Patofisiologi Penyakit Malaria
Patofisiologi Penyakit Malaria
Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori
berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit
yang mengandung parasit pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada
mereka yang dapat tetap hidup (survive). Peran beberapa mediator humoral masih belum
pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis terjadinya demam dan peradangan.
Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat menyebabkan reaski leukosit dan fagosit, sedangkan
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk
(Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang
menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati
bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan
dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding
lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang
memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk
dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi
sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/
incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit,
darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit
tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari
kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di
namakan Pra -eritrositer primer. Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam
sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut
20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal
dan hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan
diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang
dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah
dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara
lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut ekso-eritrositer sekunder. Dalam waktu 48 -72
jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di
mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam,
hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar
semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh
1. Penghancuran eritrosit.
Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung
parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak
mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis
intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat
2. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif
patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari
rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor
(TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang
terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam,
hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory
distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat
eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada
anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia,
malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam,
sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit
yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge)
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi
permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup
meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada