Anda di halaman 1dari 75

Tinjauan pustaka

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


BATU EMPEDU

Arbangi Kadarusman

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


ILMU PENYAKIT DALAM FK UNSRI / RSMH
PALEMBANG
2012
RALAT

Ralat:
Hal. 4 : Paragraf I, baris ke 8
Tertulis : empedu duodenum terkonsentrasi
Seharusnya : empedu terkonsentrasi ke duodenum

Hal. 14 : Paragraf II, baris ke 12


Tertulis : dengan pemendakan atau presipitasi
Seharusnya : dengan pengendapan atau presipitasi
PENDAHULUAN

3
Penyakit batu empedu sering dijumpai pada
praktek sehari-hari.
Kebanyakan pasien asimtomatik.
Berdasarkan susunan kimia dan tampilan
makroskopiknya: batu kolesterol, batu pigmen hitam
dan batu pigmen coklat.
Di negara Barat, 80-90% pasien yang dilakukan
kolesistektomi batu kolesterol, 10-20% batu
pigmen.

4
Prevalensi:

- Amerika Serikat: 10-20% dan ditemukan


sedikitnya satu juta kasus baru setiap tahun.
- Asia: 3-15%
- Afrika: < 5%
- Cina: 4,21% - 11%.
Akhir-akhir ini batu kolesterol meningkat di Asia dan
Afrika, terutama di Jepang ketika terjadi westerninasi
pola diet dan gaya hidup.

5
Manifestasi klinik: nyeri bilier, kolesistitis akut,
koledokolitiasis, kolangitis dan pankreatitis bilier.
Pemeriksaan pemindai yang dilakukan meliputi:
ultrasonografi abdomen, endoskopi ultrasound, ERCP
dan MRCP
Terapi pilihan untuk batu empedu simtomatik
kolesistektomi laparaskopik.
Pasien risiko tinggi atau pasien yang menolak
tindakan operasi pelarut batu empedu yaitu
chenodeoxyholic acid (CDCA) atau ursodeoxyholic
acid (UDCA).

6
Tinjauan pustaka ini dibuat untuk menambah
wawasan kita dalam upaya pendekatan diagnosis
dan penatalaksanaan batu empedu yang tepat.
Semoga tinjauan pustaka ini bermanfaat bagi kita
semua.

7
BATU EMPEDU

8
Anatomi dan Fisiologi

Sistem bilier:
kanalikulus bilier
intrahepatik
duktus hepatikus
duktus koledokus
kandung empedu
duktus sistikus
ampula Vater.

9
Anatomi dan Fisiologi

Kandung empedu memiliki tiga fungsi:


absorbsi, sekresi dan motorik.
Absorbsi
menyimpan dan mengeluarkan cairan empedu.
Sekresi
mengeluarkan sekret mukus sebanyak 20 ml/jam.
Motorik
mengalirkan empedu terkonsentrasi ke duodenum
yang diperlukan untuk dicerna pada saat makan.

10
Anatomi dan Fisiologi

Cairan empedu asam empedu (80%), fosfolipid dan


kolesterol yang tidak teresterifikasi (4%).
Asam empedu melarutkan kolesterol agrerat
misel.
Kelarutan kolesterol dalam cairan empedu tergantung
pada konsentrasi kolesterol itu sendiri dan perbandingan
antara asam empedu dan lesitin.
Perbandingan yang normal melarutkan kolesterol,
Perbandingan yang tidak normal kristal-kristal
kolesterol dalam cairan empedu.

11
Definisi dan Klasifikasi

Penyakit batu empedu atau kolelitiasis adalah salah satu


dari kelainan hepatobilier dimana terdapat gangguan
metabolisme kolesterol, bilirubin dan asam empedu yang
ditandai dengan terbentuknya batu pada:
saluran empedu intrahepatik (hepatolitiasis),
saluran empedu (koledokolitiasis)
kandung empedu (kolesistolitiasis).

Susunan kimia dan tampilan makroskopiknya:


batu kolesterol
batu pigmen hitam
batu pigmen coklat
12
Definisi dan Klasifikasi
Batu Kolesterol
mengandung >70% kolesterol berbentuk oval, multifokal
atau mulberry. Sebagian besar batu kolesterol bersifat
radiolusen pada rontgen.

Sumber: Rubins Pathology Clinicopathologic Foundations of Medicine 6th Edition13


p.732
Definisi dan Klasifikasi
Batu Pigmen Hitam
- Kaya akan sisa zat hitam
yang tak terekstraksi terdiri
dari kalsium biliubinat,
kalsium karbonat, kalsium
fosfat, dan musin
glikoprotein.
- Banyak ditemukan pada
pasien dengan hemolisis
kronik atau sirosis hati.

Sumber: Rubins Pathology Clinicopathologic Foundations of Medicine 6th Edition14


p.733
Definisi dan Klasifikasi

Batu Pigmen Coklat

- Kalsium-bilirubinat
sebagai komponen
utama
- Terbentuk akibat
adanya faktor
stasis, inflamasi
dan infeksi saluran
empedu

15
Sumber: Clinical Hepatology - Principles And Practice Of Hepatobiliary Diseases vol 2 p.1466
Epidemiologi
Prevalensi bervariasi secara luas
Rasio wanita : pria = 3:1
Meningkat sesuai usia prevalensi meningkat 1% per
tahun; hingga pada umur 30-60 tahun, prevalensinya
10% (pria) dan 19% (wanita); umur 70-80 tahun
prevalensinya hingga 30-40%.

Faktor genetik:
Tertinggi di Indian Pima di Amerika Utara (>75%),
Chili dan Kaukasia di Amerika Serikat.
Terendah Asia di Singapura dan Thailand.
Batu pigmen di Asia dan Afrika.

16
Faktor Risiko
Faktor risiko mayor terbentuknya batu kolesterol

17
Faktor Risiko
Faktor risiko terbentuknya batu pigmen

18
Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan patogenesis: merupakan proses yang
bersifat multifaktorial.

Pembentukan batu empedu tipe kolesterol dan tipe


berpigmen melibatkan dua proses patogenesis dan
mekanisme yang berbeda, sehingga patogenesisnya
terbagi atas: patogenesis batu kolesterol dan
patogenesis batu berpigmen.

19
Patogenesis batu kolesterol

gangguan
supersaturasi sirkulasi
kolesterol enterohepatik
dari asam
empedu
BATU
KOLESTEROL
nukleasi disfungsi
kristal kandung
kolesterol empedu
monohidrat

20
Supersaturasi Kolesterol
Komposisi cairan empedu normal:
80% garam empedu
15% fosfatidilkolin (lesitin).
5% kolesterol

Kelarutan kolesterol dalam cairan empedu


konsentrasi kolesterol dan perbandingan antara asam
empedu dan lesitin.

Perbandingan yang normal melarutkan kolesterol


Perbandingan yang tidak normal presipitasi kristal-
kristal kolesterol

21
Supersaturasi Kolesterol

Kesetimbangan garam empedu-fosfolipid-kolesterol.


1) Kondisi ideal, kolesterol terlarut sempurna dalam bentuk misel
2) Saturasi kolesterol mulai meningkat, sehingga terjadi konformasi
bentuk campuran misel dan vesikel, atau misel kristal,
3) Kondisi supersaturasi kolesterol, terbentuk inti kristal. 22
Supersaturasi Kolesterol
Peningkatan rasio kolesterol / (garam empedu+fospatidilkolin)

Supersaturasi kolesterol dapat terjadi karena:


1. Hipersekresi kolesterol bilier,
2. Hiposekresi/perubahan relatif komposisi garam empedu
3. Penurunan sekresi fosfaditilkolin.
23
Supersaturasi Kolesterol

24
Nukleasi kristal kolesterol
Nukleasi kristal kolesterol ketidakkeseimbangan
pronukleasi dan antinukleasi

Pronukleasi Antinukleasi
Musin, 1-acid glycoprotein,
Imunoglobulin A (IgA),
1-antichymotrypsin,
apolipoprotein A-I,
phospholipase C,
apolipoprotein A-II
aminopetidase-N,
120-kd glikoprotein
immunoglobulin M dan G,
haptoglobin

Nucleation
Time
mempercepat memperlambat 25
Disfungsi kandung empedu

Hipomotilitas kandung empedu stasis empedu akumulasi


musin mengganggu pengosongan kandung empedu
gangguan sirkulasi enterohepatik output garam empedu
dan fosfolipid berkurang memudahkan supersaturasi.
26
Gangguan sirkulasi enterohepatik asam empedu

Penyakit Crohn
Ileitis luas
Infeksi usus kronik
Gangguan absorbsi usus halus

Gangguan sirkulasi
enterohepatik
dari asam empedu

Meningkatkan asam empedu skunder


(deoksikolat) yang bersifat hidrofobik
menginduksi sekresi kolesterol bilier dan
mensupresi sintesis asam empedu 27
Patogenesis Batu Pigmen

Black Pigment Stones Brown Pigment Stones

28
Batu pigmen hitam
Terbentuk dari pengendapan bilirubin tak terkonjugasi.
Hemolisis peningkatan bilirubin tak terkonjugasi
Defek mekanisme asidifikasi empedu akibat radang
dinding mukosa kandung empedu atau menurunnya
kapasitas buffering asam sialik dan komponen sulfat
dari gel musin memfasilitasi supersaturasi kalsium
karbonat dan fosfat.
Supersaturasi berlanjut dengan presipitasi kalsium
karbonat, fosfat dan bilirubin tak terkonjugat.
Polimerisasi yang terjadi menghasilkan kristal dan
berakhir dengan pembentukan batu berpigmen hitam.

29
Batu pigmen coklat
Berdasarkan sitorangka bakteri pada pemeriksaan
mikroskopik batu terbentuk dari hasil infeksi anaerob
pada empedu.
Infeksi traktus bilier oleh bakteri E. coli, S. typhii dan
Streptococcus sp. atau parasit cacing seperti Ascaris
lumbricoides dan Opisthorchis sinensis.
Mikroorganisme ini menghasilkan enzim glukuronidase-
, fosfolipase A dan hidrolase asam empedu terkonjugat.
Hasil produk enzimatik ini berkompleks dengan senyawa
kalsium dan membentuk garam kalsium.

30
Batu pigmen coklat
Garam kalsium ini mengendap lalu berkristalisasi
sehingga terbentuk batu empedu.
Proses litogenesis ini didukung oleh keadaan stasis
empedu dan konsentrasi kalsium yang tinggi dalam
empedu.
Bakteri mati dan glikoprotein bakteri diduga dapat
berperan sebagai agen perekat, yaitu sebagai nidus
yang memfasilitasi pembentukan batu, seperti fungsi
pada musin endogenik.

31
DIAGNOSIS

32
Anamnesis
70-80% simtomatik, memiliki keluhan: kolik bilier
bersifat episodik, dapat dicetuskan oleh makan makanan
berlemak atau oleh makan besar, nyeri dapat juga timbul
tanpa suatu pencetus dan dapat timbul malam hari.
Kolik bilier harus dibedakan dari dispepsia non-spesifik.
Bila timbul penyulit, keluhan pasien dapat bertambah,
misalnya badan yang kuning disertai gatal-gatal,
demam, menggigil, tinja tampak berwarna pucat dan urin
berwarna coklat keruh seperti teh.

33
Manifestasi Klinik
Perjalanan penyakit batu empedu dibedakan 2
kelompok: asimtomatik dan simtomatik.
Pada kelompok asimtomatik: 18% akan menjadi
simtomatik dalam 5-15 tahun.
Pada kelompok simtomatik: manifestasi klinik dari gejala
yang ditimbulkan tergantung lokasi batu di saluran
empedu yaitu: nyeri bilier, kolesistitis akut, kolangitis,
koledokolitiasis dan pankreatitis bilier (gallstone
pankreatitis).

34
Manifestasi Klinik

35
Nyeri bilier
Disebabkan obstruksi intermiten duktus sistikus akibat
batu, tanpa disertai inflamasi kandung empedu.
Lokasi: nyeri di kuadran kanan atas abdomen dan atau
epigastrium
Sifat nyeri: timbul tiba-tiba, intensitasnya tajam selama
15 menit ke suatu plateau yang menetap 3-5 jam. Nyeri
mereda perlahan-lahan, sering disertai mual dan muntah.
Pemeriksaan fisik: pasien terlihat baik, keluhan sakit
ringan sampai sedang di epigastrium atau kuadran kanan
atas perut.
Diagnosa USG abdomen atau oral kolesistografi.

36
Kolesistitis akut
Terdapat pada 15% pasien dengan batu simtomatik.
Batu yang terperangkap di duktus sistikus inflamasi
kandung empedu.
Respon inflamasi mekanik, kimiawi dan bakterial.
Gejala: Nyeri bilier hebat, atau nyeri epigastrium, menjalar
ke punggung kanan belakang, berlangsung > 6 jam,
terbaring tidak bergerak, posisi badan melengkung, sering
disertai mual, muntah dan demam.
60-70% pasien pernah mendapat serangan nyeri bilier
yang sembuh spontan.

37
Kolesistitis akut

Pemeriksaan fisik:

Nyeri di kuadran kanan atas yang sering meluas


hingga epigastrium.
Adanya tanda klasik Murphy: menunjukkan nyeri
yang nyata dan inspirasi yang terbatas pada palpasi
(dalam) di bawah arkus kosta kanan.
Pada sebagian kasus (30-40%) dapat diraba massa
yang merupakan kandung empedu.

38
Kolesistitis akut

Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis
Kadang disertai bilirubin 2-4 mg/dl,
SGPT dan SGPT serta alkali fosfatase,
tanpa disertai adanya sumbatan duktus koledokus.
Sering pula disertai ringan serum amilase dan
lipase tanpa disertai pankreatitis.
Bila bilirubin dan amilase lipase cukup tinggi
koledokolitiasis atau pankreatitis

39
Kolesistitis akut

Diagnosis
Ditegakkan dengan USG abdomen: tampak dinding
kandung empedu menebal dan di dalam lumen tampak
bayangan batu.
75% pasien yang ditangani secara medik akan
mengalami remisi dari simptom akut dalam 2-7 hari
perawatan RS.
25% kasus, timbul penyulit seperti empiema dan
hidrops, gangren dan perforasi, pembentukan fistula dan
ileus batu empedu, kandung empedu porselen. Dalam
hal ini diperlukan segera tindakan bedah.

40
Koledokolitiasis

Batu di duktus koledokus penyumbatan di duktus


koledokus bersifat intermiten, sering asimtomatik.
Gejala sukar dibedakan dari gejala nyeri bilier yang lain,
pencetus kolangitis dan pankreatitis bilier akut.
Bila sumbatan menetap dan bersifat total
menimbulkan gejala ikterus obstruksi kelainan
laboratorium: bilirubin terkonjugasi yang jauh melebihi
peningkatan bilirubin tak terkonjugasi, disertai alkali
fosfatase. Bila disertai amilase dan lipase waspada
pankreatitis bilier.
Diagnosis paling akurat ditegakkan dengan: ERCP atau
MRI (MRCP).

41
Kolangitis

Merupakan infeksi bakteri pada cairan empedu di


dalam saluran empedu.
Penyebab tersering: batu pada duktus koledokus
yang menyebabkan sumbatan, diikuti super infeksi
dan bakteremia.
Gejala: nyeri bilier, ikterus dan demam (Trias
Charcot) pada 70% pasien. Bakteremia berat akan
diikuti tanda-tanda awal sepsis dan ditandai dengan
kekacauan mental dan delirium.

42
Kolangitis

Laboratorium:
leukositosis, serum bilirubin dan alkalifosfatase.
Kultur darah:
pertumbuhan kuman terutama pada pasien dengan
bakteremia sepsis. Kondisi ini harus segera diatasi
dengan melakukan drainase cairan empedu.

43
Pankreatitis bilier

Merupakan pankreatitis yang terjadi karena duktus


koledokus tersumbat oleh batu, lumpur atau kristal empedu.
Gejala: nyeri hebat di perut tengah, sering terjadi mendadak
setelah penderita makan.
Laboratorium: amilase dan lipase signifikan, sering
mencapai ribuan.
USG abdomen: didapatkan adanya batu dalam kandung
empedu.
Biasanya keadaan pasien cukup baik, dan bila ditangani
segera, akan sembuh dalam waktu 10 hari dengan
pengobatan konservatif.

44
Pemeriksaan penunjang
Batu empedu asimptomatik biasa ditemukan secara
kebetulan saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
berkala atau pemeriksaan karena penyakit lain.
Pemeriksaan pemindai yang dapat mendeteksi batu
empedu:
1. Ultrasonografi (USG) abdomen
2. Endoskopik ultrasound (EUS)
3. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP)
4. Magnetic resonance cholangiopancreatography
(MRCP)

45
Pemeriksaan penunjang
Batu empedu asimptomatik biasa ditemukan secara
kebetulan saat pasien melakukan pemeriksaan
kesehatan berkala atau pemeriksaan karena penyakit
lain.
Pemeriksaan pemindai yang dapat mendeteksi batu
empedu:
1. Ultrasonografi (USG) abdomen
2. Endoskopik ultrasound (EUS)
3. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP)
4. Magnetic resonance cholangiopancreatography
(MRCP)

46
Ultrasonografi abdomen

Modalitas utama mendiagnosis batu kandung empedu .


Sensitivitas dan spesifitas 95%.
Sensitivitas untuk batu saluran empedu (koledokolitiasis) 18-74%.
47
Ultrasonografi abdomen

A) Gambaran kolelitiasis. Ket: tampak batu dalam lumen


kandung empedu disertai acoustic shadow,
B) Gambaran kolesistitis akut. Ket: tampak beberapa batu
disertai gambaran acoustic shadow dan dinding kandung
empedu yang melebar.

48
Endoskopik ultrasound (EUS)

Sangat akurat batu duktus koledokus dan kelainan lain di


duktus koledokus dengan spesifisitas 97%.
Sensitivitas EUS dalam mendeteksi batu saluran empedu adalah
97%, dibandingkan USG sebesar 25% dan CT 75%.
49
ERCP (Endoscopic retrograde cholangiopancreatography)

Pemeriksaan dengan mempergunakan duodenoskop, kontras media dan


fluoroskopi dapat memvisualisasikan gambaran dalam duktus koledokus,
mendeteksi batu yang tampak sebagai bayangan radiolusen.
ERCP dapat mendeteksi adanya batu duktus koledokus dengan
sensitivitas 90%, spesifisitas 98%, dan akurasi 96%.
50
ERCP (Endoscopic retrograde cholangiopancreatography)

Keuntungan drainase dan pembersihan batu dari duktus koledokus


sehingga saat melakukan kolesistektomi tidak lagi diperlukan eksplorasi
ke dalam duktus koledokus.
ERCP adalah tindakan invasif, berisiko menimbulkan komplikasi
dengan adanya MRCP, ERCP diagnostik sudah tidak dianjurkan lagi.

51
MRCP (Magnetic resonance cholangiopancreatography)

Menggunakan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras,


instrumen, dan radiasi ion.
Gambaran 3 dimensi dari saluran empedu dengan sensitivitas tinggi
untuk mendeteksi batu duktus koledokus. Bersifat non invasif dan
setara dengan ERCP, dengan sensitivitas dan spesifisitas 93%.
52
PENATALAKSANAAN

53
Batu kandung empedu asimtomatik tidak memerlukan
terapi.
Di antaranya, hanya 2% yang memberikan komplikasi
bermakna. Batu empedu dengan manifestasi klinik yang
berarti harus segera ditangani.
Pada prinsipnya penanganan batu empedu ditujukan
untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi
komplikasi seperti kolangitis atau pankreatitis, diteruskan
dengan mengatasi sumbatan dengan jalan
membersihkan batu dari saluran, diikuti pengangkatan
kandung empedu yang mengandung batu dan yang
merupakan pabrik pembuat batu.

54
Algoritme

55
Litolisis dengan asam empedu oral
2 sediaan oral litolisis::
Ursodeoxycholic acid (UDCA).
Chenodeoxycholic acid (CDCA)

Dosis:
UDCA : 8-10 mg/kg BB per hari
UDCA diindikasikan pada batu kolesterol berukuran
1-1,5 cm dengan syarat batu tidak mengandung kalsium,
kontraksi kandung empedu baik, duktus sistikus tidak
tersumbat (paten) dan lumen kandung empedu tidak
terisi penuh lebih dari 50%.

56
Litolisis dengan asam empedu oral
Kerja:
CDCA: Menghambat enzim dalam sintesis kolesterol di hepar
UDCA:
Menghambat reabsorbsi kolesterol di dalam usus.
mengurangi saturasi kolesterol empedu dan
meningkatkan fase kristal lamelar dalam kandung
empedu yang menyebabkan dispersi kolesterol dari batu.
menghambat nukleasi kristal kolesterol.
Dalam penelitiaan Colecchia et al di Itali, pemberian UDCA
12 mg/kgBB/ perhari selama 3 bulan memperbaiki
kerusakan motilitas saluran cerna dan menghilangkan nyeri
bilier pada pasien batu empedu.

57
Litolisis dengan asam empedu oral
Dengan UDCA, frekuensi pelarutan batu yaitu:
29% untuk batu dengan ukuran > 10 mm,
49% untuk batu dengan ukuran < 10 mm, dan
70% untuk batu dengan ukuran < 5 mm.
Rata-rata kekambuhan 50% setelah lima tahun,
dengan kekambuhan yang paling sering terjadi dalam
dua tahun pertama.
Efek samping UDCA yaitu diare, yang terjadi sebanyak
2% pasien, dan kalsifikasi batu sebanyak 10-15%.

58
ESWL (Extra corporeal shock wave lithotripsy)

ESWL gelombang suara tek. tinggi difokuskan ke batu


fragmentasi dilarutkan dengan oral dissolution.
ESWL membantu memecahkan batu yang besar.
Efek samping: ptekie pada lokasi ESWL, hematom di liver,
obstruksi d. sistikus oleh fragmen batu, nyeri bilier dan
bahkan pankreatitis.
Frekuensi terjadinya komplikasi ini berkisar 2-30%.
59
Kolesistektomi
Dapat dilakukan dengan:
Kolesistektomi laparatomi (open cholecystectomy)
Kolesistektomi laparoskopi terapi pilihan.
Kapan? kondisi pasien stabil dan dipastikan tidak ada
tanda sumbatan pada duktus koledokus.
Kontraindikasi kolesistektomi laparoskopi: penyakit
jantung dan paru yang berat, hipertensi portal, kelainan
pembekuan darah, ileus, peritonitis difus, infeksi dinding
abdomen, pankreatitis akut bilier, sindrom Mirizzi dan
pasien dengan kecurigaan keganasan sistem bilier.

60
Kolesistektomi
Saat ini, 90% kolesistoktomi dilakukan secara
laparoskopi, hanya 4-6% kasus secara laparotomi.
Keuntungan laparoskopi:
Dosis anestesi rendah
Luka operasi kecil (2-10 mm)
Waktu penyembuhan cepat
Masa rawat inap singkat.

Kekurangan laparoskopi:
Waktu prosedur,
Lesi kandung empedu
Lesi vaskular
Lesi usus.

61
Penatalaksanaan berdasarkan
komplikasi
Kolesistitis akut
Kolesistektomi laparaskopik, idealnya 72 jam setelah
didiagnosis.
Penatalaksanaan umum sebelum operasi: tirah baring,
diet ringan tanpa lemak, pemberian analgesik dan
hidrasi intravena.
Antibiotik spektrum mengobati septikemia dan
mencegah peritonitis dan empiema.
Jika terdapat komplikasi seperti peritonitis difus yang
disebabkan perforasi, gangren, atau empiema, harus
dilakukan operasi emergensi dalam 24 jam.

62
Kolesistitis akut

Pasien risiko tinggi untuk operasi, kolesistektomi tidak


dapat dilakukan 1-5 hari kolesistotomi perkutan.

Kolesistotomi sembuh dari keadaan akut kolesistektomi


enam sampai delapan minggu.

63
Koledokolitiasis

Sebelum dilakukan kolesistektomi, dipastikan terlebih dahulu


apakah ada batu dalam duktus koledokus.
Bila batu saluran empedu diketahui sebelum kolesistektomi,
pilihan terapi terbaik ERCP terapetik dilakukan untuk
drainase saluran empedu (membersihkan saluran empedu
dari sumbatan) diikuti laparoskopi kolesistektomi.
ERCP terapetik dilakukan dengan sfingterotomi / papilotomi
batu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-
ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju
lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja
atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.

64
Koledokolitiasis

Ekstraksi batu dengan ERCP terapetik ini dapat dicapai


pada 80-90% kasus dengan komplikasi dini sebesar 7-10%
dan mortalitas 1-2%.
Komplikasi sfingterotomi dan ekstraksi batu: pankreatitis
akut, perdarahan dan perforasi.
Bila fasilitas ERCP terapetik tidak tersedia atau gagal
membersihkan batu empedu kolesistektomi konvensional

65
Koledokolitiasis

Bila batu saluran empedu diketahui pada saat


kolesistektomi, pilihan tindakan adalah:
1) bila kolesistektomi dilakukan dengan laparoskopi,
segera diubah menjadi laparotomi dan dilakukan
eksplorasi duktus koledokus,
2) laparoskopi diteruskan dengan koledokoskopi,
3) laparoskopi kolesistektomi diteruskan, diikuti dengan
ERCP terapetik.

66
Kolangitis Akut

Penatalaksaan kolangitis akut ditujukan untuk:


memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan
dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit,
terapi antibiotik parenteral,
drainase empedu yang tersumbat.

67
Kolangitis Akut

Beberapa studi menunjukkan keunggulan drainase


endoskopik > operasi terbuka.
Studi ini menyimpulkan bahwa ERCP merupakan terapi
pilihan pertama untuk dekompresi bilier mendesak pada
kolangitis akut yang tidak respons terhadap terapi
konservatif.
Bila terdapat batu di kandung empedu, dipertimbangkan
dilakukan kolesistekomi laparoskopik sesudahnya
terutama pada pasien usia muda.

68
Pankreatitis bilier akut

Terjadi bila ada obstruksi transien atau persisten di


papilla Vater.
Batu empedu yang terjepit dapat menyebabkan sepsis
bilier atau menambah beratnya pankreatitis.

69
Pankreatitis bilier akut

Pada sebagian besar kasus, pasien dengan pankreatitis bilier


akut akan menyalurkan batunya secara spontan dari saluran
empedu ke dalam duodenum dan pasien akan sembuh hanya
dengan terapi suportif yaitu puasa total, pemberian cairan
intravena dan antibiotik, serta pemasangan pipa nasograstrik
bila terdapat muntah yang hebat. Dalam beberapa hari akan
terjadi perbaikan klinis.

Pada pasien ini, dilakukan ERCP/MRCP, dilanjutkan


sfingterotomi bila ditemukan batu koledokus. Bila terdapat batu
kandung empedu dipertimbangkan kolesistektomi.

70
KESIMPULAN

71
Kesimpulan
Penyakit batu empedu merupakan salah satu kelainan
hepatobilier primer gangguan metabolisme kolesterol,
bilirubin dan asam empedu batu pada saluran empedu
intrahepatik, saluran empedu dan kandung empedu.
Banyak faktor yang berperan pada penyakit batu empedu.
Salah satu faktor risiko utama yaitu jenis kelamin, dimana
perempuan lebih berisiko dibandingkan pria. Faktor lainnya
yaitu usia, gen dan ras.
4 faktor utama patogenesis batu kolesterol: supersaturasi
kolesterol, nukleasi kristal kolesterol monohidrat, disfungsi
kandung empedu dan gangguan sirkulasi intrahepatik dari
asam empedu.

72
Kesimpulan
Faktor risiko batu pigmen hitam: hemolisis, sirosis hepatis
dan usia tua, batu pigmen coklat yaitu infeksi dan kelainan
anatomis saluran empedu, juga meningkat pada usia tua.
Manifestasi klinik nyeri bilier, kolesistitis akut (kalkulus
kolesistitis), kolangitis, koledokolitiasis, pankreatitis bilier.
Penanganan batu empedu memperbaiki keadaan umum
dan mengatasi komplikasi mengatasi sumbatan dengan
diikuti pengangkatan kandung empedu yang
mengandung batu dan yang merupakan pabrik pembuat
batu.

73
Kesimpulan
Manifestasi klinik dari batu empedu yaitu: nyeri bilier,
kolesistitis akut (kalkulus kolesistitis), kolangitis,
koledokolitiasis, pankreatitis bilier (gallstone pankreatitis).

Penanganan batu empedu ditujukan untuk memperbaiki


keadaan umum dan mengatasi komplikasi seperti
kolangitis atau pankreatitis, diteruskan dengan mengatasi
sumbatan dengan jalan membersihkan batu dari saluran,
diikuti pengangkatan kandung empedu yang mengandung
batu dan yang merupakan pabrik pembuat batu.

74
TERIMA KASIH

75

Anda mungkin juga menyukai