Pengolahan Limbah Pada Industri Gula
Pengolahan Limbah Pada Industri Gula
Disusun Oleh:
Anggota : 1.Intan Juniari Nuru (3335142025)
2. Lisa Yulian Fitriani (3335140219)
3.Rifko Cakra Maulana (3335140493)
4.Triyani (3335140309)
5. Mannuela Anugrahing Marwindi (3335130699)
6. Ukas Riyupi (3335132187)
Kelas : A
Halaman
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
4.1 Kesimpulan 14
4.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, hidayah, dan karunianya-Nya, sehingga penulis diberi kesempatan dan waktu untuk
menyelesaikan penulisan tugas ini yang berjudul Pengolahan Limbah Industri Gula PT. Gunung
Madu Plantation. Shalawat dan salam, penulis junjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW
beserta sahabat, keluarga dan kita selaku umatnya hingga akhir zaman. Amiin.
Penulisan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengelolaan Air dan Limbah
di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tugas ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah berkenan membalas budi baik bagi semua pihak yang
telah memberikan bantuan, petunjuk, dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
penulis menyadari dalam penulisan ini, masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesan sempurna,
mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu dengan terbuka dan
senang hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umunya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Pengertian Ampas Tebu, Blotong (bagasse), dan Abu Ampas Tebu
Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu (saccharum oficinarum)
setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada Industri pemurnian gula sehingga diperoleh hasil
samping sejumlah besar produk limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse).
Pada proses penggilingan tebu,terdapat lima kali proses penggilingan dari batang tebu sampai
dihasilkan ampas tebu. Pada penggilingan pertama dan kedua dihasilkan nira mentah yang berwarna
kuning kecoklatan, kemudian pada proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima dihasilkan nira
dengan volume yang tidak sama. Setelah proses penggilingan awal yaitu penggilingan pertama dan
kedua dihasilkan ampas tebu basah. Untuk mendapatkan nira yang optimal,pada penggilingan ampas
hasil gilingan kedua harus ditambahkan susu kapur 3Be yang berfungsi sebagai senyawa yang mampu
menyerap nira dari serat ampas tebu,sehingga pada penggilingan ketiga nira masih dapat diserap
meskipun volumenya lebih sedikit dari hasil gilingan kedua. Pada penggilingan seterusnya hingga
penggilingan kelima ditambahkan susu kapur 3Be dengan volume yang berbeda-beda tergantung
sedikit banyaknya nira yang masih dapat dihasilkan.
Rata-rata ampas yang diperoleh dari proses giling 3 % tebu. Dengan produksi tebu di Indonesia
pada tahun 2007 sebesar 21 juta ton potensi ampas yang dihasilkan sekitar 6 juta ton ampas per tahun.
Selama ini hampir di setiap pabrik gula tebu menggunakan ampas sebagai bahan bakar boiler.
Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah yang terdiri dari limbah padat, cair dan
gas. Limbah padat, yaitu: ampas tebu (bagas), abu boiler dan blotong (filter cake). Ampas tebu
merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu untuk diambil niranya. Limbah ini
banyak mengandung serat dan gabus. Ampas tebu selain dimanfaatkan sendiri oleh pabrik sebagai
bahan bakar pemasakan nira, juga dimanfaatkan oleh pabrik kertas sebagai pulp campuran pembuat
kertas. Kadangkala masyarakat sekitar pabrik memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar. Ampas
tebu ini memiliki aroma yang segar dan mudah dikeringkan sehingga tidak menimbulkan bau busuk.
Limbah padat yang kedua berupa blotong, merupakan hasil endapan (limbah pemurnian nira) sebelum
dimasak dan dikristalkan menjadi gula pasir. Bentuknya seperti tanah berpasir berwarna hitam,
memiliki bau tak sedap jika masih basah. Bila tidak segera kering akan menimbulkan bau busuk yang
menyengat. (Mahmudah Hamawi,2005)
Kebutuhan energi di pabrik gula dapat dipenuhi oleh sebagian ampas dari gilingan akhir. Sebagai
bahan bakar ketel jumlah ampas dari stasiun gilingan adalah sekitar 30% berat tebu dengan kadar air
sekitar 50%. Berdasarkan bahan kering, ampas tebu adalah terdiri dari unsur C (carbon) 47%, H
(Hydrogen) 6,5%, O (Oxygen) 44% dan abu (Ash) 2,5%. Menurut rumus Pritzelwitz (Hugot, 1986) tiap
kilogram ampas dengan kandungan gula sekitar 2,5% akan memiliki kalor sebesar 1.825 kkal.
Kelebihan ampas (bagasse) tebu dapat membawa masalah bagi pabrik gula, ampas bersifat bulky
(meruah) sehingga untuk menyimpannya perlu area yang luas. Ampas mudah terbakar karena di
dalamnya terkandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan
melepaskan panas. Terjadinya kasus kebakaran ampas di beberapa pabrik gula diduga akibat proses
tersebut. Ampas tebu selain dijadikan sebagai bahan bakar ketel di beberapa pabrik gula mencoba
mengatasi kelebihan ampas dengan membakarnya secara berlebihan (inefisien). Dengan cara tersebut
mereka bisa mengurangi jumlah ampas tebu.
Blotong merupakan limbah padat produk stasiun pemurnian nira, berupa endapan berbentuk
padatan semi basah dengan kadar air 50-70%, dalam sehari dapat dihasilkan 3,8-4% dari jumlah tebu
yang digiling. Blotong yang dihasilkan diangkut dengan truk kemudian ditampung pada lahan
berbentuk cekungan di bagian belakang pabrik. Blotong dimanfaatkan sebagai tanah urug dan pengeras
jalan. Limbah ini juga sebagian besar diambil petani untuk dipakai sebagai pupuk, sebagian yang lain
dibuang di lahan tebuka, dapat menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di
sekitar lahan tersebut. Abu boiler merupakan sisa pembakaran ampas tebu yang digunakan dalam
proses pengolahan tebu. Kebanyakan masyarakat masih memanfaatkannya sebagai bahan baku
pembuatan pupuk organik.
Abu pembakaran ampas tebu merupakan hasil perubahan secara kimiawi dari pembakaran ampas
tebu murni. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan boiler dengan suhu
mencapai 550C-600C dan lama pembakaran setiap 4-8 jam dilakukan pengangkutan atau pengeluaran
abu dari dalam boiler, karena jika dibiarkan tanpa dibersihkan akan terjadi penumpukan yang akan
mengganggu proses pembakaran ampas tebu berikutnya (Mukmin,2009). Komposisi kimia dari abu
ampas tebu terdiri dari beberapa senyawa yang dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
1. Kolam Fakultatif
Kolam fakultatif dioperasikan pada beban organik yang lebih rendah sehingga
memungkinkan pertumbuhan alga pada lapisan atas kolam. Kolam fakultatif dapat digunakan
sebagai unit pertama atau kedua dari suatu rangkaian kolam. Kolam ini memerlukan oksigen
untuk oksidasi biologis dari bahanbahan organik, terutama didapat dari hasil fotosintesis
ganggang hijau. Periode tinggalnya berkisar antara 5-30 hari, dengan kedalaman 1-1,5 meter.
Desain beban kolam umumnya 100-400 kg BOD/ha/hari, tergantung pada suhu kolam.
(Soeparman dan Suparmin, 2002).
Pada perencanaan kolam fakultatif dianggap bahwa terjadi pengadukan sempurna hanya
pada cairannya saja. Padatan yang ada di dalam air limbah akan mengendap di dasar kolam
sehingga dianggap tidak tersuspensi seperti pada proses lumpur aktif (Nusa, 2000). Kolam ini
memerlukan oksigen untuk oksidasi biologis dari bahan- bahan organik, terutama didapat dari
hasil fotosintesis ganggang hijau. BOD yang dapat direduksi dalam kolam fakultatif antara 30-
40 mg/L. Penyisihan zat organik 77-96%, nitrogen 40-95% dan fosfat 40 % (Nusa, 2000).
Pada kolam ini terjadi proses gabungan antara sistem aerob dan anaerob. Kondisi aerob terjadi
pada bagian permukaan kolam dan kondisi anaerob terdapat pada bagian dasar.
Diagram sistem biologi yang terdapat pada kolam fakultatif secara umum digambarkan
seperti pada gambar 2. Kondisi aerobik terdapat pada bagian atas dari kolam. Oksigen terlarut
didapatkan dari proses fotosintesis dari alga serta sebagian didapatkan dari difusi oksigen dari
udara atau atmosfir. Oksigen yang diperlukan untuk stabilitas zat organik dapat diambil dari
empat sumber yaitu oksigen terlarut dalam limbah cair, oksigen dari hasil reaksi nitrat dan
sulfat oksigen dari atmosfir, dan oksigen proses fotosintesis alga dalam kolam.
Interaksi sangat kompleks juga terjadi pada daerah diantara zona tersebut. Asam organik
dan gas yang dihasilkan oleh proses penguraian senyawa organik pada zona anaerobik akan
diubah menjadi makanan bagi mikroorganisme yang ada pada zona aerobik. Massa organisme
yang terjadi akibat proses metabolisme pada zona aerobik karena gaya gravitasi akan
mengendap ke dasar kolam danakan mati, serta menjadi makanan bagi organisme yang
terdapat pada zona anaerobik. Hubungan khusus yang terjadi antara bakteridan alga didalam
zona aerobik adalah bakteri menggunakan oksigen sebagai electronacceptor untuk
mengoksidasi senyawa organikyang ada didalam air limbah menjadi senyawa produk yang
stabil misalnya CO2, NO3-, dan PO4. Alga menggunakan produk - produk tersebut sebagai
bahan baku dengansinar matahari sebagai sumber energi untuk proses metabolisme dan
menghasilkan oksigen serta produk akhir lainnya. Oksigen yang dihasilkan akan digunakan
oleh bakteri dan seterusnya. Hubungan timbal balik saling menguntungkan tersebut
dinamakan hubungan simbiosis.
Pada kolam ini juga terjadi pengendapan. Hasil metabolisme dari bakteri juga
mengeluarkan sisa berupa polimer (extracellular polymer) yang bermuatan negatif
(polyelectrolyte anion.) Polimer alamiah ini mampu mengikat partikel-partikel kecil yang
tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi. Polimer tersebut mengikat partikel-partikel sehingga
menjadi kumpulan partikel yang lebih besardan berat, sehingga setelah dapat dipengaruhi oleh
gaya gravitasi, partikel tersebut secara perlahan-lahan akan turun kedasar kolam.
Gambar 2 Sistem Biologi Pada Kolam Fakultatif
2. Kolam Pematangan
Kolam pematangan menerima efluen yang berasal dari kolam fakultatif dam bertanggung
jawab terhadap kualitas dari efluen akhir. Periode tinggal berkisar antara 5-10 hari dengan
kedalaman kurang lebih 1,5 meter. Umumnya kolam ini didesain untuk pengurangan koliform
yang berasal dari tinja daripada pengurangan BOD. Sejumlah besar koliform akan dapat
dihilangkan dalam waktu penahanan 5 hari. Pada kolam pematangan terjadi proses
pematangan atau pembersihan terakhir air limbah dari pencemar berupa padatan tersuspensi,
zat organik, dan pengurangan bakteri. Kolam ini merupakan kolam pengolahan akhir dan
dibuat lebih dangkal dari 2 kolam sebelumnya dengan tujuan agar sinar matahari dapat
menembus keseluruhan lapisan air sehingga dapat mengurangi bakteri patogen.
Dalam kolam pematangan, bakteri aerobik akan mengoksidasi bahan organik dengan
menggunakan oksigen yang dihasilkan oleh alga dan oksigen yang terlarut dalam air, proses
reaksi fotosintesis yang dilakukan oleh alga dapat ditulis sebagai berikut:
Bakteri : bahan organik + O2 CO2 + H2O
Fotosintesis: CO2 + H2O + Cahaya Matahari CH2O +O2 + H2O
Kolam ini dibagi atas 2 sekat, sekat ytang pertama difungsikan untuk tempat tanaman eceng
gondok (Eichornia crassipes) yang berperan pada proses pembersihan terhadap bakteri
patogen dan penjernihan air.
BAB III
METODE PENGOLAHAN
Gambar 3.LahanUrukdariBlotong
2. Ampas Tebu
Menjadi bahan bakar boiler (pada proses pemasakan nira, evaporasi, kristalisasi, dan
pemisahan kristal dari cairan).
Menjadi bahan campuran dalam pulp pada industri kertas.
Menjadi arang aktif dengan proses karbonisasi.
3. Abu Ampas Tebu
Menjadi Batu Abu Tebu sebagai pengganti Batu Bata.
Dapat diolah menjadi bahan pembuat keramik.
Dapat dijadikan sebagai Biopozzolan untuk memperkuat struktur beton.
Pada PT. GMP Limbah cair yang dikeluarkan pabrik merupakan limbah organik dan
bukan Limbah B3 (bahan beracu dan berbahaya). Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan.
Pertama, penanganan di dalam pabrik ( in house keeping). Sistem ini dilakukan dengan
cara mengefisienkan pemakaian air dan penangkap minyak (oil trap ) serta pembuatan bak
penangkap abu bagasse ( ash trap ). Kedua, penanganan setelah limbah keluar dari pabrik,
melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Tahapan dalam pengolahan limbah cair dari pabrik di IPAL, yaitu melalui pengolahan
secara berkelanjutan dan terkontrol yang dilakukan di kolam-kolam penampungan limbah.
Pengolahan limbah cair di IPAL secara umum melalui proses anaerobic dan aerobic.
Sebelum mengolah limbah cair, sebaiknya mengetahui karkteristik keluaran limbah dari
pabrik. Berikut karakteristik limbah cair sebelum masuk IPAL, yaitu:
No Parameter Satuan
Pengolahan limbah cair tersebut menggunakan metode kolam oksidasi (Oxidation Pond)
seperti yang dijelaskan pada BAB II TINAJUAN PUSTAKA, dengan skema seperti berikut ini :
Kandungan limbah tersebut telah memenuhi baku mutu limbah cair untuk industri gula
berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor KEP51-/MENLH/10/1995
pada tanggal 23 Oktober 1995, yaitu:
Tabel 3 Baku Mutu Limbah Cair Industri Gula
C. Pengolahan Limbah Gas
Limbah gas pada industri gula berasal dari asap yang dihasilkan dari hasil pembakaran
pada boiler. Cara pengolahannya, yaitu :
1. Dengan memasang dust collector pada setiap cerobong
2. Menggunakan penjerap (adsorbenti) atau resin.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan pustakan dan metode pengolahan yang dikaji, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Limbah yang dihasilkan oleh industri gula meliputi :
a. Limbah padat seperti blotong, ampas tebu (bogasses), dab abu ampas tebu
b. Limbah cair seperti air pendingin proses, air hasil proses (pemurnian nira,
penguapan/evaporasi, kristalisasi, pemisahan kristal dan pengeringan), blowdown dari
boiler, tetes atau molasses, dan limbah hasil analisa laboratorium.
c. Limbah gas seperti aspap yang dihasilkan dari proses pembakaran pada boiler.
2. Pengolahan limbah pada inudstri gula dapat dilakuakan dengan cara sebagai berikut :
a. Limbah padat
Blotong dapat dijadikan tanah urug dan pupuk organik
Ampas tebu (bagasses) dapat dijadikan sebagai bahan bakar boiler, bahan campuran
pada pulp di industri kertas, dan arang aktif dengan proses karbonisasi.
Abu ampas tebu dapat diolah menjadi Batu Abu Tebu pengganti batu bata, bahan untuk
pembuatan keramik, dan dapat dijadikan sebagai biopozzolan untuk memperkuat
struktur beton.
b. Limbah Cair dapat diolah dengan menggunakan metode Kolam Oksidasi (Oxidation Pond)
sehingga limbah yang dihasilkan sesuai dengan baku mutu limbah cair industri gula yang
telah ditetapkan oleh kementerian lingkungan hidup.
c. Limbah gas dapat diolah dengan cara memasang dust collector dan penjerap (adsorbent)
atau resin.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan penulis yaitu :
1. Untuk pengolahan limbah industri gula perlu dikembangakn seiring dengan perkembangan
bahan, alat, dan proses yang digunakan pada industri gula tersebut dan metode pengolahan yang
dipilih tidak menimbulkan masalah lainnya.
2. Sebaiknya dicari pengolahan yang dapat membuat limbah tersebut menjadi berguna kembali
atau memiliki nilai jual yang ekonomis sehingga bisa membuka suatu peluang usahan dan
membuka lapangan pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA