aterm, spontan,
cukup bulan ditolong bidan, skor APGAR tidak diketahui, dengan berat bada lahir 2500 gram,
panjang badan lahir 46 cm, lingkar kepala lahir tidak diukur. Walaupun sudah berusia 9 bulan,
Ahmad belum bisa berdiri, hanya bisa duduk dan berbaring saja. Riwayat penyakit
sebelumnya: sejak usia 4 bulan Ahmad sering menderita diare hampir setiap bulan satu kali
lamanya 3 sampai 4 hari.

Riwayat nutrisi sebelum sakit : usia 0-2bulan : ASI, usia 2 bulan sampai sekarang: susu
formula standar (67kkal/100 mL), sekarang 6 kali sehari @ 3 sendok takar. Dalam membuat
susu, si ibu biasa mencampur susu 1 sendok takar dengan air panas sampai 20 mL dan air
dingin 20Ml. sejak usia 4 bulanAhmad sudah diberi bubur bayi beras merah 3 kali sehari @ 2
sendok makan (80 kalori). Kadang-kadang ibu membuat bubur saring sendiri yang terdiri dari
tepung beras, kentang, kuah sayuran.

Riwayat imunisasi: sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 1x, Hepatitis B 1x, dan
polio 1x.
Riwayat keluarga : ayah usia 35 tahun tidak tamat SD dan tukang becak, ibu usia 32 tahun,
tidak tamat SD ibu rumah tangga, jumlah saudara 3 orang (usia 7 tahun, 5tahun, dan 3 tahun).

Pemeriksaan fisik: tampak sangat kurus, kulit kusam dan kesadaran apatis, cengeng, denyut
nadi 140x/menit, isis dan tegangan cukup, pernafasan 30x/menit, suhu 35oc. Hasil
pengukuran antropometri: berat badan 5,5 kg, panjang badan 65 cm, lingkar kepala 44 cm,
wajah seperti orang tua dengan tulang pipi menonjol, warna rambut seperti warna rambut
jagung, tpis, dan mudah dicabut. Pada mata terdapat bercak seperti busa sabun, konjungtiva
pucat, tidak ada edema di seluruh tbuh, ada iga gambang, perut cekung, lengan dan tungkai
atrofi, dan terdapat baggy pants

1
I.Klarifikasi Istilah
No. Istilah Klarifikasi
1. Diare Pengeluaran tinja berair berkali-kali yang
tidak normal.
2. Imunisasi BCG Bacille Calmette Guerine, adalah imunisasi
penyakit tuberculosis.
3. Imunisasi DPT Salah satu vaksinasi terhadap difteri,
pertussis, dan tetanus.
4. Imunisasi Polio Salah satu vaksinasi dengan tujuan untuk
mencegah penyakit polio yang dapat
menyebabkan anak menderita kelumpuhan
pada kedua kakinya dan otot-otot wajah.
5. Apatis Keadaan acuh tak acuh atau tidak perduli.
6. Baggy Pants Suatu keadaan pada bayi sehingga kulit pada
tungkai bagian menyerupai celana dengan
diameter lebih besar dari umumnya
7. Iga Gambang Tulang rusuk yang mononjol atau disebut
piano sign.

2
II. Identifikasi Masalah
1. Ahmad, bayi laki-laki usia 9 bulan, dibawa ibunya ke puskesmas karena BAB cair
sejak 15 hari yang lalu dengan frekuensi 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan, warna
kuning, tidak ada lendir, dan tidak ada darah. Ahmad tidak muntah. Ahmad belum
bisa berdiri, hanya bisa duduk dan berbaring saja. (Main Problem)
2. Riwayat kelahiran: lahir aterm, spontan, cukup bulan ditolong bidan, skor APGAR
tidak diketahui, dengan berat bada lahir 2500 gram, panjang badan lahir 46 cm,
lingkar kepala lahir tidak diukur.
3. Riwayat penyakit sebelumnya: sejak usia 4 bulan Ahmad sering menderita diare
hampir setiap bulan satu kali lamanya 3 sampai 4 hari.
4. Riwayat nutrisi sebelum sakit : Usia 0-2bulan : ASI, usia 2 bulan sampai sekarang:
susu formula standar (67kkal/100 mL), sekarang 6 kali sehari @ 3 sendok takar.
Dalam membuat susu, si ibu biasa mencampur susu 1 sendok takar dengan air panas
sampai 20 mL dan air dingin 20Ml. sejak usia 4 bulanAhmad sudah diberi bubur bayi
beras merah 3 kali sehari @ 2 sendok makan (80 kalori). Kadang-kadang ibu
membuat bubur saring sendiri yang terdiri dari tepung beras, kentang, kuah sayuran.
5. Riwayat imunisasi: sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 1x, Hepatitis B 1x,
dan polio 1x.
6. Riwayat keluarga : ayah usia 35 tahun tidak tamat SD dan tukang becak, ibu usia 32
tahun, tidak tamat SD ibu rumah tangga, jumlah saudara 3 orang (usia 7 tahun,
5tahun, dan 3 tahun).
7. Pemeriksaan fisik: tampak sangat kurus, kulit kusam dan kesadaran apatis, cengeng,
denyut nadi 140x/menit, isis dan tegangan cukup, pernafasan 30x/menit, suhu 35oC.
Hasil pengukuran antropometri: berat badan 5,5 kg, panjang badan 65 cm, lingkar
kepala 44 cm, wajah seperti orang tua dengan tulang pipi menonjol, warna rambut
seperti warna rambut jagung, tpis, dan mudah dicabut. Pada mata terdapat bercak
seperti busa sabun, konjungtiva pucat, tidak ada edema di seluruh tbuh, ada iga
gambang, perut cekung, lengan dan tungkai atrofi, dan terdapat baggy pants

3
III. Analisis Masalah
1. Ahmad, bayi laki-laki usia 9 bulan, dibawa ibunya ke puskesmas karena BAB cair
sejak 15 hari yang lalu dengan frekuensi 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan, warna
kuning, tidak ada lendir, dan tidak ada darah. Ahmad tidak muntah. Ahmad belum
bisa berdiri, hanya bisa duduk dan berbaring saja.
a. Apa etiologi dan mekanisme diare pada kasus?
Etiologi :
Faktor Malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.
Faktor Pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status
pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan
cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu
dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin
tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang
diperoleh si anak.

4
Faktor pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang
bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan
tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan
anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk
terpapar dengan penyakit.
Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang
berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak
umur 25-59 bulan.
Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena
itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama
penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian
besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan
malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90,
kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.
Faktor sosial ekonomi masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga
besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak
mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.
Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air
minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan
berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada
5
orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut
dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur.
Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli,
salmonella, sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite
yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida albikan).
Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan.
Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar
daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi
berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran
oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody
yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti
Sigella dan V. Cholerae.

Mekanisme:
Tidak memberikan ASI secara penuh sampai usia 6 bulan , asupan nutrisi yang
kurang, faktor hygiene yang buruk, sosial ekonomi yang rendah, pendidikan yang
kurang malnutrisi gangguan protektif host (penderita) hipokloridia,
gangguan motilitas, sintesis antibody yang berkurang, gangguan imunitas selular
memudahkan kolonisasi pathogen invasi dan replikasi virus dalam sel
enterosit menginduksi kematian dan lepasnya sel enterosit yang lepas
digantikan oleh sel imatur (pada anak dengan gizi buruk, terjadi penurunan
pergantian sel mukosa usus setelah infeksi sehingga memperlambat
penyembuhannya) penurunan enzim lactase dan gangguan transport glukosa-
Na+ maldigesti karbohidrat dan diare osmotic penurunan masukan makanan
dan absorpsi saluran cerna peningkatan katabolisme dan kehilangan nutrient
yang dibutuhkan untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan malnutrisi

b. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pada keluhan?


Usia : Usia <5 tahun merupakan usia paling sering mengalami gizi buruk dimana
masa ini merupakan golden period perkembangan. Puncak gizi buruk
terjadi pada usia 1-2 tahun.
Jenis kelamin : Tidak mempengaruhi

6
c. Bagaimana mendiagnosis anak menderita diare?
Diagnosa Diare
Diagnosa diare ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Amati konsistensi tinja dan frekuensi buang air besar bayi atau balita. Jika tinja
encer dengan frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari, maka bayi
atau balita tersebut menderita diare.
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan
jumlah sel darah putih. Leukosit Feses (Stool Leukocytes) : Merupakan
pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Leukosit dalan feses menunjukkan
adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan
untuk menentukan adanya infeksi. Namun, untuk mengetahui organisme
penyebab diare, perlu dilakukan pembiakan terhadap contoh tinja.

Klasifikasi Dehidrasi
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi
dehidrasi ringan, sedang, atau berat.
1. Dehidrasi Ringan
Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak terlihat agak
lesu, haus, dan agak rewel.
2. Dehidrasi Sedang
Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:
Gelisah, cengeng
Kehausan
Mata cekung
Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera
kembali ke posisi semula.
3. Dehidrasi berat
Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:
Berak cair terus-menerus
Muntah terus-menerus
Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk
Tidak bisa minum, tidak mau makan
Mata cekung, bibir kering dan biru
Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil berkurang/kurang
dari 6 popok/hari.
Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

7
d. Apa makna klinis dari BAB cair dengan frekuensi 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan,
warna kuning, tidak ada lendir, dan tidak ada darah sejak 15 hari yang lalu, serta
tidak muntah?
Definisi diare :
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah.
Menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau
lebih dalam sehari .
Kehilangan cairan :
4-5x sehari @1-2 sendok makan :
4x15 ml = 60 ml/hari (15 hari : 60x15 = 900 ml)
5x30 ml = 150 ml/hari (15 hari : 150x15 = 2250 ml)
Kehilangan cairan = 900-2250 ml
Dehidrasi ringan : kehilangan BB 5%
Dehidrasi sedang : kehilangan BB 10%
Dehidrasi berat : kehilangan BB 15%

Makna klinis : Ahmad, 9 bulan mengalami diare kronis (berlangsung lebih dari 14
hari). Tidak ada lendir, darah pada feces serta tidakada gejala muntah pada Ahmad
menandakan ia bukan menderita diare disentri akibat infeksi Entamoeba
hystolitica atau golongan shigella.

e. Bagaimana status perkembang Ahmad?


Keterlambatan perkembangan, ahmad sesuai dengan perkembangan anak usia 8
bulan

8
f. Apa etiologi dan mekanisme Ahmad belum bisa berdiri?

Sesuai dengan perkembangan motorik kasar pada bayi, Ahmad belum bisa
berdiri pada usia 9 bulan belum bisa diaktakan mengalami gangguan
perkembangan. Usia normal anak mulai untuk belajar berdiri dimulai dari umur 8
bulan sampai 10 bulan. Masih perlu ditunggu sampai usia 10 bulan untuk
menstimulasi Ahmad untuk belajar berdiri. Namun pada kasus juga perlu
dilperhatikan bahwa Ahmad ini memiliki kondisi gizi buruk sehingga patut
dicurigai adanya gangguan perkembangan pada Ahmad. Jika memang terdapat
gangguan perkembangan ini dapat disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi
yang diterima oleh Ahmad dan juga adanya diare yang berulang-ulang yang dapat
menjadi faktor kurangnya nutrisi yang dibutuhkan otak selama masa
perkembangan sehingga terjadi keterlambatan perkembangan.

2. Riwayat kelahiran: lahir aterm, spontan, cukup bulan ditolong bidan, skor APGAR
tidak diketahui, dengan berat bada lahir 2500 gram, panjang badan lahir 46 cm,
lingkar kepala lahir tidak diukur.
a. Apa makna klinis dari riwayat kelahiran?
Lahir aterm : Menandakan bahwa bayi tidak memiliki resiko reflex menghisap
yang lemah sehingga ASI yang diberikan dapat memenuhi nutrisi. Selain itu, sel
dan jaringan pada organ-organ bayi sudah matang dan siap berfungsi walaupun
setelah lahir tidak berfungsi secara sempurna seperti orang dewasa, hal ini
menunjukkan tidak ada faktor resiko yang meningkatkan kemungkinan gangguan
kematangan organ pencernaan.
Spontan : Tidak ada gangguan pada proses kelahiran seperti distosia bahu,
pendarahan pada otak, dll.

9
Ditolong Bidan : Faktor peningkatan komplikasi pasca partum seperti infeksi
post natal, MAS, dll salah satunya adalah pemimpin persalinan yang salah.
Skor APGAR tidak diketahui : tidak dapat diintrepetrasikan.
BBL 2500 gram : Diantara deviasi -2 sampai 0, normal.
PBL 46 cm : Deviasi -2, normal.
LKL tidak diukur : Tidak dapat diinterpretasikan

3. Riwayat penyakit sebelumnya: sejak usia 4 bulan Ahmad sering menderita diare
hampir setiap bulan satu kali lamanya 3 sampai 4 hari.
a. Apa hubungan riwayat penyakit sebelumnya dengan kasus saat ini?
Dari riwayat penyakit sebelumnya menunjukkan bahwa Ahmad sering
mengalami diare berulang dan berlangsung akut. Namun, ada banyak faktor yang
menyebabkan diare akut berlanjut menjadi diare persisten seperti umur di bawah
satu tahun, keadaan malnutrisi, penyakit gangguan kekebalan tubuh, riwayat diare
sebelumnya, dan infeksi usus spesifik seperti parasit. Pada kasus, akibat
pemberian asupan nutrisi yang salah, karena usia 2 bulan ASI sudah dihentikan
dan diganti dengan pemberian susu formula, menyebabkan nutrisi Ahmad tidak
terpenuhi dan mudah terjadi kolonisasi bakteri pada saluran pencernaan akibat
pemberian susu formula yang tidak sesuai untuk usianya. Kolonisasi pathogen
pada usus dapat menyebabkan gangguan penyerapan laktosa sehingga terjadi diare
osmotik yang berlangsung secara persisten karena semakin diperburuk dengan
adanya malnutrisi berat.

4. Riwayat nutrisi sebelum sakit : Usia 0-2bulan : ASI, usia 2 bulan sampai sekarang:
susu formula standar (67kkal/100 mL), sekarang 6 kali sehari @ 3 sendok takar.
Dalam membuat susu, si ibu biasa mencampur susu 1 sendok takar dengan air panas
sampai 20 mL dan air dingin 20mL. sejak usia 4 bulanAhmad sudah diberi bubur
bayi beras merah 3 kali sehari @ 2 sendok makan (80 kalori). Kadang-kadang ibu
membuat bubur saring sendiri yang terdiri dari tepung beras, kentang, kuah sayuran.
a. Bagaimana asuhan pemberian nutrisi anak usia 0-9 bulan yang tepat?
I. KEBIJAKAN TENTANG PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI
Memberikan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir dalam waktu 1 jam
pertama.
Memberikan hanya ASI saja atau ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai
umur 6 bulan.
Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mulai umur 6
bulan.
Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau lebih.
10
II. PEMBERIAN ASI (MENYUSUI)
Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik,
terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi
ibu.
ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk
memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.
Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi,
karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua
kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI).
Dalam situasi darurat
o Menyusui menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana untuk
penyiapan susu formula, seperti air bersih, bahan bakar dan
kesinambungan ketersediaan susu formula dalam jumlah yang memadai.
o Pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare,
kekurangan gizi dan kematian bayi.
o Sumbangan susu formula dari donor, maka distribusi maupun
penggunaannya harus di monitor oleh tenaga yang terlatih. Susu formula
hanya boleh diberikan pada keadaan sangat terbatas, yaitu:
Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui dari ibu, dan
relaktasi tidak memungkinkan.
Diberikan hanya kepada anak yang tidak dapat menyusu, misalnya:
anak piatu dll
Bagi bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi bisa menyusui,
persediaan susu formula harus dijamin selama bayi membutuhkannya.
Diusahakan agar pemberian susu formula dibawah supervisi dan
monitoring yang ketat oleh tenaga kesehatan terlatih.
Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi yang memadai dan
konseling tentang cara penyajian susu formula yang aman dan praktek
pemberian makan bayi yang tepat.
Sedapat mungkin susu formula yang di produksi oleh pabrik yang
melanggar Kode Internasional Pemasaran Susu Formula jangan/tidak
boleh diterima.
Susu Kental Manis dan Susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi
berumur kurang dari 12 bulan.
Susu formula diberi label dengan petunjuk yang jelas tentang cara
penyajian, masa kadaluwarsa minimal 1 tahun, dalam bahasa yang
dimengerti oleh ibu, pengasuh atau keluarga.

11
Botol dan dot tidak boleh di distribusikan dan tidak dianjurkan untuk
digunakan. Pemberian susu formula hendaknya menggunakan cangkir
atau gelas.
o Susu bubuk skim tidak boleh diberikan sebagai komoditas tunggal atau
sebagai bagian dari distribusi makanan secara umum, karena
dikhawatirkan akan digunakan sebagai pengganti ASI.
III. MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI)
MP-ASI hanya boleh diberikan setelah bayi berumur 6 bulan.
MP-ASI sebaiknya disediakan berdasarkan bahan lokal (bila
memungkinkan).
MP-ASI harus yang mudah dicerna.
Pemberian MP-ASI disesuaikan dengan umur dan kebutuhan gizi bayi.
MP-ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup.
Jumlah MPASI yang dibutuhkan :
6-8 bulan 2-3x sehari
9-11 bulan 3-4 kali sehari
12-24 bulan tambahkan 1-2 snacks sehari ( buah yang lembut, roti
dengan selai kacang )
Apabila jumlah makanan yang dikonsumsi oleh anak sedikit, maka frekuensi
makan dapat ditingkatkan.
Pada usia 8 bulan anak sudah dapat diberikan makanan yang dipotong kecil-
kecil ( finger food )
Pada usia 12 bulan sebagian anak sudah bisa makan makanan keluarga
( namun, dari WHO menganjurkannya pada usia 2 tahun )

12
Syarat MPASI :
1. Timely MPASI diberikan ketika dibutuhkan energy dan nutrisi yang lebih
adekuat selain ASI.
2. Adequate Hasrus mengandung energy, protein yang micronutrient yang
cukup.
3. Properly Fed diberikan sesuai dengan sinyal-anaknya untuk apetite dan
kenyang dan bahwa frekuensi makan dan metode makan nya sesuai dengan
usianya.
4. Safe MPASI harus bersih dan higienis, mulai dari tempat penyimpanan,
hingga digunakan.
MPASI yang baik adalah:
Kaya akan kalori, protein dan mikronutrien (terutama zat besi, zink,
calcium, vitamin A, vitamin C dan asam folat)
Bersih dan aman
Bebas patogen
Bebas zat kimia atau toksin
Bebas tulang atau biji keras yang dapat membuat bayi tersedak
Tidak diberikan dalam keadaan panas
Tidak pedas atau asin
Mudah ditelan
Disukai oleh bayi
Mudah didapat dan terjangkau
Mudah disiapkan

Orang tua masih dapat memberikan MPASI yang dibuat sendiri, asal
makanan tersebut mengandung mikronutrien zat besi, zink, calcium, tiamin,
asam folat, vitamin C, vitamin A dan lemak. Jenis makanan yang dapat dipilih
adalah:
Makanan pokok : mengandung karbohidrat, protein dan vitamin. Contoh:
sereal (beras, gandum, tepung jagung), tanaman menjalar (singkong, ubi &
kentang), buah yang mengandung tepung (sukun)
Sumber hewani : mengandung protein tinggi, zat besi, zink dan vitamin.
Contoh: hati, daging merah, ayam, ikan, telur (putih telur sebaiknya pada
anak > 1 tahun)
Produk Susu: mengandung protein, vitamin A & folat, calcium. Contoh: ASI
/susu formula, keju, yogurt
Sayur berdaun hijau dan berwarna oranye: mengandung vitamin A,C, folat
dan calcium. Contoh: bayam, brokoli, wortel, labu, kentang. Tunda
pemberian sawi pada anak > 1 tahun, karena mineralnya sangat tinggi,
membuat berat kerja ginjal anak.

13
Kacang-kacangan: mengandung protein dan zat besi. Contoh: kacang
polong, kacang merah, kedelai hitam
Minyak dan Lemak: mengandung energy dan asam lemak esensial, Contoh:
minyak kelapa, margarine, minyak zaitun, butter. Berbeda dg orang dewasa,
makanan sumber kolesterol sangat baik pada anak (kuning telur, lemak
hewan) untuk membentuk otak anak agar cerdas.
Biji-bijian: menghasilkan energi. Contoh: selai kacang, biji bunga matahari,
wijen
Makanan yang kaya akan Zat besi : Hati, daging merah
Makanan yang kaya akan Vitamin A : Hati, kuning telur, buah/sayur
berwarna oranye, sayur berdaun
hijau
Makanan yang kaya akan Zink : Hati, ikan segar, ayam, kerang,
kuning telur
Makanan yang kaya akan Calsium : Susu atau produk susu, ikan
Makanan yang kaya akan Vitamin C : Buah segar, tomat, paprika,
sayur-sayuran yang berwarna
hijau
Agar seluruh mikronutrien dapat terpenuhi, maka dalam membuat
MPASI campurkanlah kombinasi bahan makanan diatas, misalnya bubur yang
terbuat dari tepung maizena ditambah singkong dilarutkan dalam susu, kacang
tumbuk dan butter. Bisa juga membuat puree yang terdiri dari kentang,
singkong atau beras yang dicampur dengan ikan, kacang merah dan sayur
hijau. Berikan juga snack yang bergizi seperti telur, pisang, papaya, alpukat,
yogurt, pudding susu, biscuit atau roti dengan butter/margarine, kue kacang
merah, kentang kukus.

14
b. Apakah pemberian nutrisi pada Ahmad sebelum sakit sudah benar dan sesuai?
Kebutuhan kalori Ahmad per hari = 120 kkal/kg x 7,4 kg
= 888 kkal
Susu formula yang dikonsumsi Ahmad per hari: 720cc/100cc = x/67kkal
X = 482,4 kkal
Bubur saring yang dikonsumsi Ahmad per hari: X = 3 x 80 kal
X = 240 kal = 0,24 kkal
Kalori yang dikonsumsi Ahmad per hari = 482,64 kkal (kurang 405,36 kkal/hari)
Pada usia 4 bulan Ahmad sudah di beri bubur bayi beras merah 3 kali sehari
@ 2 sendok makan (80 kalori). Untuk usia 4 bulan, beras merah belum mampu
dicerna dengan baik oleh bayi karena fungsi penceraan bayi 0 - 6 bulan masih
ditujukan untuk menyerap makanan cair yaitu ASI. Sistem pencernaannya belum
sempurna untuk menyerap struktur bubur beras merah.
Nutrisi yang terkandung dalam bubur saring yang dikonsumsi Ahmad juga
tidak memenuhi kebutuhan makro maupun mikronutrien Ahmad, yaitu
kekurangan lemak, protein, vitamin, dan mineral

5. Riwayat imunisasi: sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 1x, Hepatitis B 1x,
dan polio 1x.
a. Apa saja imunisasi yang harus diberikan pada bayi sampai usia 9 bulan?

Usia (Bulan) Imunisasi


0 Hepatitis B 1, Polio 0, *BCG
1 Hepatitis B 2, * BCG
2 Polio 1, *BCG, DTP 1, Hib 1, PCV 1, Rotavirus1
3 -
4 Polio 2, DTP 2, Hib 2, PCV 2, Rotavirus 2
5 -
6 Hepatitis B 3, Polio 3, DTP 3, Hib 3, PCV 3, Rotavirus 3,
**Influenza
7 -
8 -
9 **Influenza, Campak 1

15
b. Apa makna klinis dari riwayat imunisasi pada Ahmad?
Pada kasus ini, Ahmad hanya mendapatkan imunisasi Hepatitis B 1 kali,
Polio 1 kali, BCG, dan DPT 1 kali, dimana imunisasi yang didapatkan Ahmad
tidak lengkap. Ahmad bahkan tidak mendapatkan vaksinasi rotavirus, sedangkan
diare pada bayi lebih sering disebabkan oleh rotavirus, hal ini merupakan salah
satu faktor pendukung Ahmad mengalami diare.
Dampak anak yang tidak mendapatkan vaksin atau tidak melengkapi vaksin antara
lain;
- Dapat mengalami penyakit yang lebih berat hingga mati.
- Meningkatkan resiko terekspos virus-virus dan bakteri yang bebas di sekitar.
- Dapat mengalami kambuh setelah terinfeksi sebelumnya.
- Perbedaan tatalaksana dengan orang yang diberikan vaksinasi saat dewasa,
sehingga banyak praktisi yang kurang familiar dan kurang berpengalaman,
akibatnya penanganan anak saat dewasa tidak optimal.
- Dapat membahayakan orang lain disekitar seperti orang yang mengalami
Immuno compromised.
- Dapat mengganggu kehidupan social anak karena lebih mudah mengalami
infeksi, sehingga anak akan terisolasi dari lingkungan sekitarnya termasuk
keluarga.
- Dapat mengurangi pendapatan orang tua karena anak yang lebih mudah
terinfeksi akan lebih banyak meghabiskan uang untuk pengobatan setiap
mengalami infeksi
- Dapat mengganggu pekerjaan dan urusan rumah orang tua maupun keluarga
karena harus mengurusi anak yang mengalami infeksi.

6. Riwayat keluarga : ayah usia 35 tahun tidak tamat SD dan tukang becak, ibu usia 32
tahun, tidak tamat SD ibu rumah tangga, jumlah saudara 3 orang (usia 7 tahun, 5
tahun, dan 3 tahun).
a. Apa hubungan dari riwayat keluarga dengan kasus?
Perekonomian dan pendidikan yang rendah membuat kesadaran orang tua
akan pentingnya gizi dalam keluarga masih rendah, sehingga dalam hal ini
berdampak timbulnya masalah gizi. Apabila batita mengalami kekurangan gizi
akan berdampak pada keterbatasan pertumbuhan, rentan terhadap infeksi,
peradangan kulit dan akhirnya dapat menghambat perkembangan anak meliputi
kognitif, motorik, bahasa, dan keterampilannya dibandingkan dengan batita yang
memiliki status gizi baik.
Dampak jangka pendek dari kasus gizi buruk adalah anak menjadi apatis,
mengalami gangguan bicara serta gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan

16
dampak jangka panjang dari kasus gizi buruk adalah penurunan skor IQ,
penurunan perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian, serta
gangguan penurunan rasa percaya diri.
Rendahnya tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman
ibu yang terbatas terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita akan
mempengaruhi pola pemenuhan gizi balita sehingga penerapan pola konsumsi
makan belum sehat dan seimbang.

17
7. Pemeriksaan fisik: tampak sangat kurus, kulit kusam dan kesadaran apatis, cengeng,
denyut nadi 140x/menit, isi dan tegangan cukup, pernafasan 30x/menit, suhu 35oC.
Wajah seperti orang tua dengan tulang pipi menonjol, warna rambut seperti warna
rambut jagung, tipis, dan mudah dicabut. Pada mata terdapat bercak seperti busa
sabun, konjungtiva pucat, tidak ada edema di seluruh tubuh, ada iga gambang, perut
cekung, lengan dan tungkai atrofi, dan terdapat baggy pants.
Hasil pengukuran antropometri: berat badan 5,5 kg, panjang badan 65 cm, lingkar
kepala 44 cm.
a. Apa interpertasi dan bagaimana mekanisme abnormal pada permeriksaan fisik?
Hasil Normal Interpretasi Mekanisme abnormal
Vital sign : Pada bayi: HR dan RR Mudah mengalami
HR : 140x/menit HR : 80-
normal kedinginan karena
Isi dan tegangan
140x/menit Suhu mengalami
jaringan lemak tipis; HR
cukup RR: 20-
hipotermi
RR 30x.menit dan RR masih normal
30x/menit
Suhu 35C
Suhu : 36.6-37C karena Ahmad belum
mengalami syok berat
Kulit kusam - Tanda-tanda Akibat banyaknya
Cengeng, dehidrasi cairan yang keluar
Kesadaran: Apatis karena diare

Wajah seperti orang - Tanda-tanda Tidak ada lemak


tua dengan tulang gejala gizi buruk dibawah kulit
pipi menonjol (marasmus;
Warna rambut - Rambut mudah dicabut
karena tidak
seperti warna karena penurunan
terdapat edema)
rambut jagung, ekskresi hidroksiprolin.
tipis, dan mudah Hidroksiprolin adalah
dicabut protein yang
merupakan bagian dari
kolagen yang bertugas
sebagai penyambung
dan pemberi rangka
luar dari seluruh
jaringan tubuh
termasuk pada rambut.
Jika hidroksiprolin ini
berkurang maka
18
kolagen juga akan
berkurang dan rambut
mudah dicabut.

Konjungtiva pucat - Terjadi anemia gizi


(kekurangan Hb, Ht, dan
eritrosit) akibat
kekurangan intake dari
besi, vitamin B12 dan
asam folat yang terdapat
dalam ASI
Tidak ada edema di - Karena pada marasmus
seluruh tbuh, yang terjadi adalah lack
of calories atau energy,
bukan defisiensi protein
seperti yang terjadi pada
kwarshiorkor. Tetapi,
pada kasus ini, protein
tampak mengalami
penurunan dari gejala
klinisnya akibat dari
pemenuhan kalori yang
tidak terpenuhi oleh
karbohidrat. Sehingga,
tubuh mengambil kalori
tersebut dari protein,
salah satunya dari
protein otot, yang
menyebabkan tungkai
dan lengan atrofi.

Iga gambang (piano - Tidak ada lemak


sign) dibawah kulit
Perut cekung - Tidak ada lemak
dibawah kulit
Lengan dan tungkai - Adanya pengambilan
atrofi protein otot
19
Baggy pants - Tidak ada lemak
dibawah kulit
Pada mata terdapat - Pada retina mata
bercak seperti terdapat pigmen yang
sabun sensitive terhadap
cahaya, yaitu rodopsin,
suatu protein gabungan
yang dapat berdisosiasi
menjadi protein opsin
dan retinen trans
(vitamin A dalam bentuk
aldehid). Jika terjadi
kekurangan protein
menyebabkan defisiensi
vitamin A yang lama
kelamaan menyebabkan
konjungtiva mongering
lalu epitel squamous-
nya akan mengalami
keratinisasi sehingga
terbentuk bercak putih

20
b. Apa interpertasi dan bagaimana mekanisme abnormal pada antropometri?
- Berat Badan = 5,5 kg
Interpretasi : deviasi < -3 (Gizi Buruk)

- Panjang Badan : 65cm


Interpretasi : Deviasi -3 (Sangat Pendek)

- Lingkar Kepala : 44 cm
Interpretasi : -2 sampai 2 (Normal)

Mekanisme :
21
Akibat kekurangan dan rendahnya nutrisi menyebabkan dan diare Hilangnya
sebagian besar protein dan lemak, sehingga menyebabkan lemah dan kendurnya
otot dan sedikitnya lemak subkutan Kenampakan seperti pada manifestasi
klinis marasmus, yaitu BB dan TB rendah, lengan dan tungkai tampak kurus,
wajah seperti orang tua, iga gambang, dan perut cekung.

8. Analisa Aspek Klinis


a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis?
Diagnosis untuk marasmus dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.
1. Anamnesis :
Anamnesis awal
Untuk mengetahui adanya tanda bahaya dan tanda penting:
- Syok/renjatan
- Letargis
- Muntah dan atau diare atau dehidrasi
Anamnesis Lanjutan
Riwayat nutrisi selama dalam kandungan, riwayat kehamilan, riwayat
kelahiran (berat badan, panjang badan), riwayat pertumbuhan dan
perkembangan, riwayat nutrisi, penyakit yang pernah diderita, imunisasi,
penyakit penyerta, keadaan keluarga (sosial, ekonomi, budaya)
2. Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan fisik awal :
Untuk mengetahui adanya kedaruratan medis
- Gangguan sirkulasi/syok
- Gangguan kesadaran
- Dehidrasi
- Hipoglikemi
- Hipotermi

Pemeriksaan fisik lanjutan


Vital sign, berat badan, panjang badan, lingkar kepala, tanda defisiensi
vitamin A, tanda dan gejala penyakit penyerta serta dicari tanda-tanda gizi
buruk :
- Tampak sangat kurus, hanya tulang berbungkus kulit.
- Wajah seperti orang tua (old man face).
- Cengeng, rewel.
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
- Perut cekung.
- Iga gambang (piano sign).
- Edema
3. Antropometrik
22
Ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi badan,
lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit. Diagnosis ditegakkan
dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan seperti BB/U (berat
badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar
lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),
LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan
antropometrik dapat diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi
menurut Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan
Depkes RI.
4. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah rutin termasuk
hemoglobin dan serum albumin, glukosa darah, pemeriksaan kadar elektrolit,
kadar hormone, perbandingan asam amino esensial dan non esensial, kadar
lipid, kadar kolesterol, urine rutin, serta pemeriksaan radiologi.
5. Analisis Diet
- Kuantitas asupan makanan
- Kualitas asupan makanan

23
b. Apa diagnosis banding pada kasus?
Marasmic-
Marasmus Kwashiorkor
kwashiorkor
Status gizi Buruk Buruk Buruk
Edema (membulat
Wajah Seperti orang tua Seperti orang tua
dan sembab)
Edema umumnya
seluruh tubuh
Tubuh Sangat kurus Edema sedikit
(terutama punggung
kaki dan wajah)
BB Turun drastis Normal/Sedikit turun Sedikit turun
Lemak Sangat sedikit
bahkan tidak ada Berlipat-lipat Berlipat-lipat
subkutan (baggy pants)
Jarang, bisa
Perubahan menjadi berat jika Letargi, apatis,
Apatis, rewel
status mental terjadi pada bayi & iritabilitas
berlangsung lama
Selalu (rambut tipis
Perubahan kemerahan seperti
Lebih jarang Ada
rambut warna rambut jagung
dan mudah dicabut)

c. Apa diagnosis kerja dari kasus?


Ahmad, bayi laki-laki 9 bulan menderita marasmus dengan diare persisten
dehidrasi derajat ringan-sedang, anemia, defisiensi vitamin A, dan gangguan
tumbuh kembang akibat asuhan nutrisi yang tidak tepat.

d. Bagaimana epidemiologi diagnosis kerja kasus ini?


Dilihat dari data Depkes (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
yaitu jumlah kasus balita gizi kurang dan gizi buruk pada tahun 2009, sebanyak
5,1 juta jiwa. Pada tahun 2011, jumlah anak balita bergizi kurang dan buruk turun
menjadi 4,28 juta anak, dan 944.246 orang di antaranya berisiko gizi buruk. Pada
tahun 2013, jumlah anak balita bergizi kurang dan buruk turun lagi jadi 4,13 juta
anak, dan 755.397 orang di antaranya tergolong risiko gizi buruk. Secara kuantitas
masih banyak balita kurang gizi yang belum tersentuh seperti yang terlihat pada
data diatas. Sementara secara kualitas, tingkat kehidupan dan kesehatan bayi
masih rendah dan rentan.

e. Apa saja faktor resiko dari diagnosis kerja kasus ini?

24
Faktor risiko gizi buruk antara lain :
1. Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah
mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan mineral.
2. Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi
adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai
kemakmuran hidup. Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk
mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat
pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya
daya beli pada keluarga tersebut.Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas
konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada
anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendahberkaitan dengan masalah
kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk
mengatasi berbagai masalah tersebut.
3. Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan
dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan
dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting
dalam masalah kurang gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya
kemiskinan adalah pendidikan yang rendah.
4. Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap
penyakit. Penyakit tersebut adalah:
a. Diare persisten :
Sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang dimulai
dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering
dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal.
Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti
penyakit sprue, gluten sensitive enteropathidan penyakitBlind loop.
b. Tuberkulosis :
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di
25
berbagai organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial
oksigen yang tinggi.
c. HIV AIDS
HIV merupakan singkatan dari human Immunodeficiencyvirus HIV
merupakan retrovirus yang menjangkiti sel manusia (terutama CD4 positive
sel dan macrophages komponen komponen utama sistem kekebalan sel),
dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus,
yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem kekebalan
dianggap defisien ketikasistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya memerangi infeksi dan penyakit.
5. Pengetahuan ibu
Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi
makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang
dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan
keanekaragamanmakanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak
membeli barang karenapengaruh kebiasaan, iklan,dan lingkungan. Selain itu,
gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan
informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.
6. Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah
berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu)jam setelah lahir. Gizi buruk dapat
terjadi apabila BBLR jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang
sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi.
Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan
makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang.

26
7. Kelengkapan imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi
terhadap suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit
tersebut sehingga bila balita kelak terpajanantigen yang sama, balita tersebut
tidak akan sakit dan untuk menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi
yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah dengan imunisasi.
Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap
suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi
sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi
sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat.
8. ASI
Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI)
eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia
hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia periode1997-2003 yang cukup
memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat
rendah.Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula,
makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula

f. Apa etiologi diagnosis kerja kasus ini?


Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat
dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu
kaleng yang terlalu encer.
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital.
Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.
Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup
27
Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan
Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan
yang kurang akan menimbulkan marasmus

g. Apa patofisiologi diagnosis kerja kasus ini?


Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam
keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh
untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
Hasilnya adalah atrofi otot serta postur tubuh pasien yang sangat kurus dengan
penampakan muka orang tua dan baggy pants. Lemak dan protein pada tubuh
pasien mayoritas sudah diserap tubuh untuk glukoneogenesis dan ketogenesis.
Kelainan pada rembut pasien juga disebabkan oleh defisiensi pasien, dimana
rambut kehilangan diameter, kekuatan akar, serta pewarna rambut. Tubuh
mengalihkan sintesis melanin untuk menggunakan proteinnya sebagai bahan baku
glukoneogenesis.

28
Menipisnya cadangan lemak pada tubuh juga diikuti dengan menipisnya
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Pasien sudah menunjukkan gejala-gejala
defisiensi vitamin A dimana ditemukannya bercak bitot yang mengindikasikan
gagalnya diferensiasi epitel.
Pada kasus, pasien sudah mengalami infeksi gastrointestinal yang ditandai
dengan diare. Berkurangnya sekresi HCl dan peristaltik usus menciptakan
lingkungan yang menguntungkan mikroba usus. Pasien juga mengalami gangguan
tumbuh kembang yang disebabkan oleh kurangnya energi untuk melakukannya.
Tubuh memfokuskan ekspenditur energi untuk organ-organ penting seperti otak,
jantung, dan hati.

h. Apa saja manifestasi klinis pada kasus ini?


Ciri dari gizi buruk (marasmus) menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004)
antara lain:
Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
Perubahan mental
Kulit kering, dingin dan kendur
Rambut kering, tipis dan mudah rontok
Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
Sering diare atau konstipasi (Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia)
Kadang terdapat bradikardi
Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
Kadang frekuensi pernafasan menurun
Kadang ditemui kadar Hb yang rendah

i. Berapa SKDI dari kasus ini?


4A

29
j. Bagaimana tatalaksana dari kasus ini?

30
a. Fase stabilisasi
1. 2 jam pertama

Tabel 2. Fase stabilisasi 2 jam pertama


2. 10 jam berikutnya

Table 3. Fase stabilisasi 10 jam berikutnya


3. Fase stabilisasi lanjutan

Tabel 4. Fase stabilisasi lanjutan


Jika tidak diare maka tidak diberikan resomal
*Kondisi dikatan membaik jika diare dan edema berkurang, serta dapat
menghabiskan formula

31
b. Fase Transisi
1. Hari perawatan ke-3 dan ke-4
Jumlah F100 diberikan sebanyak jumlah F75 terakhir
2. Hari perawatan ke-5
Jumlah F100 ditingkatkan 10 ml/ tiap 4jam sampai anak tak mampu
menghabiskan formulanya.
Jika habis F100 6 X 185 ml, maka dipertahankan sampai hari ke-7 lalu hari
ke-8 masuk Fase Rehabilitasi.
Lanjutkan jika masih minum ASI.
Stabilisasi Transisi
F-75 F100
12 x/ hari 8x/ hari 6x/ hari F-100 (min 125 ml, maks 185 ml)
---------------------------------------------------------------------------------------------------
60 ml 90 ml 120 ml 120 ml 125 ml + 10 ml dst

Tabel 5. Perubahan pemberian Formula F-75 ke F-100 pada Ahmad (BB 5 kg


tanpa edema)

32
c. Fase Rehabilitasi
Makanan terus diberikan sampai tercapai BB/TB-PB - 2 SD
1. BB < 7 Kg
F-100
Makanan bayi/lumat
Sari buah
2. BB > 7 Kg
F-100
Makanan anak/lunak
Buah

33
d. Fase tindak lanjut
Setelah anak pulang dari rawat inap, lanjutkan pemberian makanan
seperti fase tumbuh kejar. Kontrol teratur: tiap minggu pada bulan pertama;
tiap 2 minggu pada bulan kedua; tiap bulan mulai bulan ketiga dan seterusnya.
Umumnya berlangsung 4-5 bulan.
e. Monitoring and evaluation
Pemantauan keberhasilan terapi dilakukan dengan mengukur
pertambahan berat badan pasien. Pada usia 9 bulan, penambahan berat badan
yang ideal adalah 15 g/hari atau 400 g/bulan.

k. Apa saja komplikasi dari kasus ini?


Komplikasi marasmus, antara lain:
Hipoglikemia
Hipotermi (suhu aksiler < 35o C)
Infeksi/sepsis
Diare
Dehidrasi
Anemia berat
Postur tubuh yang penduk
Penurunan intelektual
Penurunan perkembangan kognitif
Gangguan pemusatan perharian
Penurunan kualitas kerja dan kemampuan reproduksi saat dewasa
Imunitas menurun sehingga mudah untuk terkena infeksi terutama tuberculosis
dan bronkopneumonia
l. Bagaiman prognosis pada kasus?
Quo ad vitam = bonam,
Quo ad fungsionam = dubia ad bonam
Quo ad sanationam = dubia ad bonam

34
IV. Kerangka Konsep

35
V. Learning Issue
1. Diare kronis pada bayi
Definisi Diare
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek
sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa,
yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau
tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama
pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode
diare berat (Simatupang, 2004).
Jenis Diare
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
1 Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2 Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
3 Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
4 Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi akut apabila
kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik jika
berlangsung lebih dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen
penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen.
10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Berbeda
dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non
infeksi seperti allergi dan lain-lain.
Epidemiologi Diare
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada
tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5
episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate
(CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian diare
pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan
secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di negara yang
sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi
dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan
turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003).

36
Etiologi Diare
Lebih dari 90% kasus diare akut adalah disebabkan oleh agen infeksius
(Ahlquist dan Camilleri, 2005).
Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti Enterovirus (Virus ECHO,
Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain; infeksi
bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas dan sebagainya; infeksi parasit seperti cacing (Ascaris, Trichiuris,
Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans) (Kliegman, 2006).
Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi
namun tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia, penyebab
utama diare adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan Entamoeba
histolytica (Depkes RI, 2000).
Patogenesis Diare
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus
ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak (Simatupang, 2004).
Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama
dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel
usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut.
Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk
kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih
belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli usus halus mengalami atrofi dan tidak
dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan
terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini
menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan
terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan
didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).
Gejala Diare
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah
dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir
ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan
karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat
yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala
37
muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung
yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit
(Kliegman, 2006).
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-
ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering
(Hasan dan Alatas, 1985). Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006),
dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari
tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan
juga masa pengisian kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang
dingin dan pucat.

38
Faktor Resiko Diare pada Balita
Faktor Gizi
Sutoto (1992) menjelaskan bahwa interaksi diare dan gizi kurang
merupakan lingkaran setan. Diare menyebabkan kekurangan dan akan
memperberat diare. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang tepat dan
cukup merupakan komponen utama pengelolaan klinis diare dan juga pengelolaan di
rumah.
Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan
diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika dibandingkan
dengan anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran
cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat. Menurut
Suharyono (1986), bayi dan balita yang kekurangan gizi, sebagian besarnya
meninggal karena diare. Hal ini dapat disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi.
Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-
faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari
keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak
mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan
orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan.
Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan
penanggulangan diare (Suharyono, 1991).
Faktor Pendidikan
Tingginya angka kesakitan dan kematian (morbiditas dan mortalitas) karena
diare di Indonesia disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum
memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan
perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi
keadaan penyakit diare (Simatupang, 2004).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Erial, B. et al, 1994, ditemukan
bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai
kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita
dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah
(Simatupang, 2004).

39
Faktor Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja
sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat
pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya
diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar
dengan penyakit diare (Simatupang, 2004).
Faktor Umur Balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Hasil analisa
lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12-24 bulan mempunyai resiko
terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25-59 bulan (Simatupang, 2004).
Faktor ASI
ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6
bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Brotowasisto (1997),
menyebutkan bahwa insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali
mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI
penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI disertai
susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare lebih besar
dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh (Sutoto, 1992).
Faktor Sumber Air
Sumber air adalah tempat mendapatkan air yang digunakan. Air baku
tersebut sebelum digunakan adalah yang diolah dulu, namun ada pula yang langsung
digunakan oleh masyarakat. Kualitas air baku pada umumnya tergantung dari mana
sumber air tersebut didapat. Ada beberapa macam sumber air misalnya : air hujan, air
tanah (sumur gali, sumur pompa), air permukaan (sungai, danau) dan mata air.
Apabila kualitas air dari sumber air tersebut telah memenuhi syarat kesehatan sesuai
dengan peraturan yang berlaku, dapat langsung dipergunakan tetapi apabila belum
memenuhi syarat, harus melalui proses pengolahan air terlebih dahulu.
Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan tahun 1997, kelompok
anak-anak di bawah lima tahun yang keluarganya menggunakan sarana sumur gali
mempunyai resiko terkena diare 1,2 kali dibandingkan dengan kelompok anak yang
keluarganya menggunakan sumber sumur pompa (Simatupang, 2004).

40
Pencegahan Diare
Diantara langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh ibu balita, yang paling
penting adalah menjaga higenis perorangan dengan baik. Ini dapat dilakukan dengan
melaksanakan perilaku sehat, yaitu mencuci tangan dengan sabun sesudah
membuang tinja anak dan setelah buang air besar dan juga sebelum menyiapkan
makanan kepada anak. Ibu-ibu juga seharusnya melatih anak mereka sejak awal lagi
tentang perilaku cuci tangan terutama sebelum makan dan sesudah bermain. Ini dapat
mencegah terjadinya penularan kuman yang dapat menyebabkan diare.
Selain itu, ibu balita juga seharusnya mengamalkan pemberian ASI kepada
anak mereka sejak lahir sehingga 4-6 bulan pertama kehidupan. ASI mengandungi
antibodi yang berguna untuk menjaga sistem kekebalan bayi agar tidak mudah
terkena infeksi. ASI juga kaya dengan zat-zat yang optimal untuk pertumbuhan anak.
Pemberian ASI sewaktu diare juga bisa mengurangi keparahan kejadian diare.
Berdasarkan banyak penelitian, keterjangkauan terhadap penggunaan sarana
air bersih sangat penting bagi mengurangkan resiko kejadian diare. Oleh karena itu,
masyarakat seharusnya memastikan air yang digunakan di rumah adalah benar-benar
bersih dan memenuhi syarat yaitu tidak mempunyai warna, bau dan juga rasa
sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Penanggulangan Diare Berdasarkan Tingkat Dehidrasi (WHO, 2005)
A Tanpa Dehidrasi
Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan
larutan oralit 50-100ml/kali dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan
yang sama dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-
ibu harus meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak
mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan
tambahan.
B Dehidrasi Ringan
Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan kristaloid Ringer
Laktat ataupun Ringer Asetat dengan formula lengkap yang mengandung glukosa
dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan anak
serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan masih dapat ditangani
sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya
mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa.

41
C Dehidrasi Sedang
Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan
pemberian oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan
penderita perlu diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik
keadaannya, penderita dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan
pemberian oralit. Dosis pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap
buang air besar diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak
umur 1-4 tahun setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama
600ml.
D Dehidrasi berat
Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena
(intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian
cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang
pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian
cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk jam yang pertama dan
seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 jam.
Komplikasi
Komplikasi utama akibat penyakit gastroenteritis ini adalah dehidrasi dan
masalah kardiovaskular akibat hipovolemia dengan derajat berat. Apabila diare itu
disebabkan oleh Shigella, demam tinggi dan kejang bisa timbul. Abses pada saluran
usus juga dapat timbul akibat infeksi shigella dan salmonella terutama pada demam
tifoid yang dapat menyebabkan perforasi pada saluran usus. Hal ini sangat berbahaya
dan mengancam nyawa. Muntah yang berat dapat menyebabkan aspirasi dan robekan
pada esofagus (Kliegman, Marcdante, Jenson, Behrman, 2006).

42
2. Gizi buruk Marasmus
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak
balita (bawah lima tahun). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang
dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di
bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan
kalori atau keduaya. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang
umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah
bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun. Balita disebut
gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD (standar
deviasi).
Klasifikasi Gizi Buruk
1. Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering
ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi
buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan
jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang,
muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah
makan, bokong baggy pant, dan iga gambang.
Pada patologi marasmus, awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi
otot serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis.
Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk
kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan
protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya
untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sistesis glukosa.

43
2. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat


disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein
yang inadekuat. Kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan
gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu,
perubahan mental, pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan
maupun berat, gejala gastrointestinal, rambut kepala mudah dicabut, kulit
penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih
mendalam dan lebar, sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,
pembesaran hati, anemia ringan, pada biopsi hati ditemukan perlemakan.
Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan
hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme
jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan
jumlah kalori yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet
akan menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk
sintesis. Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan
produksi insulin meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang
jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan
albumin oleh hepar disebabkan oleh berkurangnya asam amino dalam serum yang
kemudian menimbulkan edema.
44
3. Marasmik Kwarshiorkor
Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari
beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan
(BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai edema
yang tidak mencolok.
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa
karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain
hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia
(kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit
dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan
baik akibatnya anak tidak dapat catch up dan mengejar ketinggalannya maka
dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan
maupun perkembangannya.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk
terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan
bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang
adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan
45
integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa
percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak.
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan
mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang
terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis
gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem
tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan
tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang
disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang
bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan
sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon
kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating
Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut
berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan
kematian.
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,
khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat
resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi
karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna)
atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada
KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah
terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih
berat hingga mengancam jiwa.
Statistik Indonesia
Berdasarkan data DepartemenKesehatan (2004), padatahun 2003
terdapatsekitar 27,5% (5 jutabalitakuranggizi), 3,5 jutaanak (19,2%)
dalamtingkatgizikurang, dan 1,5 jutaanakgiziburuk (8,3%).Data
penderitagizikurangdanburuk di Indonesia daritahun 1989-2004 (Susenas):

46
Jumlah balita
Jumlah balita
Tahun Jumlah Penduduk gizi kurang dan
gizi buruk
buruk
1989 177.614.965 7.986.279 1.324.769

1992 185.323.456 7.910.346 1.607.866

1995 95.860.899 6.803.816 2.490.567

1998 206.398.340 6.090.815 2.169.247

1999 209.910.821 5.256.587 1.617.258

2000 203.456.005 4.415.158 1.348.181

2001 206.070.000 4.733.028 1.142.455

2002 211.567.577 5.014.028 1.469.596

2004 211.567.577 5.119.935 1.528.676

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0%


berstatus gizi kurang, di antaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama
menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1%
anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini berpengaruh kepada masih
tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan
anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu
ditangani secara cepat dan tepat.
WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi
kurang ke dalam 4 kelompok yaitu rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%),
tinggi (20-29%) dan sangat tinggi (30%). Dengan menggunakan pengelompokan
prevalensi gizi kurang berdasarkan WHO, Indonesia tahun 2004 tergolong negara
dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena 5.119.935 (atau 28.47%) dari
17.983.244 balita di Indonesia termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk.
Angka ini cenderung meningkat pada tahun 2005-2006.

47
Gizi masih merupakan masalah serius pada sebagian besar
Kabupaten/Kota, Data 2004 menunjukkan masalah gizi terjadi di 77,3%
Kabupaten dan 56% Kota, dan besarnya angka ini hampir sama jika dilihat
menurut persentase keluarga miskin :
109 dari 347(31.4%) kabupaten/kota yang diklasifikasikan berisiko tinggi
67(19.3%) kabupaten/kota resiko sedang, dan
171 (49.2%) kabupaten/kota resiko rendah
MARASMUS
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar. Pada stadium lanjut yang lebih berat
anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Etiologi dapat menyertai prematuritas atau merupakan penyakit pada
neonatus, dimana menyusuinya kurang baik karena daya isapnya belum baik. Juga
terjadi apabila terus-menerus hanya diberi susu ibu tanpa tambahan. Infeksi
terutama diare, seringkali merupakan penyakit penyerta.
Tanda tanda:
Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
Wajah seperti orang tua
Cengeng, rewel
Perutcekung
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
Sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit
kronik.
Pada marasmus kalori yang dibutuhkan kurang sekali. Pada diet yang
sempurna, kalori didapat dari karbohidrat 50-55%, lemak 30-35%, dan protein
15%. Apabila karbohidrat kurang, maka depot glycogen yang akan digunakan.
Bila depot sudah habis, maka akan menggunakan subcutant fat akibatnya anak
akan menjadi kurus. Bila protein lemak sudah habis, maka akan menggunakan
protein jaringan, akibatnya otot-otot menjadi atrophy. Lemak yang terakhir
menghilang yaitu lemak dari pipi.
3. Nutrisi pada bayi 0-12 bulan

48
Sesuai dengan bertambahnya umur bayi/anak, perkembangan dan
kemampuan bayi/anak menerima makanan, makanan bayi/anak umur 0-24 bulan
dibagi menjadi 4 tahap :
a. Makanan bayi umur 0 6 bulan
b. Makanan bayi umur 6 9 bulan
c. Makanan anak umur 9 12 bulan
d. Makanan anak umur 12 24 bulan
Pada situasi khusus seperti anak sakit atau ibu bekerja, pemberian makanan
bayi/anak perlu penanganan secara khusus.
a. Makanan Bayi Umur 0 6 Bulan
1) Hanya ASI saja ( ASI Eksklusif )
Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI
terutama pada 30 menit pertama setelah lahir. Pada periode ini ASI saja sudah
dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Perlu diingat bahwa ASI adalah makanan
terbaik untuk bayi. Menyusui sangat baik untuk bayi dan ibu. Dengan
menyusui akan terbina hubungan kasih sayang antara ibu dan anak.
2) Berikan kolostrum
Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama, kental dan
berwarna kekuning-kuningan. Kolostrum mengandung zat-zat gizi dan zat
kekebalan yang tinggi.
3) Berikan ASI dari kedua payudara
Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong, kemudian pindah ke
payudara lainnya, ASI diberikan 8 10 kali setiap hari.
INGAT !
Beri ASI saja sampai umur 6 bulan
Berikan kolostrum
b. Makanan Bayi Umur 6 Bulan
1) Pemberian ASI diteruskan, diberikan dari kedua payudara secara bergantian
2) Bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi
sudah memiliki reflek mengunyah. Contoh MP-ASI berbentuk halus antara lain
: bubur susu, biskuit yang ditambah air atau susu, pisang dan pepaya yang
dilumatkan. Berikan untuk pertama kali salah satu jenis MP-ASI, misalnya
pisang lumat. Berikan sedikit demi sedikit mulai dengan jumlah 1-2 sendok
makan, 1-2 kali sehari. Berikan untuk beberapa hari secara tetap, kemudian
baru dapat diberikan jenis MP-ASI yang lainnya.
3) Perlu diingat tiap kali berikan ASI lebih dulu baru MP-ASI, agar ASI
dimanfaatkan seoptimal mungkin. MP-ASI berbentuk cairan diberikan dengan
sendok, jangan sekali-kali menggunakan botol dan dot. Penggunaan botol dan

49
dot berisiko selain dapat pula menyebabkan bayi/anak mencret itu dapat
mengakibatkan infeksi telinga.
4) Memberikan MP-ASI dengan botol dan dot untuk anak baduta sambil tiduran
dapat menyebabkan infeksi telinga tengah, apabila MP-ASI masuk keruang
tengah.
5) Memperkenalkan makanan baru pada bayi, jangan dipaksa. Kalau bayi sulit
menerima, ulangi pemberiannya pada waktu bayi lapar, sedikit demi sedikit
dengan sabar, sampai bayi terbiasa dengan rasa makanan tersebut.
INGAT !
Teruskan pemberian ASI
Berikan ASI lebih dulu, baru MP-ASI
Berikan makanan lumat halus 1-2 x sehari
c. Makanan Bayi Umur 6 9 Bulan
1) Pemberian ASI diteruskan
2) Pada umur 6 bulan keadaan alat cerna sudah semakin kuat oleh karena itu, bayi
mulai diperkenalkan dengan MP-ASI lumat 2 x sehari. (cara membuat
terlampir).
3) Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi
sedikit dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak kelapa/margarin.
Bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan bayi, disamping
memberikan rasa enak juga mempertinggi penyerapan vit A dan zat gizi lain
yang larut dalam lemak.
4) Setiap kali makan, berikanlah MP-ASI bayi dengan takaran paling sedikit sbb :
a. Pada umur 6 bulan beri 6 sendok makan
b. Pada umur 7 bulan beri 7 sendok makan
c. Pada umur 8 bulan beri 8 sendok makan
d. Pada umur 9 bulan beri 9 sendok makan
Bila bayi meminta lagi, ibu dapat menambahnya

50
d. Makanan Bayi Umur 9 12 Bulan
1) Pada umur 10 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan keluarga secara
bertahap. Karena merupakan makanan peralihan ke makanan keluarga, bentuk dan
kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur, lambat laun mendekati bentuk
dan kepadatan makanan keluarga.
2) Berikan makanan selingan 1 kali sehari. Pilihlah makanan selingan yang bernilai gizi
tinggi, seperti bubur kacang ijo, buah, dll. usahakan agar makanan selingan dibuat
sendiri agar kebersihannya terjamin.
3) Bayi perlu diperkenalkan dengan beraneka ragam bahan makanan. Campurkanlah ke
dalam makanan lembik berbagai lauk pauk dan sayuran secara berganti-ganti
(terlampir). Pengenalan berbagai bahan makanan sejak usia dini akan berpengaruh
baik terhadap kebiasaan makan yang sehat dikemudian hari.
INGAT !
Teruskan pemberian ASI
Berikan makanan lunak 3 kali sehari dengan takaran yang cukup
Berikan makanan selingan 1 kali sehari
Perkenalkan bayi dengan beraneka ragam bahan makanan

51
VI. Kesimpulan
Ahmad, bayi laki-laki 9 bulan menderita marasmus dengan diare persisten dehidrasi
derajat ringan-sedang, anemia, defisiensi vitamin A, dan gangguan tumbuh kembang
akibat asuhan nutrisi yang tidak tepat.

52
DAFTAR PUSTAKA

Arisman, 2004, Gizi dalam daur kehidupan, Jakarta : EGC

Direktorat Gizi Masyarakat. Respon Cepat Gizi Buruk. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat; 2008.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44773/4/Chapter%20II.pdf diunduh pada


tanggal 4 April 2016 pukul 19.56 WIB

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21718/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 5


april 2016 pukul 21:00 WIB

http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani2.pdf diakses pada 5 april 2016


pukul 21:00 WIB

http://www.idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Rekomendasi-IDAI_Asuhan-Nutrisi-
Pediatrik.pdf diakses pada 5 april 2016 pukul 21:00 WIB

http://eprints.ung.ac.id/5064/5/2013-1-14201-841409025-bab2-27072013055025.pdf diakses
pada 5 april 2016 pukul 21:00 WIB

http://www.depkes.go.id/5064/5/2013-1-14201-841409025-bab2-27072013055025.pdf
diakses pada 5 april 2016 pukul 21:00 WIB

G. Prota and A. G. Searle (1978), "Biochemical sites of gene action for melanogenesis in
mammals". Annales de gntique et de slection animale 10 (1): 18, doi:10.1186/1297-9686-
10-1-1

Management of Severe Malnutrition: A Manual for Physicians and Other Senior Health
Workers. Geneva: World Health Organization; 1999.

MuflikhatulUmaroh.http://www.academia.edu/9167351/HUBUNGAN_ANTARA_STATUS_
GIZI_DENGAN_PERKEMBANGAN_BALITA_DI_PAUD_SUKSES_KREATIF_DUSUN_
MOJOSANTREN_KELURAHAN_KEMASAN_KECAMATAN_KRIAN_KABUPATEN_SI
DOARJO. Di akses pada 5 April 2016

Nelson, & behrman, kliegman, 2000, Nelson teks book of pediatric 15/e, vol. 2, Ed 15, alih
bahasa A Samik Wahab, Jakarta, EGC.

53
Priantono Dimas, Tiitis Prawitasari. Kapita Selekta Kedokteran edisi IV. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014.

Rabinowitz et al. 2014. Marasmus. Medscape. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/984496-clinical pada tanggal 5 April 2016.

Roncone DP (2006). "Xerophthalmia secondary to alcohol-induced malnutrition". Optometry


(St. Louis, Mo.) 77 (3): 12433.

Short,John Rendle.1994. Ikhtisar Penyakit Anak jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara. Hal 142-
144

Walker, W.A., Watkins, J.B., Duggan, C. Nutrition in Pediatrics. Hamilton: BC Decker Inc;
2003.

54

Anda mungkin juga menyukai